Oleh :
Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki struktur kimia tertentu,
yaitu memiliki 3 cincin sikloheksana dan 1 siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan
secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid.
Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktivitasnya, yaitu glukokortikoid
dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan
mineralokortikoid memiliki aktivitas regulasi elektrolit. Pada manusia, glukokortikoid alami yang
utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah
aldosteron (Ikawati, 2008).
Glukokortikoid memiliki struktur karbon-21 dan diproduksi oleh zona fasiculata, disebut
juga 17-hidroksikortikosteroid atau kortikosteroid saja. Yang utama adalah kortisol, juga disebut
sebagai senyawa F atau hidrokortison. Kortisol dapat diinterkonversikan menjadi kortison oleh
enzim 11-hidroksisteroid dehidrogenase (11-OHSD) di jaringan perifer. GC reseptor (GR),
ligan-r transkripsi egulated Faktor yang dimiliki superfamili yang reseptor nuklear, mengikat GC
dan mengatur transkripsi gen target setelah mengikat urutan DNA spesifik dalam promotor
atau enhancer daerah (Mangelsdorf et al., 1995).
Glukokortikoid pada sistem kekebalan tubuh berlangsung di berbagai titik, yang
berpuncak pada penyimpangan menuju T helper 2 (Th2) , dengan karakteristik anti-inflamasi
tergantung pada peningkatan sitokin seperti interleukin IL, IL4,IL5, IL6, IL10, IL13, dan di
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GMSF). Hal ini juga mengubah faktor
pertumbuhan (TGF) sekresi, yang mampu mengurangi aktivasi limfosit T dan proliferasi sel.
(Mangelsdorf et al., 1995).
Glukokortikoid dapat menghambat sitokin pro-inflamasi, seperti Interleukin IL2 dan
IL12, interferon gamma (INF) dan tumor necrosis factor (TNF), serta molekul adhesi seperti
enzim lipocortin-1, molekul adhesi vaskular (VCAM-1) dan molekul adhesi interselular (ICAM),
dan juga, seperti sebagai diinduksi oksida nitrat sintase (INOS), siklooksigenase (COX2) dan
fosfolipase (PLA2). Salah satu mekanisme utama modulasi aksi glukokortikoid pada proses
inflamasi bertindak pada tingkat ekspresi transkripsi faktor, seperti faktor nuklir kappa B (NFkB),
protein penghambatan untuk NFkB (IKB), dan IKB protein kinase (IKK). efek glukokortikoid
Nongenomic juga hadir, menentukan histamin penurunan tindakan, dan pengurangan
prostaglandin sintesis (mengurangi fosfolipase A2) dan di plasminogen pengaktifan. Dalam
mengapresiasi mekanisme ini, penting untuk memahami mekanisme molekuler dari
glukokortikoid action (Gambar 2) dan interaksi utama di jalur transduksi seluler. (Longui, 2007)
GR ada di hampir semua jaringan, namun memiliki kapasitas untuk mengatur gen
dengan cara cellspecific, menunjukkan bahwa respon terhadap GCS diatur oleh faktor-faktor di
luar reseptor ekspresi. hormon steroid, seperti kortisol, bertindak sebagai sinyal utama dalam
mengaktifkan fungsi regulasi transkripsi reseptor. Tapi, GR dipandu dari saat sintesis melalui
transduksi sinyal dan sampai membusuk oleh berbagai chaperone molekul (Grad & Picard,
2007).
Reseptor glukokortikoid adalah protein yang sebagian besar berada di dalam sitoplasma
(90% di sitoplasma, 10% di nukleus) dan dapat berikatan dengan hormon/ligan yang bersifat
lipofilik. Ada dua jalur mekanisme aksi glukokortikoid, yaitu melalui jalur genomik dan jalur
nongenomik. Pada jalur genomik, glukokortikoid akan berikatan dengan reseptornya yang ada
di dalam sel yang kemudian memodulasi transkripsi gen dan sintesis protein. Sementara itu,
pada jalur non-genomik, aktivitasnya tidak di dalam inti, tetapi pada sitosol dengan melibatkan
berbagai protein intraseluler (Ikawati, 2008).
