Anda di halaman 1dari 15

Laporan kasus - EBP Kepada: Yth.

Unit Non Infeksi

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Penyaji : Dwi Novianti


Hari/Tanggal : Senin/12 Mei 2014
Supervisor in charge : dr. Muhammad Ali, SpA(K)
Pembimbing : Prof. dr. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K)
dr. Rita Evalina, SpA(K)
dr. Lily Irsa, SpA(K)
dr. Mahrani Lubis, M.Ked(Ped), SpA

Pendahuluan
Lupus eritematosus sistemik (LES) atau disebut juga lupus adalah penyakit autoimun
inflamasi yang bersifat kronik, sistemik, dan penyebabnya tidak diketahui. Karakteristik
penyakit ini yaitu ditemukannya produksi autoantibodi yang berlebihan dengan manifestasi
klinis yang sangat bervariasi tergantung target organ yang terkena, pada umumnya
melibatkan kulit, sendi, ginjal, dan sistem saraf pusat.1 Lupus yang didiagnosis pada usia
sebelum 16 tahun atau lupus pediatrik mencapai 10% sampai 20% dari seluruh kasus LES,
dengan usia saat diagnosis paling sering saat 12 sampai 16 tahun. Insidens lupus pediatrik
adalah 0.36 sampai 0.9 per 100 000 anak per tahun dan prevalensi mencapai 3.3 sampai 24
per 100 000 anak.2 Seperti halnya pada dewasa, lupus pediatrik juga predominan pada
perempuan, sekitar 80% penderita adalah perempuan. 1
Lupus sering disebut sebagai the great imitator atau the great mimicker karena
gejala klinisnya yang mirip dengan banyak penyakit lain, terutama jika ruam malar tidak
ditemukan pada wajah. American College of Rheumatology (ACR) telah menyimpulkan
suatu kriteria diagnosis berdasarkan pola gejala klinis yang sering muncul pada penderita
lupus, diantaranya ruam malar, demam, nyeri sendi, fotosensitifitas, dan lainnya.1
Penatalaksanaan lupus saat ini terdiri dari farmakologi dan non farmakologi.
Pengobatan farmakologi dengan obat anti-inflamasi non steroid (OAINS), kortikosteroid,
hidroksiklolorokuin, dan obat imunosupresif. Non farmakologi berupa pemberian krim
tabir surya, pakaian yang melindungi dari paparan sinar matahari, dan fisioterapi. Meskipun
prognosis dan kualitas hidup penderita lupus telah jauh meningkat selama beberapa dekade
terakhir, namun masih ditemukan kasus refrakter dan masalah efek samping pengobatan
seperti glukokortikoid dan obat sitotoksik yang merupakan tantangan bagi klinisi.3

1
Tujuan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan sebuah kasus lupus eritematosus
sistemik pada seorang remaja perempuan usia 13 tahun 10 bulan

Kasus
Pasien SW, perempuan, usia 13 tahun 10 bulan, datang ke IGD RSHAM Medan pada
tanggal 28 Januari 2014 pukul 14.00 WIB dengan keluhan utama riwayat kejang, dialami 2
hari sebelum masuk RS. Frekuensi kejang 3 kali dalam 1 hari, lama kejang lebih dari 5
menit, jarak antara setiap kejang 1 jam, kejang seluruh tubuh, saat kejang tangan dan kaki
menghentak-hentak, kedua mata terbelalak ke atas, setelah kejang pasien sadar, kejang
disertai demam. Riwayat demam dialami sejak 4 bulan yang lalu, demam bersifat naik
turun, turun dengan obat penurun panas. Bercak merah kehitaman pada kedua pipi dialami
sejak 4 bulan yang lalu, awalnya berupa bercak merah kecil, semakin lama semakin lebar
dan menghitam, tidak gatal dan nyeri. Nyeri sendi-sendi pergelangan tangan dan lutut
dialami sejak 4 bulan yang lalu, bersifat hilang timbul, disertai pembengkakan dan merah
pada sendi tersebut. OS merasa sakit dan sulit berjalan sejak 1 bulan ini. Bercak-bercak
hitam di tangan dan kaki mulai timbul sejak 1 bulan yang lalu, bercak menghitam dan
terkelupas, tidak gatal dan nyeri. Pasien merasa silau dan pusing jika terkena sinar matahari
atau cahaya lampu yang terang sejak 1 bulan ini. Sejak 2 bulan ini OS tidak mendapat haid,
sebelumnya haid setiap bulan sejak usia 12 tahun, tetapi tidak teratur. Rambut rontok tidak
dijumpai. Buang air besar dan buang air kecil kesan normal.
Riwayat penyakit terdahulu: Pasien adalah rujukan dari RS Haji Medan oleh dr umum
dengan diagnosis LES dan telah dirawat selama 1 minggu
Riwayat pemakaian obat : Inj. Cefotaxim, aspirin, metilprednisolon, transfusi PRC 4
kantong

