Anda di halaman 1dari 9

P3

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Harga Orde Reaksi Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH
Tabel 4.1 Nilai Regresi Kuadrat dari Grafik Orde 1 dan Orde 2 pada Setiap Variabel
R2
Variabel
Orde 1 Orde 2
1 0,8917 0,9201
2 0,7904 0,8930
3 0,8665 0,8828

Tabel 4.1 menunjukkan nilai regresi kuadrat dari grafik orde 1 dan orde 2 pada tiap
variabel. Variabel 1 terdiri dari NaOH 0,02 N dan etil asetat 0,06 N, variabel 2 terdiri dari
NaOH 0,04 N dan etil asetat 0,06 N, dan variabel 3 terdiri dari NaOH 0,06 N dan etil
asetat 0,06 N. Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat secara keseluruhan bahwa nilai
regresi kuadrat pada orde 2 lebih besar daripada orde 1.
Untuk mengetahui orde reaksi penyabunan etil asetat dengan NaOH pada proses
batch kita dapat menggunakan metode integral, yaitu dengan menebak mekanisme reaksi
dari yang sederhana yaitu orde 1 hingga orde 2 dan memplotkan data yang didapat dari
praktikum ke dalam sebuah grafik fungsi waktu atau f(x) = f(t). Untuk orde 1 maka yang
diplot pada sumbu y adalah ln(Ca/Ca0), untuk orde 2 dimana Ca = Cb maka yang diplot
pada sumbu y adalah 1/Ca, sedangkan untuk orde 2 dimana Ca Cb maka yang diplot
pada sumbu y adalah ln(Ca/Cb). Langkah selanjutnya adalah menentukan grafik yang
paling linear dengan membandingkan nilai regresi kuadrat dari masing-masing grafik orde
1 dan orde 2. R2 atau koefisien determinasi adalah suatu metode analisis statistik yang
digunakan untuk melihat pengaruh antara dua atau lebih variabel. Hubungan antar variabel
tersebut bersifat fungsional yang diwujudkan dalam suatu model matematis. Pada analisis
regresi, variabel dibedakan menjadi dua bagian, yaitu variabel repsons (response variable)
dan variabel bebas (independent variable). Salah satu cara melihat kelayakan model
regresi ialah dengan cata melihat nilai R2 dalam regresi. Semakin mendekati 1 nilai R2
maka kesesuaian model semakin tinggi sebaliknya nilai R2 semakin rendah kecocokan
model semakin rendah. Nilai R2 merupakan nilai koefisien korelasi Pearson yang
dikuadratkan. Oleh karena itu, jika koefisien korelasi kecil maka nilai R2 juga akan kecil
(Levenspiel, O. 1999).
Dari data hasil percobaan trial yang ada pada tabel diatas, reaksi orde 1 didapatkan
nilai regresi kuadrat pada variabel 1, variabel 2 dan variabel 3 masing-masing adalah
0,8917; 0,7904; 0,8665. Sedangkan pada kondisi rekasi orde 2 didapatkan nilai regresi

14
P3

kuadrat pada variabel 1, variabel 2 dan variabel 3 masing-masing adalah 0,9201; 0,8930;
0,8828. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orde reaksi untuk variabel 1, variabel 2 dan
variabel 3 adalah orde 2. Fenomena ini terjadi karena reaksi penyabunan adalah reaksi
biomolekular irreversible.
Hal ini juga telah sesuai dengan referensi yang ada dimana reaksi etil asetat dan
NaOH adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + C2H5OH
Jika reaksi di atas adalah reaksi elementer, maka orde reaksinya adalah orde 2. Orde
reaksi dicari dari persamaan :
-rA = k [CH3COOH] [NaOH]
-rA = k [Ca] [Cb] dimana Ca = Cb
-rA = k [Ca]2
Pada reaksi elementer, orde reaksi dicari dengan melihat pangkat konsentrasi
reaktan sedangkan untuk reaksi non elementer, orde reaksi dicari melalui perhitungan data
hasil percobaan. Dan juga diketahui bahwa etil asetat yang dipakai bukanlah larutan encer
sehingga pada persamaan kecepatan reaksinya nilai orde tiap reaktan tidak bisa dianggap
sama dengan nol (Levenspiel, O. 1999).

