Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200
juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian
maternal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut
adalah perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan
preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%,
dan sebab langsung yang lain 7,9%.1 Seksio sesarea di Amerika Serikat
dilaporkan meningkat setiap tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio
sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan
seksio sesarea primer.

Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG)


menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida dengan
fetus tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut
untuk seksio sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal
distress, dan elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea
pada primigravida sebesar 66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan
dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing 49,7%
dan 51,4% distosia menyebabkan seksio sesarea.

Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger),
dan kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan
salah satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena
ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa
disebut dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul
pada masa dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang
disebabkan oleh rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah
jarang ditemukan, umumnya disebabkan oleh janin yang besar.

1
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktu
melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4cm (Fase laten). Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan
(Joseph, 2010).

KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang


bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada
bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34
minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya
prematuritas dan Respiratory Distress Syndrome (RDS) (Nugroho, 2010).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba untuk membahas


kasus ini di RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Disproporsi Sefalopelvik

a. Definisi

Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakseimbangan antara kepala janin


dan panggul ibu. Disproporsi sefalopelvik timbul dari analisis terhadap ukuran
pelvis yang sempit, berat badan bayi yang besar atau kombinasi keduanya. Pada
keadaan ini janin tidak dapat dilahirkan pervaginam. Keadaan panggul merupakan
faktor penting dalam kelangsungan partus, tetapi yang tidak kurang penting ialah
hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam
perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada disproporsi
cephalopelvic atau tidak.

Masih ada faktor- faktor lain yang ikut menentukan apakah persalinan

pervaginam akan berlangsung dengan baik atau tidak. Akan tetapi faktor- faktor

ini akan dapat diketahui pada waktu persalinan, seperti kekuatan His dan

terjadinya moulage kepala janin. Besarnya kepala janin, khususnya diameter

biparietalisnya dapat di ukur dengan menggunakan sinar rotgen.4 Akan tetapi

sefalometri roentgenologi lebih sukar pelaksanaannya dan mengandung bahaya

seperti pemeriksaan- pemeriksaan roentgenologik lainnya.

Pemeriksaan umum kadang- kadang sudah membawa pikiran kearah

kemungkinan kesempitan panggul. Pada wanita yang lebih pendek dari pada

ukuran normal bagi bangsanya, kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan

pula. Akan tetapi tidak bisa diartikan bahwa seseorang wanita dengan bentuk

3
normal tidak dapat memiliki panggul dengan ukuran- ukuran yang kurang dari

normal. Anamnesis tentang persalinan- persalinan terdahulu dapat memberikan

petunjuk tentang keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar

dengan dilahirkannya janin dengan berat badan yang normal, maka kecil

kemungkinan bahwa wanita yang bersangkutan menderita kesempitan panggul

yang berarti.

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang

penting untuk mendapatkan keterangan yang lebih banyak tentang keadaan

panggul. Dan dilakukannya

pemeriksaan radiologi.

Gambar 2. Cephalopelvic Disproportion4

4
b. Epidemiologi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekan


Baru pada tahun 2007 sekitar 20,20 % dari 99 sampel yang menjalani bedah
Caesar dilakukan atas indikasi CPD.5

c. Etiologi

Penyebab dari Cephalopelvic Disproportion sendiri antara lain oleh karena :


Kapasitas panggul yang kecil atau ukuran panggul yang sempit
Ukuran janin yang terlalu besar atau yang paling sering menyebabkan
CPD
Kelainan posisi dan persentasi dahi atau muka

d. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyebab


CPD itu sendiri. Yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan
ukuran janin yang terlalu besar.

1. Klasifikasi Panggul Sempit

Penyempitan dari rongga pelvis dapat menimbulkan distosia saat


persalinan. Penyempitan rongga pelvis yang dapat terjadi antara lain penyempitan
pintu atas panggul (pelvic inlet), penyempitan pintu tengah panggul (midpelvis),
dan penyempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet), serta kombinasi antara
ketiganya.

a. Penyempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)

Pintu bawah panggul dianggap sempit apabila konjugata vera (diameter


anteroposterior) kurang dari 10 cm dan diameter transversa kurang dari 12 cm. 5.6
konjugata vera diperiksa dengan cara mengukur konjugata diagonal sehingga

5
didapatkan penilaian kasar konjugata obstetri yang biasanya memiliki diameter
1,5 cm lebih kecil dibandingkan konjugata diagonal. Oleh karena itu penyempitan
pintu atas panggul sering didefinisikan sebagai ukuran konjugata diagonal kurang
dari 11,5 cm. Untuk kepentingan persalinan maka diameter biparietal fetus yang
berada dalam batas normal berkisar 9,5-9,8 cm, oleh karena itu persalinan akan
menjadi sulit apabila fetus harus melewati ruangan konjugata vera kurang dari 10
cm.7

b. Penyempitan pintu tengah panggul (midpelvis)

Pintu tengah panggul dianggap menyempit apabila jumlah distansia


interspinarum dan sagital posterior < 13,5 cm. Jika distansia interspinarum kurang
dari 8 cm maka pintu tengah panggul dianggap menyempit, sedangkan bila
distansia interspinarum kurang dari 10 cm maka terdapat alasan bagi kita untuk
mewaspadai kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul2.

c. Penyempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet)

Definisi penyempitan bawah panggul adalah distansia intertuberous ischii


< 8 cm5,6. Pintu bawah panggul dibentuk oleh dua segitiga dengan intertuberous
ischii sebagai dasaarnya. Bagian segitiga anterior sebelah lateral dibatasi oleh
ramus pubis, dan batas puncak segitiga anterior dibatasi oleh bagian inferior
simfisis pubis. Puncak segitiga posterior dibatasi oleh ujung dari vertebra S 3.
Berkurangnya distansia intertuberous mengakibatkan arkus pubis menyempit ( <
90o) sehingga segitiga anterior menyempit. Berdasarkan penyempitan ini, agar
kepala janin dapat lahir diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagan belakang
pintu bawah panggul sehingga kepala terpaksa ke arah posterior. Berhasil atau
tidaknya persalinan tergantung dari ukuran segitiga posterior. Distosia yang
disebabkan penyempitan pintu bawah panggul tidak seberat penyempitan pintu
tengah panggul dan umumnya penyempitan pintu bawah panggul biasanya diikuti
dengan penyempitan pintu tengah panggul.Walaupun distosia yang terjadi pada
penyempitan pintu bawah panggul tidak berat, namun distosia yang terjadi dapat
menyebabkan robekan perineum. Sudut arkus pubis yang tajam menyebabkan

