Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KEGIATAN

F.3 Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana

IMUNISASI BCG

Disusun Oleh:
dr. Winda Aisyah Panjaitan

Puskesmas Kota Salatiga


Periode November 2016 Maret 2017
Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode November 2016 - November 2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


Laporan F.3 Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana

Topik:
Imunisasi BCG

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia
di Puskesmas Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Februari 2017

Mengetahui,
Dokter Internsip, Dokter Pendamping

dr. Winda Aisyah Panjaitan dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017

1
A. Latar Belakang1,2
Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia
menyatakan bahwa lebih dari 10 juta balita meninggal tiap tahun, dengan
perkiraan 2,5 juta meninggal (25%) akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan vaksin yang kini ada maupun yang terbaru. Oleh karena itu sangat
jelas bahwa imunisasi sangat penting untuk mengurangi seluruh kematian
anak. Dalam era globalisasi dan komunikasi tanpa batas, yang berdampak
pada peningkatan kerentanan dalam penyebaran penyakit, membuat peran
imunisasi semakin vital
Penyakit Tuberculosis (TBC) merupakan masalah yang serius bagi
dunia, karena menjadi penyebab kematian terbanyak dibanding dengan
penyakit infeksi lain. World Health Organization(WHO) mencatat 9 juta
orang menderita TB pada tahun 2013 dan 1,5 juta telah meninggal dunia.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian peringkat ketiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit pernafasan serta menjadi
peringkat pertama dari golongan penyakit infeksi. Diperkirakan 95% dari
kasus TBC, terbanyak di negara berkembang. Indonesia merupakan
penyumbang penyakit TBC terbesar ketiga di dunia setelah India dan China.
Imunisasi merupakan salah satu program pemerintah untuk mencapai
Indonesia Sehat 2010. Oleh karena itu, sekurang-kurangnya 70% dari
penduduk suatu daerah harus mendapat imunisasi dasar yang meliputi: BCG,
Polio, Hepatitis B, Campak dan DPT. Namun di Indonesia masih banyak
ditemukan kasus penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi.

B. Permasalahan
1. Identitas pasien dan orang tua
a. Data Subjektif
Nama : An. AZ
Usia : 1 bulan
Tempat lahir : Rumah Sakit Umum Derah Salatiga

2
Penolong : Dokter
Tanggal Lahir : 19 Desember 2016
Anak ke : 4 (empat)
Nama Orang Tua
Ayah : Tn. A
Ibu : Ny. I
Alamat : Kelurahan Jaten, Kecamatan Pedurungan, Kota
Semarang

b. Data Objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composementis
Berat Bayi Lahir : 2300 gram
Berat Badan : 3700 gram
Panjang Badan : 45 cm
Suhu : 36.5oC

2. Alasan Datang
An. AZ akan membutuhkan imunisasi BCG dan Polio

3. Keluhan Utama
Tidak Ada

4. Riwayat Penyakit
Sekarang : Tidak Ada
Keluarga : Tidak Ada
Dahulu : Tidak Ada

5. Diagnosa
An. AZ usia 1 bulan, sehat akan melakukan imunisasi BCG dan Polio

6. Kebutuhan Pasien
Imunisasi BCG dan Polio; ASI Eksklusif

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

3
Intervensi yang dipilih ialah melakukan imunnisasi BCG dan Polio.
Imunisasi BCG dilakukan dengan injeksi intracutan, sedangkan imunisasi
Polio dilakukan secara peroral.