4.2 Penentuan Harga Konstanta Kecepatan Reaksi Penyabunan Etil Asetat dengan
NaOH
Tabel 4.2 Nilai Konstanta Kecepatan Reaksi (k) pada Setiap Variabel
Mol NaOH : Mol Nilai k Percobaan Mol NaOH : Mol Nilai k Referensi
Etil Asetat (L/mol.menit) Etil Asetat (L/mol.menit)
1:3 0,0725 1:3 0,0375
2:3 0,3050 1:2 0,0500
1:1 0,5620 1:1 0,1030

Reaksi yang terjadi pada percobaan penyabunan etil asetat dengan NaOH adalah:
CH3COOH + NaOH CH3COONa + C2H5OH
Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) dapat diperoleh dari proses reaksi secara batch. Orde
2 reaksi dapat dicari dengan persamaan:
-rA = k [CH3COOH] [NaOH]
-rA = k [Ca] [Cb] dimana Ca = Cb
-rA = k [Ca]2
Orde 1: -ln (Ca/Ca0) = k.t
Orde 2: 1/Ca = k.t + 1/Ca0

15
P3

Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa reaksi penyabunan etil asetat dengan
NaOH merupakan reaksi orde 2. Harga konstanta reaksi (k) dapat diketahui setelah
menentukan orde reaksi dengan membuat persamaan linear dan gradien yang diperoleh
dari grafik adalah harga konstanta laju rekasi penyabunan etil asetat.
Berdasarkan referensi (Kartika, 2016) dengan kondisi operasi 30C disertai dengan
pengadukan, larutan yang digunakan adalah larutan NaOH 0,2 N, larutan etil asetat (0,2
N; 0,4 N; 0,6) dengan perbandingan reaktan (1:1, 1:2, 1:3). Sedangkan pada percobaan
yang kami lakukan dengan kondisi kondisi operasi 30C disertai dengan pengadukan,
larutan yang digunakan adalah larutan NaOH 0,06 N, larutan etil asetat (0,02 N; 0,04 N;
0,06) dengan perbandingan reaktan (1:1, 2:3, 1:3). Karena ada 2 perbandingan mol yang
sama maka hanya ada 2 variabel yang dapat dibandingkan yaitu perbandingan mol 1:3 dan
1:1. Berdasarkan referensi (Kartika, 2016) didapatkan harga konstanta kecepatan reaksi
(k) pada perbandingan mol 1:3 dan 1:1 berturut-turut adalah 0,0375 L/mol.menit dan
0,1030 L/mol.menit. Jika dibandingkan dengan hasil percobaan, didapatkan harga
konstanta reaksi (k) pada perbandingan mol 1:3 dan 1:1 berturut-turut adalah 0,0725
L/mol.menit dan 0,5620 L/mol.menit. Harga konstanta reaksi (k) pada percobaan lebih
besar dari harga konstanta reaksi (k) referensi. Hal ini disebabkan karena perbedaan
konsentrasi reaktan awal, perbedaan kosentrasi titran HCl dan perbedaan waktu
pengambilan sampel yang digunakan pada percobaan dengan referensi.
Pada referensi digunakan larutan NaOH yang lebih besar yaitu 0.2 N sedangkan
pada percobaan digunakan larutan NaOH 0.06 N. Pada referensi digunakan larutan etil
asetat yang lebih besar yaitu (0,2 N; 0,4 N; 0,6 N) sedangkan pada percobaan digunakan
larutan etil asetat (0.02 N; 0,4 N; 0,6 N). Maka, harga konstanta reaksi yang diperoleh
lebih besar pada percobaan daripada referensi karena konsentrasi dan harga konstanta
reaksi berbanding terbalik sesuai dengan persamaan:
-rA = k [Ca] [Cb]
Semakin besar konsentrasi rekatan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan
reaksinya (Levenspiel, O. 1999).