6
occiput tidak dapat keluar secara langsung dibawah simfisis pubis, sehingga
occiput terpaksa bergerak jauh ke bawah mengikuti ramus ischiopubis dan
menyebabkan distensi perineum yang berlebihan sehingga meningkatkan resiko
terjadi robekan perineum.

Pada wanita yang lebih pendek dari pada ukuran normal bagi bangsanya,
kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula. Akan tetapi apa yang
dikemukakan diatas tidak bisa diartikan bahwa seorang wanita dengan bentuk
badan normal tidak bisa memiliki panggul dengan ukuran-ukuran yang kurang
dari normal, ditinjau dari satu atau beberapa bidang panggul.

2. Makrosomia (ukuran fetus besar)

Makrosomia adalah berat fetus diatas 4500 gram.1 Permasalahan yang


timbul pada makrosomia sebenarnya bukan karena kepala tidak melewati panggul,
namun dikarenakan terjadi distosia bahu. Pada tahun 1997 ACOG telah
menyimpulkan bahwa seksio sesarea elektif pada wanita hamil dengan diabetes
hanya rasional pada berat janin > 4250 gram. Sedangkan dua pertiga dari janin
dengan seksio sesarea yang dilakukan setelah kegagalan forcep di Parkland
Hospital memiliki berat rata-rata 3700 gram.

7
Gambar 3. CPD and Arrest of Cervical Dilatation in the Active Phase4

3. Kelainan Posisi dan Persentasi


Persentasi wajah dalam keadaan hiperekstensi sehingga oksiput
berkontak dengan punggung janin dan dagu adalah bagian yang terendah. Wajah
bayi dapat tampak dengan dagu di bagian anterior atau posterior, realtif terhadap
simpisis ibu. Walaupun kebanyakan dapat menetap, banyak persentasi dagu
posterior berubah secara spontan menjadi anterior, bahkan pada persalinan lanjut.
Jika tidak dahi janin, tertekan melawan simpisis pubis ibu. Posisi ini mencegah
fleksi janin yang diperlukan untuk melintasi jalan lahir.
Posisi yang terkestensi lebih sering berkembang jika panggul sempit atau
janin sangat besar.
Persentasi dahi yang jarang ini didiagnosis jika bagian kepala janin
diantara margo supraorbitalis dan fontanel anterior berada di pintu atas panggul.
Kepala janin akan mengambil posisi tersebut pada pertengahan antara fleksi
penuh (oksiput) dan ekstensi (wajah). Masuknya kepala janin, dan esktensi
(wajah). Masuknya kepala janin, dan kemudian, pelahiran tidak dapat terjadi
selama masih dalam persentasi dahi, kecuali jika kepala janin kecil atau panggul
sangat besar. Biasanya bisa diraba dengan palpasi abdomen.

8
Posisi melintang, posisi ini aksis memanjang janin diperkirakan tegak
lurus terhadap ibu. Jika aksis panjang membentuk sudut akut, dihasilkan dengan
janin posisi oblik. Posisi tersebut biasanya hanya sementara, karena baik posisi
melintang atau longitudinal terjadi ketika persalinan tidak terduga.
Pada posisi melintang bahu biasanya berada di atas pintu atas panggul.
Kepala berada pada salah satu fossa iliaca dan bokong di fossa lainnya. Penyebab
yang lebih sering pada posisi melintang ini adalah: relaksasi dinding abdomen
pada paritas tinggi, janin prematur, plasenta previa, anatomi uterus abnormal,
hidramnion, dan panggul sempit.

Penatalaksanaan

Pada panggul sempit relatif dapat diketahui adanya disproporsi kepala


panggul sebelum mulainya proses persalinan dengan dilakukan test of labor atau
trial of labor. Test of labor dilakukan pada kala II dimana sudah terjadi pembukaan
lengkap dan ketuban pecah disertai kontraksi uterus yang baik kemudian
dilakukan pimpinan persalinan selama 1 jam dan dievaluasi apakah janin dapat
lahir pervaginam pada saat itu. Jika bayi tidak dapat lahir pervaginam diputuskan
untuk dilakukan section sesarea. Sedangkan trial of labor dilakukan pada saat
pembukaan belum lengkap atau 2 jam sebelum kala II. Jika kepala tidak turun
dengan baik, tindakan yang benar adalah melakukan sectio sesarea. Pada panggul
sempit absolut dilakuan tindakan sectio sesarea. 1

Dahulu ada 2 tindakan yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan


axis traction forceps untuk membawa kepala janin yang ukuran besarnya belum
melewati pintu atas panggul ke dalam rongga panggul dan terus keluar. Tindakan
ini sangat berbahaya bagi ibu dan janin, kini diganti dengan sectio sesarea yang
jauh lebih aman. Induksi partus prematurus umumya juga tidak dilakukan lagi.
Keberatan tindakan ini adalah kesulitan untuk menetapkan apakah janin walaupun
belum cukup bulan, sudah cukup tua, dan besar untuk hidup dengan selamat diluar
tubuh ibu. Atau apakah kepala janin dapat aman melewati kesempitan pada
panggul bersangkutan.

