Anda di halaman 1dari 31

CASE BASED DISCUSSION

SINDROM MENIERE

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu THT-KL
di RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Kota Semarang

Pembimbing :
dr. Bambang, Sp.THT

Oleh :
Bethari Bunga Prabaswari 30101206757
Caleria Ajeng Givita 30101206599
Rafidah helmi 30101206715

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU THT-KL


RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
CASE BASED DISCUSSION
SINDROM MENIERE

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu THT-KL


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama : Bethari Bunga Prabaswari 30101206757


Caleria Ajeng Givita 30101206599
Rafidah Helmi 30101206715
Judul : Sindrom Meniere
Bagian : Ilmu THT-KL
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. Bambang, Sp.THT

Telah diajukan dan disahkan


Semarang, Maret 2017
Pembimbing,

dr. Bambang, Sp.THT


PENDAHULUAN

Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama
Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861. Definisi
penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi
pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa
vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu
telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada
telinga dalam.

1. EPIDEMIOLOGI
Dari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari 100.000
orang di dunia menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita adalah yang
berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti antara antara jumlah
penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere di beberapa negara berbeda-
beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari 100.000 penduduk, di Jepang terdapat
36 penderita dari 100.000 penduduk, dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat
di Italia.

2. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum diketahui secara
pasti, banyak ahli mempunyai pendapat yang berbeda. Sampai saat ini dianggap
penyebab dari penyakit ini disebabkan karena adanya gangguan dalam fisiologi sistem
endolimfe yang dikenal dengan hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana
jumlah cairan endolimfe mendadak meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari
skala media, sakulus, dan utrikulus. Tetapi, penyebab hidrops endolimfe sampai saat
ini belum dapat dipastikan. Ada beberapa anggapan mengenai penyebab terjadinya
hidrops, antara lain:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan
endolimfa
5. Infeksi telinga tengah
6. Infeksi traktus respiratorius bagian atas
7. Trauma kepala
8. Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
9. Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
10. Infeksi virus golongan herpesviridae
11. Herediter

Berikut akan dijelaskan mengenai penyebab yang dianggap dapat mencetuskan


penyakit Meniere:
Virus Herpes (HSV).
Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah ada laporan
bahwa 12 dari 16 pasien Meniere terdapat DNA virus herpes simpleks pada sakus
endolimfatikusnya. Selain itu pernah dilaporkan juga pada pasien Meniere yang
diberi terapi antivirus terdapat perbaikan. Tetapi anggapan ini belum dapat
dibuktikan seluruhnya karena masih perlu penelitian yang lebih lanjut.8
Herediter.
Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua
yang menderita penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap
mempunyai hubungan dengan kelainan anatomis saluran endolimfatikus atau
kelainan dalam sistem imunnya.8
Alergi.
Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai
alergi terhadap makanan. Hubungan antara alergi dengan panyakit Meniere
adalah sebagai berikut :
1. Sakus endolimfatikus mungkin menjadi organ target dari mediator yang
dilepaskan pada saat tubuh mengadakan reaksi terhadap makanan tertentu.
2. Kompleks antigen-antibodi mungkin menggangu dari kemampuan filtrasi dari
sakus endolimfatikus
3. Ada hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari
sakus endolimfatikus.
Trauma kepala.
Jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap dapat
menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus. Anggapan ini diperkuat
dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat fraktur tulang temporal.
Autoimun.
Ada pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops endolimfe
bukan merupakan penyebab dari penyakit Meniere. Ini dikatakan oleh Honrubia
pada tahun 1999 dan Rauch pada tahun 2001 bahwa pada penelitian otopsi
ditemukan hidrops endolimfe pada 6% dari orang yang tidak menderita penyakit
Meniere. Penelitian yang banyak dilakukan sekarang difokuskan pada fungsi
imunologik pada sakus endolimfatikus. Beberapa ahli berpendapat penyakit
Meniere diakibatkan oleh gangguan autoimun. Brenner yang melakukan
penelitian pada tahun 2004 mengatakan bahwa pada sekitar 25 % penderita
penyakit Meniere didapatkan juga penyakit autoimun terhadap tiroid. Selain itu
Ruckenstein pada tahun 2002 juga mendapatkan pada sekitar 40 % pasien
penderita penyakit Meniere didapatkan hasil yang positif pada pemeriksaan
autoimun darah seperti Rheumatoid factor, Antibodi antiphospholipid dan Anti
Sjoegren.

3. PATOFISIOLOGI
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal didapatkan pelebaran dan
perubahan pada morfologi pada membran Meissner. Terdapat penonjolan ke dalam
skala vestibuli, terutama di daerah apeks koklea, helikotrema. Sakulus juga
mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala
media dimulai dari apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan
basal koklea.
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan pada
kompartemen endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi ruptur membran
Reissner sehingga endolimfe bercampur dengan perilimfe. Hal ini meyebabkan
gangguan pendengaran sementara yang kembali pulih setelah membrana kembali
menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali normal. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh bila tidak terjadinya serangan.
Terjadinya Low tone Hearing Loss pada gejala awal yang reversibel
disebabkan oleh distorsi yang besar pada daerah yang luas dari membrana basiler
pada saat duktus koklear membesar ke arah skala vestibuli dan skala timpani.
Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba dari vertigo kemungkinan
disebabkan terjadinya penonjolan-penonjolan keluar dari labirin membranasea pada
kanal ampula. Penonjolan kanal ampula secara mekanis akan memberikan gangguan
terhadap krista.
Tinitus dan perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin
disebabkan tingginya tekanan endolimfatikus.

4. GEJALA KLINIS
Sifat yang khas pada penyakit Meniere adalah terdapatnya periode
aktif/serangan yang bervariasi lamanya yang diselingi dengan periode remisi yang
lebih panjang dan juga bervariasi lamanya. Pola serangan dan remisi pada individu
tidak dapat diramalkan, walaupun gejala berkurang setelah beberapa tahun.3 Pada saat
serangan biasanya terdapat trias Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan gangguan
pendengaran.
Biasanya terdapat adanya suatu periode rasa penuh atau tertekan pada telinga
yang dirasakan penderita selama berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-minggu.
Namun sensasi ini terlupakan karena adanya serangan vertigo yang hebat yang timbul
tiba-tiba disertai mual dan muntah. Terdapat adanya kurang pendengaran yang hampir
tidak dirasakan pada telinga yang bersangkutan karena genuruh tinitus yang timbul
bersamaan dengan vertigo. Episode awal biasanya berlangsung selama 2-4 jam,
setelah itu vertigo mereda, meskipun pusing (dizziness) pada gerakan kepala menetap
selama beberapa jam. Pendengaran membaik dan titnitus berkurang, tetapi tidak
menghilang dengan redanya vertigo.
Kemudian ada periode bebas vertigo. Selama periode ini penderita mungkin
hanya merasakan tinitus yang bergemuruh. Gejala-gejala ini kemudian diselingi oleh
episode vertigo spontan lain yang mirip dengan yang pertama dengan derajat yang
lebih ringan. Frekuensi serangan ini bervariasi, tetapi biasanya timbul sebanyak satu
atau dua kali dalam seminggu, atau sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan.
Pada kasus-kasus berat dapat timbul serangan setiap hari.
Biasanya setelah periode tersebut, yang dapat berlangsung beberapa minggu,
terjadi remisi spontan atau akibat pengobatan, yang pada waktu itu gejala hilang sama
sekali, kecuali gangguan pada pendengaran pada telinga yang bersangkutan. Namun
fase remisi tersebut ternyata tidak permanen, dapat terjadi pengulangan fase akut
seperti sebelumnya yang timbul dalam beberapa bulan. Sementara pola aktif dan
remisi berjalan, gejala pada periode akut melemah oleh karena hilangnya secra
bertahap kemampuan organ akhir dalam memberikan respon akibat degenerasi
elemen-elemen sensorik.
Variasi dalam simtomatologi telah di uraikan dan kadang-kadang dapat
ditemukan. Sindrom Lermoyes merupakan satu contoh dimana gangguan
pendengaran terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum timbulnya serangan
vertigo pertama.

5. PEMERIKSAAN
Tidak ada tes definitive untuk memeriksa penyakit meniere. Ada beberapa
penyakit dan kondisi yang memiliki gejala yang sama dengan penyakit meniere.
Penyakit meniere tidak dapat didiagnosa hanya dari gejala yang ada. Berbagai
kemungkinan harus dapat dibedakan dengan penyakit lain. Ketika dokter
mengeliminasi penyakit lain dari gejala yang ada, maka dari situ baru penyakit
meniere ditegakkan.
Tes yang mendukung untuk pemeriksaan penyakit meniere yaitu :

