Anda di halaman 1dari 13

Anti histamine dalam praktek dokter sehari hari

Sudigdo adi

Pasca Sarjana FK-UNPAD

Bandung

Abstrak

Di dalam makalah singkat yang akan dibawakan pada pertemuan ilmiah


dengan para dokter umum dan atau ahli penyakit kulit ini diuraikan beberapa
aspek pengertian dasar apa , mengapa dan bagaimana mekanisme sekresi
histamine pada saat ada paparan alergen pada manusia, dan juga dibahas
tentang mastosit dan peran pengetahuan imunulogi dapat dipakai sebagai
dasar pijakan praktis dalam melakukan terapi pada penderita alergi kulit yang
yang memerlukan .

Kata kunci:

Histamin, anti histamine, aktifasi mastosit

Abstract:

The short review of the use antihistamine in the meeting of general


practionist and dermatologist consists of what, where , when and how
histamine should be use to combat inflamation caused by histamine release.
Also little bit basic knowledge of the phyisiologi of histamine secretion by
mastocytes and also the role of immunologic mechanism of inflammation in
skin allergy. Hopely this basic knowledge will give sufficient enoguh for the GP
in their daily services.

Key words:

Histamine, Antihistamine, mastocyte activation

PENDAHULUAN

Pada kenyataannya mahluk hidup baik mulai dari mahluk uniseluler


sampai yang sangat canggih ( sophisticated ) mempunyai suatu sistem
pertahanan terhadap adanya stimuli eksogen maupun endogen yang sudah
sangat canggih di dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka dengan
adeanya suatu respon yang bersifat sangat terkoordinasi dan menghasilkan zat
yang kita kenal sebagai hormone atau neurotransmiter. Penggunaan anti
histamin pada berbagai penyakit sangat banyak digunakan, terutama pada
penyakit kulit oleh para dermatologist sering kali menjadi semacam keharusan
menuliskan peresepan bagi para penderita kelainan kulit. Pada dekade
sebelum awal abad ke XX banyak penelitian tentang publikasi tentang
histamine dan sampai saat ini pun penelitian berusahaha mencari obat yang
sangat berguna namaun dengan efek sampan sesedikit mungkin. Pada
makalah singkat ini , karena keterbatasan kemapuan penulis, maka akan
dibahas secara singkat peran Reseptor histamine , H-1 dan H2 antagonis, dan
beberapa efek samping yang tidak dikehendaki terutama didalam
penggunaannya pada penyakit alergi yang secara sanagt superficial penulis
dalami.

Protein G atau (G- proteiproses respon sel terhadap paparan bahan


asing dari lua atau yang sering disebut antigen.

Apakah Histamin itu ?

Histamin merupakan suatu protein yang disekresi oleh di CNS


misalnya di bagian medulla oblongata posterior, atau ujung serat sraf non
synaptic yang tanpa bungkus myelin ( non myelinated nerve fiber) dan
bereaksi terhadap nerve ending mediator yang disekresi pada reaksi tipe
cepat ( hypersensitivity reaction type I) dan merupakan substansi kimiawi yang
pertama kali diketahui di sekresi oleh sel mastosit yang mempunyai efek yang
luas pada berbagai aktifitas biologis yang terjadi apabila suatu sel atau
organism terpapar oleh nya .

Substansi yang dikeluarkan oleh karena adanya paparan suatu zat yang
melakukan stimuli terhadap protein G dikenal sebagai histamine. Sampai saat
ini telah diketahui ada 4 macam reseptor histamine pada berbagai sel yang
sekarang dikenali yaitu reseptor tipe 1, sd tipe 4, namun demikian yang sudah
banyak diketahui dan dipakai secara luas untuk menghambat histamine adalah
antagonist reseptor type 1,2 sedangkan tipe 3 serta tipe 4 masih perlu dan
masih dlakukan penelitian di berbagai negara maju. Khusus di dalam makalah
singkat ini akan penulis bahas bagaimana pengaruh histamine pada region
dermo-epidermal yang merupakan keahlian dokter spesialis kulit pada
umumnya dengan mempelajari atau melihat mekanisme sekresi dari sel
mastost setelah mendapatkan paparan dalam proses inflamasi