Pemeriksaan Fisik
Sens: Compos mentis T: 37C anemis (-) ikterik (-) sianosis (-) dispnu (-) oedem (-)
BB: 35 kg PB: 150 cm BB/U: 72.2% PB/U:93.75% BB/PB: 85.6% (gizi kurang)
Keadaan umum/keadaan penyakit/keadaan gizi: sedang/berat/kurang
Status Lokalisata:
Kepala : wajah: ruam malar (+)
mata: RC (+/+) pupil isokor, 3 mm, conjungtiva palp. Inferior pucat (-/-)
telinga/hidung: dalam batas normal, mulut: ulkus di palatum (-)
Leher : pembesaran kel.getah bening (-), kaku kuduk (-)
Dada : simetris fusiformis, retraksi (-), payudara sudah menonjol, areola membesar,
papil belum menonjol
FJ : 90 x/menit, reguler, desah (-)

2
FN : 24 x/menit, reguler, ronki (-/-)
Perut : supel, hepar/lien : tidak teraba, peristaltik (+) normal
Ekstremitas : lupus discoid (+), plantar pucat (+), pols 90 x/menit, reguler, t/v cukup, akral
hangat, CRT 2 detik TD: 110/70 mmHg (N: 104-118/62-76 mmHg)
Deformitas (-), refleks fisiologis (+) normal, refleks patologis (-), rangsang
meningeal (-), kekuatan otot : 55555 55555
55555 55555
Genitalia eksterna: perempuan, rambut pubis (+), mulai ikal, warna hitam, menutupi labia
Status pubertas: A1M3P3

Hasil laboratorium (28/1/2014)


Hb : 12.6 g/dL Ht: 39.3% L: 8710/mm3 T: 248 000/mm3
Albumin: 2.3 g/dL KGDS: 113.8mg/dL Na: 140 mEq/L K: 2.8 mEq/L Cl: 105 mEq/L
Ureum: 17 mg/dL Creatinin: 0.35 mg/dL GFR: 244.3 (N: 96.5 136.9)
Diagnosis banding:
- Lupus eritematosus sistemik + Gizi kurang
- Meningitis
- Ensefalitis
Diagnosis sementara:
Lupus eritematosus sistemik + Gizi kurang
Terapi:
- IVFD D5% NaCl 0,45% 20 gtt/menit mikro
- Ibuprofen 3x 400 mg
- Diet MB 1800 kkal dengan 70 g protein
Rencana:
- Tes ANA dan anti ds-DNA, LED, C3 komplemen
- Urinalisis
- Foto toraks
- EKG
- Lumbal punksi
- Konsultasi divisi alergi-imunologi

3
- Konsultasi div. neurologi
- Konsultasi div. kardiologi
- Konsultasi dept. penyakit kulit dan kelamin

Pemantauan tgl 29/1/2014 s/d tgl.3/2/2014


S : kejang (-), bercak pada wajah, nyeri sendi (+)
O: Sens : CM T: 36,9C BB: 35 kg PB: 150 cm BB/PB: 85,6%
Kepala : wajah: ruam malar: (+), mata: RC (+/+), pupil isokor, 3mm, conj.
palp.inf. pucat (-/-), telinga/hidung: dalam batas normal, mulut: ulkus di
palatum (-)
Leher : pembesaran kel.getah bening (-), kaku kuduk (-)
Dada : simetris fusiformis, retraksi (-), payudara sudah menonjol, areola membesar,
papil belum menonjol. FJ: 92 x/mnt, reguler, desah (-)
FN: 24 x/mnt, reguler, ronki (-/-)
Perut : supel, hepar/lien: tidak teraba, peristaltik (+) normal,
Ekstremitas : lupus discoid (+), plantar pucat (+), pols 94 x/mnt, reguler, t/v cukup, akral
hangat, CRT 2 detik, TD: 100/70 mmHg (N: 104-118/62-76 mmHg)
deformitas (-), refleks fisiologis (+) normal, refleks patologis (-), rangsang
meningeal (-), kekuatan otot : 55555 55555
55555 55555
Genital eksterna : perempuan, rambut pubis (+), mulai ikal, warna hitam, menutupi labia
Status pubertas: A1M3P3
Hasil urinalisa (30/1/2014)
Warna: kuning jernih, glukosa (-), bilirubin (-), keton (-), Bj: 1,010 pH: 8,0 protein (-),
urobilinogen (-), nitrit (+), darah (-)
Sedimen urin: eritrosit: 0-1/lpb, leukosit: 0-2/lpb, epitel: 0-1/lpb, cast: (-), kristal: (-)
Hasil foto toraks AP (29/1/2014)
Tidak dijumpai kelainan jantung dan paru
Hasil ekokardiografi (30/1/2014)
Normal heart structure and function
Jawaban konsul div. alergi imunologi
Diagnosis kerja: sangkaan LES. Anjuran: pemeriksaan ANA tes, Anti ds-DNA, LED,
fungsi ginjal, protein urin 24 jam
Jawaban konsul kardiologi (30/1/2014)
Sampai saat ini tidak dijumpai kelainan pada struktur dan fungsi jantung

4
Jawaban konsul neurologi (30/1/2014)
Anjuran: pemberian anti kejang, awasi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Jawaban konsultasi dept. kulit & kelamin (29/1/2014)
Anjuran: pemberian krim hidrokortison 2,5% 2 x sehari pada wajah, tupepe cream pada
tangan dan kaki 2 x sehari
A: Sangkaan LES + Sangkaan ISK + Gizi kurang
P: - IVFD D5% NaCl 0,45% 20 gtt/menit mikro
- Ibuprofen 3x 400 mg
- Hidrokortison krim 2,5% 2x1 pada wajah
- Krim urea-dimetikon (tupepe cream) 2x1 pada tangan dan kaki
- Diet MB 1800 kkal dengan 70 g protein
Rencana:
- Kultur dan uji sensitifitas urin
- Pemriksaan biokimia hati
- pemeriksaan EEG
- pemeriksaan protein urin 24 jam
- menunggu hasil ANA test dan anti ds-DNA
- Konsultasi div. nefrologi

Jawaban konsul nefrologi (29/1/2014)


Sampai saat ini tidak ditemukan tanda-tanda lupus nefritis, anjuran: cek ulang fungsi ginjal
dan kultur urin

Pemantauan tgl 4/2/2014 s/d tgl.10/2/2014


S : kejang (-), bercak pada wajah, nyeri sendi berkurang
O: Sens : CM T: 37 37,5C BB: 35,2 kg PB: 150 cm BB/PB: 85,85%
Kepala : wajah: ruam malar: (+), mata: RC (+/+), pupil isokor, 3mm, conj.
palp.inf. pucat (-/-), telinga/hidung: dalam batas normal, mulut: ulkus di
palatum (-)
Leher : pembesaran kel.getah bening (-), kaku kuduk (-)
Dada : simetris fusiformis, retraksi (-), payudara sudah menonjol, areola membesar,
papil belum menonjol. FJ: 84-90 x/mnt, reguler, desah (-)
FN: 22-24 x/mnt, reguler, ronki (-/-)
Perut : supel, hepar/lien: tidak teraba, peristaltik (+) normal
Ekstremitas : lupus discoid (+), plantar pucat (+), pols 84-90 x/mnt, reguler, t/v cukup,
akral hangat, CRT 2 detik, TD: 100-110/70-85 mmHg (N: 104-118/62-

5
76 mmHg), deformitas (-), refleks fisiologis (+) normal, refleks patologis
(-), rangsang meningeal (-), kekuatan otot : 55555 55555
55555 55555
Genitalia eksterna : perempuan, rambut pubis (+), mulai ikal, warna hitam, menutupi labia
Status pubertas: A1M3P3
Hasil laboratorium 4/2/2014
ANA test : 16,2 (N: <20) Anti ds-DNA: 357,0 (N: 0-200)
Hasil laboratorium (8/2/2014)
Hb : 12,8 g/dL Ht: 39,4% L: 7210/mm3 T: 364.000/mm3
KGD: 124,2mg/dL ALP: 155 U/L SGOT: 68 U/L SGPT: 70 U/L
Ureum: 35,4 mg/dL Creatinin: 0,25 mg/dL GFR: 342 (N: 96,5 136,9)
Hasil protein urin 24 jam (4/2/2014)
Volume urin / 24 jam: 2800 ml
Protein urin / 24 jam: 2436 mg
Protein urin: 8,7 mg% (-) N: <150
Hasil pemeriksaan EEG (3/2/2014)
Kesan: EEG dalam batas normal
Hasil kultur urin (4/2/2014)
Tidak dijumpai pertumbuhan bakteri dan jamur
A: Lupus eritematosus sistemik + gizi kurang
P: - IVFD D5% NaCl 0,45% 20 tetes/menit mikro
- Metilprednisolon puls 30 mg/kgBB/hari/iv = 1g/hari dalam 100 ml NaCl 0,9% habis
dalam 1 jam selama 3 hari berturut-turut (mulai 5 7/2/2014)
- Inj. Cyclophospamide 500 1000 mg/m2/hari = 600 mg/hari gandeng mesna 60% dosis
cyclophospamide = 360 mg/iv (8/2/2014)
- Hidrokortison krim 2,5% 2x1 pada wajah
- Krim urea-dimetikon (tupepe cream) 2x1 pada tangan dan kaki
- Diet MB 1800 kkal dengan 70 g protein
Rencana:
- Metilprednisolon puls diberikan setiap bulan selama 6 bulan
- Inj. Cyclophospamide diberikan sekali sebulan selama 6 bulan
- Metilprednisolon oral 0,5 2 mg/kgBB/hari = 40 mg/hari = 4-3-3 tab selama 2 bulan
- Hidroksiklorokuin oral 6 7 mg/kgBB/hari = 225 mg dibagi 2 dosis = 2 x 113 mg = 2 x
tablet selama 2 bulan kemudian diturunkan menjadi 5 mg/kgBB/hari = 2 x 88 mg = 2 x
tablet
- Fisioterapi 2 x seminggu

6
Pemantauan tgl 11/2/2014 s/d tgl.15/2/2014
S : kejang (-), bercak pada wajah menipis, nyeri sendi (-)
O: Sens : CM T: 36.8 37.2C BB: 35.4 kg PB: 150 cm BB/PB: 86.3%
Kepala : wajah: ruam malar: (+) menipis, mata: RC (+/+), pupil isokor, 3mm,
conj. palp.inf. pucat (-/-), telinga/hidung: dalam batas normal, mulut:
ulkus di palatum
Leher : pembesaran kel.getah bening (-), kaku kuduk (-)
Dada :simetris fusiformis, retraksi (-), payudara sudah menonjol, areola
membesar, papil belum menonjol. FJ: 84-92 x/mnt, reguler, desah (-)
FN: 22-24 x/mnt, reguler, ronki (-/-)
Perut : supel, peristaltik (+) normal, hepar/lien: tidak teraba
Ekstremitas : lupus discoid (+) berkurang, plantar pucat (-), pols 84-92 x/mnt, reguler,
t/v cukup, akral hangat, CRT < 2 detik, TD: 100-110/70-85 mmHg (N:
104-118/62-76 mmHg)
Anogenital : perempuan, rambut pubis (+), mulai ikal, warna hitam, menutupi labia
Status pubertas: A1M3P3
A: Lupus eritematosus sistemik + gizi kurang
P: - Metilprednisolon 40 mg/hari = 4-3-3 tab (mulai 8/2/2014)
- Hidroksiklorokuin 2 x 113 mg = 2 x tab (mulai 10/2/2014)
- Para-amino butiric acid (Pabanox) cream 3 x 1 pada wajah
- Diet MB 1800 kkal dengan 70 g protein
- Fisioterapi 2 x seminggu

Pasien diperbolehkan PBJ pada tgl. 15 Februari 2014 dan kontrol ulang untuk melanjutkan
protokol pengobatan LES setiap bulan.

7
Diskusi
Penyakit lupus merupakan suatu penyakit dengan diagnosis klinis dan ditunjang oleh
pemeriksaan laboratorium. Karakteristik lupus yang utama antara lain bersifat episodik
dengan adanya riwayat gejala intermitten seperti artritis, pleuritis, dan dermatitis, dapat
mendahului selama beberapa bulan atau tahun, multisistem dengan tanda dan gejala yang
muncul melibatkan lebih dari satu macam organ, dan ditandai dengan adanya antibodi
antinuklear (khususnya terhadap dsDNA) dan autoantibodi lainnya. 4 Proses terjadinya lupus
merupakan suatu proses imunologis yang kompleks disebabkan disregulasi sel limfosit T
dan B, produksi auto-antibodi, dan pembentukan kompleks imun. Penyebab pasti
terganggunya fungsi imun pada lupus masih belum diketahui, diduga faktor genetik dan
lingkungan paling berperan. Beberapa studi menemukan kelainan genetik pada penderita
lupus, juga ditemukan insidens lupus pada keluarga kembar homozigot.5
Karakteristik penyakit lupus adalah adanya produksi autoantibodi dan aktifasi
poliklonal dari limfosit B yang menyebabkan peningkatan kadar imunoglobulin, sehingga
kadar autoantibodi juga semakin bertambah. 6 Lupus merupakan jenis gangguan sistem imun
yang termasuk reaksi hipersensitifitas tipe 3, dimana antibodi akan berikatan dengan
antigen yang beredar dalam sirkulasi, membentuk kompleks antigen-antibodi, dan
mengendap pada jaringan, pembuluh darah, dan menimbulkan inflamasi seperti vaskulitis,
nefritis, dan arthritis, sehingga muncul gejala klinis sesuai organ yang terkena. Deposit
kompleks imun tersebut menyebabkan inflamasi dengan cara menarik dan mengaktifkan
leukosit.7 Mekanisme patogenesis penyakit lupus dapat dilihat pada gambar 1. 8

Gambar 1. Patogenesis penyakit LES. Faktor genetik dan lingkungan diduga saling berinteraksi sehingga
menghasilkan respon imun yang abnormal dan memulai terbentuknya auto-antibodi patogenik dan kompleks
imun yang akan menumpuk di jaringan, mengaktifkan komplemen, menyebabkan inflamasi, dan pada jangka
waktu tertentu akan mengakibatkan kerusakan organ yang irreversibel. 7 Ag, Antigen; C1q, sistem
komplemen; C3, komponen komplemen; CNS, Central nervous system; DC, sel dendritik; EBV, Epstein Barr
Virus; HLA, Human leucocyte antigen; FcR, immunoglobulin Fc-binding receptor; IL, interleukin; MBL,
Mannose binding ligand; MCP, Monocyte chemotactic protein; PTPN, Phos-photyrosine phospatase; UV,
Ultraviolet.8