9
Belakangan ini ada 2 cara yang , merupakan tindakan yang utama untuk
menangani persalinan pada CPD, yaitu dengan seksio sesarea dan partus
percobaan. Disamping itu kadang kadang ada indikasi untuk melakukan
simfisiotomi dan kraniotomi. Namun simfisiotomi jarang sekali dilakukan di
Indonesia, sedangkan kraniotomi hanya dikerjakan pada janin yang mati.

a. Sectio sesarea

Sectio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalianan dan secara sekunder yaitu sesudah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu.7

Sectio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada


kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena
terdapat CPD yang nyata. Selain itu sectio sesarea dilakukan pada kesempitan
ringan apabila ada faktor faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti
primigravida tua,kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada
wanita yang mengalami massa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain
lain.

Sectio sesarea sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap


gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin, sedang syarat syarat untuk persalinan pervaginam tidak atau belum
dipenuhi.

b. Persalinan percobaan

Persalinan percobaan merupakan suatu penilaian, untuk memperoleh bukti


tentang ada atau tidaknya disproporsi sefalo pelvik. Menurut pendapat lama,
persalinan percobaan merupakan suatu keadaan pada primi dengan panggul
sempit sedang, anak hidup, his baik, pembukaan lengkap, ketuban sudah pecah,
dan dalam 2 jam kepala tidak turun.

10
Syarat persalinan percobaan :

1. Hiss normal dan adekuat

2. Serviks lunak

3. Anak dalam letak kepala dan hidup

Setelah pada panggul sempit berdasarkan pada pemeriksaan yang teliti


pada hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran ukuran panggul
dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah
dicapai kesimpulan bahwa ada harapan persalinan dapat berlangsung pervaginam
dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan
percobaan.

Batasan dari partus percobaan adalah percobaan persalinan pervaginam


pada panggul sempit relatif dengan janin presentasi belakang kepala pada
kehamilan cukup bulan atau perkiraan berat badan janin > 2500 gram.7

Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan


hiss dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin; kedua faktor ini tidak
dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung selama beberapa waktu.

Pemilihan kasus kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan


dengan cermat. Tadi sudah dibahas indikasi indikasi untuk dilakukan sectio
sesarea elektif, jadi keadaan ini merupakan kontra indikasi dilakukan persalinan
percobaan. Selain itu beberapa hal perlu mendapat perhatian. Janin harus berada
dalam presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Alasan
bagi ketentuan yang terakhir ini adalah kepala janin bertambah besar serta lebih
sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya
disfungsi plasenta janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat
timbul pada persalinan percobaan. Perlu disadari bahwa kesempitan panggul

11
dalam satu bidang, seperti panggul picak, lebih menguntungkan daripada
kesempitan dalam beberapa bidang.

Hal hal yang perlu diperhatikan pada persalinan percobaan, yaitu:

a. Perlu diadakan pengawasan seksama terhadap keadaan ibu dan janin.

Pada persalinan agak lama, perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan
asidosis pada ibu, dan perlu istirahat yang cukup serta tidak terlalu banyak
tenderita. Hendaknya pasien diberikan infus intravena oleh karena kemungkinan
persalinan harus diakhiri dengan sectio sesarea. Keadaan denyut jantung janin
harus diawasi terus.

b. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus terus diawasi.

Perlu disadari bahwa kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan


kelainan hiss dan gangguan pembukaan serviks. Hiss yang kuat, kemajuan dalam
turunnya kepala dalam rongga panggul dan kemajuan dalam mendatar serta
membukanya serviks merupakan hal hal yang menguntungkan. Kemajuan
turunya kepaldapat ditentukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.

Pemeriksaan rontgenologik memberi gambaran yang jelas mengenai hal


ini dan tingkat moulage kepala janin. Akan tetapi karena bahayanya pemeriksaan
ini, sebaiknya diilakukan jika benar benar perlu.

Pemeriksaan dalam perlu untuk menilai turunnya kepala, untuk


mengetahui keadaan serviks, untuk mengetahui apakah ketuban sudah pecah dan
untuk mengetahui ada tidaknya prolapsfunikuli atau prolaps lengan. Karena
bahaya infeksi pada pemeriksaan dalam dan denga demikian memperbesar resiko
sectio sesarea apabila tindakan ini perlu dilakukan, maka pemeriksaan ini dabatasi
danhanya dilakukan bila memberikan bahan bahan penting untuk menilai
keadaan.

12
c. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak dapat masuk ke
dalam rongga panggul dengan sempurna. Namun pada CPD, ketuban sering pecah
pada permulaan. Pemecahan ketuban secara aktif hanya dapat dilakukan apabila
hiss berjalan secara teratur dan sudah ada pembukaan serviks untuk separohnya
atau lebih. Tujuan tindakan ini untuk mendapatkan kepastian apakah hanya hiss
yang teratur mungkin bertambah kuat, terjadi penurunan kepala yang berarti atau
tidak. Setelah ketuban pecah perlu ditentukan ada atau tidaknya prolapsus
funikuli.

d. Menentukan berapa lama partus percobaan boleh berlangsung. Bila hiss cukup
sempurna maka sebagai indikator berhasil atau tidaknya partus percobaan yaitu
sabagai berikut:

Bagaimana kemajuan pembukaan serviks? Adakah gangguan pembukaan:


misalnya pemanjangan fase laten, pemanjangan fase aktif, sekunder arrest.

Bagaimana kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala)?

Adakah tanda tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang
menunjukkan adanya bahaya bagi anak maupun ibu (gawat janin, rupture
uteri yang membakat dan lain lain)?

Apabila ada salah satu gangguan diatas, maka menandakan adanya


persalinan pervaginam tidak mungkin dan harus diselesaikan dengan seksio
sesarea. Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan
lancar, maka persalinan pervaginam bisa dilaksanakan sesuai persyaratan yang
ada.