Sinyal adanya paparan benda asing

Paparan suatu benda asing merupakan suatu rangsangan kepada suatu


organism tertentu, sehinggga oragnisme itu akan mencoba memrtahankan diri
dan melakuan elimminasi paparan dari benda sing tersebut. System
pengendalian organism terhadap benda asing itu dikenal dengan system
perttahanan tubuh atau system imunitas. Sebenarnya system imunitas itu
bermaksud sebagai suatu alat untuk survival pada mahluk terten, dan pada
mahluk derajat perkembangan evolusi yang tinggi seperti pada manusia system
imunita stubuh sudah berkembang sangat komplek, sehingga akan sulit di
pelajari dalam waktu yang pendek. Hasilnya apabila system inunitas itu berhasil
menangkal paparan zat asing apaun bentuknya, maak organismyang terpapar
dapat mempertahankan diri dari paparan tersebut. Namun ada suatu kondisi
yang mungkin terjadi itu adalah respon organisam tidak membuat menjadi
sehat akan tetapi akan memberikan respon yang berbeda dengan yang
diharapkan. Ini disebut respon hypersensitivitas. Dalam ilmu imunologi secara
global dikenal ada responyang bersifat segera dan ada yang bersifat lambat,
dan reaksinya bias dengan respon humoral atau respon seluler yang berfungsi
mempertahankan diri dari organima sma tersebut.

Dalam memberikan respon terhadap benda asing itu dalam ilmu


imunologi, ada respon humoral dan system seluler yang sebenarnya hal ini
tidakl;ah merupakan suatu system yang terpisah, akan tetapi merupakan
system yang terpadu dan terintegrasi dengan baik. Hal ini disebabkan adanya
adanya suatu alat penerima yang dapat meneruskan sinyal yang diterima dan
di jawab oleh system pertahanan tubuh atau system imunologi.

Hal yang penting diingat pada system imunologi adalah adanya benda
asing ( antigen ) adanya suatu alat menangkap antigen ( resepptor) dan adanya
system mekanisme penerusan adanya tanda atau sinyal bahwa ada suatu zat
asing yang tertangkap oleh reseptor tersebut, sarta anya suatu zat yang dapat
meneruskan sinyal itu kepada suatu sel yang tepat yang dapat memberikan
respon tersebut. Sehingga apakah organism akan menerima paparan benda
asing sebagai suatu ancaman atau bukan ancaman tergantung pada respons
alat penyampai pesan dari reseptor awal yang menerima paparan benda asing
tersebut. Disini ibarat rumah ada pagar, ada bel , ada pembantu rumah yang
akan bertanya kepada tamu apakah dia sudah kenal atau belum, si pembantu
akan menterjemahkan dan menyampaikan kepada tuan rumah.

Nah dalam system petrahanan tubuh kita itu, ada suatu system seperti
bel pintu fungsinya , yaitu protein G yang kan menterjemahkan adanya zat
asing kepada inangnya, sehingga sang tuan rumah mampu mengerti apakah
tamu itu sahabat atau harus diusir dan atau ditokal. Pada tingkat seluler itu
adalah suatu protein yang akan melakukan warning kepada system
pertahanan tubuh atau sostem imunitas. Sehingga sel pertahanan tubuh akan
mengeluarkan suatu zat yang dapat melakukan netralisasi atau menolak zat
asing tersebut derngsan mengeluarkan suatu zat tertentu . Zat yang
dikeluarkan itu maksudnya adalah melakukan aktifasi sel itu antara lain adalah
histamine . Salah satu zat yang aktifasinya melalui protein G itu adalah
HISTAMIN yang merupakan suatu protein amina tunggal ( mono amin) dan
bersifat sebagai suatu neuro transmitter. Amina ini disintesa pada suatu
neuron tertentu di nucleus Tuberosus di daerah hypothalamus, pada mamalia
protein ini berfungsi sebagai pengatur tidur, dan bangun nya mamalia,
beberapa hormone tertentu dan melakukan control pada aktifitas cardio
vaskuler (1). Oleh karena sampai saat ini kenal banyak anggota protein yang
berfungsi sebagai alat penerima sinyal itu, maka ia disebut sebagai G- protein
atau protein G yang berperan sangat penting dalam proses respon sel dalam
mengahdapi stimulasi dari luar. Reseptor tersebut adalah suatu protein yang
dapat mengahantarkan sinyal kepada inti sel untuk melakukan suatu produksi
dan sekresi zat tertentu yang dapat menimbulkan efek kepada individu atau
mahluk tertentu.

Dengan mengetahui mekanisme bagaimana sekresi histamine terjadi


dan bagaimana ia akan di hambat aktifitas biologiknya oleh suatu yang kita
kenal sebagai antihistamin akan sangat membantu pengertian kita didalam
mengatasi berbagai efek biologis yang timbul ok adanya sekresi histamin, maka
diharapkan kita dapat menggunakan obat2 anti histamine dengan baik.

