PENDAHULUAN
Latar belakang
Latar belakang
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak
balita, ibu hamil. Malaria secara langsung mengakibatkan anemia yang
berdampak pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak dan
menurunkan produktivitas kerja pada orang dewasa.
Pada daerah tertentu tingkat prevalensi malaria masih tinggi dibandinkan dengan
prevalensi malaria secara nasional yaitu 0,6 persen berdasarkan riskesdas tahun
tahun 2010. Tingkat prevalensi tertinggi tersebut ditemukan di wilayah timur
Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6 persen), Papua (10,1 persen) dan Nusa
Tenggara Timur (4,4 persen).
Pada daerah endemik, angka kejadian malaria pada kehamilan masih cukup
tinggi sehingga perlu mendapatkan perhatian secara khusus. Malaria dapat
membahayakan baik terhadap ibu hamil maupun janin yang sedang
dikandungnya. Pada ibu hamil bila tidak diobati dapat menyebabkan kematian
baik terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya, sementara itu apabila akan
diobati perlu dipertimbankan obat-obat yang berdampak terhadap janin yang
dikandungnya. Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu malaria dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan selama dalam kandungan bahkan
1
pada trimeseter I dapat menyebabkan abortus dan pada trimester lanjut dapat
terjadi pertumbuhan janin terhambat (PJT). Pada janin yang bertahan hidup akan
dilahirkan dengan luaran bayi berat badan lahir rendah (BBLR) pada saat lahir
dan malaria kongenital.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini,
pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor dalam hal
pendidikan masyarakat dan pengertian tentang kesehatan lingkungan yang
kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.
Tujuan
Buku ini ditujukan sebagai pedoman penanggulangan malaria dalam kurikulum
pendidikan dokter di Indonesia dan dijadikan sebagai standar pengelolaan
tatalaksana kasus malaria di Indonesia.
Sasaran
Sasaran pengguna buku pedoman ini terutama ditujukan kepada tenaga medis
dan paramedis, mahasiswa kedokteran dan pengelola program malaria pada
tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota dan pada tingkat pelayanan kesehatan.
Buku ini juga dapat digunakan bagi mereka yang bekerja pada institusi
pemerintah dan swasta maupun lembaga swadaya masyarakat yang bergerak
dalam pengendalian malaria.
2
BAB II
SIKLUS HIDUP PLASMODIUM DAN PATOGENESIS
MALARIA
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang
dapat ditandai dengan demam, hepatosplenomegali dan anemia. Plasmodium
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Pada tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya P.knowlesi yang dapat
menginfeksi manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan
primata/monyet.
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia
dan nyamuk anopheles betina (lihat gambar 1)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah
3
merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon
(8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual
ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah
dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Siklus ini disebut siklus eritrositer.
4
Hanya pada P. vivax dan P.
ovale
5
Gambar 1. Siklus hidup plasmodium
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia
sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi
bervariasi tergantung spesies plasmodium (tabel 1.).
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia
sampai parasit dapat dideteksi dalam darah.
B. Patogenesis
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
antara lain TNF (tumor nekrosis factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6
akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh dan terjadi demam. Gejala demam pada awalnya tidak teratur tergantung
pada jumlah klon yang ada di dalam darah. Setelah satu klon menjadi dominan,
maka demam akan timbul secara periodik, tergantung pada proses skizogoni ke
lima plasmodium, P. falciparum memerlukan waktu 36 - 48 jam, P. vivax/ovale 48
jam, P. malariae 72 jam dan P. knowlesi 24 jam.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang
tidak terinfeksi dan supresi sumsum tulang. P. vivax dan P. ovale hanya
menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh
jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua
yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. Vivax, P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada
keadaan kronis. P. falciparum dan P. knowlesi menginfeksi semua jenis sel
darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.
Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendotelial, dimana Plasmodium dihancurkan
oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang dan jaringan
akan menyebabkan limpa membesar.
6
Malaria berat paling sering disebabkan oleh P. falciparum, tetapi dapat juga
disebabkan plasmodium lainnya.