8
Diagnosis penyakit lupus ditegakkan berdasarkan kriteria yang direkomendasikan
oleh ACR berupa 11 kriteria klinis dan laboratorium. Seorang penderita ditegakkan sebagai
lupus jika dijumpai minimal 4 dari kriteria tersebut (tabel 1). 9

Tabel 1. Kriteria klasifikasi lupus eritematosus sistemik. 9


Kriteria Definisi
1. Ruam malar Eritema pada eminensia malar rata atau sedikit naik dari
permukaan kulit sekitar, lipatan nasolabial tidak terkena
2. Ruam diskoid Bercak eritematosus timbul dengan lapisan keratotik mengelupas
atau folikuler; dapat timbul jaringan parut atrofi
3. Fotosensitivitas Ruam di kulit setelah terpapar oleh cahaya matahari; dari
anamnesis atau observasi klinisi
4. Ulkus oral Ulserasi oral atau nasofaringeal, biasanya tidak nyeri
5. Arthritis Arthritis non erosif melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ciri
khas nyeri tekan, bengkak, atau efusi
6. Serositis Pleuritisriwayat nyeri pleuritik yang meyakinkan atau friksi
pada auskultasi atau bukti adanya efusi pleura atau
Perikarditisterdokumentasi pada elektrokardiografi atau
ekokardiografi atau friksi
7. Gangguan ginjal Proteinuria persisten lebih dari 0,5 g/hari atau (+++) jika tidak
dilakukan pemeriksaan kuantitatif
Cellular castsbisa berupa sel darah merah, hemoglobin,
granular, tubular, atau campuran
8. Gangguan neurologik Kejang yang bukan disebabkan penggunaan obat atau kelainan
metabolik
9. Gangguan hematologik Anemia hemolitik dengan retikulositosis atau
Leukopenia kurang dari 4000/mm3 pada dua atau lebih
pemeriksaan atau limfopenia kurang dari 1500/mm3 pada dua atau
lebih pemeriksaan, atau trombositopenia kurang dari 100.000/mm3
10. Gangguan imunologik Antibodi terhadap DNA natif atau
Antibodi terhadap protein Sm, atau
Antibodi antifosfolipid baik antibodi antikardiolipin, adanya
antikoagulan lupus atau hasil tes positif palsu untuk sifilis
11. Antibodi antinuklear Adanya antibodi antinuklear dengan pemeriksaan imunofluoresens
atau yang sejenis

Pada kasus ini pasien mengalami gejala ruam malar, arthritis, adanya riwayat kejang
sebelumnya dan dijumpai ruam diskoid pada tangan dan kaki, serta dari pemeriksaan
labortorium didapati hasil tes Anti dsDNA yang meningkat, sehingga memenuhi 5 kriteria
diagnosis lupus. Ruam malar (butterfly rash) terjadi pada 60% sampai 80% anak dengan
lupus, biasanya berupa ruam makulopapular eritematosa, tidak gatal dan tidak nyeri,
menyebar hingga tulang hidung, dagu, telinga, namun lipatan naso-labial tidak terkena.1
Ruam ini dicetuskan oleh paparan sinar ultraviolet terhadap kulit, menyebabkan kerusakan
sel kulit, melepaskan material nukleus seperti DNA, sehingga mengaktifkan antibodi anti-
Ro/SSA, dan menyebabkan apoptosis epidermal keratinosit. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya komposisi Ig G dan Ig A pada lapisan epidermal pada biopsi kulit. 10 Ruam
diskoid jarang dijumpai pada lupus pediatrik, hanya sekitar 10% yang disertai gejala

