KONSEP PENGEMBANGAN
PERANCANGAN
Dalam Bab 5 ini akan dijelaskan mengenai hasil awal terhadap pengembangan dari kajian
normative yang berupa RTRW dan RTBL yang dipadukan dengan kajian teori sebagai dasar
konsep pemikiran awal sebelum melangkah kepada DED kawasan desa Pinge. Berikut adalah
pembahasan mengenai hasil konsep awal pola piker pengembangan kawasan.
V-1
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
BLOK C
KONSERVASI RTH
BLOK B
PERMUKIMAN
TRADISIONAL
CAMPURAN
BLOK A
PERTANIAN ECO-TOURISM
V-2
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
PENATAAN IDENTITAS AWAL MEMASUKI
KAWASAN
PENATAAN PARKIR TRANSIT KENDARAAN
DAN RTH
Dengan berdasarkan pada RTBL mengenai konsep pengembangan blok kawasan dan
pengembangan kawasan maka perlu dirumuskan mengenai konsep pola pikir yang akan
bermuara pada DED Kawasan. Perumusan konsep awal ini tentunya dengan tetap
mempertahankan aspek perencanaan yang sudah terdapat dalam RTBL dan menambahkan
elemen yang lebih spesifik untuk menumbuhkan dan meningkatkan nilai kawasan desa Pinge
melalui konsep besar Revitalisasi Kawasan Desa Pinge yang dengan sub pengembangan yang
meliputi :
1. Pembentukan citra kawasan yang terdiri dari; ATAN CITRA KAWASAN DENGAN:
a. Node : desain simpul kawasan atau desain titik temu/kumpul dalam kawasan
b. Edge : pendesainan batas kawasan untuk memberikan karakter spesifik pada Desa
Pinge
c. Districts : Memperkuat konsep pengembangan blok-blok kawasan pada desa Pinge
d. Landmark : Pengadaan simbol atau monumen sebagai ciri khas Desa
e. Path : penataan jalan dan koridor desa
2. Pengembangan Pariwisata berbasis pertanian untuk pembentukan Destination
Branding, pendetailan jenis landscape dan hardscape kawasan, dan penentuan jenis
fasilitas pendukung pariwisata.
3. Desa Wisata ; pedoman pengelolaan karakteristik desa wisata dan jenis fasilitas yang
harus disediakan pada desa wisata.
4. Tri Angga ; Pedoman dasar pengaturan pola ruang desa dan permukiman pada desa
Pinge.
Untuk lebih jelasnya berikut adalah konsep besar pola pikir pengembangan kawasan desa Pinge.
V-4
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Peningkatan nilai kawasan
melalui konsep besar
REVITALISASI KAWASAN
DESA PINGE
MENDASARI
CITRA KAWASAN DESTINATION
TRI ANGGA DESA WISATA
BRANDING
PENGATURAN PEDOMAN
POLA RUANG KAJIAN TEORI YANG PENGEMBANGAN DESA
DESA YANG PENGUATAN CITRA MENDASARI USAHA WISATA UNTUK
MEMUAT UTAMA KAWASAN DENGAN: PEMBUATAN MENENTUKAN
ANGGA, MADYA NODE : DESAIN BRANDING DESA KARAKTERISITK DESA
ANGGA, DAN SIMPUL KAWASAN PINGE WISATA DAN JENIS
NISTA ANGGA EDGE : DESAIN FASILITAS YANG
KAWASAN SUNGAI TERDAPAT PADA DESA
DISTRICTS : WISATA
MEMPERKUAT
KESAN MELALUI
KARAKTER DESA
LANDMARK :
PENGADAAN OBJEK
ATAU SIMBOL DESA
PATH : PENATAAN
JALAN DAN
KORIDOR DESA
Dengan skenario pengembangan kawasan yang diilustrasikan pada gambar 5.4 berikut.
V-5
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Gambar 5. 4 Konsep Pengembangan Perancangan Kawasan
V-6
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
DESAIN GATE DAN MONUMEN UNTUK
LANDMARK BRANDING KAWASAN
PEMBENTUKAN NODE
DESAIN TELAJAKAN DAN KORIDOR
SQUENCE ATAU
D PERMUKIMAN (KONSEP 1)
PERMUKIMAN TRADISIONAL
PEMBENTUKAN
SUASAN AGAR
TIDAK MONOTON PENATAAN TITIK RTH SEPANJANG KAWASAN
DISTRIK B
CAMPPURAN
V-7
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Konsep rencana pengembangan awal kawasan desa Pinge diatas, memuat mengenai tambahan
beberapa aspek pendukung untuk menambah nilai kawasan desa Pinge tersebut yang dijabarkan
sebagai berikut :
1. DISTRIK A
Blok A eksisting dipersepsikan sebagai suatu distrik yang diberi nama Distrik A dengan
penambahan elemen yang berupa :
a. Terdiri dari 3 Node (G-H-I) sebagai titik transit bagi pengunjung dengan fungsi yang
berbeda.
b. Perluasan perencanaan parker untuk memuat lebih banyak bus dan mobil wisata.
c. Penambahan desain souvenir shop pada jalur tracking untuk mengarahkan wisatawan dari
entrance menuju ujung Desa Pinge.
d. Penambahan teater budaya untuk pertunjukkan seni tari yang akan disandingkan dengan
kolan dan budidaya ikan serta fasilitas restaurant.
2. DISTRIK B
Blok B eksisting dipersepsikan sebagai suatu distrik yang diberi nama Distrik B dengan
penambahan elemen yang berupa :
a. Terdiri dari 3 Node (D-E-F) sebagai titik transit bagi pengunjung dengan fungsi yang
berbeda.
b. Pembagian distrik menjadi 3 subdistrik dimana; pada node D lebih focus pada
permukiman penduduk, node E berfokus terhadap permukiman dan kawasan penginapan
dan node F berfokus pada desain permukiman, sungai dan desain areal restaurant.
c. Fokus kepada pergantian suasana atau sequence agar sepanjang koridor permukiman
tidak monoton. Setiap sub pada distrik B akan diberikan 3 alternatif konsep untuk
membedakan areal satu dengan areal yang lainnya melalui permainan softscape dan
hardscape.
d. Penataan dan penambahan RTH sepanjang koridor pada distrik A.
e. Desain signage khusus untuk memperkuat karakter kawasan.
V-8
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
3. DISTRIK C
Blok C eksisting dipersepsikan sebagai suatu distrik yang diberi nama Distrik C dengan
penambahan elemen yang berupa :
a. Terdiri dari 3 Node (A-B-C) sebagai titik transit bagi pengunjung dengan fungsi yang
berbeda.
b. Pembentukan landmark kawasan dengan desain gate dan monument yang memberikan
efek Branding pada kawasan desa Pinge. Sehingga kedepannya diharapkan dengan
konsep branding ini desa Pinge mampu dikenal melalui simbol dari satu objek yang
berupa monument ataupun desain Gate.
c. Penambahan desain areal ticketing dan tourism guide centre untuk memberikan informasi
mengenai paket wisata yang ditawarkan dan instruksi yang harus dipatuhi.
d. Desain objek cagar budaya dengan penataan kawasan areal sekitar Pura natar Jemeng dan
Pura Beji serta areal telajakannya sebagai bagian dari paket touring desa Pinge.
