Sumber tertua tentang pacra Hoa Yaja/Agnihotra dapat kita jumpai dalam kitab suci Veda
khususnya kitab gveda X.66.8. Demikian pula kitab Atharvaveda VI.97.1 dan yang lain-lain
yang secara tradisional oleh umat Hindu di India disebut Yaja atau Yaga. Jadi bila di India kita
mendengar umat Hindu melakukan Yaja atau Yaga yang dimaksud tidak lain adalah Agnihotra
walaupun secara leksikal pengertian Yaja atau Yaga jauh lebih luas dibandingkan dengan
Agnihotra. Agnihotra dalam pengertian leksikal (masculinum, neutrum dan femininum) yang
dimaksud persembahan suci kepada Sang Hyang Agni (api suci) teristimewa adalah persembahan
susu, minyak susu dan susu asam. Ada dua macam Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin
(konstan) umumnya 2 kali sehari pagi dan sore (nitya atau nityakla) dan Agnihotra yang
dilakukan secara insidental (kmya atau naimitikakla/Monier, 1993: 6).
Istilah yang lain untuk Hoa Yaja/Agnihotra adalah Huta (persembahan kepada Sang Hyang
Agni) oleh karena itu kita mengenal pula istilah Hoti yang juga berarti api. Agnihotra juga
disebut Havan dan kata Havani berarti sendok (yang dalam bahasa Sanskerta disebut Juhu) untuk
menuangkan persembahan cair. Nama Hoa mengandung arti persembahan berbentuk cairan
yang dituangkan ke dalam api suci (Loc.Cit.). Sumber-sumber lainnya tentang pacra Agnihotra
adalah kitab-kitab Brhmaa di antaranya Kautaki, Sathapatha, dan Aitareya Brhmaa.
Selanjutnya bila kita melihat-kitab-kitab Stra khususnya tentang Kalpastra, Ghyastra,
rautastra dan lain-lain selalu kita menemukan informasi tentang betapa pentingnya pacra
Hoa Yaja/Agnihotra ini. Kitab-kitab rautastra (Avalyana S.S.II.1.9, Sakhyana S.S.II.1,
Lthyyana S.S.IV.9.10., Ktyyana S.S.IV.7-10., Mnava S.S.I.5.1., Vrha S.S.I.4.1.,
Baudhayana S.S.II., Bhradvja S.S.V., pastamba S.S.V.1., Hirayakei S.S.III.1-6, Vaikhnasa
S.S.I, Vdha S.S.1.,Vaitna S.S.5-6) menggambarkan bermacam-macam bentuk tentang
persembahan Hoa Yaja / Agnihotra yang secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Seorang pelaksana Agnyadhna hendaknya setiap hari mempersembahkan persembahan kepada
api suci Agnihotra pagi dan sore hari apakah dilakukan oleh perseorangan atau di bawah
pimpinan seorang Adhvaryu. Bila tiada seorang Adhvaryu yang memimpin, kepala keluarga dapat
melakukannya teristimewa pada waktu bulan purnama dan bulan baru terbit. Dari kitab-kitab
rautastra dan juga kitab Brhmaa kita mendapat informasi tentang betapa pahala yang
diperoleh bagi mereka yang mempersembahkan atau melaksanakan pacra Agnihotra,
dinyatakan bahwa segala keinginannya akan tercapai. Api suci hendaknya tetap menyala pada
rumah-rumah para Ghastha. Mereka yang secara rutin melakukan Agnihotra, maka kemakmuran
akan dapat terwujud. Agnihotra dengan mempersembahkan biji-bijian, minyak susu, susu, susu
asam dan lain-lain yang kini di India disebut Samagri, diikuti dengan pengucapan mantram-
mantram, terutama mantram Veda dan hendaknya dilakukan seseorang selama hidupnya atau
sampai mencapai tingkatan hidup sebagai Sanysin (Ram Gopal, 1983: 535). Hoa
Yaja/Agnihotra merupakan persembahan wajib yang dilakukan oleh setiap Ghastha karena
hanya Ghastha secara sempurna dikatakan dapat melakukan Yaja dan Agni yang dimaksud
dalam Agnihotra adalah Tuhan Yang Maha Esa yang bila dilaksanakan pada pagi hari maka
persembahan itu ditujukan kepada Srya, mantram yang selalu diucapkan adalah:
O Bhr Bhva Sva O Srya Jyoti Jyoti Srya Svaha dan bila dilakukan sore hari
(menjelang malam) ditujukan kepada Agni dengan mengucapkan mantram:
O Bhr Bhva Sva O Srya Jyoti Jyoti Agni Svaha (Abhinash Chandra Das, 1979: 493).
