Kelas B
Dikerjakan Oleh :
Secara fisiografi, van Bemmelen (1970) telah membagi daerah Jawa bagian barat menjadi lima
jalur fisiografi (Gambar 2.1). Pembagian zona fisiografi daerah Jawa bagian barat tersebut yaitu :
Berdasarkan letaknya, maka secara fisiografi, daerah penelitian termasuk kedalam Zona Bogor
bagian Timur.
Zona Bogor terdapat di bagian selatan Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta, dan
membentang dari barat ke timur, yaitu mulai dari Rangkasbitung, Bogor, Subang, Sumedang,
dan berakhir di Bumiayu dengan panjang kurang lebih 40 km. Zona Bogor ini merupakan daerah
antiklinorium yang cembung ke utara dengan arah sumbu lipatan barat timur. Inti antiklinorium
ini terdiri dari lapisan-lapisan batuan berumur Miosen dan sayapnya ditempati batuan yang lebih
muda yaitu berumur Pliosen Pleistosen. Pada Zona Bogor, terdapat beberapa morfologi intrusi
berupa boss. Batuannya terdiri atas batupasir, batulempung dan breksi yang merupakan endapan
turbidit, disertai beberapa intrusi hypabisal, konglomerat dan hasil endapan gunungapi.
Disamping itu juga terdapat lensa-lensa batugamping. Endapannya terdiri oleh akumulasi
endapan Neogen yang tebal dengan dicirikan oleh endapan laut dalam.
Fisiografi Regional Jawa dan Madura (Van Bemmelen)
Stratigrafi Regional
Van Bemmelen (1970) telah mengurutkan stratigrafi Zona Bogor bagian tengah dan
timur dengan batuan tertua Anggota Pemali Bawah yang berumur Oligosen sampai Miosen
Bawah, dengan fosil penunjuk foraminifera besar Spiroclypeus sp. Ciri litologinya adalah
perlapisan batulempung, napal, serpih dengan sisipan batupasir kuarsa dan batugamping.
Di atas formasi itu diendapkan batuan dari Formasi Pemali Anggota Atas yang dikenal
dengan kompleks Annulatus (Annulatus Complex), yang berumur Miosen Bawah bagian atas
sampai Miosen Tengah bagian bawah. Formasi ini terbagi kedalam fasies utara dan fasies
selatan. Fasies utara terdiri dari batupasir kuarsa, napal, batulempung, serpih, tuff, dan
batugamping Kelapanunggal. Sedangkan fasies selatan terdiri dari batupasir kuarsa, lapisan tipis
batubara, batugamping napalan, dan sisipan hasil erupsi gunungapi. Batuan-batuan tersebut
sebagian besar diperkirakan berasal dari Dataran Sunda, yang interkalasi dengan batuan volkanik
dari selatan. Dalam Fasies tersebut banyak ditemukan fosil foraminifera besar cycloclypeus /
Katacycloclypeus Annulutus MARTIN, cycloclypeus sp., Lepidocyclina sp., dan Miogypsina sp..
Di atas Formasi Pemali secara selaras diendapkan Formasi Cidadap atau disebut juga Formasi
Halang bagian atas, yang terdiri dari batulempung, serpih dengan fasies laut yang tersebar di
bagian utara, breksi volkanik, dan batupasir tufaan yang tersebar di bagian selatan. Ketebalan
lapisan ini diperkirakan 1200 1500 meter di Zona Bogor bagian tengah, dan sekitar 1500
2500 meter di Zona Bogor bagian Timur. Mengandung fosil Lepidocylina sp., yang berumur
Miosen Tengah bagian atas.
Di atas Formasi Cidadap diendapkan secara tidak selaras batuan yang merupakan hasil
kegiatan volkanik yang disertai dengan intrusi-intrusi hornblenda, andesit, dasit, diorit, dan
kuarsa yang dikenal dengan nama Breksi Kumbang yang berumur Miosen Atas.
Secara selaras di atas Breksi Kumbang diendapkan Formasi Kaliwangu yang terdiri dari
serpih, batulempung, napal, batupasir tuffan, andesitik, dasitik, konglomerat, dan breksi, serta
lapisan tipis batubara muda, berumur Pliosen Bawah. Fosil yang ditemukan adalah Molusca
chirebonian dan fauna vertebrata Cijulang bagian atas.
Secara selaras di atas Formasi Kaliwangu diendapkan Formasi Ciherang yang berumur
Pliosen Atas. Di atas Formasi Ciherang diendapkan secara tidak selaras Formasi Tambakan yang
merupakan hasil gunungapi yang berumur Pleistosen Bawah.Produk termuda dari stratigrafi ini
adalah endapan aluvium yang diendapkan di atas formasi formasi lainnya.
Djuri (1996), dalam Peta Geologi Lembar Arjawinangun menyebutkan dari batuan tertua
sampai yang termuda sebagai berikut : Formasi Cinambo, batugamping Kompleks Kromong,
Formasi Halang, Formasi Subang, Formasi Kaliwangu, Formasi Citalang, Breksi terlipat, Hasil
Gunungapi Tua, Hasil Gunungapi Muda, dan Aluvium.Formasi tertua adalah Formasi Cinambo,
yang berdasarkan kandungan fosil foraminifera adalah berumur Miosen Bawah sampai Miosen
Tengah. Formasi ini dibagi dua, yaitu: Anggota batupasir (bagian bawah), dan Anggota Serpih
(bagian atas). Anggota batupasir terdiri dari graywake, yang mempunyai ciri perlapisan tebal
dengan sisipan serpih, batulempung tipis, batupasir gampingan, tuf, batulempung, dan batulanau.
Anggota Serpih terdiri dari batulempung dengan sisipan batupasir, batugamping, batupasir
gampingan, dan batupasir tufaan.Di atas Formasi Cinambo diendapkan secara selaras
batugamping Kompleks Kromong, yang terdiri dari batugamping, batulempung, batupasir
gampingan, dan batupasir tufaan. Formasi ini berumur Miosen Tengah.
Secara selaras di atas batugamping Kompleks Kromong diendapkan Formasi Halang, yang
terdiri dari Anggota Halang Bawah, dan Anggota Halang Atas. Anggota Halang Bawah terdiri
dari breksi gunungapi yang bersifat andesitik sampai basaltik, batulempung, tuf dan
konglomerat. Anggota Halang Atas terdiri dari batupasir tufaan, batulempung, dan konglomerat.
Formasi ini berumur Miosen Tengah sampai Miosen Atas.
Di atas Formasi Halang secara selaras diendapkan Formasi Subang, yang terdiri dari
batulempung yang mempunyai sisipan batugamping yang berwarna abu-abu tua dan kadang-
kadang dijumpai sisipan batupasir glaukonit yang berwarna hijau. Formasi ini berumur Miosen
Atas.Kemudian secara tidak selaras di atas Formasi Subang diendapkan Formasi Kaliwangu,
yang terdiri dari batulempung yang mengandung moluska, konglomerat dengan lensa-lensa
batupasir dan sisipan batupasir tuffan dan kadang-kadang ditemukan lapisan batupasir
gampingan, dan batugamping. Formasi ini berumur Pliosen Bawah.
Di atas Formasi Kaliwangu secara selaras diendapkan Formasi Citalang yang terdiri
batugamping koral, batupasir, batupasir tufaan, batulempung tufaan, konglomerat, dan kadang-
kadang dijumpai lensa-lensa batupasir gampingan yang padu. Formasi ini berumur Pliosen
Tengah sampai Pliosen Atas.Di atas Formasi Citalang secara tidak selaras terdapat breksi terlipat
yang terdiri dari breksi gunungapi yang bersifat andesitik, breksi tufaan, batupasir kasar,
batulempung tufaan, dan graywacke. Batuan ini berumur Pleistosen Bawah.Kemudian Endapan
Hasil Gunungapi Tua menutupi breksi terlipat secara selaras. Endapan Gunungapi Tua terdiri
dari breksi lahar, lava andesitik sampai basaltik. Endapan ini berumur Pleistosen Tengah sampai
Pleistosen Atas.Kemudian secara selaras diatas Endapan Gunungapi Tua diendapkan Endapan
Gunungapi Muda yang terdiri dari breksi lahar, batupasir tufaan, lapili, lava andesitik sampai
basaltik. Endapan ini diperkirakan hasil dari produk Gunungapi Ciremai, dan Gunungapi
Tampomas. Batuan ini berumur Pleistosen Atas sampai Holosen Bawah.
Menurut Van Bemmelen (1970) Zona Bogor telah mengalami dua kali masa periode tektonik
yaitu :
Pada periode tektonik intra tektonik Miosen, berlangsung pembentukan geantiklin jawa, akibat
gaya tekanan dari arah selatan terbentuk struktur lipatan dan sesar pada sedimen di utara.
Peristiwa ini terjadi setelah Formasi Cidadap diendapkan pada Miosen Tengah. Pada Miosen
Atas atau Miosen Pliosen antklinorium ini mengalami intrusi dasit dan andesit hornblenda,
disamping itu terjadi pula ekstrusi Breksi Kumbang di ujung timur Zona Bogor.
Ketidakselarasan antara Formasi Subang dan Formasi Kaliwangu yang berumur Pliosen Bawah
(Silitonga, 1973) yang terjadi pada Zona Bogor bagian utara, menandakan bahwa pada periode
Miosen Pliosen tersebut terjadi proses perlipatan pada keseluruhan Zona Bogor bagian utara.