Partus percobaan dikatakan berhasil apabila bayi lahir pervaginam dengan


keadaan ibu dan bayi baik. Partus percobaan dikatakan tidak lengkap apabila
persalinan harus diakhiri dengan sectio sesarea atas indikasi ibu atau anak.
Dikatakan partus percobaan gagal apabila anak lahir mati, pada kala II kepala

13
tidak engaged setelah dipimpin meneran 1 jam, atau partus buatan pervaginam
gagal.

c. Simfisiotomi

Merupakan tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang


pangul kanan pada simfisis supaya dengan demikian rongga panggul menjadi
lebih luas. Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio
sesarea. Satu satunya indikasi apabila pada panggul sempit dengan janin masih
hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap terlalu
berbahaya

d. Kraniotomi

Pada persalinan yang dibiarkan berlarut larut dan dengan janin sudah
meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi.
Hanya jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan
dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan sectio sesarea. 8

Prognosis

Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung

sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin.

Bahaya pada ibu.

a. Partus yang lama seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan

kecil, dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.

14
b. Dengan his yang kuat, sedang kamajuan janin dalam jalan lahir tertahan,

dapat timbul regangan segmen bawah rahim dan pembentukan lingkaran

retraksi patologik yang dapat menyebabkan ruptur uteri.

c. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir

pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan

tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat

terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut.

Bahaya pada janin.

a. Partus lama dapat mengakibatkan kematian parinatal, apabila jika

ditambah dengan infeksi intrapartum.

b. Prolapsus funikuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar

bagi janin dan memerlukan kelahirannya dengan segera apabila ia masih

hidup.

c. Apabila ada disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati

rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage. Maulage dapat

dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas- batas

tertentu, akan tetapi apabila batas- batas tersebut dilampaui, terjadi

sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intrakarnial. Perlukaan

pada jaringan diatas tulang kepala janin dan fraktur pada os parietalis oleh

tekanan promontorium atau kadang- kadang oleh simfisis pada panggul.

15
Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya

Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan


Penanganan Khusus

2. Ketuban Pecah Dini


a. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneous/early/premature rupture of
membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu
didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang
menyebabkan terjadinya effacement atau dilatasi serviks), atau bila satu
jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis

16
bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang
dari 5 cm pada multigravida. (Prawirohardjo, 2011)
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan
aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm premature
rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum
umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm
premature rupture of membrans (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM. (Garite, 2011)

b. Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan.
Kombinasi akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus,
seringnya kontraksi uterus dan gerakan janin memegang peranan dalam
melemahnya membran amnion. KPD pada kehamilan aterm merupakan
variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya membran
merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease
yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan
bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini antara lain adalah: (Joshua, 2015)

1. Infeksi

Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah


cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat
bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis,
infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.

Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan


oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang

17
terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan
bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.

2. Defisiensi vitamin C

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan


kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam
darah ibu.

3. Faktor selaput ketuban

Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang


berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri.
Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi
gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur
kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk
pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. 72%
penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan
preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.

4. Faktor umur dan paritas

Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.

5. Faktor tingkat sosio ekonomi

Sosio ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak,
serta jarak kelahiran yang dekat.

18
6. Faktor-faktor lain

- Inkompetensia serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya


selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung
dari kavum uteri.
- Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosentesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini.
- Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban
pecah dini terutama pada kehamilan prematur.
- Kelainan letak dan kesempitan pangul sering disertai dengan KPD
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
- Faktor-faktor lain seperti hidramnion gemeli, koitus, perdarahan
antepartum, bakteriuria, pH vagina diatas 4,5; stres psikologis, serta
flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah
dini.

c. Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan
yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara
sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput
ketuban.

19
Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat
aterm
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen,
serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolgasen tersebut
terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP
merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-
komponen matriks ekstraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam
selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan II), dan selanjutnya didegradasi oleh
MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput
ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor
metaloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1,
MMP-8, MMP-9, dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3
dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjadi selama masa kehamilan
oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang
relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut
akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan
penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya

20
degradasi matriks ekstraseluler selaput ketuban, ketidakseimbangan
kedua enzim tersebut daat menyebabkan degradasi patologis pada
ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan
kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1
yang rendah.
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor
predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga
berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui
berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalh asam askorbat
yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen.
Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam
askorbat yang rendah.

Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang
produksi sitokin, MMP, dan prosataglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor alfa yang diproduksi
oleh monosit dan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel
korion.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan
degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin
dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat

21
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Sampai saat ini
hubungan langsung antara produksi prostaglandin dan ketuban pecah
dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E 2 dan F2a telah
dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin
E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining
klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika
temperatur rektal lebih 38oC, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari
100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada bayi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaksin yang
berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal
oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang
berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban menusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersbeut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.

Kematian Sel Terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama

22
disekitar robekan selaput ketuba. Pada korioamnionitis terlihat sel yang
mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan
respon imunologis mempercepat terjadinya matriks ekstraseluler
dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari
apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di
selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan IL-8. Selain itu peregangan
juga merangsang MMP-1 pada membran. IL-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat ko=emotaktik terhadap neutrofil dan
merangsang aktivitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks
ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.

Gambar 2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang


diteorikan sebagai penyebab ketuban pecah dini

d. Gejala Klinis
Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan
keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari
vagina, mungkin juga merasakan kebocoran cairan yang terus menerus

23
atau kesan basah di vagina atau perineum. Pemeriksaan yang terbaik
untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya
cairan amnion dari lubang vagina.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik antara lain:
1. Anamnesis:
- Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
- Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks)
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri internum (OUI)
4. Pemeriksaan dalam:
- Ada cairan dalam vagina
- Selaput ketuban sudah pecah

Catatan:

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:

1. saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui


pasti kapan ketuban pecah.

2. bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah,


maka saat ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah
sakit.

e. Diagnosis
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara.
Pertama, dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai
keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya
encer atau kental dan baunya. Kemudian dengan melakukan
pemeriksaan fisik, sebagai berikut:
- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus
dilakukan pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan fisik
mungkin memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang
serviks.

