Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH COASS FARMAKOLOGI

KONTRASEPSI HORMONAL

Oleh:
Kelompok 3
11100150 Siti Anisa Maesura
11100150 Stevie A. Grean Tekwan
1210015014 Fanytha Libra Karmila
1210015018 Dyah Anugrah Pratama

LABORATORIUM FAKMAKOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
JUNI 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas Laboratorium Farmakologi
Klinik dengan topik Kontrasepsi Hormonal. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas
Coass Farmakologi di Laboratorium Farmakologi Klinik Pendidikan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
Banyak pihak yang telah membantu serta membimbing penulis dalam penyelesaian
tugas ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang
tulus kepada :
1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si. selaku Rektor Universitas Mulawarman.
2. dr. H. Emil Bachtiar Moerad, Sp. P. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda.
3. Dra. Khemasili Koesala, Apt., S. Farm., selaku Kepala Laboratorium Farmakologi
Klinik.
4. dr. Ika Fikriah, M. Kes selaku dosen pembimbing topic Kontrasepsi Hormonal.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Namun harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis
sendiri dan pembaca.

Samarinda, 16 Juni 2016

Tim Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................................... i
Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................ 1
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................. 2
2.1. Kontrasepsi Hormonal ...................................................................................
2.1.1. Definisi .......................................................................................................
2.1.2. Jenis Kontrasepsi Hormonal .......................................................................
2.2. Ibu Menyusui .................................................................................................
2.3. Pemilihan Kontrasepsi pada Ibu Menyusui ...................................................
BAB III Analisa Kasus dan P-Treatment ..........................................................
Daftar Pustaka ......................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Populasi dunia saat ini sudah mencapai angka 6 milyar penduduk. Dewasa ini
hampir 60% pasangan usia reproduktif di seluruh dunia telah menggunakan
kontrasepsi namun terdapat lebih dari 120 juta wanita di kawasan negara berkembang
yang belum paham dengan cara pencegahan kehamilan untuk mengatasi ledakan
penduduk yang lebih besar. (Anna, 2005). Masalah kependudukan tidak hanya
menjadi masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, namun negara maju juga
mengalami masalah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan penduduk dunia
yang pesat dengan laju pertumbuhan yang tinggi, demikian pula di Indonesia (Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional [BKKBN], 2015).
Keluarga berencana sudah menjadi salah satu program yang memberikan
sejarah keberhasilan pada abad ke-20 dalam skala dunia (Anna, 2005). Untuk
menekan laju pertumbuhan penduduk, pemerintah Republik Indonesia menerapkan
Program Keluarga Berencana Nasional dan membentuk BKKBN. Hal ini bertujuan
agar laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan (BKKN, 2015). Keluarga berencana
digalakkan dengan pemilihan dan penggunaan kontrasepsi yang sesuai. Kontrasepsi
merupakan proses menghindari kehamilan. Kontrasepsi tidak hanya dilakukan untuk
mencegah leadakan penduduk. Alasan lainnya yaitu perencanaan kehamilan,
pembatasan jumlah anak, serta penghindaran risiko medis kehamilan (terutama pada
ibu dengan penyakit jantung, diabetes mellitus, atau tuberkulosis) (Benson, 2008).
Penggunaan kontrasepsi meningkat di negara-negara maju (Benson, 2008).
Pengguna kontrasepsi di Indonesia sendiri cukup banyak dan mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia [SKDI], 2012).
Kontrasepsi dibagi menjadi kontrasepsi hormonal dan non-hormonal. Akseptor KB
pada tahun 2012 menunjukkan penggunaan kontrasepsi injeksi sebayak 46,84 %, pil
KB sebanyak 25,13 %, Intra Uterine Device (IUD) sebanyak 11,53 %, implant 9,17
%, medis sterilitas wanita 3,49 %, penggunaan kondom 3,13 %, serta sterilitas pria
0,70 % (BKKBN, 2015).
Salah satu yang menggunakan kontrasepsi adalah wanita menyusui. Agar dapat
menyusui bayinya dengan baik dan selama masa yang diinginkan, maka perlu
direncanakan dengan baik kapan waktu yang tepat untuk kehamilan berikutnya.
Terjadinya kehamilan sebelum ibu sempat menyelesaikan masa yang optimal dalam
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi akan merugikan pertumbuh
bayi dan di samping itu juga akan berpotensi meningkatkan beban fisik dan psikis ibu
karena harus merawat bayi di samping juga harus menjaga kesehatan tubuh dan
kehamilannya kembali (Ocviyanti, 2010).
Ibu-ibu yang hamil kembali dengan jarak antar kehamilan kurang dari 18 bulan
tidak memiliki cukup waktu untuk mengganti gizi yang hilang pada kehamilan
sebelumnya sehingga akan tampak penurunan kemampuan ibu untuk menunjang
pertumbuhan janin pada kehamilan berikutnya. Jarak kehamilan yang pendek juga
memperbesar risiko bayi lahir kurang bulan (prematur), berat bayi lahir rendah, dan
bayi berat badan kecil. Bagi keselamatan ibu, ibu yang sudah hamil lagi dalam waktu
6 bulan atau kurang dari persalinan berikutnya memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengalami kematian ibu, perdarahan pada trimester ketiga kehamilan, ketuban
pecah dini, infeksi pasca persalinan karena endometriosis purpuralis, dan anemia. Hal
tersebut menjadi dasar perencanaan kehamilan diperlukan bagi ibu baru melahirkan.
Perlu diperhatikan bahwa ibu yang baru melahirkan dan sedang menyusi harus
melakukan pemilihan kontrasepsi yang tepat sehingga tidak mempengaruhi produksi
ASI yang berkaitan erat dengan hormon-hormon kewanitaan (Ocviyanti, 2010).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontrasepsi
2.1.1. Definisi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti
melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan sel telur yang matang
dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Sehingga maksud dari kontrasepsi
adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat bertemunya
sel telur dengan sel sperman. Pasangan yang membutuhkan kontrasepsi adalah yang
aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun
tidak menghendaki terjadinya kehamilan. Usaha mencegah kehamilan tersebut dapat
bersifat sementara maupun permanen (Tahir dan Jaya, 2014).
Sebagai usaha untuk mencegah kehamilan, hendaknya kontrasepsi memiliki
syarat berupa aman pemakaiannnya dan dapat dipercaya, tidak memiliki efek
samping yang merugikan, lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan klien, tidak
mengganggu hubungan persetubuhan, tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol
yang ketat selama masa penggunaanya, cara penggunaannya sederhana, hargaya
murah sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat luas, serta dapat diterima oleh
pasangan suami istri (Tahir & Jaya, 2014). Kontrasepsi hormonal adalah alat atau
obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah kehamilan dimana bahan bakunya
mengandung preparat estrogen, progesteron, maupun kombinasi dari keduanya
(Purwaningsih & Fatmawati, 2010).

