Anda di halaman 1dari 6

Manajemen Konstruksi

ANALISIS KARAKTERISITIK PENYELESAIAN SENGKETA PADA PROYEK


KONSTRUKSI DI TINGKAT MAHKAMAH AGUNG
(077K)

Felix Hidayat1, Christian Gunawan2

1
Staff Pengajar, Komunitas Bidang Ilmu Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, email: hidayat@unpar.ac.id.
2
Mahasiswa, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, email:
  
 

ABSTRAK
Semakin berkembangnya proyek konstruksi di Indonesia berisiko pada munculnya berbagai masalah
sengketa antara para pelaku konstruksi. Berbagai metode penyelesaian sengketa telah dikembangkan
untuk mangatasi masalah tersebut. Litigasi merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa
yang banyak dipilih, namun dalam beberapa tahun terakhir muncul berbagai pendapat yang
mengemukakan bahwa metode penyelesaian sengketa ini tidak lagi efektif terutama apabila
mencapai tingkat Mahkamah Agung, namun pada kenyataannya, metode ini masih banyak
digunakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana gambaran karakteristik penyelesaian
sengketa konstruksi di Indonesia yang ditempuh melalui jalur litigasi? Tujuan dari penelitian ini
adalah memberi gambaran mengenai karakteristik penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui
jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia. Karakteristik yang
dimaksud ditinjau dari segi pihak bersengketa, jenis proyek, jangka waktu, serta biaya yang
dipersengketakan. Data dalam penelitian ini diambil dari situs web
www.putusan.mahkamahagung.go.id dengan pembatasan masalah untuk kasus sengketa yang
melibatkan kontraktor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada masa pelaksanaan konstruksi.
Kasus konstruksi yang melibatkan kontraktor BUMN mencapai 330 (tiga ratus tiga puluh) kasus,
yang kemudian disaring lagi menjadi 13 (tiga belas) kasus pada masa pelaksanaan konstruksi. Data
yang telah dikumpulkan dianalisis dan dibuat kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pihak yang bersengketa paling dominan adalah antara Pihak BUMN dan Pihak Swasta dengan jenis
proyek komersil. Penyebab sengketa yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat
Mahmakah Agung adalah faktor pekerjaan. Jangka waktu penyelesaian sengketa dari dibuatnya
perjanjian hingga adanya putusan Mahkamah Agung pada umumnya membutuhkan waktu tiga
sampai dengan enam tahun, namun jangka waktu dari adanya putusan Pengadilan Negeri hingga
adanya putusan Mahkamah Agung hanya berkisar 18 (delapan belas) bulan. Sedangkan biaya yang
digugat dalam sengketa pada umumnya mencapai lebih dari 20 (dua puluh) milyar.
Kata kunci: karakteristik, penyelesaian, sengketa, konstruksi, Mahkamah Agung.

1. PENDAHULUAN
Industri jasa konstruksi memiliki faktor risiko dengan tingkat ketidak pastian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
industri lainnya (Flanagan dan Norman, 1993). Hal tersebut merupakan pemicu terjadinya sengketa. Semakin besar
nilai dan panjang durasi dari suatu proyek, maka akan semakin tinggi pula probabilitas terjadinya sengketa (Pang,
2011; Gebken, 2006; Love, 2005).
Sengketa menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang bertikai. Kerugian tersebut antara lain :
a. Biaya dan Waktu. Allen pada tahun 2010, dalam penelitiannya menyampaikan bahwa negara di Asia
menduduki peringkat tertinggi dalam nilai sengketa, yaitu sebesar USD. 64.500.000,-/tahun, dan waktu
penyelesaian sengketa, yaitu selama 11,4 bulan.
b. Produktivitas. Australian Bureau of Statistics (ABS) menyampaikan bahwa pada tahun 2007, tercatat lebih dari
7.000 hari kerja hilang karena adanya sengketa di industri konstruksi (New South Wales Department of
Commerce, 2008).
c. Popularitas dan Relasi. Dengan adanya sengketa, popularitas dan relasi antar pihak yang bertikai, akan
memburuk, terlebih ketika sengketa mencapai tingkat litigasi dimana tingkat ketegangan sudah mencapai titik
tertinggi, dibandingkan dengan metode penyelesaian lainnya (Gebken, 2006; Love, 2005).
Dalam upaya menyelesaikan sengketa, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu negosiasi, mediasi, konsiliasi,
penilaian ahli, arbitrase, dan litigasi. Kesuksesan penyelesaian sebuah sengketa dapat diindikasikan oleh 5 (lima)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 K - 97
Manajemen Konstruksi

