Anda di halaman 1dari 12

Makalah Fiqih Muamalah Tentang Harta Benda

Hafidz Al Hafidz 21.57

MAKALAH

Harta Benda

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu : Bapak Miftah Ahmad Fatoni

Disusun Oleh :

Hafidz Cahya Adiputra (122211002)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Harta sangat esensial bagi kehidupan manusia, karena kita tidak dapat hidup tanpa harta. Untuk
menjalani hidup, manusia harus memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok
hidupnya. Oleh sebab itu, salah satu naluri atau kecenderungan manusia yang paling menonjol adalah
naluri untuk mencari dan memiliki harta. Naluri ini bersifat wajar, alami dan manusiawi.

Islam sebagai agama yang berorientasi kepada perwujudan kemaslahatan manusia dan menginginkan
mereka hidup berbahagia didunia dan diakhirat, sudah tentu tidak mencela dan membenci harta.
Sebaliknya, islam menyeru umat manusia agar giat berusaha dan bekerja dalam rangka mencari nafkah,
rejeki atau harta.

Bersamaan dengan dorongan agar manusia giat bekerja dan berusaha mencari harta, islam membawa
norma dan aturan-aturansebagai petunjuk dan arahan tentang bagaimana seyogyanya manusia besikap
atau berperilaku dalam berhadapan dengan persoala harta.

Mulai dari permasalahan diatas, pemakalah akan menguraikan pesoalan-persoalan yang dianggap
penting dalam rumusan masalah kami. Agar kita dapat memahami bagaimana harta itu dikondisikan
sebagai harta yang menopang kehidupan manusia, bukan sebagai hamba harta.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian harta benda?

2. Apa unsur-unsur harta?

3. Bagaimana kedudukan harta?

4. Apa saja pembagian harta?

5. Apa saja fungsi harta?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian harta benda

Harta dalam bahasa arab disebut al-mal yang berasal dari kata yang berarti condong,
cenderung dan miring.
Sedangkan al-mal menurut istilah imam hanafiyah ialah :

Artinya : sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga
dibutuhkan.[1]

Menurut Hanafiyah, harta mesti dapat disimpan, sehingga sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak
dapat disebut harta. Menurut hanafiyah, manfaat tidak termasuk harta, tetapi manfaat termasuk milik.
Hanafiyah membedakan harta dengan milik,yaitu :

Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh
orang lain.

Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam
penggunaannya, harta bisa dicampuri oleh orang lain. Jadi menurut Hanafiyah yang dimaksud harta
hanyalah sesuatu yang berwujud (ayan).

Menurut sebagian para ulama yang dimaksud harta ialah :

Artinya : sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya
atau akan menyimpannya.

Menurut sebagian ulama lainnya bahwa yang dimaksud dengan harta ialah :

Artinya : segala zat (ain) yang berharga, bersifat materi yang berputar diantara manusia.

Sementara menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, yang dimaksud dengan harta ialah :

1. Nama selain manusia yang diciptakan Allah SWT untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia,
dapat dipelihara pada suatu tempat dan dikelola (tasharruf) dengan jalan ikhtiar.

2. Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun oleh sebagian
manusia.

3. Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan

4. Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat dimiliki oleh
manusia. Dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan. Tetapi sebiji beras menurut urf tidak bernilai
(berharga). Maka sebiji beras tidak termasuk harta.

5. Sesuatu yang berwujud, sedangkan sesuatu yang tidak berwujud mekipun dapat diambil
manfaatnya tidak termasuk harta.
6. Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya
ketika dibutuhkan.

Dengan dikemukakan definisi diatas, maka dapat dipahami bahwa para ulama masih berbeda pendapat
dalam menentukan definisi harta sehingga terjadi perselisihan pendapat para ulama dalam pembagian
harta.

Hasbi Ash-Shiddieqy menyebutkan bahwa harta adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat
dimiliki, dapat diperjualbelikan dan berharga, konsekuensi logis rumusan ini ialah :

1. Manusia bukanlah harta seklipun berwujud.

2. Babi bukanlah harta karena babi bagi muslimin haram untuk diperjualbelikan.

3. Sebiji beras bukanlah harta karena sebiji beras tidak memiliki nilai (harga) menurut urf.

Hanafiyah menyatakan bahwa definisi harta ialah sesuatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga
sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan bukan termasuk harta, seperti hak dan
manfaat.[2]

B. Unsur-unsur harta

Menurut para fuqaha harta bersendi pada 2 unsur yaitu unsur aniyah dan unsur urf. Unsur aniyah
ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (ayan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara
oleh manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.

