Anda di halaman 1dari 9

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK: PERILAKU PEMERINTAH (AGENT)

DALAM PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT

ABSTRAK
Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Penerapan otonomi daerah menjadi pendukung
bagi pemerintah (agen) untuk bisa lebih memahami kebutuhan masyarakat
(prinsipal) dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam hal pelayanan
publik.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif. Penelitian
ini bertujuan memberikan gambaran mengenai perilaku pemerintah (agent)
dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat (principal). Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka (library research)
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa masih adanya permasalahan atau
kelemahan didalam penyelenggaraan pelayanan publik. Permasalahan tersebut
bersumber dari perilaku aparatur pemerintah yang tidak sadar akan fungsinya
dalam melayani masyarakat. Selain itu, aparatur pemerintah masih memiliki
mental kurang baik sehingga menyebabkan aparatur tidak memiliki urgensi
untuk memberikan pelayanan yang baik. Dalam hal pengawasan kinerja
pemerintah daerah, DPRD dinilai masih kurang pengawasan terhadap
pelayanan publik. Sehingga hal ini menyebabkan tingkat kepercayaan
masyarakat sebagai pihak pemberi amanah untuk mengelola pemerintahan
dengan baik masih kurang.

1. PENDAHULUAN
Sejak diberlakukan penerapan otonomi daerah di Indonesia
seharusnya menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah untuk lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam hal pengelolaan daerah,
khususnya pengelolaan dana publik. Masyarakat dalam hal ini bertindak
sebagai principal memberikan amanah kepada pemerintah (dalam hal ini
sebagai agent) untuk mengelola dana publik dengan baik (pro rakyat).
Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah pengelolaan dana publik oleh
pemerintah selama ini pro rakyat?, dalam artian bahwa pemerintah
mengelola dana publik tidak memasukan unsur kepentingan pribadi (self-
importance) tetapi mengutamakan kepentingan masyarakat (society-
importance).
Banyak kasus yang kita jumpai disekitar kita, bahwasanya
penggunaan dana publik untuk pembangunan infrastruktur jauh dari kata
memenuhi asas manfaat (dibaca pemborosan). Hal ini seharusnya menjadi
perhatian khusus bagi pemerintah dalam hal membelanjakan anggarannya.
Lagi-lagi pemerintah harus memperhatikan apakah pembangunan yang
dilakukan dapat dinikmati oleh masyarakat, tepatnya sesuai dengan

Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 1


kepada Masyarakat
kebutuhan masyarakat. Inilah permasalahan krusial yang bisa menyita
perhatian kita. Bahwa pembangunan suatu infrastruktur atau pembelanjaan
anggaran harus sesuai perencanaan. Bahwa pembelanjaan anggaran yang
dilakukan tidak ada maksud-maksud lain didalamnya (dibaca kepentingan
pribadi).
Pemerintah (agent) yang diamanahi oleh masyarakat (principal) untuk
mengelola dana publik, sudah sepatutnya bisa mempertanggungjawabkan
kepercayaan yang diberikan dan memperbaiki kinerja serta mental orang-
orang yang ada dalam pemerintahan itu sendiri. Sehingga apa yang menjadi
keluhan masyarakat terkait dengan palayanan publik selama ini bisa teratasi,
dan masyarakat dapat mempercayakan pengelolaan dana publik kepada
pemerintah.
Sejauh ini, kinerja instansi pemerintah banyak mendapat kritikan
termasuk kinerja DPRD yang notabene-nya turut andil dalam hal
pengawasan terhadap penggunaan anggaran yang sudah disahkan
sebelumnya dalam APBD. Masyarakat selalu menginginkan
penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan berkeadilan serta
berkualitas. Hanya saja dalam prakteknya, keinginan ini tidak selalu dapat
dipenuhi oleh pemerintah. Hingga kini, masih banyak ditemukan persoalan-
persoalan pelayanan publik. Persoalan penyusunan anggaran salah satunya,
menurut Local Governance Support Program (2009) kesalahan
pengalokasian anggaran berdampak pada pelayanan masyarakat (Darwis
Said & Damayanti). Hal inilah yang menjadikan masyarakat semakin kritis
terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah daerah khususnya dalam hal
kebijakan anggaran.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perilaku
pemerintah (agent) dalam hal pelayanan publik kepada masyarakat
(principal)? Fokus dalam penelitian ini adalah pertama, ingin mengetahui
apakah pemerintah yang diamanahi oleh masyarakat dalam menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai agen telah sesuai dengan yang diinginkan
masyarakat (pelayanan publik yang baik dan berkeadilan serta berkualitas
dan bebas dari self-importance), kedua, dalam hal keterwakilan kepentingan
masyarakat (society-importance), apakah penyelenggaraan pelayanan publik
oleh pemerintah mendapat pengawasan dari DPRD sebagai representasi
dari masyarakat, sehingga apa yang telah direncanakan oleh pemerintah
dan disetujui oleh DPRD berjalan sesuai penetapannya.
2. TINJAUAN TEORITIK
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan apabila dihubungkan dengan akuntansi sektor publik
berarti masyarakat bertindak sebagai principal yang memberikan amanah
kepada pemerintah selaku agent untuk menjalankan tugasnya mengelola
dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik). Dalam
pendekatan keagenan apabila dikaitkan dengan pemerintahan daerah,

Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 2


kepada Masyarakat
pemerintah daerah atau eksekutif merupakan agent dan DPRD atau legislatif
merupakan principal (Halim & Abdullah, 2006). Pemerintah dalam hal ini
sebagai agent diharapkan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya
dengan baik, yaitu memberikan pelayanan secara optimal kepada
masyarakat dengan cara menggunakan APBD secara efektif dan efisien
bebas dari unsur self-importance (memperkaya diri). Sedangkan DPRD
sebagai principal yang diberikan tugas sebagai wakil rakyat harus mampu
menjalankan apa yang menjadi amanah dari rakyat sebagai dewan
pengawas yang mengawasi kinerja pemerintah daerah.
Kualitas Pelayanan Publik

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan


secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dapat
dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Savas, terminology
pelayanan publik (government service) diartikan sebagai pemberian
pelayanan oleh agen pemerintah melalui pegawainya (the delivery of a
service by a government agency using its own employees). Lebih lanjut
Levelock, menyebutkan bahwa pelayanan yang baik membutuhkan
infrastruktur pelayanan yang sangat baik pula. Hal yang paling penting
adalah membuat setiap orang dalam organisasi pada kualitas (Erland Mouw,
2013).

Kebutuhan masyarakat yang direalisasikan dalam pelayanan publik


oleh birokrasi (pemerintah) merupakan suatu hal yang ingin dirasakan oleh
masyarakat di era desentralisasi ini, yang lebih menekankan pada kinerja
pemerintah dalam hal pelayanan publik. Masyarakat menuntut pelayanan
publik yang berkualitas akan semakin menguat. Karena itu profesionalisme
pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai
permasalahan publik sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang
memuaskan masyarakat. Pelayanan publik yang baik akan sangat
bergantung pada pihak-pihak yang ada didalamnya .

3. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif.
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai perilaku
pemerintah (agent) dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat
(principal). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka
(library research), yaitu teknik pengumpulan data dengan menelaah sejumlah
literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik dari buku-buku,
jurnal ilmiah, dokumen dan artikel yang dinilai sesuai dengan tema yang
diangkat dalam penelitian ini. Oleh karena itu, teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif.

Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 3


kepada Masyarakat
4. PEMBAHASAN
Pada dasarnya pelayanan publik merupakan tanggung jawab
pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam penelitian (Masyhudi,
2005), dikemukakan bahwa pemerintah dalam hal ini aparatur sesungguhnya
dimaksudkan sebagai sarana bagi pemerintah yang berkuasa untuk
melaksanakan pelayanan publik sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dengan
adanya otonomi daerah tantangan terbesar pemerintah daerah adalah
mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat yang
menginginkan tatanan pemerintahan yang baik dan memuaskan, terbuka,
transparan, makin produktif dan mampu memberikan dan meningkatkan
mutu pelayanannya, sehingga dapat melahirkan suatu masyarakat yang
tinggi tingkat kepercayaannya kepada pemerintah.
Namun, sampai saat ini kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah masih kurang. Kepercayaan yang dimaksud bukan ditujukan
kepada lembaga pemerintahnya namun ditujukan kepada sumber daya
(aparatur) dalam pemerintah itu sendiri. Aparatur adalah tipe dari suatu
organisasi yang dimaksudkan untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan
untuk sampai kepada society-importance. Bahwasanya apapun yang
dilakukan oleh suatu pemerintah bernadikan pada kesejahteraan dan
kepuasan masyarakat. Oleh karena masyarakat sebagai pihak pemberi
amanah, sehingga pemerintah wajib mempertanggungjawabkan kegiatan
pemerintahannya tersebut tanpa terkecuali kegiatan dalam hal
membelanjakan anggarannya untuk pembangunan infrastruktur misalnya.
Pelayanan sebagai salah satu fungsi hakiki pemerintah kerapkali
menjadi fokus kajian dalam diskursus publik. Berbagai hasil penelitian
mengindikasikan bahwa aparatur dalam memberikan pelayanan lebih
berorientasi kepada peraturan (juklak) ketimbang mengacu kepada
kepentingan masyarakat, dipicu pula sistem penggajian secara fixed income
serta tidak adanya insentif, menyebabkan aparatur tidak memiliki urgensi
untuk memberikan pelayanan yang baik. Hal inilah yang menjadi
permasalahan terbesar dalam tubuh suatu pemerintah.
Lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, menempatkan rakyat
pada posisi yang utama dalam mengukur keberhasilan pelayanan birokrasi
pemerintahan (public service), seperti dinyatakan oleh Thoha (2007:50)
bahwa tata pemerintahan yang demokratis menekankan bahwa lokus dan
fokus kekuasaan itu tidak hanya berada di pemerintahan saja, melainkan
beralih terpusat pada tangan rakyat. Namun, hingga saat ini ditemukan
kecenderungan bahwa aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan publik
masih menerapkan standar nilai atau norma secara sepihak, seperti
pemberian pelayanan yang hanya berdasarkan petunjuk pelaksanaan
(juklak). Hasil survei yang dilakukan oleh Centre for Population Studies,

Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 4


kepada Masyarakat
Universitas Gajah Mada terhadap pelayanan publik (dalam Sinambela,
2008:117-118) mengindikasikan hal di atas. Studi tersebut menyatakan
bahwa aparatur dalam memberikan pelayanan cenderung terjebak pada
petunjuk pelaksanaan (juklak) (Mulyawan Budi, 2012).
Hal di atas mengisyaratkan bahwa masyarakat sebagai fokus
pelayanan (putting customer first) menjadi faktor penentu dalam memberikan
penilaian terhadap kualitas pelayanan publik. Tegasnya, penilaian terhadap
kualitas pelayanan publik bukan didasarkan atas pengakuan atau penilaian
dari pemberi pelayanan, tetapi diberikan oleh pihak yang menerima
pelayanan. Dengan demikian, pelayanan publik dikatakan berkualitas apabila
pelayanan yang diselenggarakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
dan sasaran penyelenggaraan pelayanan adalah kepuasan masyarakat
(society satisfaction).
Dalam penelitian Nuruzzaman, dilihat dari penyelenggaraannya,
pelayanan publik masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya: 1)
kurangnya respon aparatur pemerintah dalam menanggapi berbagai keluhan
dan aspirasi masyarakat, maupun harapan masyarakat seringkali lambat
atau bahkan diabaikan; 2) kurangnya penyampaian informasi kepada
masyarakat; 3) rendahnya kualitas birokrasi; 4) kurang mau mendengar
aspirasi masyarakat; 5) dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan
utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi dan etika;
dan 6) dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain
organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan
kepada masyarakat.
Selain beberapa hal di atas, rendahnya pelayanan publik yang
diselenggarakan pemerintah diakibatkan mindset aparat pelayanan publik
seringkali masih sangat kental dipengaruhi oleh birokrasi Webrian yang
memiliki ciri-ciri: hierarkhis, kaku, lamban, dan berbelit-belit. Budaya
pelayanan yang rendah dari aparat pemerintah ini dikarenakan organisasi
publik eksistensinya tidak berkaitan langsung dengan banyaknya jumlah
masyarakat yang mereka layani membuat organisasi birokrasi menjadi less
dependent terhadap masyarakat. Hal ini karena anggaran untuk organisasi
pemerintah lebih banyak ditentukan lewat mekanisme politik melalui APBN
ataupun APBD. Selain itu, para aparatur juga tidak memiliki urgensi untuk
memberikan pelayanan yang baik karena mereka digaji dengan fixed income
dan hampir tidak ada insentif ketika mereka memberikan pelayanan lebih
baik atau memberi pelayanan kepada masyarakat lebih banyak. Bahkan bagi
aparat pemerintah, makin sedikit masyarakat yang harus dilayani, justru lebih
baik karena itu berarti lebih sedikit pekerjaan yang harus mereka lakukan.
Selain permasalahan yang dikemukakan oleh Nuruzzaman, yang
paling krusial adalah pelaksanaan dalam hal belanja daerah. Belanja daerah
yang santer menjadi sorotan masyarakat adalah belanja pembangunan. Di
suatu daerah pembangunan suatu infrastruktur adalah hal yang perlu

Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 5


kepada Masyarakat
sepanjang pembangunan tersebut dibutuhkan dan mempunyai nilai manfaat.
Namun, masih saja suatu pembangunan di daerah didasarkan pada
bagaimana anggaran dihabiskan tanpa melihat apakah pembangunan
tersebut berorientasi hasil (misalnya di Kota Kendari: pembangunan Kendari
Sport dan pembangunan gedung olahraga). Alhasil, pembangunan tersebut
merupakan pemborosan anggaran yang tidak direncanakan baik oleh
pemerintah. Hal inilah yang membuat kurangnya kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah dalam hal pengelolaan anggaran yang tidak dibelanjakan
dengan perencanaan yang matang. Sehingga, membuat mindset
masyarakat bahwasanya pemerintah (aparatur) mengelola daerah atas dasar
kepentingan pribadi (self-importance).
Berbagai permasalahan diatas sudah sepatutnya tidak menjadikan
pemerintah menutup mata dan telinga untuk acuh menanggapi
permasalahan pelayanan publik dalam tubuh pemerintah dan memperbaiki
mental-mental buruk aparat pemerintah. Karena hakikatnya, terciptanya
kualitas pelayanan publik bukan saja karena campur tangan pemerintah
namun juga dibarengi dengan andil dari masyarakat itu sendiri.
Selama ini proses penyelenggaraan pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah masih sangat tertutup bagi partisipasi
masyarakat ditempatkan sepenuhnya hanya sebagai pengguna yang pasif
dan harus menerima pelayanan publik sebagaimana mestinya. Hal ini
disebabkan banyak pemerintah daerah masih memandang bahwa
masyarakat bukan elemen penting dalam proses pembuatan kebijakan,
perencanaan, dan penganggaran karena sudah terwakili di DPRD. Klaim ini
menyebabkan tidak ada kewajiban dan keinginan kuat untuk melibatkan
masyarakat dan memperhatikan secara sungguh-sungguh keinginan dan
harapan masyarakat dalam dalam proses-proses pemerintahan.
Potensi masyarakat harus diberdayakan sehingga tidak hanya
sebagai pengguna pasif tetapi juga bisa ikut menentukan bagaimana proses
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut seharusnya diselenggarakan.
Oleh karena itu, dengan terlibatnya masyarakat diharapkan akan mendorong
perbaikan kualitas pelayanan melalui perubahan sikap dan perilaku
penyelenggara dan sekaligus juga meningkatkan pemberdayaan
masyarakat, sehingga peran mereka dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan dan pelayanan publik dapat ditingkatkan.
Penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan berkeadilan serta
berkualitas bukanlah satu-satunya tugas dari pemerintah saja, namun juga
menjadi tugas DPRD yang mempunyai fungsi pengawasan sebagai
representasi dari masyarakat. Dibandingkan dengan fungsinya sebagai
legislasi dan fungsi penganggaran, fungsi pengawasan DPRD relatif paling
kurang berkembang, apalagi pengawasan terhadap pelayanan publik.
Menguatnya fungsi pengawasan DPRD diyakini akan berdampak positif pada

Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 6


kepada Masyarakat
peningkatan kualitas pelayanan publik, baik dari aspek penyelenggaraan
maupun produk layanan.
selama ini DPRD dalam menjalankan fungsinya, dirasa belum
mampu memberikan solusi yang efektif untuk menyelesaikan masalah-
masalah mendasar yang dihadapi masyarakat. Berbagai harapan
konstituen terhadap para wakil rakyat belum dapat terpenuhi, sehingga
tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan semakin
menurun.
Semestinya semua anggota DPRD propinsi, kabupaten dan kota di
seluruh Indonesia, untuk meningkatkan perannya sebagai wakil rakyat yang
secara aktif mengawasi jalannya pemerintahan di daerah masing-masing
dengan sebaik-baiknya. Instrumen yang dapat digunakan untuk itu adalah
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana anggaran
yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Sudah tentu untuk
melaksanakan fungsi-fungsi DPRD, termasuk fungsi legislasi dan fungsi
anggaran, setiap anggota DPR perlu menghimpun dukungan informasi dan
keahlian dari para pakar di bidangnya. Informasi dan kepakaran itu, banyak
tersedia dalam masyarakat yang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
untuk kepentingan rakyat banyak.
5. KESIMPULAN
Otonomi daerah memberikan peluang pemerintah untuk lebih
mengetahui persoalan-persoalan di masyarakat terutama tuntutan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat sebagai prinsipal berhak
menuntut perbaikan kualitas pelayanan dan kepentingan masyarakat
(society-importance) lebih diutamakan kepada pemerintah (agen).
Pemerintah dalam hal ini aparatur sesungguhnya dimaksudkan sebagai
sarana bagi pemerintah yang berkuasa untuk melaksanakan pelayanan
publik sesuai dengan aspirasi masyarakat. Namun, penyelenggaraan
pelayanan publik masih memiliki sekelumit permasalahan atau kelemahan
didalamnya. Hal ini tidak lain dikarenakan perilaku dari aparatur pemerintah
yang memiliki mental kurang baik sehingga menyebabkan aparatur tidak
memiliki urgensi untuk memberikan pelayanan yang baik. Penyelenggaraan
pelayanan publik bukan saja menjadi tugas pemerintah, namun untuk
mencapai kualitas pelayanan dibutuhkan fungsi DPRD yang merupakan
representasi masyarakat sebagai dewan pengawas yang mengawasi kinerja
pemerintah daerah.
Penulis menggaris bawahi 2 masalah utama yang menarik untuk
dilakukan kajian lebih mendalam oleh peneliti selanjutnya dalam penelitian ini
yakni, 1) posisi masyarakat sebagai pemberi amanah, 2) fungsi keberadaan
lembaga pemerintah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) yang keduanya
merupakan lembaga yang diamanahi masyarakat untuk mengelola dan
mengawasi penyelenggaran pemerintah.

Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 7


kepada Masyarakat
Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 8
kepada Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Darwis said & Ratna Ayu Damayanti, Performance Budget and Its
Implementation: Getting Behavioral Image of Local Parliaments
Members (A Case Study in Local Parliament of Tidore Island City).
Erland Mouw. Kualitas Pelayan Publik di Daerah Sebuah Kajian Teoritis. Jurnal
UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN 2086-0404.
Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan Masalah Keagenan di
Pemerintahan Daerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan
Akuntansi. Jurnal Akuntansi Pemerintah Volume 2 No. 1 Mei 2006:
53-64.
Junidis. 2015. Kualitas Pelayanan Publik di Kecamtan Kayan Selatan
Kabupaten Malinau. eJournal Ilmu Pemerintahan, 3 (4), 2015: 1502-
1512 ISSN 0000-0000.
Masyhudi. 2005. Kinerja Birokrasi pemerintah Dalam Pelayanan Kepada Publik.
Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VI, No. 1 Juni 2005:47- 66.
Muhammad Rusli. Studi Tentang Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan dalam Proses Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Nunukan eJournal Ilmu Pemerintahan 3 (2), 2015: 770-781.
Mulyawan Budi. Hakikat Hubungan Pemerintah dan Masyarakat dalam
Pelayanan Publik. ISSN 2087-2208.
Nuruzzaman Davy. Permasalahan Pelayanan Publik Pada Pemerintah Daerah.
Yayan Rudianto. 2005. Pelayanan Publik pada Penyelenggaraan Pemerintah
Kecamatan. Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2005.
Yuhertiana, I. 2003. Principal-Agent Theory dalam Proses Perencanaan
Anggaran Sektor Publik. KOMPAK: Jurnal Akuntansi, Manajemen,
dan Sistem Informasi. FE UTY Yogyakarta. No: 9. April. 403-422.

Kualitas Pelayanan Publik: Perilaku Pemerintah (Agent) Dalam Pelayanan 9


kepada Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai