CBD - Sindrom Meniere
CBD - Sindrom Meniere
SINDROM MENIERE
Pembimbing :
dr. Bambang, Sp.THT
Oleh :
Bethari Bunga Prabaswari 30101206757
Caleria Ajeng Givita 30101206599
Rafidah helmi 30101206715
Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama
Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861. Definisi
penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi
pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa
vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu
telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada
telinga dalam.
1. EPIDEMIOLOGI
Dari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari 100.000
orang di dunia menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita adalah yang
berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti antara antara jumlah
penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere di beberapa negara berbeda-
beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari 100.000 penduduk, di Jepang terdapat
36 penderita dari 100.000 penduduk, dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat
di Italia.
2. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum diketahui secara
pasti, banyak ahli mempunyai pendapat yang berbeda. Sampai saat ini dianggap
penyebab dari penyakit ini disebabkan karena adanya gangguan dalam fisiologi sistem
endolimfe yang dikenal dengan hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana
jumlah cairan endolimfe mendadak meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari
skala media, sakulus, dan utrikulus. Tetapi, penyebab hidrops endolimfe sampai saat
ini belum dapat dipastikan. Ada beberapa anggapan mengenai penyebab terjadinya
hidrops, antara lain:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan
endolimfa
5. Infeksi telinga tengah
6. Infeksi traktus respiratorius bagian atas
7. Trauma kepala
8. Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
9. Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
10. Infeksi virus golongan herpesviridae
11. Herediter
3. PATOFISIOLOGI
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal didapatkan pelebaran dan
perubahan pada morfologi pada membran Meissner. Terdapat penonjolan ke dalam
skala vestibuli, terutama di daerah apeks koklea, helikotrema. Sakulus juga
mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala
media dimulai dari apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan
basal koklea.
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan pada
kompartemen endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi ruptur membran
Reissner sehingga endolimfe bercampur dengan perilimfe. Hal ini meyebabkan
gangguan pendengaran sementara yang kembali pulih setelah membrana kembali
menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali normal. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh bila tidak terjadinya serangan.
Terjadinya Low tone Hearing Loss pada gejala awal yang reversibel
disebabkan oleh distorsi yang besar pada daerah yang luas dari membrana basiler
pada saat duktus koklear membesar ke arah skala vestibuli dan skala timpani.
Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba dari vertigo kemungkinan
disebabkan terjadinya penonjolan-penonjolan keluar dari labirin membranasea pada
kanal ampula. Penonjolan kanal ampula secara mekanis akan memberikan gangguan
terhadap krista.
Tinitus dan perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin
disebabkan tingginya tekanan endolimfatikus.
4. GEJALA KLINIS
Sifat yang khas pada penyakit Meniere adalah terdapatnya periode
aktif/serangan yang bervariasi lamanya yang diselingi dengan periode remisi yang
lebih panjang dan juga bervariasi lamanya. Pola serangan dan remisi pada individu
tidak dapat diramalkan, walaupun gejala berkurang setelah beberapa tahun.3 Pada saat
serangan biasanya terdapat trias Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan gangguan
pendengaran.
Biasanya terdapat adanya suatu periode rasa penuh atau tertekan pada telinga
yang dirasakan penderita selama berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-minggu.
Namun sensasi ini terlupakan karena adanya serangan vertigo yang hebat yang timbul
tiba-tiba disertai mual dan muntah. Terdapat adanya kurang pendengaran yang hampir
tidak dirasakan pada telinga yang bersangkutan karena genuruh tinitus yang timbul
bersamaan dengan vertigo. Episode awal biasanya berlangsung selama 2-4 jam,
setelah itu vertigo mereda, meskipun pusing (dizziness) pada gerakan kepala menetap
selama beberapa jam. Pendengaran membaik dan titnitus berkurang, tetapi tidak
menghilang dengan redanya vertigo.
Kemudian ada periode bebas vertigo. Selama periode ini penderita mungkin
hanya merasakan tinitus yang bergemuruh. Gejala-gejala ini kemudian diselingi oleh
episode vertigo spontan lain yang mirip dengan yang pertama dengan derajat yang
lebih ringan. Frekuensi serangan ini bervariasi, tetapi biasanya timbul sebanyak satu
atau dua kali dalam seminggu, atau sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan.