16
P3

4.3 Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Konstanta Kecepatan Reaksi Penyabunan


Etil Asetat dengan NaOH
Tabel 4.3 Nilai Konstanta Kecepatan Reaksi pada Setiap Variabel
Variabel k (L/mol.min)
1 0,0725
2 0,3050
3 0,5620

Tabel 4.3 menunjukkan nilai konstanta kecepatan reaksi penyabunan etil asetat
dengan NaOH pada tiap variabel. Variabel 1 terdiri dari NaOH 0,02 N dan etil asetat 0,06
N, variabel 2 terdiri dari NaOH 0,04 N dan etil asetat 0,06 N, dan variabel 3 terdiri dari
NaOH 0,06 N dan etil asetat 0,06 N. Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat secara
keseluruhan bahwa nilai konstanta kecepatan reaksi pada variabel 1 hingga variabel 3
adalah meningkat.
Berdasarkan referensi, semakin tinggi konsentrasi reaktan maka semakin banyak
molekul reaktan yang tersedia. Dengan demikian kemungkinan kontak antar partikel akan
semakin banyak, sehingga kecepatan reaksi juga semakin meningkat (M. Basir Nasution,
2014). Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) dapat diperoleh dari proses reaksi secara
batch. Orde 2 reaksi dapat dicari dengan persamaan :
Orde 2 untuk Ca Cb
0
ln = (0 0 ). . + ln
0
= . +
(0 0 ). . = .
(0 0 ). =

=
(0 0 )
Orde 2 untuk Ca = Cb
k=m
Keterangan :
k : konstanta kecepatan reaksi
m : slope
Ca0 : konsentrasi NaOH awal
Cb0 : konsentrasi etil asetat awal (Levenspiel, O. 1999 hal 42-44)
Sehingga untuk variabel 1 dan 2 menggunakan persamaan orde 2 untuk Ca Cb,
sedangkan variabel 3 menggunakan persamaan orde 2 untuk Ca = Cb. Dari persamaan
tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi NaOH maka semakin kecil
faktor pembagi pada slope, sehingga semakin besar konstanta kecepatan reaksinya. Dan

17
P3

kosntanta reaksi terbesar ada pada reaksi Ca = Cb karena slope tidak memiliki faktor
pembagi.
Data hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan referensi, dimana semakin
besar konsentrasi reaktan (konsentrasi NaOH) maka semakin besar pula konstanta
kecepatan reaksinya. Sehingga nilai konstanta kecepatan reaksi penyabunan etil asetat
dengan NaOH pada variabel 2 memiliki nilai lebih besar daripada variabel 1, karena
konsentrasi NaOH yang ditambahkan juga lebih besar daripada variabel 1. Dan variablel 3
memiliki nilai paling besar karena memiliki konsentrasi reaktan yang paling besar pula.

18
P3

4.4 Perbandingan Hasil Percobaan dan Perhitungan Model Matematis Reaksi


Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Hubungan Ca Praktis vs Ca Matematis pada Penyabunan
Etil Asetat dengan NaOH 0,02 N
0.0375
0.037
0.0365
0.036
0.0355
Ca