Proses terjadinya malaria berat disebabkan oleh faktor parasit, faktor pejamu dan
faktor geografi. Keterlibatan faktor parasit dalam menyebabkan malaria berat
dipengaruhi oleh beberapa mekanisme yaitu: kecepatan multiplikasi, cara invasi,
sitoadherensi, proses rosseting, polimorfisme dan variasi antigen serta toksin
malaria. Faktor yang berperan dalam terjadinya malaria berat yang sudah
terbukti yaitu proses terjadinya sekuestrasi.
Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah
proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan)
dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette yaitu
bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah
lainnya.
Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang di produksi oleh sel makrofag, monosit dan
limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada proses
sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-
mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain), di mana mediator tersebut
mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.
8
BAB III
DIAGNOSIS MALARIA
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat
membahayakan jiwa. Gejala demam sering di diagnosis dengan infeksi lain seperti
demam tifoid,demam dengue, leptospirosis, chikungunya dan infeksi saluran nafas.
Bila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa
9
hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam sering juga
didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Adanya trombositopenia sering
di diagnosis dengan leptospirosis, demam dengue atau tifoid.
A. Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah: demam yang dapat disertai menggigil,
berkeringat, sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan :
a. Riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria
b. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria
c. Riwayat sakit malaria/riwayat demam
d. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
e. Riwayat mendapat transfusi darah
B. Pemeriksaan fisik
a. Demam (> 37,5 C aksila)
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Pembesaran limpa (splenomegali)
d. Pembesaran hati (hepatomegali)
e. Manifestasi malaria berat dapat berupa : gangguan kesadaran,demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, ikterik, oliguria, urin berwarna coklat
kehitaman (Black Water Fever), kejang dan sangat lemah (prostration).
(1)
pppl.depkes.go.id
C . Pemeriksaan laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan
sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan secara :
I. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan baku emas (Gold Standard)
untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan
membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD)
tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:
1. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
10
2. Spesies dan stadium plasmodium
3. Kepadatan parasit :
a. Semi kuantitatif
i) (-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100
LPB/lapangan pandang besar)
ii) (+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
iii) (++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100
LPB)
iv) (+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
v) (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
b. Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Bila dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit
8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000
parasit/uL.
Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Bila jumlah eritrosit
4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000
parasit/uL.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
i) Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
ii) Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
iii) Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
11
atau indigenous. Pemeriksaan ini tidak digunakan secara rutin dalam
menegakkan diagnosis.
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat,
terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini :
1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain
sebagai berikut :
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare/
obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis
relatif, aneosinofilia, uji serologi dan kultur.
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit
kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif,
penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit
pada demam berdarah dengue, uji serologi (antigen dan antibodi)
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri
betis yang menyolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination
Test (MAT) atau uji serologi positif.
(masukan dari dr Gassem)
(2
Pedoman Mikroskopis dan http:apps.who.int/tdr/publications/tdr.research-
publications/rdt-performance/pdf/full-report-malaria-RDTs.pdf)
f. Glomerulonefritis akut:
Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap malaria
negatif.
g. Sepsis:
Demam dengan fokal infeksi yang jelas, gangguan kesadaran, gangguan
sirkulasi, leukositosis/leukopeni dengan granula-toksik yang didukung
hasil biakan mikrobiologi.