Pada kasus-kasus berat dapat timbul serangan setiap hari.
Biasanya setelah periode tersebut, yang dapat berlangsung beberapa minggu,
terjadi remisi spontan atau akibat pengobatan, yang pada waktu itu gejala hilang sama
sekali, kecuali gangguan pada pendengaran pada telinga yang bersangkutan. Namun
fase remisi tersebut ternyata tidak permanen, dapat terjadi pengulangan fase akut
seperti sebelumnya yang timbul dalam beberapa bulan. Sementara pola aktif dan
remisi berjalan, gejala pada periode akut melemah oleh karena hilangnya secra
bertahap kemampuan organ akhir dalam memberikan respon akibat degenerasi
elemen-elemen sensorik.
Variasi dalam simtomatologi telah di uraikan dan kadang-kadang dapat
ditemukan. Sindrom Lermoyes merupakan satu contoh dimana gangguan
pendengaran terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum timbulnya serangan
vertigo pertama.
5. PEMERIKSAAN
Tidak ada tes definitive untuk memeriksa penyakit meniere. Ada beberapa
penyakit dan kondisi yang memiliki gejala yang sama dengan penyakit meniere.
Penyakit meniere tidak dapat didiagnosa hanya dari gejala yang ada. Berbagai
kemungkinan harus dapat dibedakan dengan penyakit lain. Ketika dokter
mengeliminasi penyakit lain dari gejala yang ada, maka dari situ baru penyakit
meniere ditegakkan.
Tes yang mendukung untuk pemeriksaan penyakit meniere yaitu :
7. DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor nervus akustikus
Vertigo sebagai gejala dini dari meningioma, schwannoma dan lain lain.
Schwannoma atau neurinoma akustikus mula timbul dengan tuli perspektif unilateral
yang progresif. Pada tahap dini terdapat vertigo. Kalau tumor itu menjalar dan
merusak meatus akustikus interna, maka hemihipestesia fasialis dengan reflek kornea
yang menurun atau lenyap dapat detemukan bersama adanya hemiparesis fasialis
ringan akibat terlibatnya nervus trigeminus / ganglkion gasseri dan nervus facialis.
Pemeriksaan kalorik dan audiogram sudah dapat memperlihatkan kerusakan
disusunan vestibularis dan auditorik sesisi. Perjalanan penyakitnya sangat lambat.
2. Labirintitis
Labirintitis disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Labirintitis bakteri merupakan
komplikasi dari mastoiditis, otitis media atau meningitis. Sedangkan pada labirinitis
virus berkembang dalam perjalanan penyakit parotis epidemika dan rubeola. Pada
labirinitis virus daya pendengaran normal atau sedikit terganggu. Sedangkan pada
labirintitis bakteri dijumpai adanya tuli berat. Demam, sakit kepala dan nyeri di dalam
telinga tidak selamanya ada.
3. Neuritis vestibularis
Penyakit ini timbul secara mendadak dengan serangan vertigo berat diiringi mual dan
muntah. Nistagmus spontan menyertai serangan vertigo ini. Komponen cepat
mengarah ke sisi yang normal. Pada tes kalorik ditemukan paresis vestibular
unilateral. Tetapi yang membedakan dengan penyakit meniere yaitu pada penyakit ini
pendengaran tidak terganggu. Dan dengan atau tanpa pengobatan serangan vertigo
dapat hilang sama sekali dalam beberapa minggu atau dengan gejala sisa berupa
vertigo posisional yang berlangsung sejenak dan bangkit sekali sekali saja.
4. Steroid
Dexamethasone
Prednisone
methylprednisolon
5. imunosupresan
methotrexate
Steroid
Enbrel
2. Vestibular Neurectomy
Jika keluhan vertigo tetap muncul pada penyakit meniere unilateral, walaupun
telah dijalankan satu atau lebih tindakan dengan perfusi gentamicin pada telinga
dalam, maka dapat dipilih alternative proses pembedahan yang lain. Untuk
pendengaran yang lebih dari 80 dB dan memiliki lebih dari 20% dalam proses
pengenalan kata kata, pilihan prosedur operasi adalah mikrosurgeri neurektomi
vestibularis fosa posterior. Yang secara umum memungkinkan untuk memelihara
pendengaran.