2.1.2. Jenis Kontrasepsi


Beberapa jenis kontrasepsi secara umum diklasifisikan sebagai berikut:
2.1.2.1. Metode Kontrasepsi Sederhana
Terdiri dari penggunaan kondom, coitus interuptus, KB Alami (berupa merode
kalender, metode suhu basal tubuh, metode lender serviks, metode amenorea laktasi,
dan metode simto-termal).
2.1.2.2. Metode Kontrasepsi Efektif
Metode ini berupa penggunaan kontrasepsi hormal berupa pil KB, suntik KB,
AKBK/Implan, serta AKDR/IUD.
2.1.2.3. Metode Kontrasepsi Mantap
Metode ini berupa tubektomi dan vasektomi. Setelah dilakukan prosedur
kontrasepsi mantap, maka baik pria maupun wanita tidak akan mengeluarkan sel telur
atau sel sprema sehingga tidak akan terjadi konsepsi. Hal ini membutuhkan
pertimbangan yang matang, misalnya kondisi kesehatan pasien ataupun jumlah anak
yang sudah lebih ari cukup (Tahir & Jaya, 2014).

2.1.3. Kontrasepsi Hormonal


2.1.3.1. Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi ini adalah kontrasepsi untuk wanita yang diminum secara oral,
umumnya berbentuk pil atau tablet. Kontrasepsi ini dapat berupa gabungan hormon
estrogen dan progesteron, atau hanya terdiri dari salah satu hormonnya saja (Tahir &
Jaya, 2014).
a. Mekanisme Kerja
Pil hormonal terdiri atas komponen hormon estrogen, progesteron, atau
kombinasi keduanya. Dengan pengaruh hormone estrogen terhadap hipotalamus,
maka ovulasi dapat dihambat. Pengaruh estrogen pada hipotalamus selanjutnya akan
menghambat Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luitenizing Hormone (LH). Pil
kombinasi yang mengandung estrogen kurang dari atau sama dengan 50 g tidak
akan selalu menghambat terjadinya ovulasi (Wiknjosastro, 2005).
Estrogen juga akan menghambat implantasi sel telur apabila telah dibuahi oleh
sel sperma jika estrogen dosis tinggi diberikan pada pertengahan siklus haid. Jarak
waktu antara konsepsi dengan implantasi rata-rata berkisar 6 hari. Progesteron sendiri
memiliki mekanisme kerja berupa perubahan pada lender serviks sehingga lebih
pekat dan menyebabkan penetrasi dan transportasi sperma menjadi lebih sulit.
Kapasitasi sperma pun dihambat oleh progeteron, dimana kapasitasi diperlukan
sperman untuk menembus rintangan di sekitar ovum dan membuahi sel telur tersebut.
Jika progesterone diberikan sebelum implantasi maka perjalanan ovum ke tuba juga
akan dihambar. Progesteron juga seperti estrogen yang akan menghambat terjadinya
ovulasi dengan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium (Wiknjosastro, 2005).

