Disusun oleh :
Putri Ayu Ratnasari, S.Ked. 04054821618117
Rahma Putri Utami, S.Ked. 04054821719105
Pembimbing:
dr. H. Hadi Asyik, Sp.A.
Oleh :
Putri Ayu Ratnasari, S.Ked.
Rahma Putri Utami, S.Ked.
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Sriwijaya
dalam rumah sakit jejaring Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI, Fakultas
Kedokteran Universitas.
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat
dan hidayah-Nya Penyusun bisa menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul Kejang
demam kompleks + Faringitis akut + Suspect anemia defisiensi besi ec low intake
ini dengan baik.
Laporan kasus ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas Kepaniteraan
Klinik yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran dalam Departemen Ilmu
Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Terima kasih tak lupa pula Kami ucapkan kepada dr. H. Hadi Asyik, Sp.A., yang
telah membimbing dalam proses penyusunan laporan kasus, beserta pihak-pihak lain
yang terlibat, baik dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun
inmateril dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik yang membangun dan saran dari pembaca sangat Kami harapkan sebagai
bahan pembelajaran yang baru bagi Penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................1
BAB II. STATUS PASIEN..........................................................................................2
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................13
BAB IV. ANALISIS KASUS...................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
2
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Meskipun demikian, kejang
merupakan peristiwa yang menakutkan dan sering menimbulkan kecemasan bagi setiap
orangtua. Hal inilah yang mendorong penulis untuk membahas kasus mengenai kejang
demam kompleks karena peran dokter sangat penting dalam tatalaksana kejang, baik
dalam mengatasi kejang akut maupun dalam hal edukasi pada orang tua pasien.
1
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 IDENTIFIKASI
Nama : An. MAJ
Umur / Tanggal Lahir : 1 Tahun 2 Bulan (20 Maret 2016)
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. A (31 tahun)
Nama Ibu : Ny. WF (25 tahun)
Alamat : Jl. Abi Kusno CS Lorong Fatri Risi No.8 Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
Dikirim oleh : IGD RSUD Palembang BARI
MRS : Hari Rabu tanggal 17 Mei 2017 Pukul 14.20 WIB
2.2 ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien, pada tanggal 18 Mei 2017 pukul 07.00 WIB)
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam, batuk, dan pilek
Riwayat Makan
ASI Eksklusif : Tidak
ASI : 0-3 bulan (10x sehari, setiap menyusu 10 menit)
Susu Formula : 3 bulan sampai sekarang (4-6x100cc)
Bubur susu : 6 bulan-1 tahun (3x1 porsi)
Air tajin : 6 bulan- 1 tahun
Roti : 8 bulan sampai sekarang
Nasi : 10 bulan sampai sekarang (3x1 porsi)
4
Sayur : 10 bulan sampai sekarang (3x1 minggu)
Daging : 10 bulan sampai sekarang (2x1 minggu)
5
Food Recall dan Food Frequency:
Ibu penderita mengaku bahwa anaknya sejak lahir diberikan ASI eksklusif 3
bulan, kemudian ibu memberikan susu formula hingga sekarang. Minum susu
botol: 4-6 kali per hari, dengan pengenceran 3 sendok takar dalam 100 cc air. Susu
formula selalu habis diminum. Mual muntah setelah minum susu tidak ada. Anak
juga sudah bisa makan makanan tambahan lain, seperti bubur, roti, nasi, dan lain-
lain sampai usia sekarang.
Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULANGAN
Umur Umur Umur Umur
HB0 Saat lahir
BCG Saat lahir Scar (+)
DPT 1 2 bulan DPT 2 3 bulan DPT 3 4 bulan -
HB 1 2 bulan HB2 3 bulan HB 3 4 bulan -
Hib 1 2 bulan Hib 2 3 bulan Hib 3 4 bulan -
POLIO 1 1 bulan POLIO 2 2 bulan POLIO 3 3 bulan -
CAMPAK 9 bulan POLIO 4 4 bulan -
Kesan : Imunisasi PPI dasar lengkap sesuai usia
Riwayat Keluarga
Pedigree
Data Antropometri
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 78 cm
Lingkar Kepala : 43 cm
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Simetris, ubun-ubun datar
Rambut : Tebal, warna hitam
Mata : Pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata cekung (-/-)
Hidung : Sekret (+) putih kental, napas cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-), otore (-)
Mulut : Sianosis (-), edema (-), mulut dan lidah kering (-), cheilitis (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (+), Tonsil T1-T1, uvula di tengah
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thoraks
Paru-
paru
- Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (-/-), iga gambang (-/-)
- Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Lemas, hepar-lien tidak teraba, ballotement (-/-), turgor < 2 detik
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Lipat paha : Pembesaran KGB (-)
Genitalia : Edema skrotum (-), M1 P0
Ekstremitas : Akral pucat (+/+), CRT< 3 detik, koilinikia (-/-)
Status neurologikus
Keterangan Tungkai kanan Tungkai kiri Lengan kanan Lengan kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Normal Normal Normal Normal
Klonus - -
Refleks fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks patologis - - - -
GRM Kaku kuduk (-), Laseque (-), Kerniq (-), Brudzinski I dan II (-)
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (17 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Hematologi
Hemoglobin 9.7 14-16 g/dL Menurun
Leukosit 18.500 5.000-10.000/ul Meningkat
Hematokrit 30 40-48 % Menurun
Trombosit 512.000 150.000-400.000/ul Meningkat
Diff count
Basofil 0 0-1 % Normal
Eosinofil 1 1-3 % Normal
Netrofil batang 2 2-6% Normal
Netrofil segmen 80 50-70% Meningkat
Limfosit 15 20-40 % Menurun
Monosit 2 2-8% Normal
CRP Negatif Negatif Normal
10
2.9 TATALAKSANA
Non Farmakologis
Diet biasa
Edukasi
- Memberitahukan pada orang tua bahwa kejang demam umunya memiliki
prognosis yang baik
- Memberitahukan cara penanganan kejang
- Memberikan informasi bahwa ada kemungkinan kejang berulang
- Informasikan bahwa pasien harus meminum obat profilaksis dalam jangka
waktu 1 tahun untuk mencegah berulangnya kejang dan efek samping
obatnya
Farmakologis
IVFD D5% NaCl 0,2250 % gtt X/ menit (makro)
Diazepam 5 mg per rektal
o
Parasetamol sirup 1 cth setiap 6 jam bila T 38,5 C
Injeksi Ceftriaxon 1x500 mg
2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
11
2.11 FOLLOW UP
Tanggal
18 Mei 17 S: A:
(Hari ke-2) Kejang (-), demam (-), batuk (+), pilek KDK + faringitis akut + suspect
(+), telapak tangan dan kaki pucat (+) anemia defisiensi besi ec low
intake
O: P:
KU : Sakit sedang, Sens: CM, N: 110x/m, - KIE
o
RR: 24x/m, T: 36,9 C - IVFD D5% NaCl 0,2250 %
- Kepala : UUB datar (-)
gtt X/ menit (makro)
- Mata : Konjungtiva anemis (-)
- Hidung : NCH (-) - Asam valproat 2x cth
- Mulut : bibir kering (-)
- Parasetamol sirup 1 cth setiap
- Thorax : simetris, retraksi (-).
o
- Cor : BJ I dan II N, bising jantung(-) 6 jam bila T 38,5 C
- Pulmo : Vesikuler normal, rhonki (-),
wheezing (-/-) - Injeksi Ceftriaxon 1x500 mg
- Abdomen : cembung, lemas, hepar (hari ke-2)
dan lien tidak teraba, ballotement (-),
turgor kulit < 2 detik, bising usus (+)
normal
- Ekstremitas : akral pucat (+/+), CRT
< 3 detik
19 Mei 17 S A:
(Hari ke-3) Kejang (-), demam (-), batuk (+) KDK + faringitis akut + suspect
berkurang, pilek (-), telapak kaki dan anemia defisiensi besi ec low intake
tangan pucat (+)
P:
O: - KIE
- KU : sakit ringan, Sens: CM, N:
o - Rencana pulang
104x/m, RR: 22x/m, T: 36,5 C
- Kepala : UUB datar (-) - Asam valproat 2x cth
- Mata : Konjungtiva anemis (-)
- Parasetamol sirup 1 cth setiap
- Hidung : NCH (-)
o
- Mulut : bibir kering (-) 6 jam bila T 38,5 C
- Thorax : simetris, retraksi (-).