buah faktor, yaitu : biaya-waktu, tingkat ketegangan, kekuatan individual dalam menentukan keputusan akhir,
tingkat paksaan, dan tingkat kepentingan hubungan/relasi pihak-pihak yang bersengketa (Love. 2005;
www.partnerglobal.com). Dunia dagang, terutama Internasional selalu takut untuk berperkara dihadapan badan-
badan peradilan. Para pedagang umumnya takut untuk berperkara bertahun-tahun lamanya (Sudargo, 1999). Pada
proses litigasi, penyelesaian sengketa harus menunggu hingga lembaga peradilan mengambil keputusan untuk
menyelesaikan masalah. Proses tersebut terkadang memakan waktu yang lama. Dalam penyelesaian sengketa
melalui proses litigasi, pihak-pihak yang bersengketa akan mengajukan diri pada badan peradilan negara. Pada
proses ini pihak yang bersengketa harus menjalani proses peradilan yang sah sesuai ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang. Apabila salah satu pihak kurang puas pada putusan peradilan, pihak tersebut berhak melakukan
banding ke tingkat yang lebih tinggi hingga mencapai ke Mahkamah Agung.
Dengan berkembangnya metode alternatif penyelesaian sengketa, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa
metode penyelesaian sengketa melalui proses litigasi tidak lagi efektif. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana
gambaran karakteristik penyelesaian sengketa konstrusksi di Indonesia yang ditempuh melalui jalur litigasi? Tujuan
dari penelitian ini adalah memberi gambaran mengenai karakteristik penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui
jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia. Karakteristik yang dimaksud ditinjau
dari segi pihak bersengketa, jenis proyek, jangka waktu, serta biaya yang dipersengketakan.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilakukan secara kualitatif deskriptif melalui studi beberapa kasus sengketa pada proyek-proyek
konstruksi di Indonesia, yang terjadi di tingkat Mahkamah Agung. Penelusuran kasus-kasus dilakukan melalui
penelaahan dokumen, dan selanjutnya akan diolah untuk menggambarkan realitas/fenomena mengenai sengketa
yang terjadi pada industri jasa konstruksi di Indonesia. Pengumpulan data dibatasi pada (a) kasus-kasus sengketa
konstruksi yang melibatkan kontraktor perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), (b) putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia periode September 2007 hingga Januari 2012, dan (c) sengketa terjadi pada tahap
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Data dalam penelitian diambil dari situs internet direktori putusan Mahkamah Agung Indonesia atau
www.putusan.mahkamahagung.go.id. Dalam halaman web tersebut, terdapat putusan Mahkamah Agung yang
berisi keterangan lengkap suatu kasus sengketa di tingkat Mahkamah Agung Indonesia. Penelitian ini memanfaatkan
fasilitas search engine yang tersedia pada situs internet. Fasilitas tersebut berguna untuk menyaring putusan-putusan
Mahkamah Agung yang tersedia dalam direktori, sehingga putusan yang ditampilkan sesuai dengan keyword yang
dimasukkan pada search engine tersebut. Masing-masing nama kontraktor BUMN dimasukkan kedalam fasilitas
search engine tersebut, kemudian seluruh putusan Mahkamah Agung yang ditampilkan diakses serta di-download.
Data putusan tersebut untuk selanjutnya diolah menjadi suatu diagram alir putusan Mahkamah Agung yang berisi
ringkasan masing-masing kasus dari awal sengketa tersebut terjadi hingga putusan Mahkamah Agung diambil.
Diagram alir tersebut kemudian dianalisis hingga mencapai suatu kesimpulan. Analisis pada penelitian ini dibagi
menjadi empat bagian yaitu analisis pihak bersengketa dan jenis proyek, analisis karakteristik penyebab sengketa,
analisis jangka waktu penyelesaian sengketa, dan analisa biaya yang digugat.
Pihak bersengketa terdiri dari kontraktor BUMN sebagai penyedia jasa, pemerintah atau swasta sebagai pengguna
jasa, dan warga sebagai pihak lain yang terlibat dalam suatu proyek. Pihak pihak ini yang akan dianalisis secara
kualitatif hingga dapat diketahui pihak mana yang berpengaruh dalam suatu kasus sengketa. Jenis proyek dalam
penelitian ini diklasifikasikan menurut Grace (2010), yang membagi tipe proyek konstruksi menjadi tujuh bagian,
yaitu pemukiman, bangunan, kelembagaan atau komersil, industri, industri khusus, jalan, dan heavy construction.
Analisis karakteristik penyebab sengketa konstruksi memuat analisis mengenai penyebab atau akar permasalahan
suatu sengketa yang diselesaikan melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung. Pengelompokan
faktor penyebab sengketa konstruksi diambil dari penelitian terdahulu oleh Yan (2011), yaitu (a) faktor pekerjaan,
(b) ketidak lengkapan kontrak, dan (c) faktor manusia. Faktor pekerjaan menunjukkan permasalahan yang muncul
akibat faktor eksternal dan faktor internal. Faktor ketidak lengkapan kontrak terdiri dari permasalahan klausul yang
bermakna dua, kurangnya klausul dalam kontrak, serta permasalahan lain yang berasal dari kontrak konstruksi.
Faktor manusia menunjukkan permasalahan yang muncul akibat dari faktor tingkah laku manusia ataupun dari
faktor psikologis.
Analisis jangka waktu penyelesaian sengketa didefinisikan sebagai lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah sengketa tersebut yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah
Agung. Jangka waktu penyelesaian sengketa pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah
jangka waktu dari Perjanjian hingga adanya Putusan Mahkamah Agung. Sedangkan yang kedua adalah jangka
waktu dari Putusan Pengadilan Negeri hingga adanya Putusan Mahkamah Agung. Alasan analisis dibagi menjadi
dua bagian adalah untuk memberi gambaran lamanya proses penyelesaian sengketa melalui peradilan pada tingkat
yang lebih tinggi, yaitu pada tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