Respon terhadap histamine dapat timbul oleh karena adanya reseptor


di pemukaan membrane sel, dan respon dapat timbul oleh karena adanya
suatu ikatan stimuli dengan reseptornya, akhir merangsang produksi histamine.
Berbagai mediator radang yang berasal dari sekresi mastosit merupakan zat
yang sangat berpengaruh pada pathogenesis penyakit alergi, terutama yang
merupskakan akibat respon imun tipe I ( immediate type). Mediator penyakit
alergi yang pertama kali dkenal adalah histamine, yang sampai sekarang masih
dianggap sebagai suatu mediator utama di dalam timbulnya penyakit alergi
yang disebabkan oleh reaksi inflamasi tipe cepat. Pada awalnya histamine itui
d;lasporkan sebagai penemuan oleh Dale & Laidlaw (1911) kemudian
hubungannya dengan mastosit oleh Riley & West ( 1953). Semenjak itu
banyak para ahli yang mempelajari secara ekstensif bagaimana mekanisme
nya sampai terjadi degranulasi matosit dan sampai di temukannya beberapa
macam receptor yang dikenal dengan reseptor H-1, H-2 dan H-3. Di dalam
makalah singkat ini akan disampaikan proses faali bagaimana histamine
dikeluarkan dari sel massstosit serta pengaruhinya kepada sel target.

MASTOSIT

Mastosit adalah golongan sel darah putih yang merupakan sel yang
berasal dari sel induk myeloid, namun berbeda sifat dengan sel Basofil.selain
dia berperan dalam reaksi alegi , mastosit juga merupakan sel yang berpotensi
sebagai sel imun, dan dapat mebantu regerasi kerusakan jaringan. Didalam
sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung histamine, heparin dan
sedikit zat antikoagulan .pada keadaan reaksi inflamasi yang disebabkan oleh
mekanisme alergi atau hypersensitifitas , maka peranan eosinofil dan berbagai
sitokin berperan pada proses inflamasi yang disebabkan oleh paparan antigen
atau adanya reaksi alergi. Sehingga sampai saat ini sel eosinofil dianggap
sebagai suatu tanda adanya reaksi radang oleh karena proses hiperrsensitifitas
atau alergi. pada salah satu penenelitian dengan cairan bronkus penderita
asam dikatatakan hamper 60% terdiri atas sebukan sel eosinofil (2,3).

Persamaan struktur epitel pada saluran nafas dan pada kulit dapat
pula dijadikan model pembelajaran bagaima sel mastosit berperan dalam
proses penyakit kulit yang diakibatkan oleh adanya reaksi hypersensitifitas.
Demikian pula di tengarai bahwa sebagai jaringan epitel yang apabila terkena
paparan suatu zat alergenik akan menunjukkan [persamaan pola reaksi antara
sel di daerah dermo- epidermal dan epitel saluran nafas.

Hal ini tampak pada pengamatan dengan mikroskop bahwa sebukan sel-
sel pada daerah peradangan terdiri atas sebukan sel eosinofil dan mastosit,
ditempat terjadinya reaksi alergi apada daerah dermo epidermal juga dapat
menjadi bukti bahwa peranan reaksi inflamasi yang di sebabkan oleh
mekamisme hipersensitifitas dapat pula terjadi dan dijadikan model adanya
berbagai penyakit kulit alergi.(5,6).

Setelah sampai pada ujung syaraf perifer ( free nerve ending ) dan
timbul reaksi indflamasi sebagai akibat reflex axonal { maka ujung syaraf
akan mesekresi neuropeptida ( substansi protein P) yang maksudnya
melakukan proteksi terhadap inflamasi tersebut yang bermanifestasi sebagai
nyeri sub luminal atau rasa gatal , dan mengakibatkan vaso dilatasi dan akan
ditafsirkan oleh sistem pertahanan tubuh dengan mengeluarkan antinya
tergantung pada organ ditempat yang terkena paparan histamine, misalnya di
lambung, permukaan kulit , dan lain sebagainya.