b. Jenis Pil Hormonal


1. Pil Kombinasi
Pil kombinasi memiliki estrogen dan progestin sintetik, pil diminum setiap
hari selama 3 minggu dan diikuti 1 minggu tanpa pil (atau placebo).
Sediaannya adlaah etinil estradiol atau mestranol dalam dosis 0,05 mg,
0,08mg, atau 0, 1 mg per tablet.
2. Pil Sekuensial
Pil sekuensial merupakan pemberian pil estrogen selama 14-15 hari pertama
selanjutnya diberikan kombinasi estrogen dan progesteron hingga siklus
haid selesai. Dosis estrogen pada pil ini lebih tinggi daripada dosis estrogen
pada pil kombinasi. Khasiat utama pil ini adalah menghambat terjadinya
ovulasi.
3. Pil Mini
Pil mini hanya mengandung progestin, dengan dosis progestin yang kecil
yaitu kurang dari 0,5 mg. pil mini harus diminum setiap hari termasuk
sewaktu menstruasi. Pil mini tidak mengandung estrogen.
4. Postcoital contraception
Estrogen dosis tinggi dapat mencegah kehamilan jika diberikan setelah
koitus yang tidak terlindungi, dimana pil ini bekerja dengan menghalangi
implantasi blastokista ke lapisan endometrium (Wiknjosastro, 2005).

c. Efek Samping
Efek samping yang dapat timbul dengan penggunaan pil kombinasi adalah
apabila penggunaan pil kombinasi dengan kelebihan estrogen ataupun
kelebihan progesteron.
1. Efek samping ringan yang muncul akibat kelebihan estrogen adlaah mual,
retensi cairan, sakit kepala, nyeri payudara, dan fluor albus.
2. Efek samping ringan karena kelebihan progesterone adalah perdarahan
tidak teratur, nafsu makan meningkat sehingga berat badan meningkat,
akne,a lopesi, kadang terdapat pengecilan mammae, adanya fluor albus,
dan hipomenorea.
3. Efek samping berat yang dapat timbul adalah tromboemboli termasuk
tromboplebitis, emboli paru, dan thrombosis otak (Wiknjosastro, 2005).

d. Kontraindikasi
Kontraindikasi multak pada penggunaan pil hormonal adlaah penderita tumor
yang diperngaruhi estrogen, adanya penyakit hati akut atau kronik yang aktif,
riwayat memiliki tromboflebitis, trombo emboli, kelainan serebrovakular,
diabetes mellitus, dan kehamilan. Sedangkan kontraindikasi relatifnya berupa
depresi, migraine, mioma uteri, hipertensi, oligomenorea, dan amenorea
(Wiknjosastro, 2005).

2.1.3.2. Kontrasepsi Suntik


Terdapat dua jenis kontrasepsi hormone suntikan KB, dimana jenis yang
beredar di Indonesia adalah yang hanya mengandung hormon progesteron (Depo
provera 150 mg, depo progestin 150 mg, depo geston 150 mg, noristerat 200 mg), dan
yang mengandung medroxy progesterone acetat 25 mg dan estradiol cypionate
(cyclofen) 5 mg (Tahir & Jaya, 2014).

a. Jenis Kontrasepsi Suntik


Terdapat dua jenis kontrasepsi suntik yaitu kontrasepsi suntikan progestin dan
suntikan kombinasi.
1. Suntikan progestin, yaitu yang mengandung Depo Medroksiprogesteron
Asetat (Depo Provera) dan Depo Neoretisteron Enantat (Depo Noristerat).
DMPA mengandung 150 mg hormon, dan diberikan setiap bulan dengan
cara disutik intramuskuler di region glutea. Sedangkan DNE mengandung
200 mg Norentindron Enantat yang diberikan setiap 2 bulan dengan cara
yang sama yaitu disuntik secara IM di region glutea.
2. Suntikan kombinasi mengandung 25 mg DMPA dan 5 mg Estradiol
Sipionat yang diberikan setiap sebulan sekali (cyclofem) dan 59 mg NE
dengan 5 mg estradiol Valerat yang diberikan secara injeksi sebulan sekali
juga. Suntikan kombinasi ini menekan ovulasi dengan cara mengentalkan
lender serviks dan atrofi pada endometrium. Hal tersebut akan
menyusahkan penetrasi sel sperma dan mengganggu implantasi (BKKBN,
2013).

