Obyektif Presentasi:
Deskripsi:
Dalam kasus ini diangkat mengenai seorang laki-laki berusia 48 tahun dengan Sindrom Koroner Akut dan AV Block, agar dapat memberikan
gambaran untuk diagnostik, penatalaksanaan kegawatan dan perawatan pasien
Tujuan:
b. Mengatasi Kegawatdaruratan pada pasien dengan Sindroma Koroner Akut dan Av Block
c. Penatalaksanaan dan Edukasi pasien dengan Sindroma Koroner Akut dan Av Block
Nama RS: RSI PKU Muhammadiyah Kab. Tegal Telp: (0283) 344 8131 Terdaftar sejak: 14 Agustus 2017
b. Pasien datang Ke IGD rumah sakit dengan mengeluhkan Lemas sejak tadi siang 7 jam yang lalu. Hal dirasakan saat bekerja membersihkan
Jalan layang tiba tiba pasien lemas, berkeringat dingin, di awali muntah 3 kali. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada yang tembus ke belakang
menjalar sampai ke tangan kiri, nyeri tidak berkurang meskipun pasien beristirahat.
Kualitas : Nyeri pada dada sebelah kiri tembus ke belakang, menjalar sampai ke tangan kiri. Dirasakan seperti ditekan benda berat
Kuantitas : Nyeri dirasakan terus-menerus.
Faktor yang memperingan: Tidak hilang dengan Istirahat
Faktor yang memperberat :
Gejala penyerta: mual (+), muntah (+) 1 kali, keringat dingin (+), demam (-), sesak (-), BAK dan BAB (+) dalam batas normal.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini dan berobat sebelumnya
3. Riwayat kesehatan/Penyakit :
Ada Riwayat hipertensi tidak rutin kontrol, DM (-), kebiasaan merokok sehari menghabiskan 1-2 bungkus rokok, sering minum kopi (+)
4. Riwayat keluarga :
Tidak teridentifikasikeluarga sedarah pasien yang diketahui memiliki penyakit jantung.
5. Riwayat pekerjaan :
Pemeriksaan fisik
Kepala: Mesosefal
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), Perdarahan subkonjugtiva (-/-), Pupil isokor dengan Diameter (3 mm/3 mm),
Reflek cahaya (+/+), Edema palpebra (-/-), Strabismus (-/-)
Telinga: Membran Timpani Intak, Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
Thorax :
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-) wheezing (-), Rhonki (-)
Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, supel, nyeri tekan Epigastrium (+)
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+), pekak alih (-), pekak sisi (+)
Ekstremitas : Akral dingin (+) pada kedua tangan kiri dan kanan, Nadi Lemah (+), CRT <2, Edema (-)
Laboratorium
Hematokrit 37,6 % 35 55 %
KIMIA KLINIK
SGOT 23 5 40
SGPT 26 5 41
Cl 108,1 98 107
Elektrokardiografi
Intepretasi
a. Bradiaritmia
b. Heart Rate:50 kali/menit, reguler
c. Aksis: Normoaksis
d. Gelombang P = 0,12 detik, P mitral (-), P pulmonal (-)
e. Interval PR > 0,20 detik ada perpanjangan interval PR Irreguler
f. Kompleks QRS > 0,08 detik Irreguler
g. Q patologis (-)
h. Segmen ST elevasi pada lead II, III, aVF.