1. Tes pendengaran ( tes penala )


Pada tes penala didapatkan kesan tuli sensorineural pada penyakit meniere
2. Tes gliserin
Pasien diberikan minum gliserin 1,2 ml/kgBB setelah diperiksa tes kalori dan
audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan. Perbedaan
bermakna menunjukkan adanya hydrops endolimfe.
3. Audiogram
Hasil audiogram pada penyakit meniere didapatkan tuli sensorineural, terutama
nada rendah dan selanjutnya dapat ditemukan rekrutmen.
4. Tes kalori
Tes ini dilakukan untuk menilai fungsi keseimbangan, Setiap telinga dites
secara terpisah, Pada telinga masing masing disemprotkan secara bergantian
air dingin dan air hangat. Setelah beberapa saat akan timbul nistagmus yang
arahnya berlawanan dengan arah semprotan.
Tes ini cukup berarti dengan kepekaan 60% (black-1980). Tes ini berguna untuk
menentukan labirin yang hipoaktif dengan gambaran grafik adanya parese dari
kanal.
5. Electronystamography
Tes ini untuk menilai fungsi keseimbangan
6. Pemeriksaan radiologi
Secara rutin harus dilakukan pemeriksaan tulang temporal dan kalau bisa
dengan poli tomografi. Pada pemeriksaan ini bisa dijumpai meatus akustikus
yang menyempit, tetapi kadang kadang melebar dan dijumpai otosklerotis dari
optic kapsul.

6. DASAR DIAGNOSIS PENYAKIT MENIERE


Diagnosis penyakit meniere ditegakkan berdasarkan kombinasi dari gejala
yang ada, tes pendengaran dimana terdapat gangguan pendengaran setelah serangan
yang berangsur-angsur membaik lagi, serta setelah pengeliminasian dari penyakit lain.
Diagnosis dipermudah dengan dibakukan kriteria diagnosis yaitu :
1. Vertigo hilang timbul
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral
Bila gejala khas dari penyakit meniere pada anamnesis ditemukan maka
diagnosis penyakit meniere dapat ditegakkan.
Pemeriksaan fisik hanya diperlukan untuk menguatkan diagnosis penyakit ini.
Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada
pemeriksaan terdapat tuli saraf, maka kita sudah dapat mendiagnosa penyakit
meniere. Sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan perbaikan dalam tuli
saraf, kecuali pada penyakit meniere. Dalam hal yang meragukan kita dapat
membuktikan adanya hydrops dengan tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna
untuk menentukan prognosis tindakan operatif pada pembuatan shunt . Bila
terdapat hydrops, maka operasi diduga akan berhasil dengan baik.

7. DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor nervus akustikus
Vertigo sebagai gejala dini dari meningioma, schwannoma dan lain lain.
Schwannoma atau neurinoma akustikus mula timbul dengan tuli perspektif unilateral
yang progresif. Pada tahap dini terdapat vertigo. Kalau tumor itu menjalar dan
merusak meatus akustikus interna, maka hemihipestesia fasialis dengan reflek kornea
yang menurun atau lenyap dapat detemukan bersama adanya hemiparesis fasialis
ringan akibat terlibatnya nervus trigeminus / ganglkion gasseri dan nervus facialis.
Pemeriksaan kalorik dan audiogram sudah dapat memperlihatkan kerusakan
disusunan vestibularis dan auditorik sesisi. Perjalanan penyakitnya sangat lambat.

2. Labirintitis
Labirintitis disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Labirintitis bakteri merupakan
komplikasi dari mastoiditis, otitis media atau meningitis. Sedangkan pada labirinitis
virus berkembang dalam perjalanan penyakit parotis epidemika dan rubeola. Pada
labirinitis virus daya pendengaran normal atau sedikit terganggu. Sedangkan pada
labirintitis bakteri dijumpai adanya tuli berat. Demam, sakit kepala dan nyeri di dalam
telinga tidak selamanya ada.

3. Neuritis vestibularis
Penyakit ini timbul secara mendadak dengan serangan vertigo berat diiringi mual dan
muntah. Nistagmus spontan menyertai serangan vertigo ini. Komponen cepat
mengarah ke sisi yang normal. Pada tes kalorik ditemukan paresis vestibular
unilateral. Tetapi yang membedakan dengan penyakit meniere yaitu pada penyakit ini
pendengaran tidak terganggu. Dan dengan atau tanpa pengobatan serangan vertigo
dapat hilang sama sekali dalam beberapa minggu atau dengan gejala sisa berupa
vertigo posisional yang berlangsung sejenak dan bangkit sekali sekali saja.

4. Vertigo posisionil benigna


Vertigo benigna dikenal juga sebagai vertigo barany. Sindrome vestibuler ini paling
umum, dan dijuluki posisional karena vertigonya timbul kalau kepala berputar
kekanan atau ke kiri. Hal ini terjadi jika kepala menoleh ke kanan atau ke kiri dan jika
merebahkan badan untuk berbaring atau berbalik ke samping waktu berbaring.