Pada periode tektonik Pliosen-Pleistosen, terjadi proses perlipatan dan sesar yang diakibatkan
oleh terjadinya amblesan dibagian utara Zona Bogor yang kemudian menimbulkan gangguan
tekanan yang kuat pada Zona Bogor. Pada kala Pliosen-Pleistosen bagian barat Zona Bogor
mengalami pengangkatan dan membentuk Kaliglagah Beds yang terdiri dari endapan klastik dan
lignit dan selanjutnya Cigintung Bedsterendapakan. Semua formasi tersebut menutupi batuan
terdahulu secara selaras semu (pseudo conformable).
Van Bemmelen (1970) mengemukakan bahwa pada awal Oligosen Zona Bogor
merupakan cekungan laut dalam yang ditandai dengan adanya endapan flysh, endapan laut
dengan sisipan batuan volkanik yang kemudian dikenal dengan nama Formasi Pemali. Setelah
evolusi non volkanisme berakhir, dilanjutkan dengan suatu aktivitas volkanisme yang disertai
dengan gejala penurunan, sehingga terbentuk beberapa gunungapi bawah laut pada awal Miosen
yang menghasilkan endapan yang bersifat andesitik dan basaltik. Pada Miosen Tengah aktivitas
volkanisme ini berkurang dan diganti dengan pengendapan lempung, napal, dan gamping
terumbu yang menandakan lingkungan laut dalam. Di Zona Bogor pada masa itu dibentuk
endapan Formasi Cidadap dan Formasi Halang. Fasies Selatan tersusun atas breksi dan batupasir
tufan, sedangkan fasies Utara tersusun atas batulempung dan napal.
Akhir Miosen Tengah terbentuk geantiklin di pegunungan selatan yang disusul dengan
peluncuran puncaknya ke arah cekungan Jawa bagian utara. Akhir Miosen Atas aktivitas
volkanisme ini bergeser ke Zona Bandung dan Bogor Selatan yang menghasilkan endapan Breksi
Kumbang. Hal ini menunjukan bahwa zona tunjaman arahnya telah bergeser lebih ke selatan
dari sebelumnya. Selama kegiatan volkanisme Miosen Tengah, sedimen Zona Bandung dan
Zona Bogor mengalami erosi kuat. Sementara itu dataran pantai Jakarta terus mengalami
penurunan dengan ditandai oleh diendapkannya lempung dan napal yang dikenal dengan nama
Formasi Kaliwangu, yang berumur Pliosen.
Pada Miosen Atas, dapat dikatakan bahwa cekungan Bogor telah berubah menjadi
dangkal. Hal ini ditandai dengan adanya satuan batupasir dengan struktur sedimen silang siur dan
fosil mollusca. Diatasnya diendapkan endapan volkanik Pliosen-Plistosen, dimana aktivitas ini
terlihat jelas pada jalur transisi Zona Bandung dan Zona Bogor.
Pada Pliosen Tengah aktivitas volkanisme kembali terjadi dan mengakibatkan Formasi
Kaliwangu yang berfasies sedimen berubah kearah fasies volkanik yang bersifat andesitik,
kemudian diatasnya diendapkan konglomerat Formasi Ciherang.
Gempabumi tektonik berkuatan 7,3 SR yang melanda Kota Tasikmalaya (2/9) tidak
menyebabkan gelombang tsunami meskipun gempa berpusat di laut karena energi yang
dikeluarkan tidak cukup kuat untuk memicu terjadinya gelombang tsunami.
Informasi dari BMKG, gempabumi tektonik yang melanda Tasikmalaya berkekuatan 7,3 SR
tersebut terjadi pada tanggal 2 September 2009 pukul 14:55:00 WIB, berpusat di laut pada
koordinat 8.24 LS - 107.32 BT dikedalaman 30 km, berjarak 142 km BaratDaya Tasikmalaya.
Seusai gempa utama tercatat terjadi beberapa gempa susulan dengan kekuatan rata 5 SR.
gempa ini terjadi akibat adanya tumbukan antara lempeng indo-autralia terhadap lempeng
Eurasia
Sebenarnya gempa bumi akan selalu terjadi, disebabkan adanya lempengan-lempengan yang
ada dilapisan dalam bumi. Namun, seperti yang telah kita ketahui bersama, Indonesia adalah
salah satu negara dengan potensi gempa tertinggi di dunia. Hal ini bisa terjadi karena Indonesia
sebagai daerah pertemuan 3 lempeng-lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng
eurasia,lempengpasifik Semua kawasan di sepanjang pantai barat Sumatera hingga pantai selatan
Jawa sampai pantai selatan Nusa Tenggara berpotensi terjadi gempa karena terletak ditumbukan
dua lempeng yang telah dijelaskan sebelumnya.