i. Segmen ST Depresi pada lead I dan aVL
j. Gelombang T: T inverted (-), Tall T (-)
k. R/S di V1<1, R di V5 + S di V1 <35
Kesan: Sinus Ritme, STEMI Inferior dan Av Block derajat III
HASIL RADIOLOGI
Non Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi pasien dengan Sindroma Koroner Akut dan Av Block
b. Menjelaskan mengenai penatalaksanaan awal, dan perawatan pasien Sindrom Koroner Akut dan AV Block
c. Menjelaskan indikator/gambaran perbaikan kondisi pasien Sindrom Koroner Akut dan Av Block
Medikamentosa:
a. Tirah baring
c. Infus RL 20 tpm
f. Pasang Monitor
Konsul Dr.Emi Sp.PD
1. Rawat ICU
2. Oksigen Nasal 4 lpm
3. Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
4. Injeksi Cefriaxone 2 x 1 gr (ST)
5. Injeksi Arixtra 1 x1 (SC)
Maintenance
6. Jika TD Sistolik < 90 mmHg Dopamin 5 mEg/KgBB/Jam
7. PO .Clopidogrel 1x75 mg
8. PO.ISDN 2 x 5 mg jika TD Sistolik > 100 mgHg
9. PO.MST 2 x10 mg bila nyeri
10. PO.Episan Syrup 3x C1
11. PO.Alprazolam 1x0,5 mg
12. PO. Morfin Sulfat 2 x 10 mg
13. Rontgen Thorax
14. EKG ulang per 6 jam
15. Cek Darah Lengkap + Elektrolit
a. Antman EM, Loscalzo J. Ischemic Heart Disease dalam Kasper et al Harrisons Principles of General Internal Medicine 19th Ed.
McGraw-Hill Medicine. United States. 2015
b. Irmalita et al. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ke-3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Jakarta: 2015
c. Subagjo A et al. Bantuan Hidup Dasar Jantung. PERKI. Jakarta: 2015
d. Subagjo A et al. Bantuan Hidup Jantung Lanjut. PERKI. Jakarta: 2015
e. Cannon CP, Braunwald E. Non-ST-Segment Elevation Acute Coronary Syndrome (Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction
and Unstable Angina) dalam Kasper et al Harrisons Principles of General Internal Medicine 19th Ed. McGraw-Hill Medicine. United
States. 2015
f. Antman EM, Loscalzo J. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction dalam Kasper et al Harrisons Principles of General Internal
Medicine 19th Ed. McGraw-Hill Medicine. United States. 2015
g. Freedman JE, Loscalzo J. Arterial and Venous Thrombosis dalam Kasper et al Harrisons Principles of General Internal Medicine 19th
Ed. McGraw-Hill Medicine. United States. 2015
h. Libby P. The Pathogenesis, Prevention and Treatment of Atherosclerosis dalam Kasper et al Harrisons Principles of General Internal
Medicine 19th Ed. McGraw-Hill Medicine. United States. 2015
i. Schoen FJ, Mitchell RN. The Heart dalam Kumar et al Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 8th Ed. Saunders Elsevier.
Philadelphia. 2010.
j. Wang TY, Ohman M. Myocardial Infarction dalam Runge et al Netters Internal Medicine 2nd Edition.
Hasil Pembelajaran:
Kesadaran CM
Konfirgurasi Kardiomegali
Extremitas : Akral dingin pada kedua tangan kiri dan kanan (+)
STEMI Inferior
P:
1. Tirah baring
2. O2 Kanul Nasal 4 Lpm
3. Infus RL 20 tpm
4. PO. ISDN 2 x 5 mg Jika TD Sistolik > 100 mgHg
5. PO. Aspilet 1 x 325 mg
6. PO. Clopidogrel 1 x 150 mg
7. PO. Morfin Sulfat 2 x 10 mg bila Nyeri
8. Inj. Arixtra 1 x 0,6 mL (7,5 mg)
9. Inj. Omeprazol 1 x 40mg
10. EKG Serial per Hari
TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit
dan angka kematian yang tinggi. Pasien dengan Penyakit Jantung Iskemik (PJI) atau Ischemic Heart Disease (IHD) secara umum dikategorikan
menjadi pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK)/Chronic Coronary Artery Disease (CAD) yang bermanifestasi sebagai angina stabil dan
Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute Coronary Syndrome(ACS).1 SKA merupakan sekumpulan gejala dan tanda yang merujuk pada
penyumbatan arteri koroner secara akut yang menyebabkan infarknya sel-sel miokard pada jantung pasien.1,2 Pada perjalanannya, proses PJK
bersifat kronis, dimana nyeri dada bersifat intermiten dan dapat membaik dengan istirahat, hal tersebut dikarenakan sel-sel otot jantung
beradaptasi dengan penyempitan pembuluh koroner yang semakin bertambah setiap tahunnya. Lain halnya dengan SKA, yang bersifat
penyumbatan akut, sehingga sel-sel otot jantung tidak memiliki kesempatan untuk beradaptasi, sehingga jatuh ke posisi iskemik akut yang
berujung pada infark.
Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman
penelitian yang ada. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut ini merupakan hasil kerja Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia yang disusun melalui proses penelaahan berbagai publikasi ilmiah dan mempertimbangkan konsistensi dengan berbagai konsensus dan
pedoman tatalaksana yang dibuat oleh berbagai perkumpulan profesi kardiovaskular.
Penyebab SKA adalah penyumbatan arteri koroner jantung akibat trombus pada endotel yang teraktivasi pada arteri koroner, maupun
embolus yang terbentuk dan terbawa pada aliran darah ke koroner. Proses terbentuknya trombus ini melibatkan banyak faktor risiko. Faktor-
faktor risiko tersebut akan diuraikan peranannya satu persatu dalam laporan kasus berikut.
Dalam kasus ini diangkat mengenai seorang laki-laki berusia 48 tahun dengan Sindrom Koroner Akut dan Av Block, agar dapat
memberikan gambaran untuk penatalaksanaan kegawatan dan perawatan pasien dengan tepat dan cermat.
2.1. Epidemiologi
Penelitian menunjukan bahwa penderita yang simtomatis prognosisnya lebih baik daripada yang penderita yang asimtomatis. Data saat
ini menunjukkan bahwa bila penderita asimtomatis atau dengan simtom ringan, kematian tahunan pada penderita dengan satu atau dua pembuluh
darah koroner adalah 1,5 % dan kira kira 6 % untuk lesi pada tiga pembuluh koroner. Survei Organisasi Kesehatan Dunia/World Health
Organization (WHO) diperkirakan 17,1 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, dan 7,2 juta di antaranya
disebabkan karena penyakit jantung koroner.3
Prevalensi penyakit jantung di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah 7,2%. Sindroma Koroner
Akut merupakan sebagian dari prevalensi penyakit jantung tersebut.4
Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaandengan wanita setelah umur 55 tahun.
Proses kronis penyempitan dinding pembuluh koroner dan trombosis merupakan dua dasar terjadinya penyakit jantung iskemik. Pada
CAD/IHD proses aterosklerosis lebih dominan, menyebabkan penyempitan lumen pembuluh koroner yang pertambahannya dimanifestasikan
sebagai suatu nyeri dada khas angina, yang membaik dengan istirahat. Pada sindroma koroner akut, trombosis lebih mendominasi, dikarenakan
suatu proses yang akut, hebat dan menyebabkan infark secara cepat.
Faktor risiko merupakan predisposisi yang dinilai meningkatkan kemungkinan kejadian aterosklerosis meliputi dislipidemia, merokok,
hipertensi, DM, riwayat CAD, usia (laki-laki > 45, perempuan >55 tahun), gaya hidup (obesitas, kurang aktivitas fisik, diet tinggi lemak),
kelainan sistem koagulasi, inflamasi kronis, dan berbagai risiko genetik.
Aterosklerosis
Proses terjadinya plak aterosklerotikdipahami bukan proses sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi
endotel dan prosesinfl amasi juga berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor
tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke
lumenpembuluh darah
1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran
Endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup
sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL
(low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons infl amatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.
Tabel 1. Komponen primer pembentukan plak aterosklerosiskarena disfungsi endotel
Beberapa faktor risiko koroner turut berperandalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok.