- Cor : BJ I dan II N, bising jantung(-) - Cefixime sirup 2x cth
- Pulmo : Vesikuler normal, rhonki (-), R
- Ferriz drop (besi elemen) 1x
wheezing (-/-)
- Abdomen : cembung, lemas, hepar 0,6 mL
dan lien tidak teraba, ballotement (-),
turgor kulit < 2 detik, bising usus (+)
normal
- Ekstremitas : akral pucat (+/+), CRT
< 3 detik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C, dengan
1,2
metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Kejang demam terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolik lainnya. Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam sebelumnya
3,4
maka kejang tidak dikategorikan sebagai kejang demam.
Kejang demam mungkin dapat terjadi pada anak berumur antara 1-6 bulan.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan
Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1
bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam,
dapat pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat. Bila anak
berumur lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam perlu dipikirkan
kemungkinan lain misalnya epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bila
demam disebabkan oleh proses intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Bila kejang demam didahului diare hebat, perlu
dipikirkan kemungkinan bahwa kejang bukan disebabkan demam melainkan karena
gangguan metabolik misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia, dan
hipoglikemia. Sedangkan kejang demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam batasan kejang demam ini melainkan termasuk dalam kejang
3,4,7
neonatorum.
3.2. Epidemiologi
2
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak laki-
laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,21,6:1. Lebih dari 90%
kasus kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan
kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan,
5,7,9,10
insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.
Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2%-5%. Di
Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan
di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%. Bahkan di Guam
5
insiden kejang demam mencapai 14%.
Sekitar 70-75% merupakan kejang demam sederhana. 20-25% merupakan kejang
demam kompleks. Dan sekitar sepertiga dari pasien ini mengalami sedikitnya satu kali
kekambuhan. Lebih dari 90 % dari kejang demam adalah kejang umum, kurang dari 5
9,10
menit, dan terjadi awal pada penyakit yang menyebabkan demam.
Kejang demam jarang menjadi epilepsi atau kejang non febril pada umur dewasa
(sekitar 1-2,4%). Kemungkinan untuk menjadi epilepsi lebih besar jika kejang demam
mempunyai manifestasi yang kompleks antara lain durasi lebih dari 15 menit dan lebih
dari satu kali kejang dalam sehari. Faktor lain yang memperburuk yaitu onset awal dari
kejang (sebelum umur 1 tahun) dan riwayat keluarga epilepsi. Walaupun demikian,
risiko mengalami epilepsi setelah kejang demam itu masih sangat rendah yaitu sekitar
9
15-20%.
3.3. Etiologi
Penyebab kejang demam adalah peningkatan suhu pada saat demam. Demam
dapat disebabkan infeksi bakteri, virus, maupun parasit, misalnya infeksi saluran napas
atas. Penyakit pernafasan akut merupakan hal terbesar yang dikaitkan dengan kejang
demam. Gastroenteritis khususnya yang disebabkan oleh Shigella atau Campylobacter
9,10
dan infeksi traktus urinarius merupakan penyebab yang lebih sedikit.
Demam sebagai etiologi kejang demam belum diketahui secara pasti. Hal ini
juga bervariasi untuk masing-masing anak, terkadang suhu tertentu pada satu anak tidak
menyebabkan terjadinya bangkitan kejang pada anak lain, sehingga diduga terdapat
peran dari faktor genetik dalam hal tersebut. Setiap anak juga memiliki suhu ambang
10
kejang yang berbeda antara satu dengan yang lain.
3.5. Patofisiologi
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
+
dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K ) dan sangat sulit dilalui oleh ion
+ -
Natrium (Na ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl ). Akibatnya konsentrasi
+ +
K dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na rendah, sedangkan di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel neuron, maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
5
enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
5
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
3
terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau
16
kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali
atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
17
terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.