Pertama kali digambarkan dengan metode retrolabirin pada tahun 1979,
kombinasi retrolabirin dengan retrosigmoid vestibular neurektomi adalah suatu
evolusi teknik dan metode yang disukai. Pada prosedur ini, setelah insisi kulit post
auricula dibuat, dilakukan sedikit mastoidektomi, dan sinus venosus lateralis
dikerangkakan dalam jalannya menuju mastoid. Fosa posterior di tembus lewat insisi
dural yang dibuat di belakang sinus venosus lateralis. Setelah cairan spinal dilepaskan
dan arachnoid terbuka, maka nervus vestibulocochlearis dapat terlihat lewat sudut
cerebellopontine. Pada nervus ini, terdapat celah diantara nervus cochlearis dan
nervus vestibularis. Ahli bedah harus menggunakan alat pembesar dengan resolusi
tinggi untuk melihat pembagian antara kedua nervus itu. Nervus vestibularis biasanya
terdapat pada fosa posterior. Kadang kadang pembagian tidak dapat diidentifikasi,
dan bibir posterior dari kanalis auditorius internus harus dibor untuk lebih melihat
celah antara nervus vestibularis dan nervus cochlearis.
Penting untuk diketahui, bahwa kebanyakan pasien dengan vestibular
neurectomy mempunyai kehilangan pendengaran yang signifikan sebelum proses
pembedahan. Dan sangat sedikit komplain yang didapatkan untuk kasus kehilangan
pendengaran yang muncul paska operasi. Secara umum pasien merasa senang
terbebas dari gejala vertigo. Tinitus dan tekanan yang terus menerus tidak menjadi
masalah utama, dan kebanyakan pasien dapat menjalani hidup dengan normal.
Secara umum, fossa posterior vestibular neurectomy relatif aman dan mempunyai
prosedur yang efektif baik. Secara pengalaman pembedahan didapatkan tingkat
keberhasilan yang tinggi (93%) dalam mengobati serangan vertigo.
3. Labyrinthectomy
Ketika pendengaran kurang dari 80 dB atau kurang dari 20% skore pengenalan kata,
labyrinthectomy dengan atau tanpa transcochlear cochleovestibular neurectomy di
rekomendasikan. Prosedur ini dilakukan lewat kanalis auricularis dan ngorbankan
fungsi pendengaran. Setelah flap timpanomeatal diangkat melalui kanalis auricularis,
labyrinthectomy yang meliputi pengeboran promontorium dan pembukaan menbran
basalis dari kokhlea. Kemudian neuroepitelium dari labyrinth diangkat dengan sudut
yang tepat. Berhubungan kadang kadang pengontrolan vertigo gagal dengan
labirinthectomy sendirian, maka transcochlear cochleovestibulari neurectomy
ditambahkan pada prosedur operasi untuk meningkatkan keberhasilan. Teknik ini
cepat dan merupakan standar emas pembedahan penyakit meniere. Memiliki tingkat
penyembuhan sebanyak 88% dari seluruh kasus. Hampir pada 70% pasien, prosedur
ini mampu mengurangi tinitus, tekanan, dan rasa penuh ditelinga. Teknik ini terbukti
aman, dengan insiden komplikasi yang rendah, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya
kasus paralisis fasialis setelah pembedahan.
TINITUS
DEFINISI
Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa
adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan
suara yang di dengar sangat bervarias, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis,
mengaum, atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil
atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika
serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan mengganggu
dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa
atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat
mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan
untuk bunuh diri.1,3
ETIOLOGI
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam, terutama
kerusakan dari koklea. Etiologi yang lain yaitu:
o Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada
pembuluh darah koklea terminal.
o Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi
arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
KLASIFIKASI TINITUS
Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga luar, tengah,
telinga dalam ataupun dari luar telinga.
Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinitus dapat dibagi menjadi: tinitus otik dan
tinitus somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga atau saraf auditoris, kita sebut tinitus otik,
sedangkan kita sebut tinitus somatik jika kelainan terjadi di luar telinga dan saraf tetapi masih
di dalam area kepala atau leher.
1. Tinitus Objektif
Adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan
auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari
transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya
tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut
mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan
malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma.
Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan
dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot
telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat
menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari nasofaring ke rongga
tengah.
2. Tinitus Subjektif
Adalah tinitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja. Jenis
ini sering sekali terjadi dan bersifat non vibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan
perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai
pusat pendengaran. Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi
kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan
intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin
lebih tinggi.