Aksi glukokortikoid pada reseptornya juga ada yang bersifat transrepresi. Kompleks
glukokortikoid-reseptor dapat menghambat transkripsi gen dengan cara berikatan langsung
dengan GRE negatif yang dijumpai pada daerah promoter gen yang menyandi protein seperti
pro-opiotropik glukokortikoid, -fetoprotein, dan gen prolaktin yang mendasari aksi pleiotropik
glukokortikoid. Aktivitas transrepresi juga dijumpai pada penghambatan fungsi transaktivasi
berbagai faktor transkripsi, di antaranya aktivator protein 1 dan NFB, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Faktor transkripsi ini sangat penting untuk meregulasi ekspresi gen pro-
inflamasi. Dengan demikian, penghambatan ini dapat menyebabkan penghambatan sintesis
berbagai sitokin pro-inflamasi, seperti IL-1, IL-2, TNF-, interferon- (Schacke et al, 2006).
Vd = 0.8 L/Kg, ketersediaan biologik = 20%, waktu paruh = 3 jam, ikatan protein plasma
= 70% (pada dosis yang lebih tinggi lebih kecil), terikat pada transcortin dan pada albumin,
eliminasi sekitar 3% terjadi di renal tanpa di ubah sisanya dimetabolisme di dalam hati.
Deksametason diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral dan IM. Penggunaan
kronis dosis tinggi topikal atau inhalasi juga dapat menimbulkan efek sistemik. Deksametason
didistribusikan secara luas dan menembus plasenta dan ASI.
Jumlah dosis yang didasarkan pada efek yang diinginkan efek anti inflamamatori terlihat
pada dosis 0,1-0,2 mg/kgBB dan efek imunosupresif pada 0,2-0,5 mg / kgBB.Untuk mensintesis
deksametason, 16-methylprednisolone acetate adalah dehidrasi dengan turunan 9,11-
dehidrogenase.
BAGIAN III : Penggunaan secara klinis
(Longui,2007)
Efek samping lain yang dapat terjadi yaitu gangguan siklus menstruasi, amenorea,
hiperhidrosis, penipisan kulit, perubahan okuler termasuk resiko glaukoma dan katarak,
gangguan mental dan neurologis, pankreatitis akut dan nekrosis tulang. Peningkatan
koagubilitas darah bisa menyebabkan tromboemboli. Efek umpan balik negatif glukokortikoid
pada hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) dapat menyebabkan atrofi adrenal pada beberapa
kasus setelah penggunaan selama 7 hari. Kortikosteroid dosis tinggi yang diberikan selama
kehamilan dapat mengakibatkan supresi adrenal pada janin atau neonatal (Sweetman, 2009).
Reaksi hipersensitifitas sering terjadi pada penggunaan sediaan topikal. Penggunaan
topikal dapat mengurangi kolagen dan menyebabkan atrofi subkutan. Hipopigmentasi lokal
telah dilaporkan pada penggunaan topikal dan injeksi intradermal. Kulit kering, iritasi, epitaksis
dan kasus yang jarang terjadi ulserasi atau perforasi pada septum nasal telah dilaporkan pada
penggunaan intranasal; gangguan indra penciuman dan pengecapan juga sering terjadi. Suara
serak dan candidiasis mulut atau tenggorokan dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid
yang dihirup (Kronenberg, 2008).
Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan
rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid
diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan
untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat metabolisme
kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab
itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari
toksisitas steroid. Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan
secara kronis.
Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia. Efek kortikosteroid pada
terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan
penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Oleh
sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan
sebagaimana yang diharapkan (Sweetman, 2009).
Toksisitas dan gejala: Toksisitas akut, bahkan dengan dosis yang sangat tinggi, tidak
umumnya tidak memberikan masalah klinis. Overdosis akut mungkin dapat memperburuk
kondisi penyakit yang sudah ada seperti ulcus, gangguan elektrolit, infeksi dan edema.
Kebanyakan reaksi yang neuropsikiatri, tapi kejang dan anafilaksis telah diamati. Diulang dosis
besar methylprednisolone telah diberikan nekrosis hati dan peningkatan amilase. Bradiaritmia,
aritmia ventrikel dan serangan jantung yang diamati pada administrasi intravena dosis besar
metilprednisolon dan deksametason.