Umumnya kejang demam pada anak berlangsung pada permulaan demam akut,
berupa serangan kejang umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda
neurologi post iktal. Bentuk kejang umum yang sering dijumpai adalah mata mendelik
atau terkadang berkedip-kedip, kedua tangan dan kaki kaku, terkadang diikuti kelojotan,
dan saat kejang anak tidak sadar tidak memberi respons apabila dipanggil atau
3
diperintah. Setelah kejang anak sadar kembali.
3.7.1. Meningitis
Meningitis merupakan peradangan dari meningen (selaput otak). Radang dapat
disebabkan oleh infeksi oleh bakteri, virus, atau juga mikroorganisme lain. Peradangan
ini dapat meluas melalui ruang sub arakhnoid, otak, medulla spinalis, dan ventrikel.
Penyakit ini seringkali didahului infeksi pada saluran nafas atas atau saluran cerna
seperti demam, batuk, diare, pilek, dan muntah. Gejala umum dari meningitis adalah
sakit kepala yang hebat disertai demam, meningismus dengan atau tanpa penurunan
kesadaran, iritabilitas, letargi, malaise, kejang, dan muntah merupakan hal yang sangat
sugestif dari meningitis tetapi tidak ada satupun gejala yang khas. Banyak gejala
meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak kurang dari 3 tahun jarang
mengeluh sakit kepala. Pada bayi gejala hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas
minum, dan high pitched cry. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ubun-ubun besar
yang menonjol, kaku kuduk positif, atau tanda rangsang meningeal yang lain (Brudzinki
dan Kernig), kejang, defisit neurologis yang lain. Tanda rangsang meningeal mungkin
7,18
tidak ditemukan pada anak kurang dari satu tahun.
3.7.2. Ensefalitis
Ensefalitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan otak setempat (lokal)
atau seluruhnya (difus) yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme (virus,
bakteri, jamur, dan protozoa).Namun penyebab tersering dan terpenting adalah
virus.Ensefalitis berbeda dengan meningitis (radang selaput otak) dalam hal penyebab
dan proses terjadinya penyakit. Namun, ensefalitis sering disertai oleh peradangan
selaput otak sehingga disebut sebagai meningoensefalitis. Gejala ensefalitis akut
bervariasi. Gejalanya mulai demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia,
dapat terjadi penurunan kesadaran dengan cepat, kejang yang bersifat umum atau fokal,
dapat berupa status konvulsivius, dapat ditemukan gejala peningkatan tekanan
intrakranial (muntah proyektil, rewel, ubun ubun menonjol, menangis terus menerus
dan lebih buruk jika digendong, dan sakit kepala hebat yang dapat dirasakan pada anak
yang lebih besar), perubahan perilaku atau kepribadian, nyeri atau kaku leher, nyeri
7,18
kepala, silau (fotofobia), penurunan kesadaran, dan kejang.
3.8.4. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan
pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila
terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis
2,8
atau paresis nervus kranialis.
20
kemunduran kepandaian, penyebab demam di luar sistem saraf pusat (gejala infeksi
8
saluran pernafasan akut, infeksi saluran kemih, otitis media akut, dan sebagainya).
Faktor-faktor lain yang berperan dalam risiko terjadinya kejang demam selain
faktor demam dan usia, adalah riwayat tumbuh kembang, riwayat apakah pernah terjadi
kejang demam dan epilepsi pada keluarga terdekat (first degree relative) yaitu kedua
orang tua ataupun saudara kandung, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), serta riwayat
8
perinatal (asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah).
Anamnesis yang bermakna akan memenuhi salah satu kriteria diagnosis kejang
demam kompleks yaitu kejang yang didahului demam (suhu rektal > 38C) yang bukan
disebabkan infeksi intracranial, lama kejang > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu
8,18
sisi, atau kejang umum dengan frekuensi > 1 kali dalam 24 jam.
3.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak yang mengalami kejang demam antara
lain kejang demam berulang, epilepsi, Todd paresis, gangguan intelegensia, dan
19,20
hemiparesis.
Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam berkisar antara
25 %-50%. Faktor terpenting untuk memperkirakan berulangnya kejang demam adalah
umur anak pada saat kejang terjadi pertama kali. Anak yang mendapatkan kejang
pertama kali pada umur 1 tahun atau kurang mempunyai kemungkinan sebesar 65%
mendapatkan kejang demam kembali. Hal ini berbeda dengan apabila onset kejang
antara umur 1 sampai 2 tahun kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35% dan
19
menjadi 20% apabila onset kejangnya setelah 2 tahun.
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk menjadi
epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam. Anak yang
mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang dari kejang demam
20
memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi sampai umur 25 tahun.
Todd Paresis merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul
setelah kejang demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24 - 48
19,20
jam atau setelah 1 minggu.
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang,
obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum,
8
penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang (Lihat Gambar 1).
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah
sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme
21,23
tatalaksana status epileptikus.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi
8
terapi antikonvulsan profilaksis.
8
Gambar 1. Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus
A. Antipiretik
B. Antikonvulsan
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal
0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas,
8,18
serta sedasi.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Indikasi pengobatan
rumat adalah kejang fokal, kejang lama >15 menit, dan terdapat kelainan neurologis
yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, atau
8,26
hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan
saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang
dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari
2,18,27
dalam 1-2 dosis.
3.12. Prognosis
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga,
usia kurang dari 12 bulan, suhu tubuh kurang dari 39C saat kejang, interval waktu yang
singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang, dan apabila kejang demam
pertama merupakan kejang demam kompleks. Bila seluruh faktor tersebut di atas ada,
kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat
faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan
18,29,30
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
3.12.4. Kematian
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat
kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal.
Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya yaitu meyakinkan
orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik, memberitahukan
cara penanganan kejang, memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang
2
kembali, dan efek samping pemberian profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang.
Edukasi mengenai tatalaksana kejang untuk orang tua diberikan sebagai langkah
awal untuk menangani kejang demam pada anak saat berada di rumah. Edukasi yang
dapat diberikan yaitu bila anak mengalami kejang, tetap tenang dan tidak panik,
longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. Bila anak tidak sadar, posisikan
anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau
hidung. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. Ukur suhu, observasi, dan catat
bentuk dan lama kejang. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang. Berikan
diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan berikan bila
kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua.
Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh
lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang
1,8
fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.
3.13.3. Vaksinasi
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak
dengan riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
Suatu studi kohort menunjukkan bahwa risiko relatif kejang demam terkait vaksin
(vaccine-associated febrile seizure) dibandingkan dengan kejang demam tidak terkait
vaksin (non vaccine-associated febrile seizure) adalah 1,6 (IK95% 1,27 sampai 2,11).
Angka kejadian kejang demam pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak
yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksin MMR adalah 25-34 kasus per 100.000 anak.
Pada keadaan tersebut, dianjurkan pemberian diazepam intermiten dan parasetamol
31
profilaksis.
Sejak 2 jam SMRS, anak kejang 1x selama 5 menit, kejang terjadi pada kedua
lengan, mata mendelik ke atas (+), mulut berbusa (-), anak tidak sadar saat kejang,
kejang berhenti sendiri dan kemudian anak sadar setelah kejang dan mau makan tapi
o
masih lemas, demam (+) dengan suhu 44 C, kelemahan anggota gerak (-), batuk (+),
pilek (+), mual (-), muntah (-), sesak (-), keluar cairan dari telinga (-), BAB dan BAK
biasa. Anak dibawa berobat ke bidan terdekat dan kemudian dirujuk ke IGD RSUD Bari
Palembang.
Sejak 1 hari SMRS, anak batuk (+) berdahak warna putih kental, pilek (+), demam
(+) tinggi terus menerus, mual (-), muntah (-), sesak (-),keluar cairan dari telinga (-),
makan dan minum biasa, BAB dan BAK biasa. Anak tidak dibawa berobat dan tidak
diberi obat.