D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Imunisasi BCG di Puskesmas Cebongan dilaksanakan setiap
hari Rabu mulai pukul 08.00 sampai selesai. Kegiatan pemeriksaan diawali
dengan anamnesis mengenai identitas pasien, riwayat saat lahir, dan apakah
ada keluhan mengenai kesehatan pasien saat ini. Dari hasil anamnesis
didapatkan bahwa pasien sedang dalam kondisi sehat dan dapat diberikan
imunisasi BCG dan Polio. Kemudia dilakukan penimbangan berat badan dan
pengukuran suhu. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
bahwa pasien sedang dalam kondisi sehat dan dapat diberikan imunisasi BCG
dan Polio. Setelah itu dokter meminta persetujuan tindakan dari orangtua
pasien.
Kegiatan berikutnya adalah mempersiapkan pasien dan alat. Pasien
dibaringkan dengan kondisi lengan atas terekspos namun tetap dikondisikan
agar pasien tidak dapat bergerak terlalu banyak. Alat yang dipersiapkan antara
lain adalah buku catatan imunisasi, kapas yang dibasahi air panas, vaksin
BCG, dan spuit steril 1 ml dengan jarum ukuran 26.
Imunisasi BCG dilakukan secara intrakutan dengan perlahan pada
lengan kanan atas pasien. Tindakan ini memerlukan 1 orang asisten untuk
menahan pergerakan pasien. Setelah dilakukan injeksi, hasil imunisasi
dievaluasi. Hasilnya injeksi imunisasi BCG berhasil dimana terdapat indurasi
pada lokasi injeksi. Tindakan imunisasi BCG selesai. Dokter kemudian
mencatat tanggal imunisasi pada buku imunisasi.
Sebelum diperbolehkan pulang, orang tua diberikan edukasi mengenai
beberapa hal terkait imunisasi:

Edukasi yang diberikan:


1. Manfaat imunisasi BCG
2. Efek samping imunisasi BCG
3. Kunjungan imunisasi berikutnya.

4
E. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan imunisasi berjalan lancar dan berhasil dilakukan. Hal ini dapat
dilihat dari hasil evaluasi injeksi imunisasi yaitu terdapat indurasi pada lokasi
injeksi. Orangtua pasien juga telah mengerti mengenai efek samping yang
mungkin akan muncul dan juga cara mengatasinya. Selain itu orang tua
pasien juga mengatakan akan kembali untuk imunisasi berikutnya. Dengan
imunisasi BCG yang dilakukan secara tepat diharapkan kekebalan terhadap
penyakit TBC dapat tercapai.

F. Tinjauan Pustaka
Imunisasi
1. Definisi2
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia
terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara
timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebaln pasif dan
kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar
tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan
pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah
pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung
lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari,
sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih pendek. Kekebalan
aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada
antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan
aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya
memori imunologik.

5
Gambar 1. Jadwal Imunisasi

Gambar 2. Keterangan Jadwal Imunisasi

6
2. Tujuan imunisasi3,4

Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada


seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok
masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari
dunia.

3. Respons imun terhadap vaksin5

Antibodi protektif yang paling penting adalah ntramus yang


mengaktifkan produkproduk protein bakteri toksik larut (yaitu antitoksin)
mempermudah fagositosis dan digesti intraseluler bakteri (yaitu opsonin),
berinteraksi dengan komponen-komponen komplemen serum untuk
merusakkan ntramus bakteri dengan akibat bekteriolisis(yaitu lisin).
Mencegah profilerasi virus yang infeksius( ntramus neutralisasi), atau
berinteraksi dengan komponen-komponen permukaan bakteri untuk
mencegah adhesi terhadap permukaan mukosa (yaitu anti-adhesin).
Banyak dari ntram-unsur structural mikroorganisme dan eksotoksin
adalah ntramusc. Kebanyakan antigen memerlukan interaksi sel B (tidak
tergantung ntram) dan sel T (tergantung ntram) untuk menghasilkan
respon imun ( ntram campak) tetapi beberapa memulai proliferasi sel B
dan produksi ntramus tanpa pertolongan sel T ( ntram, polisakarida
pneumokokus tipe III).
Langkah pertama dalam induksi respons ntramus tergantung
ntram adalah aktivasi sel T penolong dengan penyajian antigen pada
fagosit ntramuscul atau sel dendritik, suatu langkah yang dapat
dipermudah dengan penggunaan ntramus. Penyajian antigen memicu
sekresi kaskade mediator, yang disebut sitokin, yang dibuat atau bekerja
pada elemen ntram imun untuk meransang maturasi sel T penolong yang
tidak dibuat-buat dan untuk menkomunikasikan antar leukosit, dengan
menggunakan interleukin untuk mengatur respons imun.