h. Dengue shock syndrome:
Riwayat demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok
dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri hipokondrium kanan,
manifestasi perdarahan (epistaksis, gusi berdarah, petekie, purpura,
hematom, hematemesis dan melena), sering muntah, penurunan jumlah
trombosit dan peningkatan hemoglobin dan hematokrit, uji serologi positif
(antigen dan antibodi)
BAB IV
PENGOBATAN
Saat ini yang digunakan Program Nasional adalah derivat artemisinin dengan
golongan aminokuinolin, yaitu :
2. Artesunat Amodiakuin
Kemasan artesunate amodiaquin yang ada pada program pengendalian
malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunate @ 50 mg
dan 4 tablet amodiaquin 150 mg.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, sedangkan
obat primakuin, untuk malaria falsifarum hanya diberikan pada hari pertama
saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari
dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum
dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:
ACT + Primakuin
Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan dengan
Dihydroartemisinin + Piperakuin (DHP) dan Primakuin
Jumlah tablet perhari menurut berat badan
14
<5 kg 6-10 kg 11- 17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 > 60 kg
Hari Jenis obat kg
Primakuin - - 3/4 1 2 2 3
1
Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan
Dihydroartemisinin + Piperakuin (DHP)dan Primakuin
Jumlah tablet perhari menurut berat badan
Hari Jenis obat <5 kg 6-10 kg 11- 17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 > 60 kg
kg
Catatan :
a. Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat
badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis
yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 & 3
d. Bila pasien P.f dengan BB > 80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan setelah pemberian obat
dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P.f, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan
menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.
ATAU
Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsifarum menurut berat badan dengan
Artesunat +Amodiakuin dan Primakuin :
Jumlah tablet perhari menurut berat badan
Hari Jenis <5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-49 kg 50-59 kg >60 kg
obat
15
0 -1 2 -11 14 5-9 10 -14 > 15 > 15 > 15
Bulan Bulan Tahun tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
1-3 4
Artesunat 1 1 2 3 4
Amodiakuin 1 1 2 3 4 4
3
1 Primakuin - - 1 2
2
2
Tabel 5. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan Artesunat
+Amodiakuin dan Primakuin :
Jumlah tablet perhari menurut berat badan
Hari Jenis <5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-49 kg 50-59 kg 60 kg
obat
0 -1 2 -11 1-4 5-9 10 -14 > 15 > 15 > 15
Bulan Bulan Tahun tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
3 4
Artesunat 1 1 2 4
1-3 3 4
Amodiakuin 1 1 2 4
P vivax 1
1-14 Primakuin
- - 1/4 1/2 1 1
Catatan : bila pada pengobatan lini pertama, didapatkan gejala dan tanda malaria
berat maka ditatalaksana sebagai malaria berat.
Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (Dengan Obat Kombinasi Kina
dan Doksisiklin)
16
H Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok berat badan
a obat <5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31- 34- 41-45 46 - >6
r 33 40 kg 60 0
i kg kg kg k
g
0-1 2-11 1-4 5-9 tahun 10-14 10-14 > 15 tahun > 15 tahun > 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun
H Kina sesuai 3x 3x1 3 x 1 3 x 1 3x2 3 x 2 3 x 2 3x3
a BB
r
i
1
-
7
H Primakuin - - 1 2 2 2 3 3
a
r
i
1
Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (Dengan obat kombinasi Kina
dengan Tetrasiklin)
Hari Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok berat badan
obat <5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31- 34- 41 46 >60
33k 40kg - kg
g 4 60
5 kg
k
g
0-1 2-11 14 5-9 tahun 10-14 10-14 tahun > 15 > 15 > 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
Hari 1-7 Kina sesuai 3x 3x1 3 x 1 3 x 1 3x2 3x 3x 3x3
BB 2 2
Hari 1 Primakuin - - 1 2 2 2 3 3
17
Tabel 9. Dosis Tetrasiklin
Umur 0-1 2-11 14 5-9 10-14 10-14 tahun > 15 tahun > 15 tahun
bulan bulan tahun tahun tahun
Hari Klindamisin 2x* 2x* 2x* 2x* 2x* 2x* 2x* 2x*
1-7
* Dosis anak-anak 10 mg/kg bb/kali diberikan 2 x sehari
Perkapsul Klindamisin basa ~150 mg dan 300 mg
Kina + Primakuin
0-1 2-11 1-4 5-9 tahun 10-14 10-14 > 15 tahun > 15 > 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun 18
tahun
Hari 1-7 Kina sesuai 3x 3x1 3 x 1 3x 3x2 3 x 2 3 x 2 3x
bb 1 3
Hari 1-14 Primakuin - - 1 1 1
Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD ringan melalui pemeriksaan laboratorium,
maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis
mingguan 0,75 mg/kg BB. Apabila gejala terus berlanjut maka pemberian primakuin
harus dihentikan. Jika pemeriksaan tidak tersedia namun dari anamnesis ada keluhan
atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin,
kina, klorokuin dan lain-lain maka pemberian primakuin sebaiknya primakuin tidak
diberikan. Pengobatan malaria pada penderita dengan defisiensi G6PD berat segera
rujuk ke RS.