9
tersebut. Ruam ini paling sering dijumpai pada dahi dan kulit kepala, dan sering disalah
artikan sebagai tinea kapitis. Lesi bersifat hiperkeratosis, menyembuh dengan atrofi,
jaringan parut, dan hipopigmentasi.5
Inflamasi sendi dijumpai pada 90% kasus LES dengan keluhan nyeri sendi dan
kekakuan sendi pada pagi hari (morning stiffness), terutama pada pergelangan tangan, lutut,
dan jari-jari tangan. Hal ini disebabkan deposit kompleks anitgen-antibodi pada
Berdasarkan studi hingga 65% pasien lupus mengalami gejala neuropsikiatrik suatu waktu
dalam perjalanan penyakitnya, dan hingga 85% mengalami gejala neuropsikiatrik dalam 2
tahun pertama setelah diagnosis. Gejala yang dijumpai tersebut antara lain sakit kepala,
gangguan mood, gangguan kognitif, psikosis, hingga kejang.11
Penatalaksanaan penyakit lupus membutuhkan pendekatan multidisipliner, idealnya
melibatkan ahli reumatologi, kesehatan remaja, ahli nefrologi, psikiater, psikolog, dan
terapi okupasional. Pengobatan farmakologi biasanya agresif dan disesuaikan tingkat
keparahan penyakit. Kortikosteroid oral maupun injeksi tetap merupakan tulang punggung
utama pengobatan lupus dan paling efektif untuk mengontrol gejala penyakit. Mekanisme
kerja kortikosteroid adalah meniru efek steroid endogen yaitu glukokortikoid yang
mempunyai efek anti inflamasi, yang diperoleh dengan cara menghambat produksi sitokin
dan molekul adhesi sel, sehingga mengurangi akumulasi sel neutrofil pada daerah
inflamasi, mengurangi migrasi makrofag, dan mengurangi proliferasi sel T. Kortikosteroid
juga menghambat produksi antibodi.12
Jenis kortikosteroid yang digunakan adalah hidrokortison, kortison, prednison, dan
prednisolon. Untuk pemberian secara oral, dapat digunakan prednison atau prednisolon
sekali sehari atau dibagi dua dosis. Pemberian terapi metilprednisolon pulse intravena
biasanya dilakukan pada kasus berat misalnya refrakter dengan steorid oral dosis tinggi,
nefritis lupus, neuropsikiatrik, trombositopenia dan anemia hemolitik berat yang refrakter,
dan vaskulitis berat. Pada kasus ini diberikan metilprednisolon intravena sesuai dengan
gejala klinis yang tergolong berat yaitu adanya gejala susunan syaraf pusat (SSP) dengan
dosis 30 mg/kg/kali (maksimal 1 gram/hari) selama 3 hari berturut-turut, dilanjutkan
dengan pemberian metilprednisolon oral setiap hari. 4 Setelah aktifitas penyakit dianggap
sudah terkontrol secara klinis dan serologis, baik dengan kortikosteroid saja atau kombinasi
dengan obat lainnya, pengurangan dosis harus dilakukan hingga dosis terendah yang
memungkinkan. Biasanya pengurangan tidak boleh melebihi 25% dosis. Tujuan akhir
adalah untuk menghentikan sama sekali steroid, yang harus dilakukan secara bertahap. Efek
samping steroid telah diketahui sangat banyak dan bergantung dosis dan lamanya terapi,
dapat bersifat akut seperti retensi cairan, pandangan kabur, perubahan mood, insomnia,
penambahan berat badan, dan imunosupresi. Efek jangka panjang berupa hiperglikemia,

10
hipertensi, osteoporosis, kelemahan otot, jerawat, dispepsia, Cushing syndrome, supresi
adrenal, dan dislipidemia.12
Anti inflamasi non steroid (OAINS) diberikan untuk mengatasi gejala
muskuloskeletal, juga dapat digunakan untuk serositis. Jenis yang sering digunakan adalah
golongan salisilat dan ibuprofen. Penggunaan obat imunosupresif seperti siklofosfamid
ditujukan untuk LES yang berat seperti lupus nefritis dan gejala neuropsikiatrik. Pemberian
secara intravena dengan dosis awal 500 sampai 1000 mg/m2 tiap bulan diberikan selama
enam bulan. Kombinasi siklofosfamid dengan prednison oral efektif dalam mencegah
penyakit berkembang dan menjaga fungsi ginjal.4 Pasien ini dikategorikan lupus berat dan
mendapat protokol terapi LES berat karena dijumpai riwayat kejang yang berarti adanya
gejala neuropsikiatrik, sehingga diberikan siklofosfamid injeksi dengan dosis 500 1000
mg/m2 satu kali setiap bulan selama 6 bulan. Hidroksiklorokuin merupakan golongan
antimalaria yang diduga mempunyai efek imunomodulator sekaligus antiinflamasi pada
LES, meskipun mekanisme pastinya belum diketahui. Obat ini juga dapat meringankan
gejala lesi di kulit seperti ruam malar dan diskoid.13
Respon terapi dengan menggunakan indeks aktifitas penyakit, yang sering
digunakan adalah LES diseasse activity index (SLEDAI). Penilaian aktifitas penyakit ini
perlu untuk menyesuaikan dosis dan lamanya terapi kortikosteroid dan tappering.12
Penyakit lupus merupakan penyakit yang bersifat kronik dengan periode eksaserbasi dan
remisi yang bergantian terjadi seumur hidup penderita. Oleh karena mayoritas penderita
adalah remaja perempuan seperti dalam kasus ini, manajemen tidak hanya ditujukan untuk
mengontrol gejala, tetapi juga faktor-faktor lain seperti psikologis, fungsi reproduksi, efek
samping obat, dan luaran jangka panjang pasien lupus serta kualitas hidupnya. Prognosis
berbagai bentuk penyakit lupus telah membaik dengan angka survival 10 tahun sebesar
90%. Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, misalnya karena gagal
ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, atau akibat efek samping
pengobatan, misalnya akibat kortikoterapi yaitu infark miokard, gagal jantung, trauma
vaskular serebral iskemik, atau neoplasma akibat pemakaian obat imunosupresan. Infeksi
dan sepsis juga merupakan penyebab kematian utama pada lupus, bukan hanya akibat
pemakaian kortikosteroid tetapi juga defisiensi imun akibat penyakit lupus itu sendiri.4
Lupus dengan onset remaja mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan onset
dewasa, lebih sering mengalami lupus nefritis dan tingkat mortalitas juga meningkat. 14 Pada
kehamilan wanita dengan lupus juga lebih sering mengalami komplikasi seperti
preeklampsia, perdarahan post partum, risiko operasi sectio cesarean, juga komplikasi pada
bayi seperti berat badan lahir rendah, prematuritas, sindrom gawat nafas, congenital heart
block.15 Siklofosfamid yang digunakan sebagai imunosupresif pada lupus, dipercaya
mempunyai efek samping yang dapat terjadi seperti amenorea dan infertilitas. 16 Pada kasus