24
- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau
cairan pada forniks posterior vagina, silakukan pemeriksaan
pH dari cairan tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus
berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam
keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi
akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahw=kan setelah
mandi. Tes nitrazin kuning dapat menegaskan diagnosa dimana
indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun urine
dan semen dapat memberikan hasil positif palsu.
- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan
amnion akan menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun
pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak dilakukan
secara luas.
- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending
infection. Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga
terjadi infeksi, periksa darah lengkap, CRP, MSU, dan kultur
darah. Berikan antibiotika spektrum luas
- Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat
organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah
uteroplasenta. USG yang menunjukkan berkurangnya volume
likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya
IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini,
walaupun volume cairan yang normal tidak mengeksklusi
diagnosis.
- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau
alfa fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin
dapat menentukan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD menurut Sarwono Prawirohardjo adalah:

Konservatif

25
Rawat di rumah sakit, berika antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidasol 2x500 mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban amsih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif beri deksametason, observasi tada-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol) deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhum leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin, dna bila memungkinkan periksa kadar
lestin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.(Prawirohardjo, 2011)
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal
seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25g - 50g
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan berakhir. Bila skor pelvik
< 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasl,
akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan. (Prawirohardjo, 2011)

g. Komplikasi

KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara


pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag
period = LP). Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya

KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan


usia kehamilan, baik terhadap janin mau[un terhadap ibu. Kurangnya

26
pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung
jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya:

1. Terhadap janin

Walaupun ibu belum emnunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin


sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi
(amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa
komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:

- Infeksi intrauterin
- Tali pusat menumbung
- Kelahiran prematur
- Amnionitic Band Syndrome

2. Terhadap Ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal,


apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat
dijumpai infeksi puerperalis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry
labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus
akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan
nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal tersebut dapt meninggikan
angka kematian dan morbiditas pada ibu.

27
BAB III

LAPORAN KASUS STATUS PASIEN

1. Identitas
Nama : Ny. N. R.
Umur : 22 Tahun
Nama Suami : Tn. E
Umur : 23 Tahun
Alamat : Jalan ikan banyar probolinggo
Pekerjaan Pasien : Ibu rumah tangga
Pekerjaan Suami : Swasta
Pendidikan Pasien : SMK
Agama : Islam
Masuk Tanggal : 07 Januari 2017 Datang Pukul 02.00 WIB
Keluar Tanggal : 09 Januari 2017
Pemeriksaan tanggal : 07 Januari 2017 Pukul 02.30 WIB
2. Anamnesa

28
Keluhan Utama : Kenceng-kenceng ingin melahirkan disertai keluar air dari
kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Mohammad saleh Probolinggo dengan
keluhan kenceng-kenceng ingin melahirkan, kenceng-kenceng berawal dari
punggung hingga ke perut dan pasien mengatakan keluar air banyak langsung
ngebyor sejak jam 1 pagi hari jumat (06-01-2017) keluar air banyak berbau
amis warna bening dan tidak disertai lendir dan darah. Pasien merasakan
kenceng-kenceng sejak hari jumat jam 05.00 wib (06-01-2017) kenceng-
kenceng dirasakan setiap 1 jam 1 kali lamanya 15 detik. Jam 16.00 wib pasien
mengatakan keluar lendir disertai darah dari kemaluannya.
Pasien mengatakan tidak melakukan hubungan suami-istri dan riwayat
trauma tidak ada. Karena kenceng-kenceng dirasakan semakin kuat dan
sering pasien diantarkan oleh keluarganya ke praktek bidan hari sabtu jam
01.00 wib (07-01-2017) saat dibidan air masih keluar merembes warna
kehijauan yang disertai lendir dan darah. Dibidan dilakukan pemeriksaan
dalam 5cm, eff 50%, ketuban (+), bagian terendah janin masih tinggi lalu oleh
bidan pasien dirujuk ke RSUD dr. Moch Saleh atas indikasi hamil tua,
ketuban warna hijau dan tinggi 140cm.
Pasien juga mengatakan sering keputihan pada kehamilan ini setiap hari
banyak, kurang lebih setengah celana bagian bawah, tidak berbau, warna
putih susu dan terasa gatal. Pasien mengatakan merasa hamil Pasien
mengatakan telah melakukan ANC (Asuhan Ante Natal Care) dibidan
sebanyak 5 kali selama kehamilan. Pasien juga mengatakan sering minum
jamu saat hamil muda dan di pijat satu kali saat hamil 4 bulan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-), alergi


makanan (-), Penyakit Menular Seksual (-),
Hepatitis B (-), Pusing (-), Pandangan kabur (-),
struma (-), berdebar-debar (-)

29
Riwayat Penyakit keluarga : Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-), Asma (-),
Penyakit Menular Seksual (-), tumor (-), Gemeli
(-), Merokok (-), Alkohol (-)

Riwayat Psiko-Sosial : Merokok (-), Alkohol (-)

Riwayat Pernikahan : Menikah 1 kali, Lama menikah 5 bulan

Riwayat Menstruasi : haid teratur sebulan 1 kali selama 6 hari keluar


banyak dan encer

Haid : teratur/tidak : teratur


Sebulan : 1 kali
Siklus : 28 hari
Selama : 6 hari
Nyeri -/+ sebelum/selama/sesudah haid darah
yang keluar
banyak/sedikit/encer/menggumpal :
nyeri-,sebelum dan selama haid, darah yang
keluar banyak (3x ganti pembalut tiap hari)
dan encer
Menarche : 14 tahun
HPHT : 18 03 2016
Tafsiran persalinan : 25-12-2016
Flour albus : +/-: +
Berapa lama : setiap hari
Sejak kapan : saat hamil dan tidak hamil
Warna : putih susu dan terasa gatal
Bau : +
Banyaknya : 20cc

Riwayat Obstetrik : G1 P0000 (a-p-i-a-h)

Bersuami 1 kali selama: 5 bulan

Jumlah Anak : -

No Umur Jenis Penolong Tempat Umur BBL Jenis Penyulit hamil,


Kehamilan Persalinan persalinan, nifas

30
1 Hamil ini

Kelainan lain :