Selanjutnya dalam kitab-kitab Itihsa dan Pura dan juga kitab-kitab Agama atau Tantra,
pacra Agnihotra senantiasa dilaksanakan dan tentu pula mantram yang digunakan, di samping
mantram-mantram Veda adalah mantram-mantram yang bersifat Pauranic, Agamic atau Tantrik.
Kini kita melihat umat Hindu di India, bahwa setiap kegiatan pacra, maka pacra Agnihotra
senantiasa merupakan persembahan yang istimewa, artinya dalam perkawinan, pacra kematian,
pacra arra Saskara (yang di Indonesia disebut Manusa Yaja) dan pada hari-hari raya
keagamaan, pacra Agnihotra senantiasa dilaksanakan. Bagi Sampradaya Arya Samaj yang
didirikan oleh Swami Dayananda Sarasvati (1875) maka pacra ini merupakan kewajiban suci
yang mesti dilaksanakan.
Bila kita membuka sumber tertua Jawa Kuno, maka dalam bagian awal dari kakawin Rmyana,
yakni ketika prabhu Daaratha memohon kelahiran putra-putranya dipimpin oleh Maharsi
yaga keturunan Gadhi kita mendapatkan informasi tentang pacra Agnihotra sebagai
berikut:
1. Sesajen pacra korban telah siap, kayu cendana, kayu bakar, bunga, harum-haruman dan
buah-buahan, susu kental, mentega, wijen hitam, madu, periuk, ujung alang-alang, bedak dan
bertih (24).
2. Mulailah beliau melangsungkan pacra korban api (Agnihotra), roh jahat dan sebagainya,
pisaca dan raksasa dimentrai. Bhuta Kala semuanya diusir, segala yang akan menggangu pacra
korban itu (25).
3. Segala perlengkapan pacra telah tersedia. Doa dan tempat peralatan hadirnya Devata.
Bhatara iva yang dimohon kehadiran-Nya, hadir pada tunggu persembahan (26).
4. Sesudah Devata disthanakan, diperciki minyak sOa, wijen hitam dan kayu cendana
beserta kayu bakar (27).
5. Api ditungku dipuja, di kelilingi dengan caru dan ikan, daging dan susu kental, bersama nasi
sesaji persembahan, dicampur dengan segala yang mengandung rasa (28).
6. Pada waktu api di tungku itu menyala-nyala, dipersembahkan sesaji itu semua, tumbuh-
tumbuhan bahan obat-obatan, buah-buahan dan akar-akaran, kembang harum-haruiman, dupa dan
sebagainya (29).
7. Sesudah Beliau disembah (selesai acara pemujaan), disuguhkan suguhan kepada para maharsi,
bersama para wiku (pandita) yang menjadi saksi, mereka dihormati dipersembahkan hadiah untuk
beliau (30).
Sumber Jawa Kuna lainnya adalah Agastya parwa (355) yang menjelaskan berbagai macam Yaja
(Paca Maha Yaja) yang dalam uraiannya tentang Deva Yaja secara tegas menyatakan bahwa
Deva Yaja adalah persembahan kepada ivgni yang dimaksud tidak lain adalah Agnihotra
sedang Korawsrama, menyatakan bahwa Deva Yaja adalah pacra persembahan berupa
makanan dan pengucapan mantram-mantram Stuti dan Stava (Hooykaas, 1975: 247)
menunjukkan bahwa mantram Veda merupakan sarana dalam Deva Yaja yang tidak lain juga
hampir sama dengan pelaksanaan Agnihotra. Di dalam kakawin Sutasoma 79.8, Tantri
Kmanaka 142 dan Ngaraktgama 8.4 dinyatakan bahwa pacra Agnihotra atau Hoa yaja
tersebut merupakan pusat dari pacra korban.