Pengobatan Lini ke 2 untuk malaria ovale sama dengan untuk malaria vivaks
19
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari .
Hari Jenis obat <5 kg 6-10 kg 11- 17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 > 60 kg
kg
ATAU
20
Catatan : penderita malaria berat harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap untuk mendapatkan perawatan
yang lebih lanjut. Sebelum dirujuk diberikan Artemeter/Artesunat injeksi.
1. RAWAT JALAN
Pemantauan dilakukan pada : hari ke-2, hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14 dan hari ke-
28 setelah pemberian obat hari pertama, dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Apabila terjadi perburukan gejala klinis sewaktu-waktu
segera kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan.
2. RAWAT INAP
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak
21
ditemukan parasit aseksual dalam darah selama 3 hari berturut-turut. Setelah pasien
dipulangkan harus kontrol pada hari ke-14 dan ke-28 sejak hari pertama
mendapatkan obat anti malaria.
Kriteria Keberhasilan Pengobatan :
a. Sembuh
Penderita dikatakan sembuh apabila : gejala klinis (demam) hilang dan parasit
aseksual tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28
d. Rekurensi
Rekurensi : ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah
pengobatan selesai. Rekurensi dapat disebabkan oleh :
1) Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit
tersebut berasal dari hipnozoit P. vivax atau P. ovale.
2) Rekrudesensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan
pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasit sebelumnya (aseksual
lama)
3) Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pemantauan
pengobatan pasien dinyatakan sembuh. Parasit tersebut berasal dari infeksi
baru (sporozoit)
Apabila dijumpai gejala klinis memburuk dan disertai parasit aseksual positif maka
pasien segera di rujuk.
Apabila dijumpai gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak
berkurang dibandingkan pemeriksaan pertama atau parasit menghilang, kemudian
timbul kembali selama periode follow up maka diberi pengobatan lini kedua.
22
BAB V
PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT
Gambaran laboratorium :
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb <5 gr% atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % per 100.000/L di daerah endemis rendah atau >
5% per 100.0000/l di daerah endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Malaria berat juga dilaporkan pada penderita malaria yang disebabkan Plasmodium
lainnya.
Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang
diagnosis, riwayat penyakit, pemeriksaan dan tindakan/pengobatan yang sudah
diberikan (lihat lampiran). Apabila pemeriksaan sediaan darah malaria telah
dilakukan maka harus dibawa ke tempat rujukan.
23
Tabel 16. Pemeriksaan Derajat Kesadaran Anak-Anak
SKALA KOMA PEDIATRIK
Membuka Mata
- Spontan 4
- Terhadap bicara 3
- Terhadap nyeri 2
- Tidak ada 1
Respon verbal
- Terorientasi 5
- Kata-kata 4
- Suara 3
- Menangis 2
- Tidak ada 1
Respons motor
- Menurut perintah 5
- Lokalisasi nyeri 4
- Fleksi terhadap nyeri 3
- Ekstensi terhadap nyeri 2
- Tidak ada 1
Nilai normal:
Lahir 6 bulan 9
6 12 bulan 11
1 2 tahun 12
2 5 tahun 13
Lebih dari 5 tahun 14
Jenis respon
Membuka mata
Spontan 4
Respon terhadap suara 3
Respon terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon verbal
Orientasi bagus (jawaban normal) 5
Bingung (jawaban keliru) 4
Hanya kata (bicara tidak tepat/ kacau) 3
Hanya suara (mengerang) 2
Tidak ada suara 1
Respon gerakan
24
Gerakan spontan / normal 6
Dapat melokasi nyeri 5
Gerakan fleksi terhadap rangsang nyeri 4
Gerakan ekstensi/abnormal terhadap rangsang nyeri 3
Deserebrasi 2
Tidak ada reaksi 1
3 15
Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa dapat dilihat pada
tabel 18.