Adanya infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel.6,8 Faktorfaktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan
selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel
mengaktifkan proses infl amasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan
plak.Endotel yang mengalami disfungsi ditandai hal-hal sebagai berikut :
a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler
b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif(misalnya P-selektin, molekul adhesifantarsel, dan molekul adhesif sel pembuluhdarah, seperti
Vascular Cell AdhesionMolecules-1 [VCAM-1])2,8
c. Peningkatan trombogenisitas darahmelalui sekresi beberapa substansi aktiflokal.
2. Perkembangan proses
Aterosklerosis : Peran proses inflamasi
Jika endotel rusak, sel-sel infl amatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul
adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag akan mencerna
LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang
teraktivasi ini melepaskanzat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumornecrosis factor , IL-1, IL-6,
CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses inidengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh
darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika
media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fi brosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid
dari aliran pembuluh darah.8 Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan
menyebabkan terjadinya disrupsi plak.
3. Stabilitas plak dan kecenderungan
Mengalami ruptur
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan
kecenderungan untuk mengalami ruptur.2 LDL yang termodifi kasi meningkatkan respons infl amasi oleh makrofag. Respons infl amasi ini
memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifi kasi lagi, dan
seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh
darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fi brosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fi brosis menipis, ruptur plak mudah
terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenikpada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinfl
amatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses antiinfl amatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan
mendukungstabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF- bekerja mengurangi proses infl amasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara
seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan
plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur.
4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA
Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila
stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya
menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur danada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fi brosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupakan predisposisi
untuk terjadinya ruptur.Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini
menyebabkanadhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuktrombus.2,3,6,8 Trombosit berperan dalam
proses hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma
merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit.6
Proses hemostasis primer maupun sekunder bisa dilihat pada gambar 6.
Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk2:
a. Trombus putih: merupakan bekuan yangkaya trombosit. Hanya menyebabkanoklusi sebagian.
b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fibrin. Terbentuk karena aktivasikaskade koagulasi dan penurunanperfusi pada arteri.
Bekuan ini bersuperimposisidengan trombus putih, menyebabkanterjadinya oklusi total.
Faktor Risiko
Faktor factor resiko dibagi menjadi dua yaitu factor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.
c. Merokok
Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok
dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan resiko sebesar 20-30%. Resiko terjadinya PJK akibat merokok
berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua hingga tiga
kali lebih tinggi menderita PJK dari pada yang tidak merokok (Leatham, 2006). Setiap batang rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia,
diantaranya karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen sianida, amoniak, oksida nitrogen, senyawa hidrokarbon, tar,
nikotin, benzopiren, fenol dan kadmium. Reaksi kimiawi yang menyertai pembakaran tembakau menghasilkan senyawa-senyawa kimiawi
yang terserap oleh darah melalui proses difusi. Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin dan bersama-
sama zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan dinding koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf
simpatik sehingga jantung berdenyut lebih cepat dan kebutuhan oksigen meninggi. Karbon monooksida yang tersimpan dalam asap
rokok akan menurunkan kapasitas penggangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut menggantikan sebagian
oksigen dalam hemoglobin. Perokok beresiko mengalami seranggan jantung karena perubahan sifat keping darah yang cenderung
menjadi lengket sehingga memicu terbentuknya gumpalan darah ketika dinding koroner terkoyak.
d. Hiperlipidemia
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas berasal eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis
lemak. Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma tetapi terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum. Peningkatan
kolesterol LDL, dihubungkan dengan meningkatnya resiko terhadap koronaria, sementara kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya
berperan sebagai faktor perlindung terhadap penyakit arteri koroneria.Terapi dislipidemia yang dianjurkan adalah dengan agen
farmakologis HMG-CoA reductase inhibitos (statin), dibandingkan dengan agen antilipid lain seperti asam fibrat maupun niasin. Terapi
dislipidemia ditujukan pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskuler, kolesterol LDL > 190 mg/dL, dan usia > 40 tahun dengan
LDL 70-189 mg/dL.