e. Penataan dan penambahan RTH sepanjang koridor pada distrik A
f. Desain signage khusus untuk memperkuat karakter kawasan
V-9
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Brand Architecture menjabarkan berbagai pesan untuk mengkomunikasikan janji dan inti
dari sebuah destination brand. Proses ini bertujuan untuk member syarat nilai nilai dari tempat
tujuan dan positioning dan menekankan lebih kepada keuntungan emosional daripada
keuntungan fungsional. Proses ini juga member syarat mengenai apa yang dapat disampaikan
oleh tempat tujuan mengunakan pendekatan empat tahap (Christiawan, dkk, 2014):
Sesuai dengan teori mengenai branding arsitektur diatas, maka untuk branding akan diangkat
melalui cerita penduduk desa Pinge. Pinge berarti Putih. Dahulu di pura Natar Jemeng
terdapat sebuah pohon cempaka putih yang sangat besar. Itu yang menjadikan banjar yang
berada di lokasi Pura Natar Jemeng tersebut diberi nama "Banjar Pinge. Hal ini tentunya
mendasari pemilihan destination brand yang akan diterapkan pada perencanaan desa wisata
Pinge dengan berfokus pada Cempaka putih dan karakteristik desa Pinge yang berada pada
kawasan pertanian. Destination brand Cempaka Putih ini akan direpresentasikan pada empat
persyaratan berikut :
1. Pemilihan dari destination brand Cempaka yang mengena pada pengunjung yang
memiliki arti bahwa perancangan kawasan secara keseluruhan akan menerapkan suasana
dan nuansa ke-khasan bunga cempaka yang akan dipadukan dengan karakteristik nuansa
pertanian yang terdapat pada desa Pinge.
2. Grafis seperti logo atau simbol visual bunga Cempaka yang dipadukan dengan Desa
Wisata dan Pertanian.
4. Sebuah tagline yaitu sebuah frase untuk memperjelas keuntungan emosional dan
fungsional dari sebuah tempat tujuan.Terdapat beberapa jenis alternatif pembentukan
branding kawasan.
V-10
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Gambar 5. 5 Konsep Logo Desa Wisata Pinge
Perencanaan gerbang kawasan diorientasikan sebagai titik awal menuju kawasan wisata
Pinge, sebagai identitas serta landmark dari kawasan wisata Pinge serta untuk memberikan
batas wilayah yang jelas dari desa wisata Pinge. Gerbang kawasan ini didesain dengan dengan
mengambil beberapa tipologi bentuk pintu yang lumrah digunakan pada desa wisata khususnya
di Bali. Berikut adalah beberapa jenis gate yang terdapat pada beberapa desa tradisional atau
desa wisata di Bali.
V-11
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Dilihat dari tipologi desain gate pada desa Wisata di bali, gate ini diharapkan
memberikan karakter dan memberikan gambaran langsung terhadap suasana desa secara
keseluruhan. Oleh karena itu pertimbangan konsep gate pada desa Pinge adalah dengan
melakukan pengamatan secara langsung mengenai tipikal gate yang lumrah digunakan pada
bangunan di desa Pinge.
Gambar 5. 7 Jenis Gate yang lumrah digunakan pada bangunan di desa Pinge
Dari pertimbangan mengenai gate yang sering digunakan pada beberapa desa Wisata di
Bali dan jenis gate pada desa Pinge, maka berikut adalah gambaran alternatif mengenai jenis
tampilan gate yang akan digunakan pada desa ini.
V-12
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Gambar 5. 9 Alternatif 2 Konsep Gate
V-13
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
2.3. 5.3 Konsep Jalan Koridor
Koridor jalan permukiman di desa wisata Pinge merupakan pusat kegiatan masyarakat
desa Pinge dan pusat kegiatan pariwisata di desa Pinge. Penataan pada koridor jalan desa di
kawasan permukiman pada Blok B dilakukan dengan menata jalan utama desa untuk
dikhususkan bagi kegiatan berjalan kaki untuk mengunjungi objek-objek berupa rumah
tradisional yang ada di sepanjang jalur ini.
Penataan terhadap jalan utama desa dilakukan dengan mengatur kembali elevasi jalan
untuk memberikan rasa nyaman bagi wisatawan yang berjalan kaki. Pengaturan terhadap elevasi
jalan dilakukan dengan membagi perbedaan elevasi jalan dari pura Dalem sampai dengan pura
Puseh kedalam beberapa tingkatan. Penataan pada koridor utama desa ini juga dilakukan dengan
menata taman telajakan di sepanjang kawasan permukiman dengan menggunakan tanaman-
tanaman taman bumi banten dan tamanan jenis puring. Berikut adalah beberapa contoh koridor
yang digunakan pada beberapa desa wisata di Bali.
