PENDAHULUAN
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200
juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian
maternal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut
adalah perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan
preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%,
dan sebab langsung yang lain 7,9%.1 Seksio sesarea di Amerika Serikat
dilaporkan meningkat setiap tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio
sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan
seksio sesarea primer.
Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger),
dan kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan
salah satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena
ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa
disebut dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul
pada masa dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang
disebabkan oleh rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah
jarang ditemukan, umumnya disebabkan oleh janin yang besar.
1
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktu
melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4cm (Fase laten). Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan
(Joseph, 2010).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Disproporsi Sefalopelvik
a. Definisi
Masih ada faktor- faktor lain yang ikut menentukan apakah persalinan
pervaginam akan berlangsung dengan baik atau tidak. Akan tetapi faktor- faktor
ini akan dapat diketahui pada waktu persalinan, seperti kekuatan His dan
kemungkinan kesempitan panggul. Pada wanita yang lebih pendek dari pada
pula. Akan tetapi tidak bisa diartikan bahwa seseorang wanita dengan bentuk
3
normal tidak dapat memiliki panggul dengan ukuran- ukuran yang kurang dari
dengan dilahirkannya janin dengan berat badan yang normal, maka kecil
yang berarti.
pemeriksaan radiologi.
4
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Patofisiologi
5
didapatkan penilaian kasar konjugata obstetri yang biasanya memiliki diameter
1,5 cm lebih kecil dibandingkan konjugata diagonal. Oleh karena itu penyempitan
pintu atas panggul sering didefinisikan sebagai ukuran konjugata diagonal kurang
dari 11,5 cm. Untuk kepentingan persalinan maka diameter biparietal fetus yang
berada dalam batas normal berkisar 9,5-9,8 cm, oleh karena itu persalinan akan
menjadi sulit apabila fetus harus melewati ruangan konjugata vera kurang dari 10
cm.7
6
occiput tidak dapat keluar secara langsung dibawah simfisis pubis, sehingga
occiput terpaksa bergerak jauh ke bawah mengikuti ramus ischiopubis dan
menyebabkan distensi perineum yang berlebihan sehingga meningkatkan resiko
terjadi robekan perineum.
Pada wanita yang lebih pendek dari pada ukuran normal bagi bangsanya,
kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula. Akan tetapi apa yang
dikemukakan diatas tidak bisa diartikan bahwa seorang wanita dengan bentuk
badan normal tidak bisa memiliki panggul dengan ukuran-ukuran yang kurang
dari normal, ditinjau dari satu atau beberapa bidang panggul.
7
Gambar 3. CPD and Arrest of Cervical Dilatation in the Active Phase4
8
Posisi melintang, posisi ini aksis memanjang janin diperkirakan tegak
lurus terhadap ibu. Jika aksis panjang membentuk sudut akut, dihasilkan dengan
janin posisi oblik. Posisi tersebut biasanya hanya sementara, karena baik posisi
melintang atau longitudinal terjadi ketika persalinan tidak terduga.
Pada posisi melintang bahu biasanya berada di atas pintu atas panggul.
Kepala berada pada salah satu fossa iliaca dan bokong di fossa lainnya. Penyebab
yang lebih sering pada posisi melintang ini adalah: relaksasi dinding abdomen
pada paritas tinggi, janin prematur, plasenta previa, anatomi uterus abnormal,
hidramnion, dan panggul sempit.
Penatalaksanaan
9
Belakangan ini ada 2 cara yang , merupakan tindakan yang utama untuk
menangani persalinan pada CPD, yaitu dengan seksio sesarea dan partus
percobaan. Disamping itu kadang kadang ada indikasi untuk melakukan
simfisiotomi dan kraniotomi. Namun simfisiotomi jarang sekali dilakukan di
Indonesia, sedangkan kraniotomi hanya dikerjakan pada janin yang mati.
a. Sectio sesarea
Sectio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalianan dan secara sekunder yaitu sesudah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu.7
b. Persalinan percobaan
10
Syarat persalinan percobaan :
2. Serviks lunak
11
dalam satu bidang, seperti panggul picak, lebih menguntungkan daripada
kesempitan dalam beberapa bidang.
Pada persalinan agak lama, perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan
asidosis pada ibu, dan perlu istirahat yang cukup serta tidak terlalu banyak
tenderita. Hendaknya pasien diberikan infus intravena oleh karena kemungkinan
persalinan harus diakhiri dengan sectio sesarea. Keadaan denyut jantung janin
harus diawasi terus.
b. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus terus diawasi.