7
Antibodi yang dibentuk terhadap ntram-unsur pokok vaksin dapat
merupakan salah satu kelas immunoglobulin. Fungsi ntramus sendirian
atau bersama dengan komponen-komponen ntram imun yang lain
( ntram, komplemen, opsonin) dengan berperan serta secara lansung
dalam neutralisasi toksin ( ntram, difteria), dengan opsonisasi
virus(poliovirus), dengan memulai atau bergabung dengan komplemen dan
menaikan fagositosis(pneumokokkus); dengan bereaksi dengan limosit
nonsensitisasi meransang fagositosis atau dengan mensensitisasi makrofag
meransang fagositosis.
Respons primer terhadap antigen vaksin memerlukan periode laten
beberapa hari sebelum imunitas humoral dan seluler dapat terdeteksi.
Antibodi yang bersirkulasi tidak muncul selama 7-10 hari. Kelas
ntramuscular berubah seiring waktu. Antibodi yang pertama muncul
biasanya adalah IgM, ntramus yang muncul kemudian biasanya IgG. Bila
antigen adalah tergantung ntram ntramus IgG dan IgM pada mulanya
disekresikan sel B. Antibodi IgM memfiksasi komplemen, menimbulkan
lisis dan kemungkinan fagositosis. Titer IgM turun ketika titer IgG naik
selama minggu ke 2. sesudah ransangan imunogenik.
Perubahan dari sintesis IgM ke sintesis yang didominasi IgG dalam
sel B memerlukan kerjasama sel T. Antibodi IgG dihasilkan pada kadar
yang tinggi dan bergungsi pada neutralisasi, presipitasi, dan fiksasi
komplemen. Titer IgG mencapai puncak dalam 2-6 minggu. Respon
humoral atau seluler yang dipertinggi diperoleh dengan pemajanan kedua
terhadap antigen yang sama. Respons sekunder terjadi dengan cepat,
biasanya 4-5 hari. Respons sekunder tergantung pada memori imunologis
yang diperantarai oleh sel B dan sel T dan ditandai oleh proliferasi yang
mencolok sel penghasil ntramus atau sel T efektor. Vaksin polisakharida
membangkitkan respons imun yang tidak tergantung sel T dan tidak
ditemukan pada pemberian ulangan. Ikatan polisakharida dengan protein,
mengubahnya menjadi antigen tergantung sel T yang menginduksi memori
imunologis dan respons sekunder terhadap revaksinasi.

8
Respons terhadap vaksin biasanya diukur dengan menggunakan
kadar ntramus spesifik dalam serum. Adanya ntramus yang bersirkulasi
berkorealsi dengan proteksi klinis pada beberapa vaksin virus. Titer
ntramus berperan sebagai ntramusc imunitas yang dapat dipercaya,
tetapi sero-konversi hanya mengukur satu parameter respons hospes.
Walaupun ntramus akibat vaksin menurun lewat waktu, revaksinasi atau
pemajanan pada organisme menimbulakan respons sekunder yang terdiri
atas ntramus IgG dengan sedikit IgM atau IgM tidak dapat dideteksi.
Respons anamnesis memberi kesan bahwa imunitas menetap. Tidak
adanya ntramus yang dapat diukur mungkin tidak berarti bahwa individu
tidak terproteksi. Sebaliknya ada ntramus saja tidak cukup untuk
memaastikan proteksi klinis sesudah pemberian beberapa vaksin atau
toksoid.
Produksi ntramus bebas, ransangan ntram imun oleh vaksinasi
dapat mendatangkan respons yang tidak diharapkan, terutama reaksi
hipersensitif. Vaksin campak mati menginduksi imunitas humoral tidak
sempurna dan hipersensitivitas seluler, mengakibatkan perkembangan
sindroma campak atipik pada beberapa anak sesudah tantangan
sebelumnya.

4. Prosedur imunisasi6,7

Prosedur imunisasi dimulai dari menyiapkan dan membawa vaksin,


mempersiapkan anak dan orangtua, tekhnik penyuntikkan yang aman,
pencatatan, pembuangan limbah, sampai pada tekhnik penyimpanan dan
penggunaan sisa vaksin dengan benar. Penjelasan kepada orang tua serta
pengasuhnya sebelum dan setelah imunisasi perlu dipelajari pula.
Pengetahuan tentang kualitas vaksin yang masih boleh diberikan pada
bayi/ anak perlu mendapat perhatian. Ukuran jarum, lokasi suntikan, cara
mengurangi ketakutan dan rasa nyeri pada anak juga perlu diketahui.