8. PENGOBATAN PENYAKIT MENIERE


Selama masa serangan, pasien dianjurkan untuk berbaring pada tempat datar.
Menggerakkan anggota badan sesedikit mungkin, dengan mata terbuka dan melihat suatu
fokus tempat secara tetap. Hal ini dapat membantu untuk mengurangi perasaan berputar.
Tetaplah pada posisi ini sampai serangan vertigo hilang, kemudian bangun secara
perlahan lahan. Setelah serangan pasien merasa sangat kelelahan dan buth tidur untuk
beberapa jam.
Jika perasaan mual dan berputar tetap muncul dalam jangka waktu lebih dari 24
jam, maka yang dilakukan pertama adalah pemberian obat obat simtomatik, seperti
sedative, dan bila terdapat mual dapat diberikan anti muntah. Setelah diagnosis telah
ditemukan, baru diobati penyebabnya.
Untuk mengurangi tekanan hydrops endolimfa, maka diberikan obat obatan
vasodilator. Tekanan endolimfa juga dapat dikurangi dengan cara disalurkan ketempat
lain dengan jalan operasi, yaitu dengan membuat shunt.
Untuk memperkuat saraf pada penyakit meniere, dapat diberikan obat- obatan
neurotonik dan obat obatan anti iskemik.
Rehabilitasi penting diberikan, sebab dengan melatih system vestibuler, terapi ini
sangat menolong. Kadang kadang vertigo dapat diatasi dengan latihan teratur dan baik.
Orang oramng yang kerena profesinya menderita vertigo servikal dapat diatasi dengan
latihan yang intensif, sehingga gejala yang timbul tidak lagi menggangu pekerjaan sehari
harinya. Misalnya pada pilot, pemain sirkus, dan olahragawan. 1)
Obat obat yang sering digunakan selama serangan berlangsung :
1. Diuretik
Triamterine
Harus diberikan secara kombinasi dengan asam folat pada wanita hamil, karena
triamterine bersifat sebagai antagonis folat. Pemakaian dalam jangka panjang dapat
menyebakan batu ginjal. 3)
Amiloride
Acetazolamide
Furosemide
Furosemide dapat diberikan bila terdapat alergi pada pemakaian obat obat di atas.
Dosis yang digunakan dalam pemakaian obat ini harus kecil, karena obat ini sedikit
bersifat ototoksik.

2. Obat supresi vestibular


Klonazepam, diberikan 0,5 mg 2 kali sehari / sebanyak yang dibutuhkan
Lorazepam, diberikan 0,5 mg 2 kali sehari / sebanyak yang dibutuhkan
Diazepam, diberikam 2 mg 2 kali sehari / sebanyak yang dibutuhkan
Meclizine, diberikan 12,5 -25 mg 3-4 kali sehari

3. Kalsium chanel bloker


Verapamil, berikan 120 -240 mg sehari
Nimodipine
Flunarizine

4. Steroid
Dexamethasone
Prednisone
methylprednisolon

5. imunosupresan
methotrexate
Steroid
Enbrel

9. MANAJEMEN OPERASI PADA PENYAKIT MENIERE


Meskipun etiologi dari penyakit meniere belum diketahui secara pasti,
penemuan histopatologi berupa hydrops pada saluran endilomfe ditemukan secara
konsisten. Hydrops diduga berasal dari proses rusaknya fungsi resorpsi dari sacus
endolimfatikus.
Pada beberapa pasien, penyakit meniere tidak dapat diobati hanya dengan
medikantosa, dan pembedahan harus dipertimbangkan.
Beberapa kriteria pasti untuk pembedahan harus dibuat. Pendengaran harus
baik pada telinga yang berlawanan dan tidak ditemukan ataksia. Harus ada data data
objektif dari penyakit telinga dalam unilateral, meliputi hilang pendengaran
sensorineural, biasanya lebih berat pada frekuensi rendah. Pada pemeriksaan ENG
menunjukkan penurunan respon vestibularis di telinga yang bergejala pada 50 %
kasus, dan kadang kadang terdapat peningkatan potensial akhir pada
elektrocochleograf. Harus ada fungsi keseimbangan yang baik dan tidak ada gejala
penyakit menyertai yang berat, seperti disabilitas. Pembedahan dikontraindikasikan
pada penyakit meniere dengan telinga pendengaran satu satunya, dan pada penyakit
meniere yang menyerang telinga bilateral.
Penting untuk diketahui, bahwa pembedahan yang ideal sebisa mungkin harus
seminimal mungkin untuk melakukan teknik teknik infasif. Membutuhkan tidak
lebih dari anastesi lokal, diyakini bisa menyebabkan penurunan respon vestibular
yang menyeluruh, dan memelihara pendengaran dengan meminimalkan angka
kesakitan pasien.