12
c. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak dapat masuk ke
dalam rongga panggul dengan sempurna. Namun pada CPD, ketuban sering pecah
pada permulaan. Pemecahan ketuban secara aktif hanya dapat dilakukan apabila
hiss berjalan secara teratur dan sudah ada pembukaan serviks untuk separohnya
atau lebih. Tujuan tindakan ini untuk mendapatkan kepastian apakah hanya hiss
yang teratur mungkin bertambah kuat, terjadi penurunan kepala yang berarti atau
tidak. Setelah ketuban pecah perlu ditentukan ada atau tidaknya prolapsus
funikuli.
d. Menentukan berapa lama partus percobaan boleh berlangsung. Bila hiss cukup
sempurna maka sebagai indikator berhasil atau tidaknya partus percobaan yaitu
sabagai berikut:
Adakah tanda tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang
menunjukkan adanya bahaya bagi anak maupun ibu (gawat janin, rupture
uteri yang membakat dan lain lain)?
13
tidak engaged setelah dipimpin meneran 1 jam, atau partus buatan pervaginam
gagal.
c. Simfisiotomi
d. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut larut dan dengan janin sudah
meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi.
Hanya jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan
dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan sectio sesarea. 8
Prognosis
sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin.
14
b. Dengan his yang kuat, sedang kamajuan janin dalam jalan lahir tertahan,
pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan
hidup.
dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas- batas
pada jaringan diatas tulang kepala janin dan fraktur pada os parietalis oleh
15
Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya
16
bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang
dari 5 cm pada multigravida. (Prawirohardjo, 2011)
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan
aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm premature
rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum
umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm
premature rupture of membrans (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM. (Garite, 2011)
b. Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan.
Kombinasi akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus,
seringnya kontraksi uterus dan gerakan janin memegang peranan dalam
melemahnya membran amnion. KPD pada kehamilan aterm merupakan
variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya membran
merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease
yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan
bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini antara lain adalah: (Joshua, 2015)
1. Infeksi
17
terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan
bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
Sosio ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak,
serta jarak kelahiran yang dekat.
18
6. Faktor-faktor lain
c. Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan
yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara
sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput
ketuban.
19
Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat
aterm
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen,
serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolgasen tersebut
terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP
merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-
komponen matriks ekstraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam
selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan II), dan selanjutnya didegradasi oleh
MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput
ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor
metaloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1,
MMP-8, MMP-9, dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3
dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjadi selama masa kehamilan
oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang
relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut
akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan
penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
20
degradasi matriks ekstraseluler selaput ketuban, ketidakseimbangan
kedua enzim tersebut daat menyebabkan degradasi patologis pada
ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan
kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1
yang rendah.
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor
predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga
berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui
berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalh asam askorbat
yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen.
Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam
askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang
produksi sitokin, MMP, dan prosataglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor alfa yang diproduksi
oleh monosit dan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel
korion.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan
degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin
dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat
21
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Sampai saat ini
hubungan langsung antara produksi prostaglandin dan ketuban pecah
dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E 2 dan F2a telah
dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin
E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining
klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika
temperatur rektal lebih 38oC, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari
100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada bayi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaksin yang
berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal
oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang
berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban menusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersbeut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.
22
disekitar robekan selaput ketuba. Pada korioamnionitis terlihat sel yang
mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan
respon imunologis mempercepat terjadinya matriks ekstraseluler
dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari
apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.
d. Gejala Klinis
Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan
keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari
vagina, mungkin juga merasakan kebocoran cairan yang terus menerus
23
atau kesan basah di vagina atau perineum. Pemeriksaan yang terbaik
untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya
cairan amnion dari lubang vagina.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik antara lain:
1. Anamnesis:
- Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
- Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks)
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri internum (OUI)
4. Pemeriksaan dalam:
- Ada cairan dalam vagina
- Selaput ketuban sudah pecah
Catatan:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:
e. Diagnosis
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara.
Pertama, dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai
keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya
encer atau kental dan baunya. Kemudian dengan melakukan
pemeriksaan fisik, sebagai berikut:
- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus
dilakukan pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan fisik
mungkin memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang
serviks.
24
- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau
cairan pada forniks posterior vagina, silakukan pemeriksaan
pH dari cairan tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus
berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam
keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi
akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahw=kan setelah
mandi. Tes nitrazin kuning dapat menegaskan diagnosa dimana
indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun urine
dan semen dapat memberikan hasil positif palsu.
- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan
amnion akan menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun
pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak dilakukan
secara luas.
- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending
infection. Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga
terjadi infeksi, periksa darah lengkap, CRP, MSU, dan kultur
darah. Berikan antibiotika spektrum luas
- Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat
organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah
uteroplasenta. USG yang menunjukkan berkurangnya volume
likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya
IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini,
walaupun volume cairan yang normal tidak mengeksklusi
diagnosis.
- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau
alfa fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin
dapat menentukan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD menurut Sarwono Prawirohardjo adalah:
Konservatif
25
Rawat di rumah sakit, berika antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidasol 2x500 mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban amsih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif beri deksametason, observasi tada-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol) deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhum leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin, dna bila memungkinkan periksa kadar
lestin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.(Prawirohardjo, 2011)
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal
seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25g - 50g
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan berakhir. Bila skor pelvik
< 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasl,
akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan. (Prawirohardjo, 2011)
g. Komplikasi
26
pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung
jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya:
1. Terhadap janin
- Infeksi intrauterin
- Tali pusat menumbung
- Kelahiran prematur
- Amnionitic Band Syndrome
2. Terhadap Ibu
27
BAB III
1. Identitas
Nama : Ny. N. R.
Umur : 22 Tahun
Nama Suami : Tn. E
Umur : 23 Tahun
Alamat : Jalan ikan banyar probolinggo
Pekerjaan Pasien : Ibu rumah tangga
Pekerjaan Suami : Swasta
Pendidikan Pasien : SMK
Agama : Islam
Masuk Tanggal : 07 Januari 2017 Datang Pukul 02.00 WIB
Keluar Tanggal : 09 Januari 2017
Pemeriksaan tanggal : 07 Januari 2017 Pukul 02.30 WIB
2. Anamnesa
28
Keluhan Utama : Kenceng-kenceng ingin melahirkan disertai keluar air dari
kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Mohammad saleh Probolinggo dengan
keluhan kenceng-kenceng ingin melahirkan, kenceng-kenceng berawal dari
punggung hingga ke perut dan pasien mengatakan keluar air banyak langsung
ngebyor sejak jam 1 pagi hari jumat (06-01-2017) keluar air banyak berbau
amis warna bening dan tidak disertai lendir dan darah. Pasien merasakan
kenceng-kenceng sejak hari jumat jam 05.00 wib (06-01-2017) kenceng-
kenceng dirasakan setiap 1 jam 1 kali lamanya 15 detik. Jam 16.00 wib pasien
mengatakan keluar lendir disertai darah dari kemaluannya.
Pasien mengatakan tidak melakukan hubungan suami-istri dan riwayat
trauma tidak ada. Karena kenceng-kenceng dirasakan semakin kuat dan
sering pasien diantarkan oleh keluarganya ke praktek bidan hari sabtu jam
01.00 wib (07-01-2017) saat dibidan air masih keluar merembes warna
kehijauan yang disertai lendir dan darah. Dibidan dilakukan pemeriksaan
dalam 5cm, eff 50%, ketuban (+), bagian terendah janin masih tinggi lalu oleh
bidan pasien dirujuk ke RSUD dr. Moch Saleh atas indikasi hamil tua,
ketuban warna hijau dan tinggi 140cm.
Pasien juga mengatakan sering keputihan pada kehamilan ini setiap hari
banyak, kurang lebih setengah celana bagian bawah, tidak berbau, warna
putih susu dan terasa gatal. Pasien mengatakan merasa hamil Pasien
mengatakan telah melakukan ANC (Asuhan Ante Natal Care) dibidan
sebanyak 5 kali selama kehamilan. Pasien juga mengatakan sering minum
jamu saat hamil muda dan di pijat satu kali saat hamil 4 bulan.
29
Riwayat Penyakit keluarga : Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-), Asma (-),
Penyakit Menular Seksual (-), tumor (-), Gemeli
(-), Merokok (-), Alkohol (-)
Jumlah Anak : -
30
1 Hamil ini
Kelainan lain :
Anamnesa Keluarga
Tumor :-
Gemeli :+
Operasi :-
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bentuk : Normocephal
Tumor :-
Rambut : Hitam bergelombang
Mata :
- Konjungtiva : cukup anemis -/-
31
- Sklera : ikterik -/-
- Pupil : bulat, isokor +/+ reflek pupil +/+
Telinga dan hidung : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan
Leher
Struma :-
Bendungan vena :-
Thorax
Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-)
Paru-Paru : suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Payudara : Tumor -/-, colostrum +/+, hiperpigmentasi +/+
Abdomen
Ekstremitas
Muka
- Cholasma gravidarum : +/+
- Exopthalmus : -/-
Leher
- Struma : -/-
Thorax
- Mamae
o Membesar ? +
o Lembek/tegang ? tegang
o Hiperpigmentasi ? +
o Colostrum ? +/+
- Inspeksi
32
o Perut membesar ? +
o Striae gravidarum? +
o Striae gravidarum alba ? -
o Striae gravidarum lividae ?