2.4.
Gambar 5. 11 Koridor pada Desa Wisata di Bali (a) Desa Tenganan (b) Desa Penglipuran (c) Desa Plaga
Beberapa tampilan jalan koridor diatas memberikan suasan bahwa koridor tersebut sangat
nyaman untuk dilalui pejalan kaki, bukan kendaraan bermotor. Oleh karena itu dalam
penerapannya di desa Pinge, koridor jalan yang ada hanya menaungi kendaraan bermotor dan
mobil, tapi tidak memfasilitas pedestrian pejalan kaki. Berikut adalah kondisi eksisting koridor
jalan utama di desa Pinge.
V-14
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Gambar 5. 12 Koridor Jalur Utama Desa Pinge
Dapat ditarik kesimpulan dari perpaduan beberapa preseden diatas dengan kondisi
eksisting koridor utama di desa Pinge bahwa jalur di desa ini harusnya memiliki konsep yang
lebih ramah lagi terhadap pejalan kaki. Hal ini dapat diwujudkan dengan penataan dan
penggunaan material untuk mendesain jalur koridor utama. Berikut adalah konsep yang akan
melatarbelakangi penataan jalur koridor utama.
V-15
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Desain jalan koridor utama dengan memperbanyak
elemen landscape seperti pada konsep desa Plaga yang
diletakkan di median jalan dengan
mengkombinasikannya dengan grasssblock
Penataan pada koridor utara dilakukan dengan memanfaatkan daerah ruang terbuka pada
telajakan. Penataan taman telajakan ini dimaksudkan untuk memberikan identitas dalam
memasuki kawasan desa Wisata Pinge, selain memberikan rasa nyaman bagi para wisatawan
yang melakukan kunjungan ke desa wisata Pinge. Berikut adlaah gambaran telajakan yang secara
umum terdapat di desa Pinge.
V-16
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
Jenis tanaman Puring Merah sebagai
ciri khas Telajakan
Sesuai dengan kondisi eksisting diatas dapat disimpulkan telajakan yang terdapat pada desa
Pinge sudah baik, namun belum tertata. Sehingga dari beberapa jenis tanaman yang teradapat
pada sepanjang koridor jalan utama, perlu dikeolmpokkan sesuai dengan fungsi dan kegunannya.
Serta untuk membentuk suasana., salah satu konsep rancang yang sering digunakan adalah
Modul 21 meter adalah suatu metode untuk merancang ruang luar dengan menggunakan
metode 21 24 meter. Ruang luar tidak memiliki daya meruang, cenderung menjadi tidak jelas
dan kabur. Oleh karena itu pada setiap jarak 21 24 meter harus diadakan perubahan dan
V-17
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan
pergantian suasana secara kontinyu dalam irama, tekstur dan tinggi permukaan lantainya agar
suasana lebih hidup (Gunadarma.ac.id).
Selain itu sesuai dengan brand architecture yang berupa cempaka putih, maka penataan
koridor ini dengan penanaman pohon cempaka putih sebagai arti dari nama desa Pinge di
sepanjang jalan di sisi utara desa dengan jarak penanaman 15 meter serta dikombinasikan dengan
tanaman puring yang telah menjadi identitas dari desa wisata Pinge. Selain penataan taman
telajakan dengan penanaman tanaman, dalam penataan koridor ini juga dilakukan dengan
pembuatan bangku-bangku sebagai tempat peristirahatan dengan jarak 200 meter disepanjang
jalan ini, berikut adalah jenis penggunaan elemen landscape pada desa Pinge.
V-18
Laporan Pendahuluan Penyusunan Desain Kawasan Desa Wisata Pinge, Tabanan