K - 98 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Manajemen Konstruksi

Analisis biaya digugat didefinisikan sebagai biaya yang diperjuangkan oleh kedua bela belah pihak dalam suatu
sengketa. Besarnya biaya ini diperoleh dari angka dalam satuan Rupiah, yang dijadikan dasar pengajuan tuntutan
oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Analisis biaya digugat diperlukan untuk memberi gambaran mengenai hasil
putusan Mahkamah
amah Agung Indonesia..

3. PENGUMPULAN DATA
Hasil putusan Mahkamah Agung yang didapat mencapai 330 (tiga ratus tiga puluh) kasus, yang mencakup berbagai
masalah. Kasus-kasus
kasus ini kemudian digolongkan kembali dan didapat hasil bahwa 20% diantaranya merupakan
kasus internal masing-masing
masing perusahaan, 70% merupakan kasus dari pihak lain yang memiliki kemiripan kata dari
keywords yang dimasukkan dalam fasilitas search engine,, sedangkan sisanya merupakan kasus sengketa konstruksi.
terbagii menjadi dua, yaitu kasus sengketa pada tahap pelelangan dan kasus sengketa
Pada kasus sengketa konstruksi terbag
pada tahap pelaksanaan konstruksi. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah kasus pada tahap pelaksanaan
konstruksi, sehingga kasus sengketa pada tahap pelelangan juga tidatidakk digunakan. Setelah proses filtering dilakukan,
terdapat 13 (tiga belas) kasus yang sesuai dengan ruang lingkup penelitian dan dijadikan data dalam penelitian ini.

4. HASIL KAJIAN
Pihak bersengketa menunjukkan pihak pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa. Dalam penelitian ini, pihak yang
bersengketa dibagi menjadi tiga, yaitu BUMN Pemerintah, dan BUMN
BUMN-Swasta, BUMN-Pemerintah, BUMN-Warga, sedangkan jenis
proyek dibagi berdasarkan tipe proyek konstruksi. Gambar 2 menunjukkan bahwa pihak yang bersengketa paling
banyak adalah kontraktor
tor BUMN dengan Pihak Swasta yaitu 62%, sedangkan sengketa dengan Pihak Pemerintah
hanya mencakup 31%. Hasil ini dikaitkan dengan prinsip dasar masing masing pihak, yaitu Pihak Swasta yang
masing-masing
ertugas untuk memfasilitasi masyarakat agar
bergerak dalam hal mencari keuntungan, sedangkan Pihak Pemerintah bbertugas
hidup sejahtera yang pada umumnya tidak mencari keuntungan. Dengan perbedaan prinsip dasar dari masing masing-
masing pihak tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu proyek yang melibatkan Pihak BUMN dengan Pihak
Swasta
sta terjadi banyak konflik agar mendapat keuntungan yang sebesar
sebesar-besarnya.