Sedangkan urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia,
tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya madiyah maupun manfaat
manawiyah.[3]

C. Kedudukan harta

Dijelaskan dalam Al-Quran bahwa harta merupakan perhiasan dunia. Allah berfirman :

Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.[4]

Artinya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik (surga).
Pada ayat diatas dijelaskan bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama
dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan. Jadi, kebutuhan manusia terhadap harta
merupakan kebutuhan yang mendasar.

Disamping sebagai perhiasam dan kebutuhan, harta juga berkedudukan sebagai amanat (fitnah), allah
berfirman :

Artinya : Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah
pahala yang besar.

Karena harta sebagai titipan, manusia tidak memiliki harta secara mutlak sehingga dalam pandangan
tentang harta. Terdapat hak-hak orang lain dalam harta tersebut, seperti zakat, infaq, shadaqah, dll.

Konsekuensi logis ayat-ayat alquran diatas ialah :

1. Manusia bukan pemilik mutlak tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah SWT sehingga wajib baginya
untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.

2. Cara pengambilan manfaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaannya dapat
diatur oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya.

3. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh imbalan
yang wajar.

Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan pribadi juga diperhatikan. Ketentuan-


ketentuan tersebut ialah :

1. Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi selama tidak merugikan
orang lain dan masyarakat.

2. Karena pemilikan manfaat berhubungan dengan hartanya, maka pemilik (manfaat) boleh
memindahkan hak miliknya kepada orang lain. Misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya,
dll.

3. Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal, tidak terikat oleh waktu.

Berkenaan dengan harta pula, dalam alquran dijelaskan larangan-larangan yang berkaitan dengan
aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi : produksi, distribusi dan konsumsi harta. Dalam hal ini ada
beberapa bentuk-bentuk larangan yaitu :

a. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa :

1) Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batil

2) Memakan harta dengan jalan penipuan


3) Memakan harta dengan jalan melanggar janji dan sumpah

4) Memakan harta dengan jalan pencurian

b. Perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau seluruh masyarakat,
berupa perdagangan yang memakai bunga.

c. Penimbunan harta dengan jalan kikir

d. Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubadzir)

e. Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang yang terlarang seperti narkotika dan
minuman keras.

Kaidah ushul menyatakan :

Artinya : asal atau pokok dalam masalah transaksi dan muamalah adalah sah, sehingga ada dalil yang
membatalkan dan yang mengharamkannya.

Selain yang dilarang, semua kegiatan yang dilakukan dalam memfungsikan harta pada prinsipnya
dibolehkan, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan individual maupun dalam rangka pemenuhan
kebutuhan masyarakat.

Kaidah pokok ini didasarkan kepada sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan:

Artinya : kamu lebih mengetahui mengenai urusan duniamu. (HR. Ahmad).[5]

D. Pembagian harta

Menurut fuqaha, harta dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap
bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Pembagian jenis harta ini antara lain :

1. Mal Mutaqawwim dan ghair mutaqawwim

a. Harta mutaqawwin ialah :

Artinya : sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara

Harta yang termasuk mutaqawwim ialah semua harta yang baik, dalam jenisnya maupun cara
memperoleh dan penggunaanya. Misalnya : kerbau halal dimakan oleh umat islam. Tetapi kerbau
tersebut disembelih tidak sah menurut syara. Misalnya karena menyebut nama selain Allah dalam
penyembelihannya. Maka daging kerbau tidak dapat dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal
menurut syara.
b. Harta Ghair mutaqawwim ialah :

Artinya : sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara.

Harta yang ghai mutaqawwim ialah kebalikan dari harta mutaqawwim yakni yang tidak boleh diambil
manfaatnya. Baik dari jenis nya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. Misalnya babi,
karena haram dalam jenis nya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri juga termasuk Ghair
mutaqawwim. Uang yang disumbangkan untuk mendanai terorisme, termasuk Ghair mutaqawwim
karena penggunaan harta itu.[6]

2. Mal Misli dan Mal Qimi

a. Harta misli ialah :

Artinya : benda-benda yang ada persamaannya dalam kesatuan-kesatuannya. Dalam arti dapat berdiri
sebagiannya ditempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.

b. Harta Qimi ialah :

Artinya : benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya karena tidak dapat berdiri sebagian
ditempat, sebagian lainnya tanpa ada perbedaan.