Teknik teknik pembedahan pada penyakit meniere :


1. Perfusi telinga dalam dengan gentamicin
Prosedur pengobatan bedah ini adalah yang paling tidak invasive pada pengobatan
penyakit meniere. Tujuan prosedur operasi adalah untuk mengobati telinga yang
bergejala dengan obat vestibulotoksik untuk menghasilkan deficit vestibular
menyeluruh selama meminimalisasi hilang pendengaran. Keuntungan dari pemberian
obat secara langsung pada telinga dalam adalah :
Penyakit telinga diobati secara langsung tanpa mempengaruhi fungsi sistemik tubuh
Mencegah efek samping sistemik
Konsentrasi tinggi obat pada pengobatan telinga dalam dapat diperoleh
Hal hal yang diperlukan pada prosedur meliputi anastesi telinga dengan suntikan,
yang setelahnya dilanjutkan dengan myringotomy vertical lewat membran timpani.
Telinga tengah diamati dengan endoskopi untuk menentukan apakah ada obstruksi
membrane diatas kokhlea. Jika terdapat membrane maka harus diambil terlebih
dahulu. Tabung ventilasi dimasukkan kedalam tympanostomy, dan obat dimasukkan
lewat tabung ventilasi kedalam kokhlea sampai terdapat tahanan.
Tujuan pengobatan ini adalah untuk memperoleh penurunan 100% dari respon
vestibuler terhadap tes kalori ENG tes tanpa menyebabkan hilangnya pendengaran.
Lama pengobatan biasanya 2 3 minggu. Selama masa pengobatan, jika fungsi
pendengaran menurun, sedangkan fungsi keseimbangan masih ada, pengobatan
dihentikan selama 1 minggu dan steroid direkomendasikan untuk menyelamatkan
pendengaran. Kemudian pasien dievaluasi ulang satu minggu kemudian, dan terapi
diteruskan bila terdapat peningkatan pendengaran. Jika penurunan fungsi vestibularis
terhadap tes kalori telah mencapai 100%, maka pengobatan dapat dihentikan.

2. Vestibular Neurectomy
Jika keluhan vertigo tetap muncul pada penyakit meniere unilateral, walaupun
telah dijalankan satu atau lebih tindakan dengan perfusi gentamicin pada telinga
dalam, maka dapat dipilih alternative proses pembedahan yang lain. Untuk
pendengaran yang lebih dari 80 dB dan memiliki lebih dari 20% dalam proses
pengenalan kata kata, pilihan prosedur operasi adalah mikrosurgeri neurektomi
vestibularis fosa posterior. Yang secara umum memungkinkan untuk memelihara
pendengaran.
Pertama kali digambarkan dengan metode retrolabirin pada tahun 1979,
kombinasi retrolabirin dengan retrosigmoid vestibular neurektomi adalah suatu
evolusi teknik dan metode yang disukai. Pada prosedur ini, setelah insisi kulit post
auricula dibuat, dilakukan sedikit mastoidektomi, dan sinus venosus lateralis
dikerangkakan dalam jalannya menuju mastoid. Fosa posterior di tembus lewat insisi
dural yang dibuat di belakang sinus venosus lateralis. Setelah cairan spinal dilepaskan
dan arachnoid terbuka, maka nervus vestibulocochlearis dapat terlihat lewat sudut
cerebellopontine. Pada nervus ini, terdapat celah diantara nervus cochlearis dan
nervus vestibularis. Ahli bedah harus menggunakan alat pembesar dengan resolusi
tinggi untuk melihat pembagian antara kedua nervus itu. Nervus vestibularis biasanya
terdapat pada fosa posterior. Kadang kadang pembagian tidak dapat diidentifikasi,
dan bibir posterior dari kanalis auditorius internus harus dibor untuk lebih melihat
celah antara nervus vestibularis dan nervus cochlearis.
Penting untuk diketahui, bahwa kebanyakan pasien dengan vestibular
neurectomy mempunyai kehilangan pendengaran yang signifikan sebelum proses
pembedahan. Dan sangat sedikit komplain yang didapatkan untuk kasus kehilangan
pendengaran yang muncul paska operasi. Secara umum pasien merasa senang
terbebas dari gejala vertigo. Tinitus dan tekanan yang terus menerus tidak menjadi
masalah utama, dan kebanyakan pasien dapat menjalani hidup dengan normal.
Secara umum, fossa posterior vestibular neurectomy relatif aman dan mempunyai
prosedur yang efektif baik. Secara pengalaman pembedahan didapatkan tingkat
keberhasilan yang tinggi (93%) dalam mengobati serangan vertigo.