o Hiperpigmentasi line alba ? +
o Nampakkah gerakan anak ? +
Palpasi Abdomen
- Leopold I : Tinggi Fundus Uteri 2 jari di bawah procesus
xyphoideus (36cm), bagian paling atas janin terdapat massa yang
lunak dan tidak melenting (bokong). TBJ : (36-12) x 155= 3720
gram
- Leopold II : Teraba bentukan padat keras memanjang di bagian
kiri (punggung sebelah kiri), teraba bentukan kecil-kecil di sebelah
kanan (kaki dan tangan janin)
- Leopold III : Teraba keras bulat melenting (kesan kepala), belum
masuk PAP
- Leopold IV : Kepala belum masuk PAP (5/5)
Auskultasi
- Cortonen : 11-12-11
- Teratur
Genitalia eksterna
- Flour :+
- Fluksus :+
Perineum
- Cicatrix :-
Anus
- Haemorrhoid externa : -
Pemeriksaan dalam
- VT :
Portio
Posisi : medial
Konsistensi : lunak
Bukaan : 5 cm
Penipisan : 50%
Presentasi : kepala
Denominator: sulit dievaluasi
Hodge : masih tinggi
UC : Baik
DJJ : 136x/menit
33
Hb : 10,4 g/dl
Leukosit : 14.780/mm3
Trombosit : 208.000/mm3
HBsAg : - (Negatif)
6. Diagnosis
GIP0000Ab0x hamil 41-42 minggu Inpartu kala I fase aktif dengan Disporposi
Sefalo-Pelvik dan Ketuban Pecah Dini / Janin tunggal hidup presentasi
kepala
7. Prognosis
Dubia ad bonam
8. Terapi
Pro SC
FOLLOW UP
07 januari 2017
Pasien GIP0000Ab0x hamil 41-42 minggu Inpartu kala I fase aktif dengan
Disporposi Sefalo-Pelvik dan Ketuban Pecah Dini / Janin tunggal hidup
presentasi kepala
02.00 Px tiba di IGD
Konsul dr.Maria Diah Zakiyah ,Sp.OG :
Terpasang infus RL 500cc 20 tpm
Injeksi Cefotaxime 1 gram dalam
PZ 100cc (jam 02.50)
TD : 110/80 mmHg
DJJ: 136x/menit
HIS : 2.10.25
VT Pembukaan 5, eff. 50%, Ket. +,
bagian terendah janin masih tinggi
34
Ukuran Panggul Luar :
- Distansia Cristarum : 28
cm
- Distansia Spinarum : 26
cm
- Conjugata Eksterna
Oblique : 18 cm
Ukuran Panggul Dalam :
- Promontorium : Teraba 8,5
cm
- SIAS : Dalam batas
normal
- Dinding panggul kanan
dan kiri : sejajar
- Os Sacrum : melengkung
- Os Coxygeus : lentur
- Arcus Pubis : kurang dari
900
Observasi di IGD
03.00 DJJ : 142x/menit
HIS : 2.10.15 (reguler)
TD : 120/70mmHg
Suhu : 36,5oC
RR : 22x/menit
Nadi : 88x/menit
Pervag ketuban mekonium +
04.00 konsul dr. Maria Diah Zakiyah Sp.OG
advis :
- Inj. Cefotaxime 3x1 gram
- SC+
04.15 Pasien setuju SC
35
Pukul 05.45 lahir bayi jenis kelamin
perempuan AS: 7-8 BB : 3720 gram,
PB:44cm, LK: 32cm, LD:31cm, LA:
34cm, cacat(-), caput(-), anus(+)
Pukul 06.15 operasi selesai
Advice Post Op dr.Maria Diah Zakiyah
Sp.OG
Obs. TTV dan perdarahan
Inj. Cefotaxime 3x1 gram
36
Trombosit 208.000/mm3
08 januari 2017 (06.00)
PI001 Ab0x post sc hari pertama atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
S: Nyeri luka operasi (+) nyeri perut (-) kembung (-) demam (-) mobilisasi cukup
(miring), nafsu makan baik, minum (+), flatus (+), BAB (+), BAK (+) UP
100cc/2jam, pusing (-), pandangan kabur (-), sesak (-), kejang (-), ASI keluar kanan
kiri sedikit, kolostrum (+)
O: Status Umum
TTV :
TD: 110/70 mmHg
Nadi :78x/menit
Suhu : 36,3oC
RR : 20x/menit
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax : Cor: S1S2 tunggal, murmur-
Pulmo : Ves+/+, ro-/-,wh-/-
Abdomen : supel (+), BU (+) baik, nyeri tekan (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari bawah pusat
UC : baik
Pervag : lochia rubra (+)
A: PI001 Ab0x post sc hari pertama atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
37
100cc/2jam, pusing (-), pandangan kabur (-), sesak (-), kejang (-), ASI keluar kanan
kiri keluar banyak, kolostrum (+)
O: Status Umum
TTV :
TD: 120/70 mmHg
Nadi :80x/menit
Suhu : 36,3oC
RR : 22x/menit
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax : Cor: S1S2 tunggal, murmur-
Pulmo : Ves+/+, ro-/-,wh-/-