Sumber lainya dalam bahasa Jawa Kuno adalah kitab diparwa (197) yang menyatakan:
mangarpaaken udakajali, magaway agnihortra, yang artinya memper-sembahkan air penyuci
tangan dan melaksanakan Agnihotra (Mardiwarsito,1981: 13). Di samping sumber tersebut di
atas, pelaksanaan Agnihotra atau Hoa yaja dijelaskan pula dalam kitab-kitab susastra Jawa
Kuno seperti: Brahmanda Purna 127 dan 178, Wirataparwa 12, Rmyana 5.9, SutasOa
1.11;109.4;110.6;119.12, Ngaraktgama 83.6, Nitistra 8.1;1.114, Tantu Pagelaran 90, Kidung
Harsawijaya 6.85; 6.93, Arjunawijaya 53.3; 53.4, Partayaja 11.10, Sasasamuccaya 64, loktara
41, Tantri Kmandaka 38, Tantri Kadiri 1.38, Calon Arang 122. Salah satu usaha untuk
menyucikan diri bagi seorang Sadhaka adalah dengan melakukan Agnihotra atau Hoa yaja:
Berdasarkan kutipan tersebut di atas, bahwa Agnihotra atau Hoa Yaja dilaksanakan pula di
Indonesia (Bali) dan sebagai pendukung data ini kita masih dapat mengkajinya melalui
peninggalan purbakala (arkeologi) dan tradisi yang hidup dalam masyarakat. Salah satu
peninggalan purbakala adalah adanya lobang api (Yajaala atau Vedi) tempat dilaksanakan-nya
pacra Agnihotra. Tempat atau lobang api ini dapat pula kita saksikan di salah satu Gua Pura
Gunung Kawi yang diyakini oleh penduduk sebagai Geria Brahmana terdapat sebuah lobang
dalam sebuah altar di tengah-tengah gua, yang rupanya dikelilingi duduk oleh pelaksana pacra
Agnihotra. Peninggalan berupa lobang tempat api unggun itu adalah Yajakunda (Yajaala)
dikuatkan pula dengan adanya lobang api di bagian atap sebagai ventilasi keluarnya asap dari
tempat dilangsungkannya pacra Agnihotra. Nama-nama seperti Keren, Kehen, Hyang Api
Hyang Agni (Hyang geni) dan ala menunjukkan tempat yang berkaitan dengan
dilangsungkannya pacra Agnihotra.
Sumber tradisi di antaranya adalah penggunaan pasepan oleh para pamangku, dedukun atau
sedahan desa, menunjukkan pula pelaksanaan Agnihotra dalam bentuknya yang sederhana,
sayang tradisi menggunakan pasepan dengan mempersembahkan darang asep atau kastanggi kini
nampaknya semakin memudar, pada hal yang penting dalam mempersembahkan pasepan adalah
mempersembahkan darang asep tersebut. Kami mendapatkan pula sebuah informasi lisan, yang
perlu dikaji kembali lebih seksama, bahwa pacra Agnihotra terakhir terjadi pada masa kerajaan
Klungkung di bawah raja Dalem Dimade. Konon saat itu, ketika pelaksanaan pacra Agnihotra
berlangsung, panggung tempat pacra terbakar, dan sejak itu raja memerintahkan untuk
melaksanakan pacra Agnihotra yang kecil dan sederhana dengan menggunakan pasepan
(padupan) saja. Bila informasi tersebut benar, maka sejak itulah tradisi melaksanakan pacra
Agnihotra mulai memudar di Bali.
Sayang sekali penelitian ke arah pj, stuti atau stava hampir tidak pernah lagi dilakukan setelah
meninggalnya Prof.Dr.Hooykaas. Syukur dalam karya bersamanya dengan T.Goudriaan (dalam
Stuti and Stava, Bauddha, aiva and Vaiava Balinesse Brahman Priests, 1970: 23) kita
menemukan informasi tentang 8 buah lontar yang isinya adalah puja Hoa atau Agnihotra.
Empat di antaranya menggunakan judul Agni Janana, sedang sisanya menggunakan judul Hoa .
Memperhatikan stuti atau stava yang telah dikaji oleh T.Goudriaan dan C.Hooykaas maka jelaslah
bagi kita bahwa mantram-mantram yang disebutkan dalam lontar-lontar tersebut di atas adalah
mantram Agnihotra atau Hoa yaja, di antaranya memakai judul Srya stava, Saptapj, stuti
Bhatra Tripurua, Rudra Gyatr Dhyna, Brahmastava, Ligastava, Pthivstava, tmakunda,
Viu Gyatr, Rudra Gyatr, Viustava dan lain-lain menunjukkan karakter mantra-mantra
tersebut bersifat Tantrik yang berbeda dengan Agnihotra seperti yang dikembangkan atau
dilaksanakan oleh Arya Samaj di India yang menekankan penggunaan mantram-mantram Veda.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka di masa yang lampau pelaksanaan Agnihotra
menggunakan mantram-mantram yang bersifat Tantrik, seperti juga yang oleh sebagian
digunakan oleh Sampradaya-Sampradaya di India Devasa ini. Sayang kita belum menemukan
praktek pelaksanaan Agnihotra yang pernah dilaksanakan oleh para pandita Hindu di Bali di masa
yang silam. Mengapa tradisi Agnihotra kini tidak lagi kita jumpai di kalangan para pandita atau di
masyarakat ? Untuk menjawab permasalahan ini kiranya penelitian ke arah itu sangat perlu
dilakukan.