Pada saat ini pathogenesis adanya rasa nyeri subliminal pada kulit
dengan ditandai adanya urtika, eritema dan gatal merupakan obyek yang
seingkali membuat pusing dokter umum maupun dokter kulit pada umumnya .
Pengetahuan dasar mekanisme ini, merupakan suatu dasar pengertian
bagaimana mengobati rasa gatal baik melalui mekanisme sentral di daerah
medulla oblongata posterior, atau medulla spinalis maupun di daerah perifer
dari ujung syaraf sensoris. Mekanisme adanya paparan zat asing, kemudian
timbul vasodilatasi, rangsangan nerve ending oleh karena adanya ekstravasasi
cairan dan akan memberikan tekanan pada nerve ending dan akan di
terjemakan sebagai suatu nyeri su luminal. Ini oleh kesadaran otak akan
diterjemahkan sebagai gatal. Adanya edema local dan nyeri sub luminal akan
kelihatan pada kulit sebagai eritema , gatal dan kadang disertai adanya urtika.
Didalam lingkup dermatologi, maka pengetahuan dasar sekresi zat penyebab
vasodilatasi, edema dan gatal itu, maka kita harus mengerti bagaimana zat
asing menimbulkan reaksi imunologis .

Hal ini dimungkinkan oleh karena sel Mast mempunyai suatu reseptor
yang dapat menangkap molekul IgE, sehingga dapatr memicu sekresi zat ysng
dapat meyebabkan reaksi alergi tipe 1 yang disebabkan oleh adanya zat
alergenik yang akan ditangkap oleh molekul IgE melalui8 reseptor Fc yang
secara imunologis dikenal sebagai FcR-1 pada dinding sel mastosit , yang
selanjutnya memicu rantaian reaksi dan aktifasi berbagai aktifitas intraseluler
yang akhirnya akan melakukan sekresi berbagai zat .vaso aktif amin penyebab
radang yang dapat ditafsirkan sebagai gatal dasn seing disebut sebagai reaksi
alergi berupa anafilaksis, atau timbulnya reaksi alergi pada kulit. Selain itu
timbulnya rasa gatal oleh karena pelepasan histamine juga dapat timbul oleh
karena beberapa inductor misalnya pada ujung serabut syaraf C-fiber yang
yang bersifat sensitive ok serabut ini tidak dilengkapi dengan lapisan myelin
pada permukaan serabutnya. Selain itu ransangan nyeri sub luminal yang
ditafsirkan sebagai rasa gatal juga dapat disampaikan kepada system syaraf
sentral melalui serabut yang non sensitive terhadap penghambatan sekresi
histamine oleh suatu protease yang dikeluarkan oleh PAR-2 dan serabut syaraf
C yang tidak peka terhadap rangsangan mekanis. terhadap rangsangan kepada
serabut syayaf tipe C.
Secara imunologis, maka respon dari system imunitas itu dapat
dilihat pada bagan adanya paparan benda asing atau antigen terhadap sel
effektor dalam gejala klininis akan tampak sebagai timbulnya tanga radang
yaitu kemerahan , bengkar oleh karena adanya vasodilatasi dan neri..
Penafsiran rasa nyeri sub luminal itu ditafsirkan sebagai rasa gatal. Untuk
mudahnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Gambar 1

Degranulasi Mastosit
Tampak pada gambar di atas, bagaimana allergen dapat memicu
berbagai proses inflamasi yang terjadi baik melalui ujung syaraf tanpa selubung
myelin, atau timbulnya vaso dilatasi dan adanya edema lokal pada organ target.
Ketiga tanda radang itu di dalam organ kulit dapat dirasakan sebagai rasa gatal
oleh karena adanya sekresi histamin dari mastosit tersebut. Papabila reaksi
edema dan nyeri itu bersifat local maka penggunaan anihistamin akan sangat
berguna, namun apabila reaksinya sangat berat dan cepat pemberian obat2
vasokonstriktor dan anti inflamasi kuat misalnya golongan steroid sangat perlu
dipertimbangkan.

PERANAN PROSES INFLAMASI TERHADAP REGULASI SEL TH-1 DAN


TH-2

Didalam proses inflamasi imunologik sudah lama diketahui adanya


hubungan yang sangat erat antara produkjsi antibodi didalam proses reasksi
humoral dan timbulnya respon seluler pada proses inlamasi imunologikk yang
terjadi.proses masuknya antigen,tergantung dosis, jenis dan jalan ( route)
antigen tersebut akan sangat menentukan bagaimana respon system imunitas
tubuh memberikan respon terhadap paparan antigen tersebut , apakah akan
timbul respon yang bersifat TH-1 atau TH-2. Apabila yang dominan adalah
respon TH-2 , maka respon humoral yang menggunakan efektor molekul IgE
maka akan merangsang respon lebih jauh dengan pengaruh dan atau bantuan
sitokin IL-4 yang merangsang produksi dan diferensiasi sitokin sel TH-2
bewrsama dengan bantuan IL-10 yang akan menghambat aktifitas sel TH-1