Dengan kata lain harta misli adalah harta yang jenis nya diperoleh dipasar, sedangkan qimi adalah harta
yang jenisnya sulit didapat dipasar. Harta qimi dan misli bersifat relatif dan kondisional artinya bisa saja
di suatu tempat atau negara mengebutnya barang itu qimi dan dinegara lain menyebutnya sebagai misli.

3. Harta istihlak dan harta istimal

a. Harta istihlak ialah : sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa.
Kecuali dengan menghabiskannya.

Harta istihlak dibagi menjadi 2 yaitu : istihlak haqiqi dan istihlak huquqi. Harta istihlak haqiqi ialah suatu
benda yang menjadi harta yang secara jelas zat nya habis dalam sekali penggunaannya. Misalnya bensin,
korek api.

Sedangka istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila digunakan, tetapi zat nya masih ada.
Misal nya batu batre (yang tidak dapat di charge). Uang untuk bayar utang. Dipandang habis meskipun
uang tersebut masih utuh, hanya pindah kepemilikan.

b. Harta istimal ialah : sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara.
Misal nya sepatu, pakaian,dll.

Perbedaan dari 2 harta ini ialah harta istihlak habis dalam sekali pemakaian, sedangkan harta istimal
tidak habis dalam satu kali pemakaian dan bersifat jangka panjang (lama).

4. Harta manqul dan harta Ghair manqul


a. Harta manqul ialah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat
lain. Misalnya : kendaraan, sepeda, emas.

b. Harta Ghair manqul ialah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke
tempat yang lain. Misalnya : rumah, pabrik, tanah, sawah, dll.

Dalam hukum perdata, harta manqul dan harta ghair manqul digunakan dengan istilah benda bergerak
dan benda tetap.

5. Harta ain dan harta Dayn

a. Harta ain ialah harta yang berbentuk benda. Misalnya mobil, rumah, dll. Harta ain dibagi menjadi
2 yaitu harta ain dzati qimah dan harta ain ghair dzati qimah.

Harta ain dzati qimah adalah benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena
memiliki nilai.

Harta ain ghair dzati qimah adalah benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta karena tidak
memiliki harga. Misalnya sebiji beras.

b. Harta Dayn ialah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab. Seperti uang yang berada dalam
tanggung jawab seseorang.

6. Mal al-ain dan mal al-nafi (manfaat)

a. Harta aini ialah benda yang memilki nilai dan berbentuk, misalnya rumah, ternah, dll.

b. Harta nafi ialah aradl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa. Misalnya
pohon

7. Harta mamluk, mubah dan mahjur

a. Harta mamluk ialah sesuatu yang milik seseorang maupun badan hukum seperti yayasan dan
pemerintah. Harta mamluk dibagi menjadi 2 yaitu harta perorangan dan harta perkongsian.

Harta peroranan (mustaqil) berpautan dengan hak bukan pemilik. Misalnya memakai rumah kontrakan.

Harta perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya.
Misalnya dua orang yang berkongsi membuat sebuah pabrik rengginang, pabrik tersebut dimiliki dengan
cara menyewa selama 1 tahun. Kemudian hasil penjualan dibagi secara merata antara 2 orang yang
berkongsi.

b. Harta mubah ialah sesuatu yang asalnya bukan milik seseorang. Misalnya binatang buruan, ikan
yang didapat dengan cara memancing.

Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang
mengambilnya akan menjadi pemiliknya.
c. Harta mahjur ialah : sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang
lain menurut syariat, adakalanya benda itu berupa wakaf ataupun benda yang di khususkan untuk
masyarakat umum. Misalnya jalan raya, masjid, dll.

8. Harta yang dapat dibagi dan harta yang tidak dapat dibagi

a. Harta yang dapat dibagi ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
apabila harta itu dibagi. Misalnya beras, air, tepung, dll.

b. Harta yang tidak dapat dibagi ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila
harta tersebut dibagi. Misalnya mobil, motor, kursi.