11
pasien telah menjalani satu siklus terapi dengan kombinasi steroid, siklofosfamid, dan
hidroksiklorokuin, dijumpai keluhan menstruasi yang berhenti sejak dua bulan setelah sakit.
Hal ini dapat terjadi sebagai bagian dari perjalanan penyakit, atau efek samping dari
pengobatan, oleh karena itu semua faktor tersebut harus menjadi pertimbangan dalam
menatalaksana penyakit lupus dan melakukan edukasi terhadap pasien serta orang tua.

Kesimpulan
Lupus eritematosus sistemik atau disebut juga lupus adalah penyakit autoimun inflamasi
yang bersifat kronik, sistemik, dengan periode remisi dan relaps. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan laboratorium sesuai kriteria ACR.
Penatalaksanaan berupa farmakologis dan non farmakologis, pemantauan jangka panjang
diperlukan untuk menilai efek samping pengobatan dan kualitas hidup penderita LES. Pada
kasus ini pasien telah didiagnosis LES dan mendapatkan terapi sesuai protokol LES berat,
dan telah mengalami perbaikan secara klinis, nemun diperlukan pemantauan jangka
panjang dalam hal efek samping pengobatan, fungsi reproduksi, dan kualitas hidup.

Daftar pustaka

1. Levy DM, Kamphuis S. Systemic lupus erythematosus in children and adolescents.


Pediatr Clin North Am. 2012;59(2):345-64
2. Malattia C, Martini A. Pediatric-onset systemic lupus erythematosus. Best Pract Res
Clin Rheumatol. 2013;27:351-62
3. Mok CC. Emerging biological therapies for systemic lupus erythematosus. Expert Opin
Emerging Drugs. 2014;19(2):1-20
4. Akib AAP, Soepriadi M, Setiabudiawan B. Lupus eritematosus sistemik. Dalam: Akib
AAP, Munasir Z, Kurniati N. Buku Ajar Alergi-imunologi Anak. Edisi kedua. Jakarta:
Balai Penerbit IDAI.2008.h.345-72
5. Bailey T, Rowley K, Bernknopf A. A review of systemic lupus erythematosus and
current treatment options. Formulary.2011;46:178-9
6. Klein-Gitelman MS, Miller ML. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Kliegman MR,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-18. Philadelpia: Saunders elsevier; 2007.h.1015-9
7. Abbas AK, Lichtman AH. Hypersensitivity diseases: disorders caused by immune
rseponses. Dalam: Abbas AK, Lichtman AH. Basic Immunology: Function and
Disorders of the Immune System. Edisi ke-2. Philadelphia:Saunders
Elsevier.2004.h.201-4
8. Systemic lupus erythematosus (disorders of immune-mediated injury)(Rheumatology)
Part 1. Diunduh dari: http://www.what-when-how.com/rheumatology/systemic-lupus-
erythematosus-disordersof-immune-mediated-injury-rheumatology-part-1/. Diakses
pada 1 April 2014.
9. The American College of Rheumatology. Criteria for the classification of systemic
lupus erythematosus: strengths, weaknesses, and opportunities for improvement.
Lupus.1999;8:586-95
10. Bhm M, Luger TA. Mechanism of skin damage. Dalam: Tsokos GC, Gordon C,
Smolen JS, penyunting. Systemic Lupus Erythematosus: a Companion to
Rheumatology. Edisi pertama. Philadelphia: Mosby Elsevier.2007.h.318-28

12
11. Sibbitt WL, Brandt JR, Jhonson CR. The incidence and prevalence of neuropsychiatric
syndromes in pediatric onset systemic lupus erythematosus. J Rheumatol.
2002;29:1536-42
12. Al-Maini M, Urowitz M. Systemic steroids. Dalam: Tsokos GC, Gordon C, Smolen JS,
penyunting. Systemic Lupus Erythematosus: a Companion to Rheumatology. Edisi
pertama. Philadelphia: Mosby Elsevier.2007.h.487-95
13. Lahita RG. Nonsteroid treatment of systemic lupus erythematosus. Dalam: Tsokos GC,
Gordon C, Smolen JS, penyunting. Systemic Lupus Erythematosus: a Companion to
Rheumatology. Edisi pertama. Philadelphia: Mosby Elsevier.2007.h.483-6
14. Amaral B, Murphy G, Loannou Y, Isenberg DA. A comparison of the outcome of
adolescent and adult-onset systemic lupus erythematosus. Rheumatology. 2014;54:1-6
15. Nili F, McLeod L, OConnell C, Sutton E, McMillan D. Maternal and neonatal
outcomes in pregnancies complicated by systemic lupus erythematosus: a population-
based study. J Obstet Gynaecol Can. 2013;35(4):323-8
16. Harward LE, Mitchell K, Pieper C, Copland S, Criscione-Schreiber LG, Clowse MEB.
The impact of cyclophospamide on menstruation and pregnancy in women with
rheumatologic disease. Lupus. 2013;22:81-6