Gempa Tasikmalaya terjadi pada hari rabu (2/9/2009) sekitar pukul 14.55 WIB. Posisi gempa
berada pada 8,24 lintang selatan dan 107,32 bujur timur atau 142 km barat daya tasikmalaya
dengan kedalaman 30 km.
Tasikmalaya adalah daerah yang paling sering terkena gempa. Sebab di selatan daerah
tempat ini, tepatnya di lepas pantai, terdapat zona subduksi pertemuan dua lempeng. Dalam ilmu
kebumian, pertemuan dua lempeng ini termasuk pertemuan antara lempeng samudera-benua.
Dalam hal ini lempeng samudera tertekuk kebawah menyusup dibawah blok benua menuju
astenosfer. Zona ini disebut sebagai zona subduksi. Lempeng samudera akan cenderung
menyusup ke lempeng benua karena densitas kerak samudra yang lebih besar sekitar 3 gram per
centimeter kubik dibanding dengan kerak benua yang memilii densitas 2,67 gram per centimeter
kubik. Selain itu dapat dilihat dari kerak samudera yang memiliki komposisi batuan basaltik akan
lebih rigid dibanding dengan kerak benua yang memiliki komposisi batuan granitik.
2. Pusat gempa kurang dari 30 km dari permukaan laut, magnitudo gempa lebih besar dari 6,0
SR,
3. Jenis pensesaran gempa tergolong sesar vertikal ( sesar naik atau turun)
Terbukti dengan terjadinya gempa di Tasikmalaya . Menurut analisa yang telah dilakukan,
gempa subduksi di Jawa barat bersifat periodik antara 15-50 tahun sekali. Gempa di Tasikmalaya
terakhir terjadi pada 29 tahun lalu. Ketika itu pada 1974 gempa berkekuatan 6,1 skala ritcher dan
sempat dikabarkan terjadi tsunami. Dan yang baru terjadi adalah pada minggu (3/11/2013)
dengan kekuatan 5 skala ritcher di kedalaman 18 kilometer pada koordinat 8.14 Lintang selatan
dan 107.86 Bujur Timur .Kembali pada 2009, Gempa Tasikmalaya ini bukan merupakan
rambatan gempa dari Siberut, Sumatera Barat, yang terjadi pada hari yang sama pagi hari pukul
09.08. Karena lokasinya yang terlalu jauh, sangat tidak mungkin gempa Sumatera memicu
gempa di Jawa.
Sebelumnya, satuan gempa dinyatakan dengan skala Mercalli (ditemukan tahun 1902
oleh orang Italia, bernama G.Mercalli), terbagi menjadi 12 skala berdasarkan informasi dari
orang-orang yang selamat dari gempa bumi. Artinya skala Mercalli ini amat Subjektif. Skala ini
dimodifikasi pada tahun 1931 oleh ahli gempa H. Wood dan F Neumann. Skala MMI (Mercalli
Modify Intensity) hingga kini masih digunakan terutama jika tidak ada peralatan SEISMOGRAF
yang digunakan.
Skala MMI adalah sebagai berikut :
I.Tidak terasa
IV.Getaran dirasakan seperti ada benda berat yang menabrak dinding rumah, benda tergantung
bergoyang.
V.Dapat dirasakan di luar rumah, hiasan dinding bergerak, benda kecil di atas rak mampu jatuh.
VII.Dinding pagar yang tidak kuat pecah, orang tidak dapat berjalan/berdiri.
Skala yang diukur oleh alat seismograf umumnya adalah Richter. Skala Richter
ditemukan oleh Charles Richter pada tahun 1935. Skala Richter mengukur kuatnya gelombang
kejut yang ditimbulkan gempa bumi.
Banyak satuan untuk mengukur gempa bumi yang lainnya, namun kesemuanya
menyatakan berapa kekuatan yang ditimbulkan, dan yang terpenting adalah apa upaya kita untuk
menolong korban gempa bumi tersebut.
Gempabumi tektonik berkuatan 7,3 SR yang melanda Kota Tasikmalaya pada tanggal 9
sptember 2009 tersebut menyebabkan bangun bangun rusak berat dan meluas , jika di hubungkan
dengan skala MMi maka berada pada skala X. dan pada gempa yang terjadi tanggal 8 juli di
Tasikmalaya dengan kekuatan 4,7 sr yang berdampak sedikit kerusakan pada rumah rumah
warga di dekat pusat gempa bumi , jika di masukan pada skala MMI maka masuk pada skala V.
Daftar Pustaka
http://kei-kai.blogspot.co.id/2009/09/gempa-bumi-tasikmalaya-2-september-2009.html
http://geospasial.bnpb.go.id/2009/09/16/peta-geologi-indonesia-wilayah-kab-tasikmalaya-
prov-jawa-barat/