Pasien datang dengan kejang disertai demam dapat disebabkan kejang demam,
infeksi sistem saraf pusat, atau epilepsi disertai demam karena infeksi ekstrakranial.
Pasien tidak memiliki riwayat kejang tanpa demam sebelumnya dan tidak memiliki
riwayat keluarga menderita kejang atau epilepsi sehingga dapat menyingkirkan
diagnosis banding epilepsi yang disertai demam. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada
pasien didapatkan tidak ada penurunan kesadaran sehingga dapat menyingkirkan
diagnosis banding ensefalitis, tidak didapatkan gerak rangsang meningeal sehingga
dapat menyingkirkan diagnosis banding meningitis dan, maka dari itu pasien dapat
didiagnosis kejang demam.
Anamnesis dari ibu kandung pasien dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
kejang fokal, dengan frekuensi 5 menit, dengan demam tinggi 1 hari yang lalu, tanpa
penurunan kesadaran setelah kejang sehingga dapat didiagnosis sebagai kejang demam
kompleks. Kejang demam kompleks disebabkan karena penyebab ekstrakranial yang
o
menyebabkan demam tinggi >38 C, seperti infeksi saluran nafas, infeksi saluran kemih,
infeksi telinga, dan lain-lain. Pada pasien demam kemungkinan disebabkan karena ada
infeksi saluran nafas atas, yaitu faringitis akut karena didapatkan batuk, pilek, dan
faring hiperemis dalam 1 hari sebelum kejang, walaupun infeksi saluran kemih belum
dapat disingkirkan karena belum dilakukan pemeriksaan urine rutin.
Anemia yang dialami pasien dengan kadar hemoglobin 9,7 g/dL belum dapat
ditentukan jenis anemianya karena belum dilakukan pemeriksaan retikulosit, status besi,
dan gambaran darah tepi. Dari anamnesis dan pemeriksaan tidak ada tanda-tanda
perdarahan, seperti BAB hitam, BAK teh tua, mimisan, muntah darah, batuk darah, gusi
berdarah, bintik-bintik merah pada kulit. Tidak ada juga tanda-tanda anemia hemolitik,
seperti hepatomegali, splenomegali, dan sklera ikterik. Tanda-tanda anemia defisiensi
besi juga tidak didapatkan, seperti chelitis, atropi lidah, dan koilinikia. Dari
pemeriksaan fisik hanya didapatkan adanya konjungtiva pucat dan akral pucat,
sedangkan pemeriksaan feses lengkap untuk melihat apakah ada darah samar pada feses
atau cacing tambang yang dapat menyebabkan anemia juga belum dapat disingkirkan
karena belum dilakukan pemeriksaan feses lengkap. Anemia penyakit kronis juga dapat
disingkirkan karena pasien tidak memiliki penyakit kronis dan tidak ada gangguan
pertumbuhan dan perkembangan yang biasanya muncul pada anemia kronis.
Berdasarkan studi epidemiologi, anemia yang paling sering pada anak-anak adalah
anemia defisiensi besi sekitar 9% dan paling sering karena intake yang tidak adekuat
akibat tidak mendapat ASI eksklusif dan konsumsi susu formula dini karena susu
formula tidak memiliki kandungan besi yang mudah di absorbsi oleh bayi sehingga
tidak mencukupi kebutuhan bayi, pada pasien ini riwayat ASI eksklusif hanya sampai 3
bulan dan kesannya kualitas makan kurang walaupun kuantitasnya cukup, oleh akrena
33
itu diduga pasien mengalami anemia karena defisiensi besi.