9
Imunisasi perlu dicatat dengan lengkap, termasuk keluhan kejadian ikutan
pasca imunisasi.

5. Penyimpanan8

Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan


kehilangan potensinya. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa
vaksin harus didinginkan pada temperature 2-80 C dan tidak membeku.
Secara umum ada 2 jenis vaksin yaitu vaksin hidup (polio oral, BCG,
campak, MMR, varisella dan demam kuning) dan vaksi mati atau inaktif
(DPT,Hib, pneimokokus, Typhoid, influenza, polio inaktif,
meningokokus).
Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2 s/d
+80C vaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya bertahan 2 hari,
vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati dalam 7 hari. Vaksin
hidup potensinya masih tetap baik pada suhu kurang dari 2 0 C s/d beku.
Vaksin polio oral yang belum dibuka lebih bertahan lama (2tahun) bila
disimpan pada suhu -250 C s/d -150 C, namun hanya bertahan 6 bulan pada
suhu +20 C s/d +80 C. vaksin BCG dan campak berbeda, walaupun
disimpan pada suhu -250 C s/d -150 C, umur vaksin tidak lebih lama dari
suhu +20 C s/d +80 C, yaitu BCG tetap 1 tahun dan campak tetap 2 tahun.
Oleh karena itu vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak
perlu disimpan di -250 C s/d -150 C atau di dalam freezer.
Vaksin inaktif (mati) sebaiknya disimpan dalam suhu +20 C s/d +80
C juga, pada suhu dibawah +20 C (beku) vaksin mati akan cepat rusak.
Bila beku dalam suhu -0,50 C vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B
(kombo) akan rusak dalam jam, tetapi dalam suhu diatas 8 0 C vaksin
Hepatitis B bias bertahan sampai 30 hari, DPT-Hepatitis B kombinasi
sampai 14 hari. Dibekukan dalam suhu -50 C s/d -100 C vaksin DPT, DT
dan TT akan rusak dalam 1,5 s/d 2 jam, tetapi bias bertahan sampai 14 hari
dalam suhu diatas 80 C.

10
6. Tekhnik dan ukuran jarum2,5,7

Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum


baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang
multidosis, karena resiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis maka
jarum suntik yang telah digunakan menyuntik tidak boleh dipakai lagi
mengambil vaksin.
Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm,
tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :
a. pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda
dan bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26
dengan panjang 16 mm.
b. untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25
dengan panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27
dengan panjang 12 mm.
c. untuk suntikan intramuscular pada oaring dewasa yang sangat gemuk
(obese) diapakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm.
d. untuk suntikan intradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran
25-27 dengan panjang 10 mm.

7. Tempat suntikan yang dianjurkan2,9

Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk


vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Region
deltoid adalah alternative untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar
(mereka yang dapat berjalan) dan orang dewasa.
Sejak akhir 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah
anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-
bayidan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari resiko
kerusakan saraf iskhiadika (nervus ischiadicus).
Resiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus
lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa
otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuscular di

11
daerah gluteal dengan tidak disengaja menghasilkan suntikan subkutan
dengan reaksi local yang lebih berat. Vaksinasi hepatitis B dan rabies bila
disuntikkan di daerah gluteal kurang imunogenik; hal ini berlaku untuk
semua umur. Sedangkan untuk vaksin BCG, harus disuntik pada kulit
diatas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas
puncak pundak memeberi resiko terjadinya keloid.

8. Posisi anak dan lokasi suntikan2,7,8

Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur di
bawah 12 bulan adalah:
a. Menghindari resiko kerusakan saraf ischiadika pada suntikan daerah
gluteal.
b. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
c. Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B dan rabies berkurang bila
disuntikkan di daerah gluteal.
d. Menghindari resiko reaksi local dan terbentuk pembengkakan
ditempat suntikan yang menahun.
e. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian
anterior.

Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi
bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara
sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling
tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 450-600 terhadap permukaan
kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus
kulit selebar ujung jari diatas (kearah proksiimal) batas hubungan bagian
atas dan sepertiga tengah otot.