Nafsu makan : Normal


Berat Badan : 48 kg, Tinggi Badan : 140 cm
Buang Air Besar : Dalam batas normal
Buang Air Kecil : Dalam batas normal
Sesak :-
Berdebar-debar :-
Pusing :-
Mata Kabur :-
Epigastric pain :-

Anamnesa Keluarga

Tumor :-
Gemeli :+
Operasi :-

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : compos mentis


a/i/c/d : -/-/-/-
GCS : E4V5M6
Gizi : Baik
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/menit
Suhu : 36,7oC
Pernapasan : 20x/menit

Kepala

Bentuk : Normocephal
Tumor :-
Rambut : Hitam bergelombang
Mata :
- Konjungtiva : cukup anemis -/-

31
- Sklera : ikterik -/-
- Pupil : bulat, isokor +/+ reflek pupil +/+
Telinga dan hidung : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan

Leher

Struma :-
Bendungan vena :-
Thorax
Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-)
Paru-Paru : suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Payudara : Tumor -/-, colostrum +/+, hiperpigmentasi +/+

Abdomen

Hepar : dalam batas normal


Lien : dalam batas normal
Genitalia Eksterna
Edema :-

Ekstremitas

Akral hangat : +/+


Edema : -/-
Reflek Fisiologis : +/+
Reflek Patologis : -/-
Kelainan Orthopedic : -/-

4. Status Obstetrik (Tanggal 07 Januari 2017)

Muka
- Cholasma gravidarum : +/+
- Exopthalmus : -/-
Leher
- Struma : -/-
Thorax
- Mamae
o Membesar ? +
o Lembek/tegang ? tegang
o Hiperpigmentasi ? +
o Colostrum ? +/+
- Inspeksi

32
o Perut membesar ? +
o Striae gravidarum? +
o Striae gravidarum alba ? -
o Striae gravidarum lividae ?
o Hiperpigmentasi line alba ? +
o Nampakkah gerakan anak ? +
Palpasi Abdomen
- Leopold I : Tinggi Fundus Uteri 2 jari di bawah procesus
xyphoideus (36cm), bagian paling atas janin terdapat massa yang
lunak dan tidak melenting (bokong). TBJ : (36-12) x 155= 3720
gram
- Leopold II : Teraba bentukan padat keras memanjang di bagian
kiri (punggung sebelah kiri), teraba bentukan kecil-kecil di sebelah
kanan (kaki dan tangan janin)
- Leopold III : Teraba keras bulat melenting (kesan kepala), belum
masuk PAP
- Leopold IV : Kepala belum masuk PAP (5/5)
Auskultasi
- Cortonen : 11-12-11
- Teratur
Genitalia eksterna
- Flour :+
- Fluksus :+
Perineum
- Cicatrix :-
Anus
- Haemorrhoid externa : -
Pemeriksaan dalam
- VT :
Portio
Posisi : medial
Konsistensi : lunak
Bukaan : 5 cm
Penipisan : 50%
Presentasi : kepala
Denominator: sulit dievaluasi
Hodge : masih tinggi
UC : Baik
DJJ : 136x/menit

5. Pemeriksaan Laboratorium (07 januari 2017)

33
Hb : 10,4 g/dl
Leukosit : 14.780/mm3
Trombosit : 208.000/mm3
HBsAg : - (Negatif)

6. Diagnosis

GIP0000Ab0x hamil 41-42 minggu Inpartu kala I fase aktif dengan Disporposi
Sefalo-Pelvik dan Ketuban Pecah Dini / Janin tunggal hidup presentasi
kepala

7. Prognosis

Dubia ad bonam

8. Terapi

IUVD RL 500cc 20tpm

Inj. Cefotaxime 3x1 gram IV

Pro SC

FOLLOW UP

07 januari 2017
Pasien GIP0000Ab0x hamil 41-42 minggu Inpartu kala I fase aktif dengan
Disporposi Sefalo-Pelvik dan Ketuban Pecah Dini / Janin tunggal hidup
presentasi kepala
02.00 Px tiba di IGD
Konsul dr.Maria Diah Zakiyah ,Sp.OG :
Terpasang infus RL 500cc 20 tpm
Injeksi Cefotaxime 1 gram dalam
PZ 100cc (jam 02.50)
TD : 110/80 mmHg
DJJ: 136x/menit
HIS : 2.10.25
VT Pembukaan 5, eff. 50%, Ket. +,
bagian terendah janin masih tinggi

34
Ukuran Panggul Luar :
- Distansia Cristarum : 28
cm
- Distansia Spinarum : 26
cm
- Conjugata Eksterna
Oblique : 18 cm
Ukuran Panggul Dalam :
- Promontorium : Teraba 8,5
cm
- SIAS : Dalam batas
normal
- Dinding panggul kanan
dan kiri : sejajar
- Os Sacrum : melengkung
- Os Coxygeus : lentur
- Arcus Pubis : kurang dari
900
Observasi di IGD
03.00 DJJ : 142x/menit
HIS : 2.10.15 (reguler)
TD : 120/70mmHg
Suhu : 36,5oC
RR : 22x/menit
Nadi : 88x/menit
Pervag ketuban mekonium +
04.00 konsul dr. Maria Diah Zakiyah Sp.OG
advis :
- Inj. Cefotaxime 3x1 gram
- SC+
04.15 Pasien setuju SC

05.00 DJJ 136x/menit


HIS 2.10.25
Pasien berangkat ke OK
05 .30 Operasi dimulai

35
Pukul 05.45 lahir bayi jenis kelamin
perempuan AS: 7-8 BB : 3720 gram,
PB:44cm, LK: 32cm, LD:31cm, LA:
34cm, cacat(-), caput(-), anus(+)
Pukul 06.15 operasi selesai
Advice Post Op dr.Maria Diah Zakiyah
Sp.OG
Obs. TTV dan perdarahan
Inj. Cefotaxime 3x1 gram