Abdomen : supel (+), BU (+) baik, nyeri tekan (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari bawah pusat
UC : baik
Pervag : lochia rubra (+)
A: PI001 Ab0x post sc hari kedua atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
P: Infus aff
Terapi Oral : Ciprofloxacine 3x1 gram
Asam Mefenamat 3x1 gram
Clindamycine 3x1 gram
Diit TKTP + Pro KRS
38
BAB IV
ANALISA KASUS
39
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi badan 140 cm. Pada penelitian
sebelumnya, wanita dengan tinggi 145 cm berpotensi lebih tinggi untuk
memiliki panggul sempit. Tetapi apabila tinggi badan 145 cm, jika ukuran
kepala dan tubuh bayi kecil, misalnya seperti pada bayi lahir prematur dengan usia
kehamilan 6-7 bulan atau berat badan lahir rendah, maka persalinan pervaginam
masih dimungkinkan.
Dari pemeriksaan obstetrik abdomen, didapatkan kepala yang belum masuk
PAP. Selain itu, dari pemeriksaan dalam promotorium teraba 8,5 cm dan arcus
pubis 900.
Berdasarkan analisis kasus diatas, dengan tinggi badan ibu 140 cm, dan
pemeriksaan obstetrik didapatkan kepala yang belum masuk PAP serta dari
pemeriksaan dalam promotorium teraba 8,5 cm dan arcus pubis 90 0, maka dapat
dengan kuat ibu mengalami disproporsi sefalopelvik.
Berdasarkan kasus diatas, didapatkan analisis bahwa adanya hubungan
antara kondisi pasien dengan disproporsi sefalopelvik terhadap kejadian ketuban
pecah dini. Pada keadaan disproporsi kepala panggul dimana kepala bayi tidak
masuk pintu atas panggul sehingga ostium uteri internum tetap menjadi lokus
minoris yang pada saat tekanan intrauterin meningkat kemungkinan besar akan
pecah atau robek di daerah tersebut dimana dalam hal ini sesuai dengan Hukum
Pascal sehingga sering menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Dini
40
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
41
Aini, 2012. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini Antara Primipara Dan
Multipara. Lamongan: Jurnal Midpro Edisi 1/2012.
Anonym, 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED). Jakarta: Bakti Husada, 2008.
Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, lams JD;
W.B Saunders Company Ltd. USA. 2011. P:723-37
Hendarmon, 2010. Pengaruh Senam Hamil Terhadap Proses Persalinan Normal
Di Klinik Yk Madira Palembang. Palembang: Fakultas Kedokteran Unsri *
Kementerian Kesehatan Jurusan Kebidanan
PERTANYAAN
42
1. Bagaimana jika persalinan dengan CPD dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat?
d. Partus yang lama seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil,
e. Dengan his yang kuat, sedang kamajuan janin dalam jalan lahir tertahan,
pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan
hidup.
oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas- batas tertentu, akan
43
tetapi apabila batas- batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium
kepala janin dan fraktur pada os parietalis oleh tekanan promontorium atau
keluar dari true pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit absolute
2. Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat dimasuki oleh bagian
terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan sesak,
6. Lightning tidak terjadi, fiksasi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan
dimulai
1. Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin.
2. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus tetap
44
3. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak dapat masuk
4. Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh
berlangsung.
praktek bidan.
Dengan cara tangan satu menekan kepala janin dari atas ke rongga panggul,
sedang tangan lain yang diletakkan pada kepala, menentukan apakah bagian
ini menonjol di atas simfisis atau tidak
45