Segala sesuatu yang diketahui atau dirasakan manfaatnya tentu akan dicari atau dilaksanakan oleh
umat manusia. Demikian pula halnya pacra Hoa Yaja/ Agnihotra. Berbagai penelitian
ilmiah membuktikan bahwa Agnihotra demikian sangat penting artinya bagi kehidupan umat
manusia. Salah satu buku yang menguraikan tentang manfaat Agnihotra adalah Hoa Therapy,
Or Last Chance diterbitkan oleh Fivefold Path, Inc. Parama Dham (House of Almighty Father),
Madison, Virginia, USA,1989 yang menguraikan manfaatnya bagi kesehatan umat manusia.
Sebagai telah diuraikan pada bagian depan dari tulisan ini, Agnihotra atau persembahan kepada
api suci adalah merupakan salah satu pacra Veda yang dilakukan setiap hari. Kitab Aitareya
Brhmana (V.26) menghubungkan pacra ini dengan seluruh Deva (Vivedeva) yang diharapkan
memberi perlindungan dan kesuburan ternak, sedang kitab Kautaki Brhmana (II.1)
mengidentifikasikan persembahan Agnihotra adalah persembahan kepada Deva Srya dan
menurut kitab suci Veda (gveda I.115.1) Srya adalah jiwa atau tma dari seluruh alam
semesta, yang bergerak dan yang tidak bergerak (srya tma jagatas tasthusa ca). Mantram-
mantram yang digunakan dalam pacra Agnihotra umumnya dipetik dari kitab suci Veda,
gveda, Yajurveda (salah satu yang sangat terkenal adalah Agnir jyotir jyotir agnir svh, Srya
jyotir yoti Srya svaha, III.9), dan beberapa mantram dari Atharvaveda. mantram lainnya
biasanya dari mantram sampradaya tertentu, misalnya aivisme menggunakan mantram
pemujaan kepada Ganea, Durgsaptasati, ivamahimastotra dan lain-lain. Di dalam atapatha
Brhmana (II.3.1.1) dinyatakan bahwa Agnihotra diidentikkan dengan Srya : Agnihotra tidak
lain adalah (pemujaan kepada) Srya . Karena ia muncul dari depan (agra) dari segala
persembahan, oleh karena itu Agnihotra adalah Srya . Agnihotra adalah persembahan sehari-hari
berupa cairan yang dituangkan ke dalam api, terdapat dua macam, yaitu ada yang dilakukan
sebulan sekali dan yang dilakukan sepanjang aktivitas hidup. Persembahan Havana dilakukan
pagi dan sore dan selanjutnya orang yang mempersembahkannyapun ketika ia meninggal ia
dibakar melalui pacra Agnihotra. Persembahan Yaja ghta (minyak mentega yang dijernihkan)
dan biji-bijian yang harum dituangkan di atas batang-batang kayu kering yang dibakar diikuti
dengan pengucapan mantram-mantram Veda. Yaja dilakukan pula pada bulan mati (Amavasya)
dan pada bulan purnama (Pramasi atau Prima). Agnihotra adalah pacra yang sangat
penting dari pacra-uapacara Veda yang dilakukan pada pagi dan sore hari oleh para Ghastha
(keluarga). Kitab Mahbhrata menyatakan: Seperti seorang raja di antara umat manusia, seperti
Gyatr mantram di antara seluruh mantram, demikian pula pacra Agnihotra adalah pacra
yang sangat penting di antara semua pacra-pacra Veda ( Ganga Ram Garga, 1992: 217).
Seperti telah diuraikan di atas, Hoa Yaja/Agnihotra adalah pacra Veda yang merupakan
permata atau mutiara dari semua Yaja dalam agama Hindu. Seperti pengamatan kami di india,
pacra ini dilaksanakan dalam berbagai kegiatan pacra Paca Yaja, baik Deva Yaja, Pitra
Yaja, i Yaja, N atau Manusa Yaja, demikian pula dalam pelaksanaan pacra-pacra besar
di Bali di masa yang silam, dilaksanakan pula pacra yang sangat utama ini.