Penatalaksanaan pada pasien yang datang dengan kejang akut dengan sebab apapun
sesuai dengan tatalaksana kejang menurut Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang
Demam IDAI 2016 diberikan diazepam rektal 5 mg pada berat badan <12 kg atau bila
memungkinkan diberikan diazepam secara intravena dengan dosis 0,2-0,5 mg/KgBB
perlahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam 3-5 menit, dengan dosis maksimal
10 mg. Kemudian dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didiagnosis pasien dengan
kejang demam kompleks dan faringitis akut maka diberikan antibiotik karena
o
mempertimbangkan temperatur tubuh pasien yang tinggi 38,3 C, leukosit 18.500/uL,
shift to the left pada differential blood count dengan neutrofil segmen meningkat, yaitu
85%, oleh karena itu dipertimbangkan antibiotik ceftriaxone yang memiliki mekanisme
kerja sprektrum luas dengan dosis 1x500 mg intravena sesuai dengan dosis pada anak
usia 6 bulan -12 tahun dengan berat < 50 kg , yaitu 50mg/KgBB. Pasien juga diberikan
obat antikonvulsan rumatan, yaitu asam valproat sirup 2x cth (2 x 125 mg) dengan
sediaan sirup 250 mg/5 mL, karena sesuai Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang
30
Demam IDAI 2016 diberikan dosis asam valproat 15-40 mg/KgBB dibagi 2 dosis,
sehingga pada pasien ini dengan berat badan 10 kg dapat diberikan 150-400 mg.
Pasien diduga anemia defisiensi besi dapat diberikan terapi besi tanpa konfirmasi
laboratorium untuk therapeutic trial of iron, selain untuk terapi, therapeutic trial of iron
juga dapat digunakan untuk diagnosis defisiensi besi dengan melihat apakah terdapat
perbaikan pada keadaaan umum, status neurologis (24-48 jam), hemoglobin (4-30 hari),
hematokrit, retikulosit (48-72 jam), dan terutama status besi (1-3 bulan) setelah
diberikan terapi besi pada anak dengan dosis 4-6 mg/dL dapat meningkatkan
hemoglobin 0.25-0.4 %/hari atau dapat diberikan besi elemen 7 mg/hari sesuai
R
kebutuhan anak usia 1-3 tahun. Pada pasien diberikan 1x0.6 mL Ferriz drop yang
mengandung 15mg/mL.
Pemberian cairan sesuai kebutuhan pasien berdasarkan holiday segar 100
mL/KgBB, yaitu 1000 mL/24 jam dengan infus set makro yang memiliki faktor tetesan
15 tetes/mL, maka didapatkan 10 tetes/ menit (makro). Pasien ini juga diberikan
paracetamol sebagai antipiretik karena pada kejang demam, kejang dipicu oleh suhu
o
tubuh yang tinggi oleh karena itu bila suhu tubuh 38,3 C diberikan paracetamol
dengan dosis 10-15mg/KgBB/4-6 jam, dengan sediaan sirup 120mg/5mL pada pasien
o
ini diberikan 1 sendok teh (5mL) setiap 6 jam jika suhu tubuh 38,3 C.
Pasien ini dipulangkan setelah 3 hari dirawat karena keadaan umum sudah
membaik, bebas demam, dan tidak ada kejang berulang selama perawatan. Pasien
dipulangkan dengan diresepkan obat antikonvulsan rumatan asam valproat,
paracetamol, dan antibiotik oral, yaitu cefixime 2x cth (sediaan 100 mg/5mL).
Cefixime merupakan salah satu antibiotik golongan sepalosporin generasi ke-3 sama
seperti ceftriaxone dengan dosis pada anak < 50 mg, yaitu 8 mg/KgBB/hari.
Prognosis pada pasien ini untuk quo ad vitamnya bonam karena pada kejang demam
kompleks angka kematian tidak pernah dilaporkan dan pada pasien tidak ada kelainan
fungsional, seperti defisit neurologi dan durasi kejang juga singkat sehingga quo ad
fungsionamnya juga bonam, tapi quo ad sanationamnya dubia ad bonam karena ada
faktor risiko untuk berulangnya kejang demam, yaitu kejang demam pertama kali pada
pasien ini adalah kejang demam komplek walau pasien tidak memiliki riwayat kejang
demam sebelumnya, tidak ada epilesi dalam keluarga, usia lebih dari 12 bulan, kejang
o
tidak terjadi pada suhu < 39 C, interval waktu 1 hari antara awitan demam dengan
terjadinya kejang bisa dikatakan lumayan lama.
31
DAFTAR PUSTAKA