e. Obesitas
Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras, adanya beban ekstra bagi jantung. Berat badan yang berlebih
menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi sehingga berkolerasi terhadap tekanan darah sistolik.
f. Gaya hidup tidak aktif
Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko PJK yang setara dengan hiperlipidemia, merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik
memiliki resiko 30%-50% lebih besar mengalami hipertensi. Aktivitas olahraga teratur dapat menurunkan resiko PJK. Selain
meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stres, keuntungan lain olahraga teratur adalah meningkatkan kadar
HDL dan menurunkan kadar LDL. Selain itu, diameter pembuluh darah jantung tetap terjaga sehingga kesempatan tejadinya
pengendapan kolesterol pada pembuluh darah dapat dihindari
c. Usia
Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Namun dengan demikian jarang timbul penyakit
serius sebelum usia 40 tahun, sedangkan dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden MI meningkat lima kali lipat. Hal ini terjadi akibat
adanya pengendapan aterosklrerosis pada arteri coroner
2.3. Anatomi Fisiologi Sistematik
Sirkulasi koroner merupakan sistem peredaran darah untuk otot-otot jantung yang terdiri atas arteri koronaria dan sinus koronaria. Kedua
pembuluh nadi jantung, arteri koronaria kanan dan kiri bersifat end circulation atau merupakan satu-satunya sumber vaskularisasi jantung.
Autoregulasi sirkulasi darah yang tepat menjaga agar aliran kebutuhan oksigenasi, nutrisi serta pembuangan sisa metabolik otot jantung dapat
terjamin. Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan nyeri dada spesifik yang dikenal sebagai angina pektoris.
Gambar 4. Penyumbatan pada arteri descendens anterior, menyebabkan infark anterior. Ditandai dengan pembentukan elevasi di Lead 1 serta
inversi
Gelombang T pada lead V2, V3 dan V4.
Gambar 5.Penyumbatan pada arteri koronaria kiri cabang circumflexa (LCx) dan LAD menyebabkan infark anterolateral, ditandai dengan
elevasi di Lead 1, aVL, V5 dan V6
Gambar 6. Penyumbatan pada arteri koroner kanan menyebabkan infark inferior, ditandai dengan inversi gelombang T pada lead II, III, aVF.
Gambar 7. Gambaran perjalanan iskemi hingga infark otot jantung, ditandai dengan perubahan gambaran gelombang PQRS pada
elektrokardiografi.
Gambaran elektrokardiografi aktivitas listrik jantung digambarkan melalui serangkaian perubahan pada segmen ST, gelombang T dan
gelombang Q. Pada awal iskemia, digambarkan terbentuk inversi gel T (inversi gelombang T). Jejas tersebut menyebabkan peningkatan segmen
ST (elevasi segmen ST). Infark menyebabkan depolarisasi terganggu, sehingga terbentuk gelombang Q patologis.
Ketika trombosit teraktivasi, glikoprotein Iib/IIIa di permukaan mereka mengalami perubahan konformasional, menyebabkannya dapat
berikatan dengan fibrinogen dan/atau faktor von Willebrand, menengahi agregasi trombosit.
Diagnosis
Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marker jantung dan foto
polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai berikut : non kardiak, angina stabil, kemungkinan
SKA dan Definitif SKA. Secara umum dibagi menjadi 3 kondisi:
a. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST-segment Elevation Myocardial Infarction atau STEMI)
b. Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction/NSTEMI)
c. Angina pektoris tidak stabil (Unstable Angina Pectoris/UAP)
Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemik miokardium dapat berupa nyeri dada tipikal (angina tipikal/spesifik) atau atipikal (angina ekuivalen).