b. Keunggulan Kontrasepsi Suntik


Keunggulan utama adalah cara pemberian dan durasi kerja yang lama. Jadwal
penyuntikan yang lama tersebut biasanya disukai banyak wanita, sedangkan
interval yang singkat biasanya kurang begitu disukai (Anna, 2005).

c. Efek Samping
Dapat terjadi penundaan pemulihan kesuburan dikarenakan menetapnya kadar
hormon progeteron di dalam sirkulasi, terutama dalam pemberian DMPA.
Penundaan pemulihan kesuburan umumnya berlangsung 7-8 bulan setelah
penghitungan efek 3-4 bulan dari suntikan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian wanita akan memerlukan waktu lebih dari setahun untuk dapat hamil
kembali. Selain itu, dapat terjadi penambahan berat badan. Hal ini utamanya
disebabkan karena peningkatan nafsu makan disertai dengan peningkatan
penimbunan simpanan lemak. Penambahan beat badan yang terjadi bisa
sebanyak 1-2 kg seringkali kemudian akan menjadi stabil setelah pemakaian
dilanjutkan, namun juga ada sejumlah kecil wanita yang terus mengalami
pertambhan berat badan moderat selama memakai metode tersebut (Anna,
2005).

d. Kontraindikasi
Metode suntik tidak diperuntukan bagi wanita yang memiliki gangguan
koagulasi. Kontrasepsi DMPA tidak diberikan bagi wanita yang mungkin tidak
dapat mentoleransi amenore atau bercak darah ireguler yang berkepanjangan
(Anna, 2005).

2.1.3.3. Implan
Efektivitas progestin sebagai kontrasepsi dapat diperpanjang dengan
memasukkan hormon tersebut ke dalam delivery system, dalam bentuk implan, cincin
vagina, maupun mikrokapsul (Winkjosastro, 2005). Implan merupakan Alat
Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) yang disusupkan di bawah kulit (Tahir & Jaya,
2014). Satu-satunya kontrasepsi implant yang beredar di pasaran adalah Norplant.
Norplant terdiri dari 6 kapsul yang masing-masing mengandung 36 mg
Levonogestrel. Setelah disusukkan, keenam kapsul akan mengeluarkan 80 mcg
levonogestrel per hari selama 6-18 bulan pertama (Winkjosastro, 2005).
a. Mekanisme Kerja
Implan menghasilkan kadar steroid kontrasepsi yang rendah dan konstan dalam
darah melalui difusi batang atau kapsul secara terus menerus. Hal ini akan
menurun sepanjang usia alat tersebut. Implant akan mengeluarkan hormone
progesterone yang akan menghambat terjadinya ovulasi, modifikasi mucus
serviks, modifikasi endometrium untuk pencegahan implantasi, efek pada
hipotalamus dan hipofisis untuk pencegahan pelepasan FSH dan LH, serta efek
pada fungsi tuba falopi dalam hal pembuahan. Seperti metode progesteron
lainnya, pola perdarahan menstruasi cenderung tidak teratr dan tidak dapat
diduga pada beberapa bulan pertama pemasangan, tetapi secara bertahap akan
menjadi lebih teratur seiring dengan penurunan kadar steroid di dalam serum
(Anna, 2005)

b. Efek Samping
Terjadi gangguan menstruasi pada wanita yang memakai implant. Namun
menurut hasil penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO), Norplant dilaporkan
bebas dari efek samping dan komplikasi serius (Anna, 2005).

c. Kontraindikasi Spesifik
Wanita yang intoleran dengan amenorea atau gangguan menstruasi serta
tidak jelas keinginannya untuk mendapatkan anak dalam waktu dekat sebaiknya
tidak menggunakan metode ini (Anna, 2005).

2.1.3.4. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Alat kontrasepsi ini adalah kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam Rahim
dengan berntuk yang bermacam-macam. Terdiri dari plastic (polyethylene). Selain
yang dililit oleh tembaga, dililit oleh tembaga yang bercampur perak, terdapat pula
AKDR yang di batangnya terdapat hormone progesteron.

2.2. Ibu Menyusui

Anda mungkin juga menyukai