06.15 Pasien tiba di ruang Melati


S : kaki belum bisa digerakkan
O : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,5oC
RR : 24x/menit
UP : 100cc/2jam
St. Obstetri :
TFU : 2 jari bawah pusat
UC : Baik
Pervag : Lochia rubra (+)
A : PI001 Ab0x post sc h0 atas indikasi
disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
P : Advis dr. Maria Diah Zakiyah, Sp.OG
Inj. Cefotaxime 3x1 gram
Kaltropen Supp. 3x1
Cek Hb
Hasil Lab :
Hb : 10,5
Leukosit : 14.780

36
Trombosit 208.000/mm3
08 januari 2017 (06.00)
PI001 Ab0x post sc hari pertama atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
S: Nyeri luka operasi (+) nyeri perut (-) kembung (-) demam (-) mobilisasi cukup
(miring), nafsu makan baik, minum (+), flatus (+), BAB (+), BAK (+) UP
100cc/2jam, pusing (-), pandangan kabur (-), sesak (-), kejang (-), ASI keluar kanan
kiri sedikit, kolostrum (+)
O: Status Umum
TTV :
TD: 110/70 mmHg
Nadi :78x/menit
Suhu : 36,3oC
RR : 20x/menit
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax : Cor: S1S2 tunggal, murmur-
Pulmo : Ves+/+, ro-/-,wh-/-
Abdomen : supel (+), BU (+) baik, nyeri tekan (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari bawah pusat
UC : baik
Pervag : lochia rubra (+)
A: PI001 Ab0x post sc hari pertama atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini

P: lanjut Inj. Cefotaxime 3x1 gram


Hasil Lab : Hb 10,5 g/dl
09 Januari 2017 (06.00)
PI001 Ab0x post sc hari kedua atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban pecah
dini
S: Nyeri luka operasi (+) nyeri perut (-) kembung (-) demam (-) mobilisasi cukup
(jalan), nafsu makan baik, minum (+), flatus (+), BAB (+), BAK (+) UP

37
100cc/2jam, pusing (-), pandangan kabur (-), sesak (-), kejang (-), ASI keluar kanan
kiri keluar banyak, kolostrum (+)
O: Status Umum
TTV :
TD: 120/70 mmHg
Nadi :80x/menit
Suhu : 36,3oC
RR : 22x/menit
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax : Cor: S1S2 tunggal, murmur-
Pulmo : Ves+/+, ro-/-,wh-/-
Abdomen : supel (+), BU (+) baik, nyeri tekan (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari bawah pusat
UC : baik
Pervag : lochia rubra (+)
A: PI001 Ab0x post sc hari kedua atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
P: Infus aff
Terapi Oral : Ciprofloxacine 3x1 gram
Asam Mefenamat 3x1 gram
Clindamycine 3x1 gram
Diit TKTP + Pro KRS

38
BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini wanita, 22 tahun dengan diagnosis Disporposi Sefalo-


Pelvik dan Ketuban Pecah Dini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G1P0000A0 hamil 10
bulan datang ke IGD RSUD dr. Mohammad saleh Probolinggo dengan keluhan
kenceng-kenceng ingin melahirkan, kenceng-kenceng berawal dari punggung
hingga ke perut dan pasien mengatakan keluar air banyak langsung ngebyor sejak
jam 1 pagi hari jumat (06-01-2017) keluar air banyak berbau amis warna bening
dan tidak disertai lendir dan darah. Pasien merasakan kenceng-kenceng sejak hari
jumat jam 05.00 wib (06-01-2017) kenceng-kenceng dirasakan setiap 1 jam 1 kali
lamanya 15 detik. Jam 16.00 wib pasien mengatakan keluar lendir disertai darah
dari kemaluannya.
Pasien mengatakan tidak melakukan hubungan suami-istri dan riwayat
trauma tidak ada. Karena kenceng-kenceng dirasakan semakin kuat dan sering
pasien diantarkan oleh keluarganya ke praktek bidan hari sabtu jam 01.00 wib
(07-01-2017) saat dibidan air masih keluar merembes warna kehijauan yang
disertai lendir dan darah. Dibidan dilakukan pemeriksaan dalam 5cm, eff 50%,
ketuban (+), bagian terendah janin masih tinggi lalu oleh bidan pasien dirujuk ke
RSUD dr. Moch Saleh atas indikasi hamil tua, ketuban warna hijau dan tinggi
140cm.
Pasien juga mengatakan sering keputihan pada kehamilan ini setiap hari
banyak, kurang lebih setengah celana bagian bawah, tidak berbau, warna putih
susu dan terasa gatal. Pasien mengatakan merasa hamil Pasien mengatakan telah
melakukan ANC (Asuhan Ante Natal Care) dibidan sebanyak 5 kali selama
kehamilan. Pasien juga mengatakan sering minum jamu saat hamil muda dan di
pijat satu kali saat hamil 4 bulan.

39
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi badan 140 cm. Pada penelitian
sebelumnya, wanita dengan tinggi 145 cm berpotensi lebih tinggi untuk
memiliki panggul sempit. Tetapi apabila tinggi badan 145 cm, jika ukuran
kepala dan tubuh bayi kecil, misalnya seperti pada bayi lahir prematur dengan usia
kehamilan 6-7 bulan atau berat badan lahir rendah, maka persalinan pervaginam
masih dimungkinkan.
Dari pemeriksaan obstetrik abdomen, didapatkan kepala yang belum masuk
PAP. Selain itu, dari pemeriksaan dalam promotorium teraba 8,5 cm dan arcus
pubis 900.
Berdasarkan analisis kasus diatas, dengan tinggi badan ibu 140 cm, dan
pemeriksaan obstetrik didapatkan kepala yang belum masuk PAP serta dari
pemeriksaan dalam promotorium teraba 8,5 cm dan arcus pubis 90 0, maka dapat
dengan kuat ibu mengalami disproporsi sefalopelvik.
Berdasarkan kasus diatas, didapatkan analisis bahwa adanya hubungan
antara kondisi pasien dengan disproporsi sefalopelvik terhadap kejadian ketuban
pecah dini. Pada keadaan disproporsi kepala panggul dimana kepala bayi tidak
masuk pintu atas panggul sehingga ostium uteri internum tetap menjadi lokus
minoris yang pada saat tekanan intrauterin meningkat kemungkinan besar akan
pecah atau robek di daerah tersebut dimana dalam hal ini sesuai dengan Hukum
Pascal sehingga sering menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Dini