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/ berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu atau
epigastrium. Keluhan berlangsung intermiten/ beberapa menit atau persisten (> 20 menit), disertai keluhan penyerta diaphoresis, mual/muntah,
nyeri abdominal, sesak nafas, dan sinkop.
Angina atipikal sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan, sesak nafas yang tidak
dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau
usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun atau demensia. Keluhan ini juga muncul saat istirahat terutama ada
riwayat penyakit jantung koroner.
Anamnesis yang dilakukan harus sangat cermat, mengingat manifestasi nyeri dada dapat berasal dari berbagai organ dalam hingga otot
penyusun dada. Riwayat penyakit dulu seperti diabetes, darah tinggi, hiperkolesterolemia, stroke, penyumbatan pembuluh perifer lain, aktivitas
fisik, merokok dapat menjadi acuan pengarahan anamnesis yang tepat dan cermat, mengingat eratnya faktor risiko tersebut.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan ditemukan pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer/ karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas koroner, atau IKP.
4. Mempunyai faktor resiko : umur, hipertensi, merokok,dislipidemia, diabetes melitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang
diklasifikasi atas resiko tinggi, resiko sedang, resiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education Program).
Nyeri dengan gambaran dibawah ini bukan karakteristik iskemik miokard (Nyeri dada nonkardiak) :
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam berhubungan dengan respirasi atau batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat di tunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi.
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik.
6. Nyeri dada menjalar ke ekstermitas bawah.
Pemeriksaan Fisik
Kesan pertama pada pemeriksaan fisik spesifik yang dapat dinilai adalah posisi Levine (Levines Sign) dimana pasien memegang dada
akibat nyeri yang secara khas menunjukkan nyeri angina. Kemudian pasien dengan sindroma metabolik dinilai dari status gizi yang cenderung
obese, lingkar perut berlebih, serta pada pasien perokok dapat dilihat dari nikotin stain di gigi serta aroma nikotin pada tubuh pasien.
Pemeriksaan tanda vital penting, meliputi aspek keadaan umum pasien, kesadaran, tekanan darah, denyut jantung (heart rate), denyut
nadi (pulse rate), laju napas (respiratory rate), dan suhu badan. Keadaan umum menunjukkan kondisi pasien secara umum, misal tampak sesak
napas, tampak angina spesifik (Levines sign), tampak berdebar-debar dan tampak berkeringat dingin (diaforesis). Tekanan darah dapat menjadi
normal, menurun (hipotensi akibat syok kardiogenik) maupun hipertensif akibat riwayat hipertensi pasien. Denyut jantung atau nadi dapat
bersifat bradikardia (melambat < 60 detak/menit), normal maupun takikardia (> 100 detak/menit) yang sebaiknya dikonfirmasi dengan
pemeriksaan rekam jantung, bila ditemukan suatu kelainan irama seperti takikardi atrial/supraventrikel, ventrikel maupun blok jalur AV.
Respiratory rate dapat meningkat, terutama pada kasus yang disertai edema paru. Suhu badan dapat normal maupun meningkat, yang
diakibatkan oleh aktivitas persarafan simpatis selama terjadi perasaan panik akibat angina.
Pemeriksaan thoraks meliputi jantung dan paru. Hasil pemeriksaan jantung dapat ditemui ireguleritas bunyi jantung, bising/murmur,
gallop bila terjadi gagal jantung. Pemeriksaan paru lebih merujuk pada manifestasi edema paru akut, dengan dijumpainya ronki basah halus (fine
crackles) di kedua basal paru. Pada ekstermitas umumnya dijumpai akral dingin sebagai manifestasi kegagalan sirkulasi sentral untuk
mendistribusikan cairan hingga ke perifer.
Elektrokardiografi
Pasien dengan keluhan nyeri dada dan mengarah ke kondisi iskemik menjadi suatu indikasi dilakukannya pemeriksaan rekam aktivitas
kelistrikan jantung/elektrokardiografi. Meskipun tidak setiap kelainan iskemik tergambarkan secara jelas pada hasil EKG (Angina Pektoris Tak
Stabil misalnya), tidak menjadi suatu celah untuk tidak dilakukan pemeriksaan EKG.