0.035 Praktis
0.0345 Matematis
0.034
0.0335
0.033
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
t (menit)

Berdasarkan gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pada variabel 1 (NaOH 0,02 N) pada Ca
praktis memiliki nilai yang lebih besar dari Ca percobaan. Hal ini dikarenakan Ca model yang
diperoleh dari perhitungan matematis menggunakan metode Runge Kutta. Dipilih metode ini
karena Runge Kutta dianggap metode yang memberikan keakuratan tinggi. Perhitungan model
matematis ini tidak dipengaruhi oleh variabel dan kondisi operasi pada saat percobaan.
Sehingga konsentrasi yang ditemukan dengan menggunakan model matematis merupakan nilai
konsentrasi ideal tanpa memperhitungkan variabel dan kondisi operasi.
Konsentrasi model matematis dihitung dari data hasil percobaan yang kemudian
diaplikasikan kedalam metode Runge Kutta. Hasil k1, k2, k3, k4 yang diperoleh dari
perhitungan metode Runge Kutta bernilai positif, sehingga perhitungan model matematis
memiliki nilai konsentrasi yang lebih besar dari pada hasil percobaan. Nilai Ca praktis lebih
kecil dari model matematis karena pada percobaan dipengaruhi oleh variabel beda
perbandingan mol reaktan. Hal inilah yang membuat perhitungan model matematis memiliki
nilai konsentrasi yang lebih besar daripada hasil percobaan (Supriyanto, 2006).

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Hubungan Ca Praktis vs Ca Matematis pada Penyabunan


Etil Asetat dengan NaOH 0,04 N

19
P3

0.03400
0.03350
0.03300
0.03250

Ca 0.03200
0.03150 Praktis
0.03100 Matematis
0.03050
0.03000
0.02950
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
t (menit)

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Hubungan Ca Praktis vs Ca Matematis pada Penyabunan


Etil Asetat dengan NaOH 0,06 N
0.0335
0.033
0.0325
0.032
0.0315
Ca

0.031
Praktis
0.0305
Matematis
0.03
0.0295
0.029
0.0285
0 2 4 6 8 10
t (menit)

Berdasarkan gambar gambar 4.2, dan gambar 4.3, dapat dilihat bahwa pada variabel Ca
praktis memiliki nilai yang lebih kecil dari Ca percobaan. Hal ini dikarenakan Ca model yang
diperoleh dari perhitungan matematis menggunakan metode Runge Kutta. Dipilih metode ini
karena Runge Kutta dianggap metode yang memberikan keakuratan tinggi. Perhitungan model
matematis ini tidak dipengaruhi oleh variabel dan kondisi operasi pada saat percobaan.
Sehingga konsentrasi yang ditemukan dengan menggunakan model matematis merupakan nilai
konsentrasi ideal tanpa memperhitungkan variabel dan kondisi operasi. Sedangkan konsentrasi
yang diperoleh dari percobaan dengan variabel perbandingan mol reaktan merupakan
konsentrasi yang sebenarnya.
Konsentrasi model matematis dihitung dari data hasil percobaan yang kemudian
diaplikasikan kedalam metode Runge Kutta. Hasil k1, k2, k3, k4 yang diperoleh dari
perhitungan metode Runge Kutta bernilai negatif, sehingga perhitungan model matematis

20
P3

memiliki nilai konsentrasi yang lebih kecil dari pada hasil percobaan. Hal inilah yang
membuat perhitungan model matematis memiliki nilai konsentrasi yang lebih kecil daripada
hasil percobaan (Supriyanto, 2006).

21
P3

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Reaksi penyabunan etil asetat dengan larutan NaOH merupakan reaksi orde 2.
2. Pada perbandingan harga k hasil percobaan dan referensi didapatkan harga k pada
percobaan lebih besar, hal ini dikarenakan perbedaan konsentrasi awal.
3. Harga konstanta reaksi (k) sebesar 0,0725 L/mol.menit pada NaOH 0,02 N, 0,3050
L/mol.menit pada NaOH 0,04 N dan 0,05620 L/mol.menit pada NaOH 0,06 N.
4. Pada variabel 1 (NaOH 0,02 N) Ca percobaan memiliki nilai yang lebih kecil dari Ca
model, sedangkan pada variabel 2 (NaOH 0,04 N) dan variabel 3 (NaOH 0,06 N) Ca
percobaan memiliki nilai lebih besar dari Ca model.

5.2 Saran
1. Teliti dalam pengamatan TAT.
2. Mengatur debit input dan output saat proses kontinyu harus seimbang.
3. Pengaturan pengadukan sesuai dengan variabel.
4. Debit reaktan yang masuk pada proses kontinyu harus sama.

22

Anda mungkin juga menyukai