Persembahan Hoa Yaja/Agnihotra sebaiknya dipimpin oleh seorang Dvijati atau pandita
(pjri), bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan oleh seorang pamangku atau pinandita
yang hidupnya senantiasa Vegetarian. Para peserta mengiringi pemimpin pacra dengan
mengucapkan Svha (untuk Deva Yaja dan Yaja yang lain) dan Svdha khusus untuk pacra
Hoa Yaja yang dilakukan dalam rangka Pitra Yaja, pada akhir setiap mantra dengan
sekaligus mempersembahkan persembahan yang telah disediakan dengan bahan persembahkan
ditempatkan di atas telapak tangan dalam posisi tengadah yang disorongkan kedalam Kunda atau
Vedi, tempat api persembahan berkobar. Hoa Yaja yang dilakukan dalam rangka pacra
kematian, biasanya dilakukan setelah 12 hari selesai pembakaran jenasah (Antyesti atau Ngaben),
sebelum hari tersebut dipandang masih dalam keadaan Cuntaka. Peserta yang mengikuti pacra
Hoa Yaja/Agnihotra dilarang bercakap-cakap dengan sesama peserta, merokok, minum
minuman keras dan melakukan penyucian diri (mandi besar) seandainya sebelumnya melakukan
hubungan suami-istri.
Sebelum secara khusus membahas pelaksanaan pacra Yaja ini, kiranya perlu diketengahkan
tata-tertib untuk melaksanakan dan mengikuti pacra yang sangat suci ini, antara lain: peserta
telah datang 15 menit sebelum pacra dimulai, diharapkan memakai pakaian sembahyang, yang
dibenarkan duduk di sekeliling kunda, vedi atau lobang api hanyalah mereka yang telah didvijati
(pandita) atau pamangku (pinandita), sedang peserta lainnya mengambil posisi dari para pandita
atau pinandita tersebut. Sang Yajamana atau yang mempersembahkan pacra dan seluruh peserta
pacra tidak diperkenankan meninggalkan pacra sebelum pacra selesai dilaksanakan. Posisi
duduk peserta pacra adalah: peserta wanita di sebelah kiri dan laki-laki di sebelah kanan kunda
atau vedi. Dilarang keras mempersembahkan ke dalam api suci bahan-bahan kimia berupa
plastik, lilin, dupa atau bahan-bahan yang telah jatuh ke tanah, karena telah cemar atau lungsuran.
Pelaksanaan Hoa Yaja/Agnihotra dimulai dengan menyiapkan air suci (sedapat mungkin
Tirtha Gangga), dan sangat baik bila seorang atau beberapa Dvijati (pandita) terlebih dahulu
ngarga atau memohon Trtha dengan menghadirkan dewi Gangga (dengan sarana Ganggastava)
di dalam Kumbha (di atas Tripada) sebagai sarana dalam acara Hoa Yaja/Agnihotra.
Selanjutnya dilakukan penyucian diri (acamana) dan Prayama. Setelah penyucian diri dan
prayama dilanjutkan dengan pemujaan kepada Agni (menggunakan mantra Agni Skta/gveda
I.1-9), Gyatri mantram 108 atau 21 kali, Mahamtyujaya 21 kali dan dalam pemujaan tertentu
untuk kesejahtraan nusa dan bangsa menggunakan mantram-mantram seperti berikut: Pthiv
Skta, Purua Skta, Nasadiya Skta, ntiprakaraa dan ditutup dengan nti mantra
(Paramanti). Sarana pacra persembahan adalah kayu bakar, sedapat mungkin kayu mangga,
intaran, beringin, cempaka, sandat, tulasi, majagau, batang kelapa kering atau cendana yang telah
kering dengan panjang + 10 -30 Cm dengan diameter 1-2 Cm, supaya mudah terbakar. Gahvya
(gobhar) diambil dari kotoran sapi-sapi yang dipelihara dan disayangi oleh pemiliknya dan bukan
berasal dari tempat/rumah pemotongan hewan. Sarana lainnya adalah daun, batang, bunga, akar
dan ranting kayu tulasi (disebut Pacngga) dan juga daun mangga, di samping juga susu segar,
yoghurt, gula merah, ghee (susu asam), madhu (kelima materi tersebut dinamakan Pacmta),
kapulaga, biji kacang hijau, cengkeh, beras merah, putih dan hitam serta wijen.