Pada penggunaan jangka panjang, khususnya pada dosis tinggi, supresi aksis kelenjar
hipotalamus adenokortikal (hypothalamus pituitary adenocortical axis) dapat mengarah pada
ketergantungan psikologis dan gejala penarikan yang muncul selama pengobatan dihentikan
atau selama stress psikologis terjadi. Pada penggunaan jangka pendek tidak bersifat toksik.
(Longui,2007)
DAFTAR PUSTAKA
Brehmer, D., Rudiger, S., Gassler, C.S., Klostermeier, D., Packschies, L., Reinstein, J., Mayer,
M.P., & Bukau, B, 2001, Tuning of chaperone activity of Hsp70 proteins by modulation of
nucleotide exchange, Nat Struct Biol Vol. 8, No. 5, pp. 427-432.
Barnes PJ, Addock IM, 2003, How do corticosteroids work in asthma? Ann Intern Med, 139:359-
370.
Goodman, L.S & Gilman, A., 2006, Pharmacotherapy of Congestive Heart Failure, In: Rocco, T.P
& Fang, J.C, The Pharmacological Basis of Therapeutics, edisi 11, New York: McGraw-Hill
Grad & Picard, 2007, `The glucocorticoid responses are shaped by molecular chaperones moll
cell endocrinol`, 2007 Sep 15;275(1-2):2-12. Epub 2007 Jun 2.
Ikawati, Zullies , 2008 , Pengantar Farmakologi Molekuler ,Gadjah Mada
University Press,Yogyakarta.
Ito K, Barnes PJ, Addock IM, 2000, Glucocorticoid receptor recruitment if histone deacetylase 2
inhibits IL-1B-induced histone H4 acetylation on lysines 8 and 12. Mol Cell Biol, 20: 6891-6903.
Kronenberg, H.M., Melmed, S., Polonsky, K.S. & Larsen, P.R., 2008. Kronenberg: Williams
Texbook of Endocrinology. 11th ed. Philadelphia: Elsavie.
Liu, F.H., Wu, S.J., Hu, S.M., Hsiao, C.D., & Wang, C, 1999, Specific interaction of the 70-
kDa heat shock cognate protein with the tetratricopeptide repeats, J Biol Chem Vol. 274,
No. 48, pp. 34425-34432.
Longui, C, A., 2007, `Glucocorticoid therapy: Minimizing Side effects`, Jornal de Pediatria, 83 ,
S163 S177.http://doi.org/10.2223/JPED.1713.
Lowenberg M, Stahn C, Hommes DW, Buttgereit F , 2008 , Novel insights into mechanisms of
glucocorticoid action and the development of new glucocorticoid receptor ligands Steroids,
73(9-10): 1025-1029.
Mangelsdorf, D.J., Thummel, C., Beato, M., Herrlich, P., Schutz, G., Umesono, K., Blumberg,
B., Kastner, P., Mark, M., Chambon, P., & Evans, R.M, 1995, The nuclear receptor superfamily:
the second decade, Cell Vol. 83, No. 6, pp. 835-839.
Maranzano, E., Feyer, P., Molassiotis, A., Rossi, R., Clark-Snow, R.A., Olver, I., Warr, D.,
Schiavone, C., & Roila, F. ,2005, Evidence-based recommendations for the use of
antiemetics in radiotherapy. Radiother Oncol Vol. 76, No. 3, pp. 227-233.
Schacke, H. et al,2006, Molecular Mechanism of Insulin Resistance: Serine Phosphorylation of
Insulin Receptor Substrate-1 and Incresed Expression of p85. Diabetes, 55(8):2392-2397.
Stahn C, Buttgereit F, 2008, Genomic and nongenomic effects of glucocorticoids. Nat Clin Pract
Rheumatol, 4(10): 525-533.
Sweetman, S.C, 2009, Martindale 36 The Complete Drug Reference. London: The
Pharmaceutical Press.
Turk Rhen, Ph.D., and John A. Cidlowski, Ph.D. 2005, `Mechanisms of Disease Antiinflammatory
Action of Glucocorticoids New Mechanisms for Old Drugs` ,The new england journal of
medicine.