3. Labyrinthectomy
Ketika pendengaran kurang dari 80 dB atau kurang dari 20% skore pengenalan kata,
labyrinthectomy dengan atau tanpa transcochlear cochleovestibular neurectomy di
rekomendasikan. Prosedur ini dilakukan lewat kanalis auricularis dan ngorbankan
fungsi pendengaran. Setelah flap timpanomeatal diangkat melalui kanalis auricularis,
labyrinthectomy yang meliputi pengeboran promontorium dan pembukaan menbran
basalis dari kokhlea. Kemudian neuroepitelium dari labyrinth diangkat dengan sudut
yang tepat. Berhubungan kadang kadang pengontrolan vertigo gagal dengan
labirinthectomy sendirian, maka transcochlear cochleovestibulari neurectomy
ditambahkan pada prosedur operasi untuk meningkatkan keberhasilan. Teknik ini
cepat dan merupakan standar emas pembedahan penyakit meniere. Memiliki tingkat
penyembuhan sebanyak 88% dari seluruh kasus. Hampir pada 70% pasien, prosedur
ini mampu mengurangi tinitus, tekanan, dan rasa penuh ditelinga. Teknik ini terbukti
aman, dengan insiden komplikasi yang rendah, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya
kasus paralisis fasialis setelah pembedahan.
TINITUS

DEFINISI

Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa
adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan
suara yang di dengar sangat bervarias, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis,
mengaum, atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil
atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.

Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika
serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan mengganggu
dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa
atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat
mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan
untuk bunuh diri.1,3

ETIOLOGI

Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam, terutama
kerusakan dari koklea. Etiologi yang lain yaitu:

1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang


o Trauma kepala dan Leher.
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan
mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher
adalah tinitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa
Fraktur tengkorak, Whisplash injury.

o Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ).


Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal
dari arthritis sendi temporomandibular.4 Biasanya orang dengan artritis TMJ
akan mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ
mengakui bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara
pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2. Tinitus akibat kerusakan N. Vestibulocochlearis
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan dari N.
Vestibulocochlearis, diantaranya: infeksi virus pada N.VIII, tumor yang mengenai
N.VIII, dan Microvascular Compression Syndrome (MCV). MCV dikenal juga
dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan N.VIII karena adanya
kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang terjadi.

3. Tinitus karena kelainan vascular


Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar bunyi
yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular yang dapat
menyebabkan tinitus diantaranya:
o Aterosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk deposit
lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan sebagian
elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan
kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk
mendeteksi iramanya.

o Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada
pembuluh darah koklea terminal.

o Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi
arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.

o Tumor pembuluh darah


Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat
menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus
jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi
tanpa adanya gangguan pendengaran. Inimerupakan gejala yang penting pada
tumor glomus jugulare.

4. Tinitus karena kelainan metabolic


Seperti keadaan hipertiroid dan anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat
rendah) dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga
memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan tinitus
pulsatil. Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah defisiensi
vitaminB12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.

5. Tinitus akibat kelainan neurologis.


Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. Multiple sclerosis
adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi sistem saraf
pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, diantaranya
kelemahan otot, indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan
koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri,
dan pada telinga akan timbul gejala tinitus.

6. Tinitus akibat kelainan psikogenik


Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat sementara.
Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress
adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.

7. Tinitus akibat obat-obatan


Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan yang
bersifat ototoksik. Diantaranya:
o Analgetik, seperti aspirin dan OAINS lainnya
o Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol, tetrasiklin,
minosiklin
o Obat-obatan kemoterapi (Belomisin, Cisplatin, Mechlorethamine, methotrexate,
vinkristin), diuretik (Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide), lain-lain
(Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah)
8. Tinitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada
tubaeustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan menggerakkan
membran timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan
muskulus stapedius serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.

9. Tinitus akibat gangguan konduksi


Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem), serumen
impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan tinitus.
Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.

10. Tinitus akibat sebab lainnya.


o Tuli akibat bising disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam
jangka waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan
kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga.Terutama bila intensitas bising
melebihi 85db, dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran
korti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti
untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang
terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
o Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris
kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau lebih.
Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga berhubungan
dengan faktor-faktor herediter, pola makanan ,metabolisme, aterosklerosis,
infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan pendengaran
lebih cepat pada laki-laki dibanding perempuan.
o Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural.
Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimfe, yaitu
penambahan volume endolimfa, karena gangguan biokimia cairan endolimfa
dan gangguan klinik pada membran labirin.1,4,5,6
Gambar etiologi tinnitus

KLASIFIKASI TINITUS

Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga luar, tengah,
telinga dalam ataupun dari luar telinga.

Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinitus dapat dibagi menjadi: tinitus otik dan
tinitus somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga atau saraf auditoris, kita sebut tinitus otik,
sedangkan kita sebut tinitus somatik jika kelainan terjadi di luar telinga dan saraf tetapi masih
di dalam area kepala atau leher.

Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi:

1. Tinitus Objektif
Adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan
auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari
transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya
tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut
mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan
malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma.
Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan
dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot
telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat
menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari nasofaring ke rongga
tengah.