Evidence Based Practice

A. Pertanyaan klinis
Bagaimana prognosis atau perjalanan penyakit LES dengan onset pada usia remaja
dibandingkan dewasa?

B. Component of foreground questions (PICO)


Patient : Pasien yang didiagnosis LES pada usia antara 11 sampai 18 tahun
Intervention : -
Comparison : Pasien LES dengan onset dewasa
Outcome : Tingkat komplikasi dan mortalitas

C. Metode penelusuran
Kami melakukan penelusuran dengan kata kunci Systemic lupus erythematosusAND
outcome AND pediatric pada mesin pencari pubmed. Kami menemukan 28 jurnal
dan memilih satu jurnal yang dapat menjawab pertanyaan PICO tersebut dengan judul
A comparison of the outcome of adolescent and adult-onset systemic lupus
erythematosus yang diterbitkan dalam jurnal Rheumatology. 2014;54:1-6

13
KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI
ASPEK PROGNOSIS

1. Apakah bukti tentang prognosis ini valid?


a. Apakah awal penelitian didefinisikan dengan jelas dan taat asas?
Ya Tidak Tidak jelas
Semua pasien yang didiagnosis lupus berdasarkan kriteria ACR dengan usia 11
sampai 18 tahun termasuk dalam kategori remaja sedangkan usia 19 tahun masuk
kategori dewasa. Pemantauan mulai dilakukan sejak ditegakkan diagnosis. Hal ini
dapat dilihat pada bagian metode halaman 2
b. Apakah follow-up dilakukan secara memadai?
Ya Tidak Tidak jelas
Pemantauan dilakukan selama lebih dari 20 tahun (mulai Januari 1979 sampai April
2012) terhadap 608 pasien LES pada satu sentra yang sama, dengan jumlah lost
follow-up sebanyak 25 orang

c. Apakah luaran dinilai dengan kriteria objektif, bila mungkin tersamar?


Ya Tidak Tidak jelas
Luaran berupa keluhan, hasil pemeriksaan serologis dan lainnya dinilai dari data
rekam medis yang tecatat setiap pasien datang kontrol ke rumah sakit namun tidak
tersamar
d. Apakah diidentifikasi kelompok dengan prognosis berbeda?
Ya Tidak Tidak jelas

Pada studi ini kelompok penderita LES onset remaja dibandingkan dengan penderita
LES onset dewasa dan masing-masing mempunyai prognosis yang berbeda

e. Apakah hasil sudah divalidasi pada kelompok subyek lain?


Ya Tidak Tidak jelas
Pada studi ini luaran yang diperoleh pada kelompok pasien LES remaja telah
dibandingkan dengan kelompok penderita LES dewasa

2. Apakah bukti tentang prognosis yang valid ini penting?


a. Berapa besar kemungkinan terjadinya luaran dari waktu ke waktu?
Setelah pemantauan selama median 16 tahun pada dewasa dan 14 tahun pada
penderita LES remaja, diperoleh mortalitas lebih tinggi pada dewasa (15,7%)
dibandingkan 6,5% pada remaja (P=0,008). Insidens kanker lebih sering terjadi

14
pada remaja yaitu 4,55 (95% CI 0,56-8,54) dibanding dewasa yaitu 1,2 (95% CI
0,805-1,6)
b. Berapa tepatkah estimasi terjadinya luaran yang diteliti?
Tingkat mortalitas lebih tinggi pada dewasa dengan nilai P=0,008 cukup signifikan
dan insidens kanker yang lebih tinggi pada remaja 4,55 dengan nilai 95% CI 0,56-
8,54 dibanding pada dewasa 1,2 dengan 95% CI 0,805-1,6

3. Apakah kita dapat menerapkan bukti prognosis yang valid dan penting ini
kepada pasien kita?
a. Apakah pasien kita mirip dengan subyek penelitian?
Ya Tidak Tidak jelas
Pasien adalah remaja perempuan usia 13 tahun, dan subjek dalam studi ini adalah
penderita LES dengan onset remaja usia 11 sampai 18 tahun
b. Apakah simpulan kita terhadap hasil studi bermanfaat apabila disampaikan
kepada pasien dalam tatalaksana secara keseluruhan?
Ya Tidak Tidak jelas
Hasil studi ini dapat menjelaskan kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada
pasien serta perjalanan penyakit dan tingkatkematian

Kesimpulan
Hasil penelitian ini valid, penting, dan dapat diterapkan dimana pasien LES yang
didiagnosis saat remaja akan mengalami komplikasi yang lebih sering namun angka
kematian lebih tinggi pada penderita LES onset dewasa.

15

Anda mungkin juga menyukai