25
sebelum merujuk ke RS rujukan. Apabila rujukan tidak memungkinkan,
pengobatan dilanjutkan dengan pemberian dosis lengkap
artesunate/artemeter intramuskular. Pengobatan malaria di tingkat RS
dianjurkan untuk menggunakan artesunate intravena.
Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil trimester 1 diberikan kina HCl
secara drip dengan cairan dekstrosa 5 - 10% dan untuk trimester 2 dan 3
artesunate/artemeter injeksi.
Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb per-iv sebanyak 3 kali
jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv setiap 24 jam
sampai penderita mampu minum obat. Pengobatan dilanjutkan dengan
regimen dihydroartemisinin-piperakuin ( ACT lainnya) + primakuin.
Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil:
Pemberian kina secara loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml
dextrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnya selama 4
jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu,
diberikan kina dengan dosis maintenance 10 mg/kgbb dalam larutan 500 ml
dekstrose 5 % atau NaCl selama 4 jam. Empat jam selanjutnya, hanya diberikan
cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu diberikan dosis maintenance
seperti di atas sampai penderita dapat minum kina per-oral. Bila sudah dapat minum
obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10
26
mg/kgbb/kali diberikan tiap 8 jam. Kina oral diberikan bersama doksisiklin, tetrasiklin
pada orang dewasa atau klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari
dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama.
Dosis anak-anak :
Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8 mg/kg bb)
diencerkan dengan dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 - 10 ml/kgbb
diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat,
selanjutnya diberikan kina peroral sampai 7 hari.
Catatan
1) Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung
dan dapat menimbulkan kematian.
2) Pada penderita dengan gagal ginjal, dosis maintenance kina diturunkan 1/3 -
1/2 nya.
3) Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75
mg/kgbb.
4) Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
5) Hipoglikemia dapat terjadi pada pemberian kina parenteral oleh karena itu
dianjurkan pemberiannya dalam Dextrose 5%
2. Penanganan komplikasi
2.1. Malaria serebral
Gangguan kesadaran pada malaria serebral dapat disebabkan adanya
berbagai mekanisme: sekuestrasi, rosetting, knob, peningkatan asam
laktat, peningkatan sitokin dalam darah yang menyebabkan gangguan
metabolisme di otak.
Prinsip penatalaksanaan :
Penatalaksanaan malaria serebral sama seperti pada malaria berat
umumnya. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan :
a. Perawatan pasien dengan gangguan kesadaran.
b. Deteksi dini dan pengobatan komplikasi berat lainnya.
c. Waspadalah akan terjadinya infeksi bakteri terutama pada pasien
dengan pemasangan iv-line, intubasi endotrakeal atau kateter saluran
kemih dan terhadap kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia.
27
c. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi
yang sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap
2-3 hari.
d. Pasang kateter urethra dengan drainase/ kantong tertutup.
Pemasangan kateter dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
e. Pasang gastric tube (maag slang) untuk pemberian nutrisi dan obat-
obatan
f. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus
kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada
pasien tidak sadar.
g. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi,khususnya infesi
saluran nafas
h. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus
dan hypostatic pneumonia.
Kebutuhan total = Hb x BB x 4 ml
28
Keterangan :
Hb = selisih antara Hb yang diinginkan setelah transfusi dengan Hb
sebelum transfusi.
Misal :
Hb anak 4 g% dengan berat badan = 10 kg. Hb yang diinginkan
setelah transfusi : 12 g%. Total PRC transfusi adalah : 8 x 10 x 4 ml =
320 ml, diberikan secara bertahap maksimal 10 ml/kg bb/hari
Bila PRC tidak tersedia dapat diberikan whole blood dengan
perhitungan sbb:
Kebutuhan total = Hb x BB x 6 ml
Dewasa :
a. Berikan transfusi PRC 10 - 20 ml/kgbb (pilihan terbaik),
b. Dalam perhitungan balans cairan, darah transfusi dihitung dalam
komponen input pada pasien.