40
BAB V
KESIMPULAN

Telah diuraikan diatas, kasus seorang wanita 22 tahun dengan G1P0000A0


hamil 10 bulan datang ke IGD RSUD dr. Mohammad saleh Probolinggo dengan
keluhan kenceng-kenceng ingin melahirkan, kenceng-kenceng berawal dari
punggung hingga ke perut dan pasien mengatakan keluar air banyak langsung
ngebyor sejak jam 1 pagi hari jumat (06-01-2017) keluar air banyak berbau amis
warna bening dan tidak disertai lendir dan darah.
Pasien merasakan kenceng-kenceng sejak hari jumat jam 05.00 wib (06-01-
2017) kenceng-kenceng dirasakan setiap 1 jam 1 kali lamanya 15 detik. Jam 16.00
wib pasien mengatakan keluar lendir disertai darah dari kemaluannya. Di rujuk
dari bidan atas indikasi umur kehamilan tua, krtuban hijau keruh bercampur
lendir dan darah.
Dari pemeriksaan fisik didapakan tinggi badan 140 cm, pemeriksaan obstetrik
didapatkan kepala belum masuk PAP, pemeriksaan dalam didapatkan
promotorium teraba 8,5 cm dan arcus pubis 90 0. Dari analisis kasus diatas, maka
dapat dikatakan pasien memiliki resiko panggul sempit dan pasien ini memang
benar-benar terdiagnosa disproporsi sefalopelvik. Ditemukan adanya hubungan
antara kondisi pasien dengan disproporsi sefalopelvik terhadap kejadian ketuban
pecah dini.

DAFTAR PUSTAKA

41
Aini, 2012. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini Antara Primipara Dan
Multipara. Lamongan: Jurnal Midpro Edisi 1/2012.
Anonym, 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED). Jakarta: Bakti Husada, 2008.
Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, lams JD;
W.B Saunders Company Ltd. USA. 2011. P:723-37
Hendarmon, 2010. Pengaruh Senam Hamil Terhadap Proses Persalinan Normal
Di Klinik Yk Madira Palembang. Palembang: Fakultas Kedokteran Unsri *
Kementerian Kesehatan Jurusan Kebidanan

Isnaini, 2015. Karakteristik Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini Di Rsud


Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Lampung: JURNAL KESEHATAN
HOLISTIK Vol 9, No 4, Oktober 2015: 193-196
Joshua, 2015. Gambaran Ketuban Pecah Dini Di Rsup Prof Dr. R. D. Kandou
Manado. Manado: Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 3, September-
Desember 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Manado
Muntoha, 2013. Hubungan antara Riwayat Paparan Asap Rokok dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal. Undip: Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 12 No. 1 / April
2013
Prawirahardjo S. 2011. Ilmu Bedah Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo. Jakarta.

Prawirahardjo S. 2014. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirahardjo. Jakarta

Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. Hal.356-7.


Saju, 2015. MD, MS Associate Director, Division Chief of Maternal-Fetal
Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Carolinas Medical
Center American College of Obstetricians and Gynecologists, American
Institute of Ultrasound in Medicine, Society for Maternal-Fetal
Medicine, American Medical Association

PERTANYAAN

42
1. Bagaimana jika persalinan dengan CPD dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat?

Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung sendiri


tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin.

Bahaya pada ibu.

d. Partus yang lama seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil,

dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.

e. Dengan his yang kuat, sedang kamajuan janin dalam jalan lahir tertahan,

dapat timbul regangan segmen bawah rahim dan pembentukan lingkaran

retraksi patologik yang dapat menyebabkan ruptur uteri.

f. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir

pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan

tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat

terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut.

Bahaya pada janin.

d. Partus lama dapat mengakibatkan kematian parinatal, apabila jika

ditambah dengan infeksi intrapartum.

e. Prolapsus funikuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar

bagi janin dan memerlukan kelahirannya dengan segera apabila ia masih

hidup.

f. Apabila ada disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati

rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage. Maulage dapat dialami

oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas- batas tertentu, akan

43
tetapi apabila batas- batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium

serebelli dan perdarahan intrakarnial. Perlukaan pada jaringan diatas tulang

kepala janin dan fraktur pada os parietalis oleh tekanan promontorium atau

kadang- kadang oleh simfisis pada panggul.

2. Bagaimna komplikasi cpd pada kehamilan?

1. Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan/terhalang

keluar dari true pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit absolute

2. Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat dimasuki oleh bagian

terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan sesak,

sulit bernafas, terasa penuh diulu hati dan perut besar

3. Bagian terbawah anak goyang dan tes Osborn (+)

4. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung)

5. Dijumapa kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi

6. Lightning tidak terjadi, fiksasi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan

dimulai

7. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung

3. Apa yang perlu diperhatikan pada percobaan persalinan?

1. Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin.

2. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus tetap

diawasi Perlu disadari bahwa kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan

kelainan his dan gangguan pembukaan servik.

44
3. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak dapat masuk

kedalam rongga panggul dengan sempurna Pada disproporsi sefalopelvik

ketuban tidak jarang pecah pada permulaan persalinan.

4. Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh

berlangsung.

4. Bagaimana pencegahan agar CPD dapat terdiagnosa lebih dini?

Pencegahannya dengan memberikan informasi kepada ibu hamil untuk secara

rutin melakukan asuhan antenatal (antenatal care) di puskesmas atau di tempat

praktek bidan.

5. bagaimana cara pemeriksaan osborn test?

Dengan cara tangan satu menekan kepala janin dari atas ke rongga panggul,
sedang tangan lain yang diletakkan pada kepala, menentukan apakah bagian
ini menonjol di atas simfisis atau tidak

45

Anda mungkin juga menyukai