Gambar 2

Skema Aktifasi Th-1 dan Th-2 pada paparan allergen (10)


Kalau terjadi paparan allergen pada kulit atau saluran nafasatau melalui
system gastrointestinal atau paparan lansung pada kulit, dan berulang dapat
saja akan terjadi keadaan yang kita kenal dengan reaksi anafilaksis, atau
utikaria dan pruritus yang sering pula tidak kita ketahi etiologinya.

Reaksi gatal dapat pula terjadi pada penyakit yang kita kenal dengan
syndrome mastosit ataau mastositosis, namun pada reaksi anfilaksis yang di
sebabkan ooleh adanya paparan antigen bukan merukan sinroma
mastosistisoleh karena pada mastositosis dikatakan bawa jumlah sel
mastositnya tidak berubah drastic sedang pada mastositosis terjadi
peningkatan sel mastosit yangmasif dan berlebihan serta memberikan reaksi
yang berkepanjangan. Penyakit ini sering kali Nampak gejalanya pada kulit, dan
kadang2 dapat merangsang timbulnya reaksi anafilaksis, kenapa terjadi seperti
ini? Sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan jelas , sehingga masih
menjaddi obyek penelitian yang cukup intens bagi peneliti ilmu dasar maupun
kesulitan penanggulannya bagi klinisi. Penyakit ini tergolong suatu kelainan
imunologis yang disebabkan oleh karena sel mastositnya secara berlebihan
melepaskan mediator kimiawi, menghasilkan serangkaian gejala kronis,
kadang-kadang termasuk anafilaksis ( [4] [5] [6] . Sering kali gejala utama yang
diketahui adalah gejala yang menyangkut masalah kardiovaskular,
dermatologis, gastrointestinal, neurologis dan pernafasan. ( [(7,8)
Antihistamin secara umum

Antihistamin adalah obat yang biasa digunakan untuk mengobati reaksi


atau gejala alergi, seperti hay fever (rinitis alergiBeberapa reaksi alergi yang
dapat diatasi dengan antihistamin, antara lain bersin2 oleh karena paparan
serbuk bunga tertentu, kaligata atau urtikaria atau gigitan serangga. Ada dua
macam antihitamin, yaitu sedative dan non sedative antihistamin. Pada reaksi
alergi, sistem kekebalan tubuh akan bereaksi terhadap zat yang sebenarnya
tidak berbahaya, seperti serbuk sari. Cara kerja Antihistamin adalah dengan
melakukan blokade efek histamin yang timbul sebagai akibat paparan sesuatu
zat yang pada individu tertentu di dalam tubuh Anda, yang akhirnya akan
membantu mencegah peradangan dan meredakan reaksi alergi. Dalam praktek
sehari2 ada beberapa jenis anti hitamin yang ada di dalam pasaran, obat ini
sering kali dipakai dalam usaha mengurangi gejala yang timbul sebagai akibat
sekresi histamine yang berlebihan .

Pada saat ini ada dikenal Golongan anti histamine berdasarkan


penemuan dan efeknya yaitu golongan sedative dan non sedative, sementara
dalam penelitian ada golongan ketiga dan keempat yang masih belum
digunakan di dalam praktek sehari hari. Contoh misalnya golongan sedative
adalah chlorphenamine, promethazine, ketotifen, alimemazine, cyproheptadine,
hydroxyzine, dan clemastine. Contoh obat antihistamin generasi kedua yang
kurang atau tidak menyebabkan rasa mengantuk adalah loratadine,
fexofenadine, cetirizine, mizolastine, desloratadine, acrivastine, dan
levocetirizine.

Terapi penggunaan antihistamin yang rational

Penggunaan antistamin mejadi penting oleh karena semakin banyaknya


paparan benda asing pada manusia, seiring kemajuan teknologi makanan,
minuman yang berkembang saat ini, sehingga pemilihanantihistamine yang
tepat sangat membantu bagi para penderita yang m,engalaminya. Juga
pemilihan jenis mana, serta dimana tititik tangkap nya maka akan sangat
membantru mengatasi gejala alergi yang disebabkan aktifasi Fc-R1 pada
dinding mastosit oleh IgE yang telah berikatan dengan antigennya.