Gambar 2. Pihak yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung

Untuk jenis proyek, hasil penelitian pada Gambar 2 menunjukkan bahwa proyek yang paling banyak menjadi
permasalahan sengketa adalah proyek pembangunan mall atau yang termasuk building construction, yaitu sebesar
38% dari keseluruhan kasus yang ada. Proyek bangunan pada umumnya melibatkan pihak swasta dan bertujuan
untuk mencari keuntungan, sehingga pada proyek ini akan banyak menimbulkan konflik akibat tuntutan yang tinggi.
Tuntutan ini pada umumnya dari sisi tampilan, efisiensi bangunan, keamanan maupun pe peluang untuk
mengembangkan. Proyek bangunan dan industri khusus tidak memiliki pengaruh pada penelitian ini. Hal ini
dikarenakan proyek bangunan umumnya memiliki tingkat kompleksitas yang relatif rendah karena hanya mencakup
renovasi ataupun instalasi, sedangkan
ngkan untuk industri khusus, walaupun memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi,
namun belum banyak dibangun di Indonesia.
Hasil penelitian lebih lanjut antara para pihak yang bersengketa, pihak yang mengajukan gugatan, serta jenis proyek
menghasilkan suatu kesimpulan baru. Proyek bangunan merupakan jenis proyek yang paling dominan dominan
bersengketa. Dari lima kasus proyek bangunan, empat diantaranya merupakan sengketa antara pihak BUMN dan
swasta. Apabila dihubungkan antara jenis proyek dengan pihak yang mengajukan gugatan, didapat hasil bahwa dari
lima kasus proyek bangunan, seluruhnya merupakan permohonan pihak penyedia jasa, namun empat diantaranya
dimenangkan oleh pengguna jasa
Penyebab sengketa paling dominan yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung
adalah faktor pekerjaan (task
task factors ). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komponen faktor pekerjaan yang
factors).
memberi pengaruh besar adalah komponen internal ((internal factors)) dengan pembayaran menjadi masalah uta utama.
Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 3. Masalah pembayaran yang dimaksud adalah keterlambatan pembayaran dari

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24
24-26 Oktober 2013 K - 99
Manajemen Konstruksi

Pihak Pengguna Jasa kepada Pihak Penyedia Jasa. Pada jenis proyek konstruksi rekayasa berat, industrial, dan
pemukiman, komponen utama penyebab sen sengketa
gketa adalah faktor pekerjaan, sedangkan pada proyek bangunan,
komponen utama penyebab sengketa adalah faktor manusia. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 2. Jenis Proyek Konstruksi yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung

Gambar 3. Faktor Utama


ama Penyebab Sengketa dan Sub Indikator Penyebab Sengketa dari Faktor Internal Sengketa
Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

  

 



 *4<8:#*7=;2*
*4<8:"87<:*4
  


  *4<8:%.4.:3**7

&.;2-.7<2*5 =25-270 7-=;<:2*5 .*>@


87;<:=,<287 87;<:=,<287 87;<:=,<287 7027..:270
87;<:=,<287

Gambar 4. Faktor Utama Penyebab Sengketa per Jenis Proyek Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


K - 100 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta
Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Manajemen Konstruksi

ta dari perjanjian hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung pada umumnya
Jangka waktu penyelesaian sengketa
tiga sampai dengan enam tahun. Sedangkan jangka waktu penyelesaian sengketa dari putusan Pengadilan Negeri
hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung umumnya hanya mencapai 18 (delapa (delapan belas) bulan. Hal ini
ditunjukkan oleh Gambar 5. Biaya yang digugat pada umumnya lebih dari 20 (dua puluh) miliar Rupiah. Sedangkan
sengketa yang mencapai tingkat Mahkamah Agung yang tidak menuntut biaya kurang dari satu persen. Hal ini
menunjukkan besarnya
nya biaya yang digugat hingga para pihak mau untuk menunggu dalam jangka waktu yang cukup
lama agar memperoleh haknya. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 5. Perbandingan Jangka Waktu Perjanjian ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri ke Mahkamah
Agung