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat
dibagi menjadi:
1. Tinitus Pulsatil
Adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut jantung. Tinitus
pulsatil jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus pulsatil dapat terjadi
akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular
digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau
denyut jantung. Sedangkan tinitus non vaskular digambarkan sebagai bising klik,
bising goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat
kita ketahui dengan mendengarkannya menggunakan stetoskop.
PATOFISIOLOGI
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan
adanya bunyi namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal didalam tubuh pasien
sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat
terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada
tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul. Tinitus biasanya
dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi.
Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada
rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan
liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lain-
lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran
merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering
ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada
aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif,
seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan
terjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah,
seperti tumor karotis (carotid body tumor ), maka suara aliran darah akan mengakibatkan
tinitus juga. Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,
garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus ataupun hilang
timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada
rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai
dengan vertigodan tuli sensorineural. Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada
pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang
bila keadaannya sudah normal kembali.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
o Kualitas dan kuantitas tinnitus
o Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
o Sifat bunyi yang didengar, apakah mendenging, mendengung, menderu, ataupun
mendesis dan bunyi lainnya
o Apakah bunyi yang didengar semakin mengganggu di siang atau malam hari
o Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta
gangguan neurologik lainnya
o Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit dan
setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika tinitus
berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap patologik
o Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan sifat
ototoksik
o Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
o Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
o Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga
o Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam mendiagnosis
pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering terjadi pada wanita
muda, sedangkan pasien dengan mioklonus palatal sering terjadi pada usia muda
yang dihubungkan dengan kelainan neurologi.
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa
saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri. Hasilnya dapat
beragam,di antaranya:
PENATALAKSANAAN
Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu:
Cochlear nerve section Merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat
dilakukan. Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu
penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu mengurangi
tinitus. Obat-obatan yang biasa dipakai diantaranya Lorazepam atau klonazepam yang
dipakai dalam dosis rendah, obat ini merupakan obat golongan benzodiazepine yang
biasanya digunakan sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat lainnya adalah
amitriptiline atau nortriptiline yang digunakan dalam dosis rendah juga, obat ini
adalah golongan antidepresan trisiklik.
Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik,
sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat
tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu
oleh tinitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan
dianjurkan agar beradaptasi dengan gangguan tersebut.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada
model neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining
Therapy (TRT). Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi
dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh
sebagai hasil modifikasi hubungan sistem auditorik ke sistem limbik dan sistem saraf
otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi dapat
memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan toleransi terhadap suara.
TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan.
TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain sehingga keluhan
telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar
suara radio FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinitus disertai
dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang disertai dengan
masking. TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan
keluhan pasien. Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara
sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan informasi untuk
memberikan konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan
untuk evaluasi terapi.
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. AB
Usia : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : S1
Alamat : Perum Korpri Blok U X/18, Sendangmulyo, Semarang
Ruang : Yudistira
Tanggal Masuk : 9 Maret 2017
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pusing berputar
C. Status Lokalis
Telinga
Nyeri tekan tragus -/-
Nyeri tarik aurikula -/-
Nyeri ketok mastoid -/-
CAE serumen -/-
CAE secret -/-
Membran timpani intak +/+
Refleks cahaya +/+
Perforasi attic/tensa -/-
Hidung
Nyeri tekan sinus -
Nyeri ketok sinus -
Deviasi septum -/-
Mukosa hiperemis -/-
Corpus alienum -/-
Hipertrofi konka -/-
Secret -/-
Tenggorokan
Uvula ditengah
Arcus faring simetris
Tonsil T1-T1
B. Tes Kalorimetri
Left Right
(a + c) (b + d)
(40 + 117) (120 + 100)
(157) (220)
- 63
Keterangan :
a = telinga kiri 30o
b = telinga kanan 30o
c = telinga kiri 44o
d = telinga kanan 44o
C. Tes Audiometri
V. DIAGNOSIS
Sindrom Meniere
VI. PENATALAKSANAAN
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2 x 50 mg i.v
Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg i.v
Betahistine 2 x 2 tab p.o
Dimenhidrinat 2 x 50 mg p.o
Vit B complex 1tab / 8 jam p.o
Ulsafat CI / 8 jam p.o