Penggunaan antihistamin jenis yang terbaru mungkin dapat di


pertimbangkan selain antihistamin yang bersifat sedikit sedative dan berefek
jangka panjang pada penyakit alergi oleh karena reaksi hipersensitifitas tipe
cepat. Pada akhir 2 ini banyak ditemukan berbagai jenis antihistamin yang baru,
baik sebagai anti histamine golongan 1, 2 atau 3 dan 4., apakah dia bekerja
singkat, atau jangka panjang merupakan pertimbangan yang penting.
Penggunaan anti histamine yang masa paruhnya panjang perlu hati2 dan
dperhatikan aktifitas dan jenis pekerjaan penderita yang akan diberi mengingat
efek sampinbgnya adalah rasa mengantuk, dan letih sering kali mengganggu
aktifitas penderita, Histamine yang secara skematik dapat dilihat pada gambar
tersebut siatas, tampak bahwa histamine akan bekjerja pada beberapa organ
baik mpada ujung syaraf perifer, pada dindinfg pembuluh darah, sehingga akan
timbul kemerahan sebagai akibat adanya vasodilatasi , edema pada bebrapa
organ misalnya pada bronkus.

Ringkasan

Dengan mengetahui mekanisme sekresi histamine sebagai suatu


mediator hasil dari proses inflamasi yang mengaktifasi sel penghasil histamine
serta organ targetnya , maka kita dapat memilih anti histamine golongan yang
mana secara bijak yang akan kita gunakan. Pemilihan apakah anti histamine
long acting atau yang short acting tergantung pada gejala klinis yang ada.
Demikian pula pemilihan yang sedative atau non sedative, perlu
dipertimbangkan dengan seksama melihat berbagai factor aktifitas, dan
kegunaan serta target pengobatan yang bagaimana akan di capai.ahti dengan
melihat aktifitas penderita yang memerlukan anti histamine yang mana yang
akan kita berikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rob Leurs, Matin JSmith, Hendrik Timmerman : in Histamin&H-1


reseseptor antagonist in allergic disease .
2. Schwartz, JC; Arrang JM , Garbarg, M; Pollard,H; Ruat ,M :
histaminergic trnsmissionin mammalian brain. Physiol rev (1991) :71:1-
51.
3. Frick. WE, Sedwick,JN., Busse, WW: The appearance of hypodense
eosinophils in antigen dependent late phase astma . : Nn.Rev Respir
Dis (1989): 139: 1401-1406
4. SedgwickJB.,m Calhoun WJ., Gleich GJ . , Kita H., Schwatrtz LB.,
VolvitzBen Yakov M., Busse WW : Immediate and late inflammatory air
way respons in allergic rhinitis patients to segmental antigen chalernge.
Am rTRev Respir Dis 191: 144: 1274-1281.
5. Dale, HH, Laidlaw, PP: The Physiologic action of
imidazolylethylamine. J Physiol . l(1911);41:318-144
6. Riley, JF;West DB : Histamin and tissue mast cell. J.Physiol (1953):
528-537
7. da Silva EZ, Jamur MC, Oliver C (2014). "Mast cell function: a new
vision of an old cell". J. Histochem. Cytochem. 62 (10): 698738.
8. Polyzoidis S, Koletsa T, Panagiotidou S, Ashkan K, Theoharides TC
(2015). "Mast cells inmeningiomas and brain inflammation". J
Neuroinflammation. 12 (1): 170.
9. Marieb, Elaine N.; Hoehn, Katja (2004). : Human Anatomy and
Physiology (6th ed.). San Francisco: Pearson Benjamin Cummings.
p. 805. ISBN 0-321-20413-1.
10. Cofffmaann , RL :in Allergy & Immunology (367-378 ) Marcel Dekker
Inc, New York ( 1994) :The control of differentiation and function of TH-2
subset of CD4 (+) T-cells .in eosinophills
11. Prussin C, Metcalfe DD (February 2003). :. IgE, mast cells, basophils,
and eosinophils". The Journal of Allergy and Clinical Immunology. 111 (2
Suppl): S486 94
12. Akin C (2015). " : Mast Cell Activation Syndromes Presenting as
Anaphylaxis". Immunology and Allergy Clinics of North America. 35 (2):
27785.
13. White, Andrew, Dr. : "A Tale of Two Syndromes POTS and MCAS".
The Dysautonomia Dispatch. Dysautonomia International, 17 Feb. 2015.

Anda mungkin juga menyukai