Pemeriksaan 12 sadapan dilakukan, bila prlu ditambahkan resiprokal V3R dan V4R, serta V7-V9 bila kecurigaan infark posterior.
Pemeriksaan dapat bersifat rangkaian/serial, karena transformasi infark terjadi berurutan waktu.
Gambaran yang dapat ditemukan meliputi normal, Left Bundle Branch Block baru elevasi segmen ST persisten, depresi segmen ST
dengan atau tanpa inversi gelombang T. Ambang elevasi segmen ST yang menjadi patokan adalah 0,1 mV.
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, aVL Lateral
V7-V9 Posterior
Petanda Jantung
Gambar 9. Enzim dan komponen protein miokard yang dilepaskan saat infark
Selama infark, sel otot jantung melepaskan berbagai enzim dan komponen otot yang dapat kita periksa.
X-Foto Thoraks
Pemeriksaan x-foto thoraks umumnya adalah untuk menyaring risiko edema paru pada manifestasi akut SKA.
Merupakan upaya skrining kelainan panel metabolik seperti glukosa darah sewaktu, panel lipid, fungsi koagulasi dan trombosit, fungsi ginjal,
fungsi hati serta elektrolit.
Penatalaksanaan
Bila menjumpai kondisi Sindroma Koroner Akut, maka penatalaksanaan tetap dilakukan sebelum diagnosis ditegakan secara pasti.
a. Tirah baring
b. Oksigenasi masker 8-10 LPM
c. Aspirin loading dose 160-320 mg dikunyah, maintenance dose 75-100 mg/hari
d. Penghambat reseptor ADP
1. Clopidogrel loading dose 300mg dengan maintenance dose 75mg/hari
2. Ticaglerol 180 mg, dengan maintenance dose 2 x 90mg/hari
e. Nitrogliserin tablet sublingual 5-10 mg, diberikan 3 kali berturut-turut dengan jeda 5 menit. TD Sistolik > 90 mmHg.
1. ISDN 2,5 15 mg SL
2. Nitrogliserin 0,3-0,6 mg-1,5 mg SL
3. Isosorbit 5 mononitrat 2 x 20 mg PO
f. Morfin sulfat 1-5 mg IV, diulang 10-30 menit bila respon terhadap nitrogliserin sublingual kurang baik
g. Antikoagulan
1. Fondaparinuks 2,5 mg/hari SC
2. Enoksaparin 1mg/kg dua kali sehari
3. Unfractonated Heparin loading dose 60 IU/kg, maintenance 12 U/kg selama 24-48 jam dengan target aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol
h. Antiremodelling
Captopril 2-3 x 6,25-50 mg/hari
i. Statin
a. Sasaran kolesterol LDL < 100 mg/dL
a. Simvastatin 40 mg
b. Artovastatin 20 mg
a. Streptokinase 1,5 juta U dalam 100 mL D5% atau NaCl 0,9% dalam 30-60 menit
b. Alteplase (tPA) Bolus 15 mg IV, 0,75mg/kg dalam 30 menit, lanjut 0,5 mg/kg dalam 60 menit
2.8. Komplikasi
a. Gagal Jantung
b. Syok kardiogenik
c. Edema paru
d. Aritmia (SVT, VT, AV-Blok)
e. Ruptur Kardiak
f. Ruptur Septum Ventrikel
Plan :
1. Appendicitis 1
IP Dx :S:-
O : USG Abdomen
IP Tx :
Informed consent
Inf RL 20 tpm
IP Ex : - Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit pasien dan penatalaksanaannya
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang komplikasi yang mungkin terjadi
Pada hari ini hari tanggal 2016, telah dipresentasikan portofolio oleh:
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya
Pendamping,
dr. Lukito Hari Prasetyo, M.M.