Sangat baik bila sebelum mempersembahkan Hoa Yaja didahului dengan mempersembahkan
pejati dan pesaksi kepada Devata yang bersthana di sebuah pura bila pacra itu dilaksanakan di
dalam pura. Bila dikaitkan dengan pacra besar, sangat baik dilengkapi dengan Pacadhatu
(emas, perak, tembaga, kuningan dan besi). Adapun bentuk kunda atau vedi umunya berbentuk
piramid terbalik, dapat dibuat dari tembaga atau besi, disamping juga dari batu bata atau sebuah
paso (belanga yang agak datar di Bali juga disebut dengan nama cobek dan semuanya harus baru
(payuk anyar). Bila pacra Hoa Yaja/Agnihotra dilaksanakan pada pagi hari sangat baik bila
menghadap ke Timur, sore hari menghadap ke Barat. Bila didepan altar atau pelinggih, sebaiknya
menghadap altar atau pelinggih tersebut. Demikian pula bila dilaksanakan di tepi pantai
hendaknya menghadap ke laut, di pegunungan diarahkan ke puncak gunung dan di tepi sungai
atau mata air, di arahkan ke sungai atau mata air.
Mantram-mantra yang digunakan pada umumnya diambil dari mantram-mantram kitab suci Veda,
dan banyaknya Skta yang dirapalkan tergantung kepada tujuan pacra Hoa Yaja tersebut,
demikian pula pilihan Skta umumnya disesuaikan dengan situasi pada saat pacra
dilaksanakan, misalnya untuk pacra Deva Yaja dan lain-lain. Berikut kami sampaikan susunan
mantram yang digunakan serta terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia:
Gyatri mantram disebut mantram disebut Vedamt, ibu dari semua mantram Veda. Mantram ini
disebut juga dengan nama Savitr atau Savit mantram, merupakan Samanya yang dapat
diucapkan oleh siapa saja bila dilakukan dengan kesungguhan, akan tercapai permohonannya.
O Bhur Bhuva Sva Tat savitur vareyam bhargo devasya dhmahi dhyoyona pracodayat.
(O Tuhan Yang Maha Agung, kami bermeditasi kepada kemaha muliaan- Mu, Tuhan Maha
Pencipta yangmenciptakan segalanya, anugrahkanlah kecerdasan dan budhi pekerti yang luhur
kepada kami).
Mantram ini memohon kemahakuasaan Sang Hyang iva sebagai Sang Hyang Rudra yang
melindungi dari berbagai bahaya dan menjauhkannya dari penderitaan: O Tryabhaka
yajamahe sugandhim puti vardhanam, urvrukam iva bandhann mtyor mukya mmtt (Ya
Tuhan Yang Maha Esa, kami memuja sebagai Sang Hyang iva Rudra yang menyebarkan
keharuman dan menganugrahkan makanan. Semoga Engkau melepaskan kami dari penderitaan
seperti buah mentimun (yang masak) dari batangnya, dari kematian dan bukan dari kekekalan).
gveda VII.59.12
VIII. Guru Pj
Dengan Guru Pj dimaksudkan kita memohon karunia dan rakhmat Tuhan Yang Maha Esa
sebagai guru agung alam semesta, termasuk juga pemujaan kepada para guru atau maharsi yang
suci yang telah mencapai alam kedevataan, yang membimbing umat manusia; O Gurur
Brahma gurur Viu gurur devo maheara gurur sakat para Brahma Tasmai r gurave
namah. (Kami memuja Tuhan Yang Maha Esa sebagai guru agung alam semesta, sebagai
Brahma, Visnu dan iva, hamba bersujud mohon karunia-Mu).
IX. Pthiv Skta
Pthiv adalah wujud Tuhan yang Maha Esa sebagai penguasa bumi. Ia digambarkan sebagai
seorang ibu yang penuh cinta kasih yang sejati memelihara semua mahluk di bumi ini dengan
menjadikan bumi seperti seorang ibu yang memberikan segalanya kepada putra-putinya yang
baik.
Tuhan Yang Maha Esa ketika menciptakan alam semesta beserta segala isinya menjadikan Diri-
Nya sendiri sebagai Yaja, oleh karena itu umat manusia masti ikut memutar Cakra Yaja dengan
jalan melaksanakan Yaja tiada hentinya dalam rangka Tri a, hutang jasa kepada-Nya dan
ciptaan-Nya.