12
Gambar 3. Diagram Lokasi Suntikan Yang Dianjurkan pada otot paha.

Gambar 4. Potongan Lintang Paha : Menunjukkan Bagian Yang Disuntik

Lokasi suntikan pada vastus lateralis:


a. Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan
terlentang.
b. Tungkai bawah sedikit di tekuk dengan fleksi pada lutut.
c. Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara
palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut.
Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah
pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka

13
lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian
distal lebih jelas)
d. Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas
antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarumditusukkan satu jari
diatas batas tersebut.

Lokasi suntikan pada deltoid:


a. Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikkan di daerah
deltoid ialah duduk diatas pangkuan ibu atau pengasuhnya.
b. Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh
bayi,sementara lengan lainnya diletakkan di belaknag tubuh orang tua
atau pengasuh.
c. Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi
berlangsung aman dan berhasil.
d. Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak
benar dan meningkatkan resiko penetrasi saraf.

Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik, membuka lengan atas


dari pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot,
yaitu separuh antara akromion dan insersi pada tengah humerus. Jarum
suntik ditusukkan membuat sudut 450-600 mengarah pada akromion. Bila
bagian bawah deltoid yang disuntik, ada resiko trauma saraf radialis
karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep.

Perhatian untuk suntikan subkutan:


a. Arah jarum 450 terhadap kulit.
b. Cubit tebal untuk suntikan subkutan
c. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.
d. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.

14
Gambar 5. Lokasi Penyuntikan Subkutan Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

Perhatian untuk penyuntikan intramuscular:


a. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.
b. Suntik dengan arah jarum 450 600 , lakukan dengan cepat.
c. Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat
jarum ditusukkan.
d. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak
masuk dalam vena. Apabila terdapat darah buang dan ulangi dengan
suntikan baru.
e. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstremitas berbeda.

Gambar 6. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

Imunisasi BCG

15
1. Definisi4
BCG (Bacillus Calmete Guerin) adalah salah satu dari berbagai
jenis vaksin yang terdapat dalam program pemerintah. Vaksin BCG relatif
aman dan diberikan kepada orang yang dianggap berisiko terkena TB di
masa depan. Vaksin ini baru diberikan sesudah memastikan bahwa tidak
ada alasan kedokteran untuk menolak vaksinasi bagi seseorang tertentu.
Walaupun tidak 100% efectif, vaksinasi ini akan mengurangi kemungkinan
kena infeksi penyakit ini, dan yang sangat penting, sangat efektif untuk
mencegah komplikasi TB yang parah pada anak kecil. Vaksin BCG adalah
vaksin berbentuk beku kering yang mengandung mycobacterium bovis
hidup yang sudah dilemahkan yang sangat serupa dengan orga-nisme yang
menyebabkan TB, tetapi sudah diubah sedemikian rupa sehingga
menimbulkan infeksi ringan hanya di tempat vaksinasi. Sekaligus bakteri
itu menyebabkan tubuh meningkatkan kekebalannya terhadap
tuberkulosis. Vaksin BCG dianjurkan agar diberikan pada anak usia 3
bulan, maka dianjurkan untuk uji sensitivitas terhadap mikobakteria, atau
uji tuberculin dulu (mantoux test). Apabila hasilnya positif terinfeksi
sebelum imunisasi, maka pembentuk antibody setelah diimunisasi kurang
maksimal. Imunisasi BCG cukup dilakukan satu kali saja. Karena
imunisasi ini berisi kuman hidup yang membuat antibodi yang dihasilkan
cukup tinggi. Keberhasilan imunisasi ini biasanya ditandai dengan
munculnya bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan dan akan
sembuh sendiri dengan meningalkan luka parut.

2. Manfaat5,6
Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis
(TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria
bernama Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia, TBC
terutama menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ tubuh
lainnya juga dapat terserang (penyebaran atau ekstraparu
TBC).Mycobacterium tuberculosis biasanya ditularkan melalui batuk

16
seseorang. Seseorang biasanya terinfeksi jika mereka menderita sakit paru-
paru dan terdapat bakteria didahaknya. Kondisi lingkungan yang gelap dan
lembab juga mendukung terjadinya penularan.
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi
karena terhirupnya percikan udara yang mengandung bakteri tuberkulosis.
Bakteri ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru
(paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati,
atau selaput selaput otak (yang terberat). Infeksi primer terjadi saat
seseorang terjangkit bakteri TB untuk pertama kalinya. Bakteri ini sangat
kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus, dan terus berkembang. Bayi yang baru lahir tidak memiliki
kekebalan terhadap penyakit TBC, untuk itulah sangat penting bagi para
ibu agar memberikan imunisasi BCG pada bayinya.