2.3. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah sewaktu
<40 mg%. Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia
< 3 tahun, ibu hamil, dan penderita malaria berat lainnya dengan terapi
kina. Kina dapat menyebabkan hiperinsulinemia sehingga terjadi
hipoglikemia. Penyebab lain hipoglikemia diduga karena terjadi
peningkatan pemakaian glukosa oleh parasit malaria.
Tindakan :
a. Berikan bolus dekstrosa 40% intravena sebanyak 50 100 ml dengan
pengenceran 1:1 dengan akuadest (anak-anak diberi bolus dekstrosa
10% 2 - 4 ml/kg bb, untuk neonatus maksimum konsentrasi dekstrosa
12,5%)
b. Dilanjutkan infus dekstrosa 10% perlahan-lahan untuk mencegah
hipoglikemia berulang.
c. Pemantauan teratur kadar gula darah setiap 4 - 6 jam.
2.4. Syok
Adalah : keadaan gangguan hemodinamik yang ditandai dengan:
i. Mean Arterial Pressure (MAP)< 65 mm Hg (pada dewasa)
ii. TD sistolik <80mmHg. tekanan nadi (selisih sistolik dan diastolik) <
20 mm Hg (pada anak)
iii. Nadi kecil dan cepat kecil dan cepat, kulit dingin. Keadaan ini terjadi
pada penderita malaria yang disertai:
iv. Waktu pengisisan kapiler > 2 detik
Kondisi syok pada malaria dapat disebabkan oleh:
29
a. Malaria algida
b. Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake
cairan kurang)
c. Sepsis
d. Perdarahan karena stress ulcer (perdarahan masif saluran
pencernaan)
e. Diare
Tatalaksana Syok
a. Resusitasi cairan :
a) Pada orang dewasa :
Hipovolemia dikoreksi dengan pemberian cairan kristaloid (Ringer
atau NaCl 0,9 %) 20 ml/kg bb dalam waktu 1/2 - 1 jam pertama.
Bila tidak ada perbaikan tekanan darah dan tidak ada overhidrasi
diberikan cairan koloid. Bila terjadi hipotensi menetap, diberikan
vasopresor (dopamin, norepinefrin).
b) Pada anak :
Rehidrasi dengan pemberian cairan infus loading dose : cairan
kristaloid (Ringer) sebanyak 10 - 20 ml/kgbb secepatnya sampai nadi
teraba, selanjutnya:
Bila nadi belum teraba dalam 20 menit ulangi loading dose. Bila
sesudah 2 kali loading dose nadi belum teraba: maka berikan loading
dose dengan plasma expander 20 ml/kgbb secepatnya. Bila syok
belum teratasi, berikan dopamin 3 - 5 g/kgbb/menit.
Bila nadi sudah teraba, dilanjutkan pemberian rehidrasi dengan cairan
Ringer sesuai keadaan pasien.
30
Gagal ginjal akut terjadi apabila volume urin < 0.5 ml/kg bb/jam pada
dewasa, pada anak-anak < 1 ml/kgbb/jam setelah diobservasi selama 6
jam. Pada neonatus volume urin <0.5 ml/kgbb/jam observasi 8 jam
Tindakan :
a. Pada semua penderita malaria berat kadar ureum dan kreatinin
diperiksa setiap hari.
b. Apabila pemeriksaan ureum dan kreatinin tidak memungkinkan,
produksi urin dapat dipakai sebagai acuan.
c. Bila terjadi anuria dilakukan force diuresis (diuresis paksa) dengan
furosemid 40 mg, kemudian 20 mg/jam selama 6 jam . Pada anak
diberikan furosemid 1 mg/kgbb/kali. Bila tidak ada repons setelah 8
jam, pemberian dapat diulang dengan dosis 2 mg/kgbb sampai
maksimum 2 kali.
d. GGA biasanya reversibel apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat.