Gambar 6. Perbandingan Biaya Sengketa Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

5. SIMPULAN DAN SARAN


Setelah melakukan analisis pada data yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan beberapa poin sebagai
berikut:
1. Pihak kontraktor BUMN sebagai penyedia jasa dengan Pihak Swasta sebagai pihak pengguna jasa merupakan
pihak yang paling sering bersengketa hingga mencapai ke tingkat Mahkamah Agung. Sedangkan pihak yang
dominan memohon penyelesaian melalui jalur litigasi adalah Pihak Penyedia Jasa.
2. Jenis proyekk komersil menjadi proyek yang paling berisiko timbulnya sengketa. Penelitian lebih lanjut
mengemukakan bahwa seluruh gugatan pada proyek komersil diajukan oleh Pihak Penyedia Jasa, dan pihak
dengann Pihak Swasta.
yang dominan bersengketa pada proyek ini adalah Pihak BUMN denga
3. Penyebab sengketa paling dominan yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah
Agung adalah faktor pekerjaan. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komponen faktor pekerjaan yang
memberi pengaruh besar adalah komponen internal ddenganengan pembayaran menjadi masalah utama. Masalah
pembayaran yang dimaksud adalah keterlambatan pembayaran dari Pihak Pengguna Jasa kepada Pihak
Penyedia Jasa.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24
24-26 Oktober 2013 K - 101
Manajemen Konstruksi

4. Pada jenis proyek konstruksi heavy construction, industri, dan pemukiman komponen utama penyebab
sengketa adalah faktor pekerjaan. Sedangkan pada proyek komersil, komponen utama penyebab sengketa
adalah faktor manusia.
5. Jangka waktu penyelesaian sengketa dari perjanjian hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung pada
umumnya tiga sampai dengan enam tahun. Sedangkan jangka waktu penyelesaian sengketa dari putusan
Pengadilan Negeri hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung umumnya hanya mencapai 18 (delapan
belas) bulan.
6. Biaya yang digugat pada umumnya lebih dari 20 (dua puluh) milyar Rupiah. Sedangkan sengketa yang
mencapai tingkat Mahkamah Agung yang tidak menuntut biaya kurang dari satu persen. Hal ini menunjukkan
besarnya biaya yang digugat hingga para pihak mau untuk menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama
agar memperoleh haknya.
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya, yaitu (a) penelitian dilakukan untuk metode penyelesaian
sengketa selain proses litigasi. Hal ini diperlukan untuk memberikan pertimbangan yang lebih matang untuk para
pihak yang akan memilih metode penyelesaian sengketa; (b) penelitian dilakukan dengan tinjauan subyek selain
kontraktor BUMN, agar dapat membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian yang baru.

DAFTAR PUSTAKA
Allen, M. Construction Dispute on The Rise. Forum Conctruction and Contract News. EC Harris Global
Construction Disputes Report.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, www.putusan.mahkamahagung.go.id , diakses pada
tanggal 2 September 2012 20 September 2012
Econtech (2008). Economic Analysis of the Building and Construction Industry Productivity. Econtech, Canberra.
Flanagan and Norman (1993). Risk Managemen and Construction. Blackwell. Oxford.
Gebken, R. (2006). Quantification of Transactional Dispute Resolution Costs for the U.S. Construction Industry.
Dissertation. University of Texas.
Goetz, J., Gibson G. (2009). Construction Litigation, U.S. General Services Administration., 1980-2004.
American Society of Civil Engineers
Grace, F. (2010). Different Types of Construction Contracts and Projects (Online)
http://www.articlesbase.com/construction-articles/different-typesof-construction-contracts- and-projects-
2608312.html (diakses November 2012)
Love, P., Tse, R. and Edwards, D. (2005). Time-cost Relationships in Australian Building Construction Projects,
Journal of Construction Engineering and Management, vol. 131, no. 2, pp. 187-194.
Pang, H.Y. (2011). Anatomy of Construction Dispute. Theses. City University of Hongkong.
Sudargo, G. (1999). Undang-Undang Arbitrase Baru, PT. Citra Aditya Bakti. Jakarta.
Yan (2011), Anatomy of Construction Disputes. Run Run Shaw Library.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


K - 102 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Anda mungkin juga menyukai