9. Harta pokok dan harta hasil

a. Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain.

b. Harta hasil ialah harta yang terjadi dari harta yang lain.

Harta pokok dapat disebut juga sebagai modal misalnya, uang, emas. Sedangkan contoh harta pokok
dan harta hasil ialah binatang yang beranak. Maka binatang itu disebut sebagai harta pokok, sedangkan
anak nya disebut sebagai harta hasil.

10. Harta khas dan harta am

a. Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya
tanpa izin pemiliknya. Misalnya rumah.

b. Harta am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya. Misalnya jalan
raya.[7]

E. Fungsi harta

Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut. Fungsi harta amat
banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik maupun kegunaan dalam hal yang jelek. Diantara sekian
banyak fungsi harta antara lain :[8]

1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah
diperlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksaan salat, bekal untuk pelaksaa
ibadah haji, berzakat, shadaqah, dll.

2. Untuk meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, sebab kefakiran cenderung mendekatkan diri
kepada kekufuran sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah
SWT.

3. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya, firman allah dalam surat
An-Nisa ayat 9 :
|u9ur %!$# qs9 (#q.ts? `B Og=yz Zph $y (#q%s{ Ngn=t (#q)-
Gu=s!$# (#q9q)u9ur Zwqs% #y

Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.

4. Untuk menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Nabi bersabda yang artinya : bukanlah
orang yang baik meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat. Dan yag meninggalkan masalah
akhirat untuk urusan dunia, sehingga seimbang antara keduanya. Karena masalah dunia adalah
menyampaikan manusia kepada masalah akhirat. (HR. Bukhari)

5. Untuk mengembangkan dan menegaskan ilmu-ilmu, akrena menuntut ilmu tanpa modal akan
terasa sulit. Misalnya seseorang tidak bisa kuliah bila tidak memiliki biaya

6. Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Adanya orang
kaya dan orang miskin yang saling membutuhkan sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan
berkecukupan.

7. Untuk menumbuhkan silaturrahim, karena adanya perbedaa dan keperluan. Misalnya dalam jual
beli akan menumbulkan interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi
kebutuhan. Oleh karena itu perputaran harta dianjurkan Allah dalam Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 7 :

Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat
keras hukumannya.

BAB III

A. Kesimpulan

Pada penghujung uraian kiranya kita perlu memberikan kesimpulan bahwa Al-Quran sangat mengakui
dan menghormati keberadaan dan urgensi harta bagi kehidupan manusia. Al-Quran mengisyaratkan
keharusan etos kerja positif, agar manusia dapat menggali semua potensi kekayaan yang telah
disediakan Allah dan dapat mengolah serta mengembangkannya sehingga menjadi harta yang berguna
untuk memenuhi keperluan hidup, baik yang bersifat individual maupun social. Al-Quran juga
menggariskan bahwa pencarian dan pemanfaatan harta itu tidak pernah lepas dari nilai-nilai moral yang
telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya. Akhirnya, harta yang dianugerahkan kepada manusia itu tidak
hanya sekedar untuk dapat bertahan hidup, melainkan terfokus pada tujuan untuk beribadah kepada
pemilik mutlak, yaitu ALLAH SWT.

B. Penutup

Demikian makalah yang kami buat semoga dapat menjadi bahan pembelajaran serta acuan untuk
makalah selanjutnya. Kami sepenuhnya menyadari kekurangan dari makalah kami, dengan penuh
kerendahan hati, kami meminta saran dan kritik yang bersifat membangun guna memperbaiki makalah
kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abudin. Kajian Tematik Al-Quran tentang kemasyarakatan. Bandung : Angkasa. 2008.

Mujibatun, Siti. Pengantar Fiqh Muamalah. Semarang : eLSa. 2012.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta : Rajawali. 2010.

[1] Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta : Rajawali. 2010. hlm. 9-10

[2] Ibid hal 10-11

[3] Ibid hlm. 11-12

[4] Siti Mujibatun. Pengantar Fiqh Muamalah. Semarang : eLSa. 2012. Hlm. 34

[5] Ibid hlm. 35-36

[6] Ibid Hlm. 36-38

[7] Ibid hlm. 38-55


[8] Abudin Nata,. Kajian Tematik Al-Quran tentang kemasyarakatan. Bandung : Angkasa. 2008. Hlm.
227-231

Anda mungkin juga menyukai