b. Biaya dan Manfaat yang diukur secara langsung dan tidak langsung.
Mempersoalkan apakah biaya atau manfaat adalah nyata (tangible) atau
tidak nyata (intangible). Ukuran Nyata adalah biaya dan manfaat yang
secara langsung dapat diukur dengan harga pasar yang sebenarnya dari
barang dan pelayanan, sementara yang tidak nyata adalah biaya dan manfaat
yang secara tidak langsung diukur dengan cara menafsirkan nilai sebenarnya
dari barang itu dengan patokan harga pasar. Ketika berhubungan dengan
yang tidak nyata seperti harga udara bersih, analis kemungkinan membuat
harga bayangan dengan membuat keputusan subyektif tentang nilai dolar
dari biaya maupun manfaat.
c. Biaya dan manfaat primer dan sekunder. Mempersoalkan apakah biaya atau
manfaat itu dihasilkan secara "langsung" atau "tidak langsung" oleh suatu
program, Biaya atau manfaat primer adalah suatu biaya atau manfaat yang
dihubungkan dengan sasaran program yang paling bernilai, sedangkan biaya
atau manfaat sekunder berkaitan dengan sasaran yang kurang bernilai.
Sebagai contoh, program sertifikasi guru. Manfaat langsungnya adalah,
dihasilkannya 2000 guru bersertifikat setiap tahun, dengan biaya 2M rupiah.
Manfaat sekundernya: Peningkatan motivasi pengembangan diri guru, dan
dampak biaya sekundernya: berkurangnya sekian ratus jam mengajar akibat
proses sertifikasi yang ketat.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa uang sebesar RpU,- pada tahun ke n akan
bernilai sebesar U (1+0,1)n. Dengan analisis seripa maka kita tahu apabila kita
mempunyai uang sebesar Rp5 juta kita bungakan terus menerus selama 30 tahun,
pada akhir tahun ke-30 akan bernilai 5 (1,10)30 atau sebesar Rp87 juta.
Rumus umum penghitungan nilai akan datang (future value):
P = Po (1 + i)n
di mana:
Pn = nilai uang di masa datang
Po = nilai uang sekarang
I = tingkat bunga
n = tahun
b. Konsep Present Value (Nilai Uang Sekarang)
Karena sifat manusia yang myopic tersebut maka uang yang akan kita
terima beberapa tahun yang akan datang nilainya tidak sama dengan apabila
jumlah uang tersebut kita terima saat ini. Berapa nilai sekarang dapat
dihitung dengan menggunakan konsep present value (nilai uang sekarang).
Apabila kita menerima uang sebesar RpU,- yang diterima pada n tahun yang
akan datang, maka penghitungan nilainya sekarang (Po) dari uang tersebut dapat
dihitung dengan
menggunakan rumus:
di mana:
Po = nilai uang sekarang
U = jumlah uang yang akan diterima 30 tahun yang akan datang
i = tingkat bunga
n = tahun
Sebagai contoh, apabila kita akan menerima uang sebesar Rp5 juta pada
lima tahun yang akan datang, maka nilai uang tersebut sekarang adalah tidaklah
sebesar Rp5 juta, akan tetapi sebesar Rp5 / (1+0,10)5 atau hanya sebsar
Rp3,10juta.
Dari analisis di atas dapat kita ketahui bahwa dalam melaksanakan evaluasi
atas suatu proyek, terutama pada jenis proyek yang mempunyai umur ekonomis
yang relatif panjang dan memberikan manfaat serta menimbulkan biaya pada saat
yang berbeda-beda, maka dalam mengevaluasinya kita harus mempertimbangkan
faktor-faktor di atas, yaitu kita menghitung seluruh manfaat dan biaya dari suatu
proyek selama umur proyek yang bersangkutan dan kita hitung nilainya sekarang.
dimana :
NPB = nilai bersih, yaitu manfaat dikurangi dengan biaya pada tahun ke n
i = tingkat bunga
n = 1, .............., 50:umur proyek
M = manfaat
B = biaya
Proyek yang mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas.
Walaupun demikian pertimbangan untuk melaksanakan proyek tidak cukup hanya
dengan IRR-nya saja, tetapi secara umum tingkat pengembaliannya (rate of
return) harus lebih besar dari biaya oportunitas penggunaan dana. Jadi suatu
proyek akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian
(IRR) dan tingkat diskonto (i). Tingkat diskonto disebut juga sebagai external
rate of return, merupakan biaya pinjaman modal yang harus diperhitungkan
dengan tingkat pengembalian investasi. Investor akan melaksanakan semua
proyek yang mempunyai IRR > i dan tidak melaksanakan investasi pada proyek
yang harga IRR < i.
Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1.
Metode BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila
BCR > 1 berarti pula NPB > 0.
Contoh penggunaan metode BCR dalam sebuah proyek:
Departemen PU mempertimbangkan untuk membuat jalur baru karena
banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjdi. Diestimasikan ongkos pembangunan
jalur baru per km adalah $100.000 sepanjang 51 km dengan perkiraan umur 30
tahun dengan ongkos perawatan diperkirakan 3% dari ongkos awal. Kepadatan
lalu lintas pada jalan ini adalah 10.000 kendaraan per hari dan analisis dilakukan
pada tingkat bunga 7%. Estimasi angka kecelakaan turun dari 8 menjadi 4 per 100
juta km kendaraan kalau jalan baru dibuka.
Ongkos yang ditimbulkan dari adanya kecelakaan meliputi: ongkos
kerugian properti, pengeluaran untuk keperluan medis, dan hilangnya upah bagi
orang yang mengalami kecelakaan. Dari data yang diperoleh, informasi bahwa
rata-rata ada 35 kecelakaan ringan dan 240 kerusakan properti untuk setiap satu
kecelakaan fatal.
Ongkos ekuivalen saat ini dari setiap klasifikasi kecelakaan tersebut adalah
sebagai berikut:
kecelakaan fatal per orang $ 900.000
kecelakaan ringan 10.000
kerusakan properti 1.800
Dengan data-data di atas maka ongkos agregat dari kecelakaan per satu
kecelakaan fatal bisa dihitung sebagai berikut:
kecelakaan fatal per orang $ 900.000
kecelakaan ringan ($10.000 x 35) 350.000
kerusakaan properti ($1.800 x 240) 432.000
total $1.682.000
Dengan metode BCR tentukan apakah usulan pembukaan jalur baru tersebut bisa
diterima atau tidak.