1. Nasad sn no sad st tadan nsd rjo no vyo paro yat, kim avarva kuha kasya
arman nambha kim sd gahana gabhram.(Pada waktu itu dia tidak ada yang bukan
ada maupun yangh ada. Waktu itu tidak ada dunia,tidak ada langit pun pula tidak ada yang
di atas itu. Apakah yang menutupi dan dimana ? Airkah di sana, air yang tak terduga
dalamnya).
2. Na mtyur sd amta na na tarhi na rtrya ahna st praketa, and avta svadhay
tad eka tasmd dhnyan na para ki cansa.(Waktu itu tidak ada kematian, pun pula
tidak ada kehidupan. Tidak ada tanda yang menandakan siang dan malam. Yang Esa
bernafas tanpa nafas menurut kekuatannya sendiri. Bernafas menurut kekuatanya sendiri.
Di luar Dia tidak apapun juga).
3. Tama st tamas glham agre praketa salilasarvam ida tuchyenbhv apihita
yad sd tapasas tan mahina jyataikam.(Pada mula pertama kegelapan di tutupi oleh
kegelapan. Semua yang ada ini adalah keterbatasan yang tak dapat dibedakan. Yang ada
waktu itu adalah kekosongan dan yang tanpa bentuk. Dengan tenaga panad yang luar
biasa lahirlah kesatuan yang kosong).
4. Kmas tad agre sam avartatadhi manaso reta prathamayad st sato bandhum ast
nir avindan hdi praty kavayo mani.(Pada awal mulanya, setelah itu, timbullah
keinginan. Yang merupakan benih awal dan benih semangat.Para Rsi setelah meditasi
dalam hatinyamenemukan dengan kearifannya hubungan antara yang ada dan yang bukan
ada).
5. Tiracno vitato ramir em adha svid sd upari svid st, rethod san mahimna
san svadh avastat prayati parastt.(Sinarnya terentang ke luar, apakah ia melintang,
apakah ia di bawah atau diatas. Beberapa menjadi pencurah benih, yang lain amt hebat.
Makanan adalah benih rendah, pemakan adalah benih unggul).
6. Ko addh veda ka iha pra vocat kuta jt kuta iya viti,arvg dev asya
viarjanenth ko veda yata babhva.(Siapakah yang sungguh-sungguh mengetahui ?
Siapakah di dunia ini dapat menerangkannya ?Dari manakah penjadian ini, dari manakah
timbulnya ?Deva-Deva ada setelah penjadian ini, kemudian siapakah yang tahu, dari
manakah ia muncul).
7. Iya virtir yata babhuva yadi vdadhe yadi v na, yo asydhyaka parame vyOan
so ga veda yadi v na veda. (Dia, yang dari padanya penjadian timbul yang
membentuknya atau mungkin pula tidak. Dia yang mengawasi alam ini berada di langit
yang tertinggi, sesungguhnya ia mengetahui atau barang kali tidak.mengetahui). gveda
X.129.1-7
XIII. ntiprakaranam
Mantram untuk memohon kerahayuan jagat beserta semua mahluk hidup di dalamnya.
1. O sana soo bhavatu bahma sam nah sa no gravana samu santu yajah.Sa
na svarunam mitayo bhavantu sa na prasvah savastu vedih. (Soa rasa (amta)
yang digunakan dalam Yaja memberikan damai kepada kami, mantra-mantra dari veda
memberikan damai kepada kami, alat-alat untuk mendapatkan soarasa memberikan
damai, Yaja memberikan kedamaian kepada kami, stupa untuk Yaja memberikan damai
kepada kami. Usada memberikan damai kepada kami, dan tempat Yaja (vedi)
memberikan damai kepada kami. gveda VII.35.7
2. O sa no vta pavata sa nastapatu Srya. Sa na kanikradad deva
parjanyoabhi vrsatu. (Ya Tuhan Yang Maha Esa, semogalah udara yang berhembus
memberikan kedamaian kepada kami, surya bersinar untuk kedamaian kami, awan dengan
suaranya menurunkan hujan menimbulkan kesuburan pada tumbuh-tumbuhan untuk
kedamaian kami). Yajurveda XXXVI.1.10
3. O agne naya supath raye asmn vivni deva vayunni vidvan.Yuyodhy asmaj
juhurnam eno bhuyistham te nama uktim vidhema. (Ya Tuhan Yang Maha Esa dalam
wujud-Mu sebagai Agni ! Yang maha bijaksana, tunjukkanlah jalan yang benar dan untuk
mencari kebahagiaan dan kekayaan, kita akan menjalani utama karma agar supaya kita
dijauhi dari papakarma (perbuatan yang penuh dengan papa). Untuk itu kita dengan penuh
sujud dan selalu memuja dan mendapatkan ananda). gveda I.189.1.
4. O prajpate na nadetanyanyo viv jatani parita babhuva.Yatkmaste juhumastanno
astu vyam syma patayo patayo rayinam. (Ya Tuhan Yang Maha Esa sebagai Prajpati !
Tiada selain-Mu yang berada dimana-mana di dunia ini. Apapun keinginan kami dan
untuk memenuhi keinginan tersebut, kami datang kepada-Mu. Penuhilah semua keinginan
kami supaya semua terwujud dan kami menjadi kaya raya di dunia ini). gveda X.121.10
5. O svasti na indro vddharava svasti na pua vivveda.Svasti nastar kyo
aristanemi svasti no bhaspati dadhatu. Deva indra ! Maha besar tersebar dimana-mana
berikanlah kebahagiaan kepada kami, Wahai Deva yang maha tahu, peliharalah dunia,
berikanlah kebahagiaan kepada kami. Jalinkanlah tali rasa-mu yang tidak pernah putus
dan melalui karunia-mu seseorang bisa melewati dunia ini dan mencapai tujuan akhir,
berikanlah kebahagiaan. He pelindung yang maha besar berikanlah kebahagiaan kami.
gveda I.89.6
6. O taccakur devahita purastacchukramuccarat.Payema arada ata jvema
arada ata ranuyma arada ata pra bravama arada atamadinah syma
arada ata bhyaca arada att.(Tuhan Yang Maha Esa adalah saksi seluruh u,at
manusia dan maha karunianya bagi para sarjana. Beliaulah yang pertama sebagai cahaya
(teja). Untuk itu agar kami dapat melihat beliau seratus tahun, kami dapat hidup seratus
tahun, mendengar seratus tahun, untuk itu keagungan tuhan dapat kami ceritakan seratus
tahun dan kami bisa hidup seratus tahun dengan kebebasan, dan kemudian kita hidup
lebih dari seratus tahun).
7. O bhadra karnebhi nuyma deva bhadra payemkabhir yajatra.Sthirair
angaitustuvmsas tanbhirvyasemahidevahitam yad yuh. (Ya Tuhan Yang Maha Esa!
Anugrahkanlah karunia-Mu supaya kami mendengar yang baik dari telinga kami, melihat
selalu yang baik dari mata kami, berikanlah kekuatan badan yang sehat supaya kami
selalu memujamu dan sesuai dengan karma kami mendapatkan hidup yang lengkap dan
tidak meninggal sebelum waktunya). gveda I.89.10
8. O sa no dyavapthiv prvahutau sam antarikam daye no astu.Sa na
osadhirvanino bhavantu sa no rjaspatirastu jinu.(Ya Tuhan Yang Maha Esa! Pagi-
pagi setelah bangun kami selalu memohon supaya Dyuloka dan Prithiviloka memberikan
kedamaian kepada kami, demikian juga pada waktu setelah bangun, kita mlihat
antariksaloka, dan memohon supaya antariksaloka memberikan damai kepada kami.
Usada memberikan damai kepada kami. Ya Tuhan Yang Maha Besar rajanya dunia yang
selalu jaya anugrahkanlah kebahagiaan kepada kami). gveda VII.35.5
Mantram ini mendorong umat-Nya senantiasa tegar dalam menghadapi berbagai cobaan, tidak
ada rasa takut atau khawatir dan hidup dalam ketenangan.
Setiap mengakhiri suatu kegiatan keagamaan hendaknya ditutup dengan permohonan kedamaian
seperti diamanatkan dalam nti mantram berikut:
G. Penutup
Demikian keutamaan pacra Hoa Yaja/Agnihotra menurut kitab suci Veda, sudah tentu
banyak hal yang mesti perlu dilakukan penelitian dan pengkajian kembali terhadap sumber-
sumber yang ada baik dalam bahasa Sanskerta maupun Jawa Kuno. Semoga kata pengantar ini
bermanfaat dalam rangka penyempurnaan tulisan ini dan semua pikiran yang baik dari segala
penjuru.