3. Indikasi8,9
Indikasi pemberian imunisasi BCG antara lain adalah:
a. Tidak sedang menderita penyakit kulit yang berat atau menahun
seperti eksim, furunkulosis,dan sebagainya.
b. Imunikasi diberikan pada anak dalam keadaan sehat
c. Hasil tes mantoux <5mm
d. Tidak menderita inveksi HIV
e. Tidak sedang mengonsumsi obat imunosupresi dan tidak sedang
mendapat radioterapi
f. Tidak menderita gizi buruk
g. Tidak sedang menderita demam tinggi

4. Kontraindikasi8
Indikasi pemberian imunisasi BCG antara lain adalah:
a. Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau
menahun, seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya.
b. Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang sedang
menderita TBC
c. Hasil tes mantoux >5mm

17
d. Seorang yang sedang menderita inveksi HIV
e. Seorang mengonsumsi obat imunosupersi atau mendapat radioterapi
f. Menderita gizi buruk
g. Menderita demam tinggi

5. Efek Samping 8,9


a. Reaksi normal
Bakteri BCG ditubuh bekerja dengan sangat lambat. Setelah 2 minggu
akan terjadi pembengkakan kecil merah di tempat penyuntikan dengan
garis tengah 10 mm. Setelah 2-3 minggu kemudian, pembengkakan
menjadi abses kecil yang kemudian menhadi luka dengan garis tengah
10 mm, jangan berikan obat apapun pada luka dan biarkan luka
terbuka atau bila akan ditutup gunakan kasa kering. Luka tersebut
akan sembuh dan meningalkan jaringan parut tengah 3-7 mm.
b. Reaksi berat
Kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat atau abses yang
lebih dalam, kadang juga terjadi pembengkakan di kelenjar limfe pada
leher atau ketiak, hal ini disebabkan kesalahan penyuntikan yang
terlalu dalam dan dosis yang terlalu tinggi.
c. Reaksi yang lebih cepat
Jika anak sudah mempunyai kekebalan terhadap TBC, proses
pembengkakan mungkin terjadi lebih cepat dari 2 minggu, ini berarti
anak tersebut sudah mendapat imunisasi BCG atau kemungkinan anak
tersebut telah BCG.

6. Kemasan10
Kemasan ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin. Setiap
ampul vaksin dilarutkan dengan 4 ml NaCl 0,9% sama dengan 80 dosis,
namun efektivitasnya dilapangan 2-3 dosis.

18
Gambar 7. Vaksin BCG dan pelarut

7. Cara Penyimpanan2,8
Kemasan Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari,
disimpan dalam suhu 2-8 derajat Celcius dan tidak boleh beku. Vaksin
BCG yang telah diencerkan harus dipergunakan dalam waktu 3 jam.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Departermen Kesehatan RI. 2013. Pedoman nasional pelayanan kedokteran


tata laksana tuberkulosis.
2. Ranuh, Hariyono, Sri, dkk. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta:
Satgas Imunisasi IDAI.

3. World Health Organization.2004. Imunization in Practice.Geneva,


Switzerland.
4. Damayanti dian. 2008. Imunisasi Non PPI. Jember: FK UNEJ
5. Departemen Kesehatan R.I. 2006. Modul Materi Dasar Kebijakan Program
Imunisasi.Jakarta
6. Ganardi. 2000.Imunisasi. Jakarta: Media dika
7. Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet.
ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.
8. Pusponegoro.2004.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: IDAI
9. Proverawati, Atikah. Dan Citra Setyo Dwi Andhini. 2010. Imunisasi dan
Vaksinasi.Yogyakarta: Nuha Medika
10. Sri Rezeki Hadinegoro. 2011. Panduan Imunisasi Anak: Mencegah Lebih
Baik Daripada Mengobati. Jakarta: IDAI.

20
LAMPIRAN

Keterangan: Orangtua pasien sedang menandatangani lembar persetujuan tindakan

21
Keterangan: Tindakan imunisasi BCG

22
23
Keterangan: Buku catatan Imunisasi

Anda mungkin juga menyukai