Pada keadaan tertentu dialisis perlu dilakukan sehingga perlu di
rujuk penderita ke RS tingkat Provinsi atau RS dengan fasilitas
dialisis.
e. Tanda-tanda overload :
1) Batuk-batuk,
2) sesak nafas
3) Nadi cepat
4) Tekanan darah meningkat,
5) JVP meningkat,
6) Pada auskultasi paru ada ronki basah di bagian basal kedua paru,
7) Pada auskultasi jantung dapat terdengar bunyi jantung tambahan
(bunyi ke 3).
Bila ada tanda-tanda overload, pemberian cairan memerlukan
pemantauan yang ketat.
Tindakan :
1) Vitamin k 10 mg intravena diberikan bila protrombin time atau partial
tromboplastin time memanjang
31
2) Transfusi komponen darah dapat dipertimbangkan apabila ditemukan
tanda-tanda Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID).
2.7. Ikterus
Manifestasi ikterus (kadar bilirubin darah > 3 mg %) sering dijumpai pada
penderita dewasa dan anak. Bila disertai hemolisis berat dan Hb sangat
rendah maka diberikan transfusi darah. Biasanya kadar bilirubin kembali
normal dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan anti malaria.
2.8. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan pernafasan cepat dan dalam
(Kussmaul), penurunan pH dan bikarbonat darah. Asidosis pada
penderita malaria berat disebabkan berbagai faktor:
1) obstruksi mikrosirkulasi
2) disfungsi renal
3) peningkatan glikolisis
4) anemia
5) hipoksia
6) dan lain-lain.
Asidosis metabolik sering ditemukan bersamaan dengan komplikasi lain
seperti : anemia berat, GGA, hipovolemia, udema paru dan
hiperparasitemia.
Tindakan:
1) Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
2) Periksa Analisa gas darah dan koreksi dengan pemberian larutan
natrium bikarbonat. Koreksi pH arterial harus dilakukan secara
perlahan-lahan sesuai dengan formula yang telah dihitung. Apabila
tidak dapat dilakukan pemeriksaan analisa gas darah dapat diberikan
dengan dosis 1 2 meq/kgbb/kali.
3) Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera
di rujuk ke RS tingkat Provinsi.
32
6) Bila berkembang menjadi GGA, rujuk ke Rumah Sakit dengan
fasilitas hemodialisis.
2.10. Hiperparasitemia.
Kondisi hiperparasitemia meningkatkan terjadinya risiko multiple organ
failure
Tindakan:
a. Berikan anti malaria parenteral.
b. Evaluasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang sediaan darah.
c. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera
dirujuk.
Tindakan :
a. ARDS
33
a) Pemberian oksigen
b) PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.
b. Over hidrasi :
a) Pembatasan pemberian cairan
b) Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian
atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil
memonitor urin output dan tanda-tanda vital. Dosis anak :
furosemid 1 mg/kgbb/kali, diulang 1 jam kemudian bila belum ada
perbaikan.
c) Untuk kondisi mendesak atau pasien dalam keadaan kritis dimana
pernafasan sangat sesak, dan tidak mungkin dirujuk tindakan yang
dapat dilakukan adalah:
i. Atur posisi pasien duduk
ii. Lakukan plebotomi
Kondisi ini memerlukan fasilitas pelayan kesehatan yang lebih lengkap,
untuk itu penderita harus segera dirujuk.
2.12. Distres pernafasan
Penyebab terbanyak adalah asidosis metabolik.
Tindakan :
Penatalaksanaan distres pernafasan ditujukan untuk mengoreksi
penyebabnya.
34
- Mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran pernafasan,
dengan cara mengatur posisi pasien ke lateral dan pemasangan Naso
Gastric Tube (NGT).
Breathing (pernafasan)
Bila takipnoe atau pernafasan asidosis : berikan oksigen dan rujuk ke ICU.
35
Tabel 20. Pemberian dosis awal phenobarbital
BAB VI
PENCEGAHAN MALARIA
B. KEMOPROFILAKSIS
LAMPIRAN-LAMPIRAN
37
2. PENEMUAN KASUS MALARIA
38
3. TABEL DAFTAR OBAT ANTI MALARIA
Tabel....Daftar OAM. Dalam tabel diberi tanda * untuk obat program
** untuk obat anti malaria lainnya(termasuk co-artem) seperti pada buku saku
40