2. Tinitus Subjektif
Adalah tinitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja. Jenis
ini sering sekali terjadi dan bersifat non vibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan
perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai
pusat pendengaran. Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi
kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan
intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin
lebih tinggi.

Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat
dibagi menjadi:

1. Tinitus Pulsatil
Adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut jantung. Tinitus
pulsatil jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus pulsatil dapat terjadi
akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular
digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau
denyut jantung. Sedangkan tinitus non vaskular digambarkan sebagai bising klik,
bising goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat
kita ketahui dengan mendengarkannya menggunakan stetoskop.

2. Tinitus Non pulsatil


Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat
didengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging,
berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising
bergemuruh di dalam telinganya. Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan
yang sunyi dan biasanya paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur,
selama siang hari efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat
menyebabkan pasien tidak menyadari suara tersebut.4

PATOFISIOLOGI

Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan
adanya bunyi namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal didalam tubuh pasien
sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat
terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada
tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul. Tinitus biasanya
dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi.

Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada
rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan
liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lain-
lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran
merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering
ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada
aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif,
seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan
terjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah,
seperti tumor karotis (carotid body tumor ), maka suara aliran darah akan mengakibatkan
tinitus juga. Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,
garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus ataupun hilang
timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada
rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai
dengan vertigodan tuli sensorineural. Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada
pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang
bila keadaannya sudah normal kembali.
DIAGNOSIS

1. Anamnesis
o Kualitas dan kuantitas tinnitus
o Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
o Sifat bunyi yang didengar, apakah mendenging, mendengung, menderu, ataupun
mendesis dan bunyi lainnya
o Apakah bunyi yang didengar semakin mengganggu di siang atau malam hari
o Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta
gangguan neurologik lainnya
o Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit dan
setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika tinitus
berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap patologik
o Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan sifat
ototoksik
o Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
o Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
o Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga
o Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam mendiagnosis
pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering terjadi pada wanita
muda, sedangkan pasien dengan mioklonus palatal sering terjadi pada usia muda
yang dihubungkan dengan kelainan neurologi.

Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan neuroma


akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan intoksikasi obat,
presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika pasien susah untuk
mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari telingakanan atau telinga kiri, hanya
mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar terjadi kelainan patologis di saraf
pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis multipel. Kelainan
patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan sentral pada
umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah seperti gemuruh
ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop endolimfatikus).1

2. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan auskultasi
dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau objektif. Jika
suara tinitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka harus
ditentukan sifat dari suara tersebut. jika suara yang didengar serasi dengan pernapasan, maka
kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten. Jika suara yang di
dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka kemungkinan besar tinitus timbul
karena aneurisma, tumor vaskular, vascular malformation, dan venous hum. Jika suara yang
di dengar bersifat kontinu, maka kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi
akustik yang terganggu.

Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa
saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri. Hasilnya dapat
beragam,di antaranya:

a. Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.


b. Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun otitis
kronik.
c. Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem Evoked
Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa normal ataupun abnormal. Jika normal,
maka tinitus mungkin disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik,
labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal,
maka tinitus disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular. Jika
tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di atas,
maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI. Dengan
pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada saraf
pusat. Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan


fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus
agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Masalah yang sering di hadapi pemeriksa
adalah penyebab tinitus yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak pengobatan tinitus
objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk tinitus subjektif.

Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu:

1) Elektrofisiologik, yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan intensitas


suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus
masker.
2) Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien
bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi setiap
hari.
3) Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya
untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer, antidepresan, sedatif,
neurotonik,vitamin, dan mineral.
4) Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh
akustik neuroma. Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras terdengar
dapat dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literatur, dikatakan bahwa tindakan
ini dapat menghilangkan keluhan pada pasien. Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%.

Cochlear nerve section Merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat
dilakukan. Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu
penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu mengurangi
tinitus. Obat-obatan yang biasa dipakai diantaranya Lorazepam atau klonazepam yang
dipakai dalam dosis rendah, obat ini merupakan obat golongan benzodiazepine yang
biasanya digunakan sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat lainnya adalah
amitriptiline atau nortriptiline yang digunakan dalam dosis rendah juga, obat ini
adalah golongan antidepresan trisiklik.

Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik,
sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat
tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu
oleh tinitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan
dianjurkan agar beradaptasi dengan gangguan tersebut.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada
model neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining
Therapy (TRT). Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi
dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh
sebagai hasil modifikasi hubungan sistem auditorik ke sistem limbik dan sistem saraf
otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi dapat
memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan toleransi terhadap suara.
TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan.

TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain sehingga keluhan
telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar
suara radio FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinitus disertai
dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang disertai dengan
masking. TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan
keluhan pasien. Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara
sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan informasi untuk
memberikan konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan
untuk evaluasi terapi.

5) Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien, diantaranya:


o Hindari suara keras yang dapat memperberat tinitus.
o Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan
darah yang merupakan salah satu penyebab tinitus.
o Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan nikotin
o Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
o Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. AB
Usia : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : S1
Alamat : Perum Korpri Blok U X/18, Sendangmulyo, Semarang
Ruang : Yudistira
Tanggal Masuk : 9 Maret 2017

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pusing berputar

B. Riwayat Penyakit Sekarang


- Lokasi : Seluruh kepala
- Onset : Sejak 1 minggu yang lalu
- Kualitas : Pusing dirasakan mendadak dan mengganggu aktivitas
- Kuantitas : Pusing dirasakan terus menerus
- Faktor yang memperberat :
Perubahan posisi dari berbaring menjadi duduk dan tidur miring ke kanan
- Faktor yang memperingan :
Menutup mata dan tidur miring ke kiri
- Gejala yang menyertai :
Mual dan muntah, telinga kanan berdenging, penurunan pendengaran pada
telinga sebelah kanan
- Kronologi :
Pasien datang ke IGD RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang pada tanggal
9 Maret 2017 dengan keluhan pusing berputar. Pusing dirasakan diseluruh
bagian kepala dan terasa seperti pasien akan jatuh ke kanan. Pusing dirasakan
saat perubahan posisi berbaring menjadi duduk dan saat pasien berbaring ke
sisi kanan. Keluhan berkurang jika pasien menutup mata dan berbaring ke
sebelah kiri. Pusing disertai dengan mual, muntah, dan telinga sebelah kanan
berdenging dan terasa penuh sehingga mengganggu pendengaran. Keluhan
tidak disertai dengan pandangan kabur dan demam. Pasien sudah
memngonsumsi obat mertigo namun keluhan tidak mereda dan malah
bertambah berat.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan yang sama : (+) biasanya membaik setelah
meminum obat
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat sakit telinga : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluhan yang sama : disangkal


- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama suami dan dua orang anak. Biaya pengobatan ditanggung
oleh pasien sendiri.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Presens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : baik
Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 36,7oC
B. Status General
Kepala : mesocephale
Leher : pembesaran KGB (-) pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : bentuk normal, simetris, jejas (-), benjolan (-)
Jantung : ictus cordis tak tampak, BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Paru : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, bising usus normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral dingin (-), edem (-), capillary refill < 2 detik

C. Status Lokalis
Telinga
Nyeri tekan tragus -/-
Nyeri tarik aurikula -/-
Nyeri ketok mastoid -/-
CAE serumen -/-
CAE secret -/-
Membran timpani intak +/+
Refleks cahaya +/+
Perforasi attic/tensa -/-

Hidung
Nyeri tekan sinus -
Nyeri ketok sinus -
Deviasi septum -/-
Mukosa hiperemis -/-
Corpus alienum -/-
Hipertrofi konka -/-
Secret -/-

Tenggorokan
Uvula ditengah
Arcus faring simetris
Tonsil T1-T1

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11.7 11.7 15.8
Hematokrit 35.00 25 47
Jumlah Leukosit 8.9 2.6 11.0
Jumlah Trombosit 255 150 400
Natrium 137.0 135.0 147.0
Kalium 3.80 3.50 5.0
Calsium 1.29 1.12 1.32
CKMB 46 0 - 24
HDL Kolesterol 38.0 > 45
LDL Kolesterol 163 <100 160
Kolesterol Total 216 <200
Trigliserida 76 150
GDS 88 75 115
Ureum 28.0 17 42
Creatinine 0.4 <1.2
Asam Urat 5.8 1.4 6.0
SGOT 20 0 35
SGPT 19 0 35
Protein Total 7.8 6.5 9.4
Albumin 3.8 3.4 5.5
Globulin 4.0 1.9 2.2

B. Tes Kalorimetri
Left Right
(a + c) (b + d)
(40 + 117) (120 + 100)
(157) (220)
- 63
Keterangan :
a = telinga kiri 30o
b = telinga kanan 30o
c = telinga kiri 44o
d = telinga kanan 44o

Interpretasi : Hipotimpani perifer dextra Sindrom meniere

C. Tes Audiometri

V. DIAGNOSIS
Sindrom Meniere

VI. PENATALAKSANAAN
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2 x 50 mg i.v
Inj. Mecobalamin 2 x 500 mg i.v
Betahistine 2 x 2 tab p.o
Dimenhidrinat 2 x 50 mg p.o
Vit B complex 1tab / 8 jam p.o
Ulsafat CI / 8 jam p.o

Anda mungkin juga menyukai