Anda di halaman 1dari 4

PEDOMAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

A. PENGERTIAN
Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis yang dilakukan
terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk
mencegah kematian.
Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak
dilakukan Resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan
ataupun masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary
resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi permasalahan
darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus
ditandatangani oleh dokter yang berlaku. DNR merupakan salah satu
keputusan yang paling sulit, adalah masalah etika yang menyangkut perawat
ataupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan
dengan masalah moral atau pun etik, apakah akan mengikuti sebuah perintah
'jangan dilakukan resusitasi' ataupun tidak. Bagaimana tidak jika tiba-tiba
pasien henti jantung sebagai perawat yang sudah handal dalam melakukan
RJP membiarkan pasien mati dengan begitu saja tapi masalahnya jika kita
memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh
pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika terjadi
kedaruratan jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah
kekurangan oksigen ke organ-organ tubuh. Meskipun penekanan dada
sedang dilakukan untuk mengedarkan darah melalui tubuh, masih belum
seefektif detak jantung biasa. Meskipun oksigen dipompa ke paru-paru
mekanik, penyakit itu sendiri dapat mencegah beberapa oksigen dari
mencapai aliran darah. Semakin lama RJP berlangsung, semakin besar
kemungkinan kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak dilakukan RJP
akan berdampak dari kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau kerusakan
paru-paru. Apa pun bisa rusak berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada. Hal ini
sangat normal untuk mendengar retak tulang rusuk dan tulang. Dibutuhkan
banyak kekuatan untuk kompres jantung dengan sternum dan tulang rusuk
duduk di sampingnya. Terutama orang tua biasanya mengalami kerusakan
dari ini. Kejutan listrik juga dapat traumatis dalam dan dari dirinya sendiri.
Jadi bahkan jika Pasien bangkit kembali, kemungkinan Pasien
pemulihan dan kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebih rendah
daripada mereka sebelum resusitasi tersebut. Biasanya Pasien berakhir pada
ventilator setelah RJP. Jika Pasien memiliki organ yang rusak, kerusakan
terutama otak, ada kemungkinan Pasien mungkin bukan karena ventilator tapi
karena terlambatnya oksigen masuk ke otak.
Pasien DNR biasanya sudah memberikan tanda utuk melarang
melakukan Resusitasi biasanya terdapat pada baju, di ruaang perawatan
ataupun di pintu masuk, sudah ada tandan tulisan DNR. Pasien DNR tidak
benar-benar mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien masih
diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh
pasien meninggal (berhenti bernapas, atau jantung berhenti berdetak) tim
medis tidak akan melakukan CPR/RJP.
Menjadi DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan. Ketika dokter
dan perawat berhenti berfokus pada pengobatan dan mulai fokus pada
tindakan penghiburan adalah sesuatu yang disebut Perawatan Paliatif.

B. TUJUAN
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang
nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus
henti jantung henti nafas.

C. PERTIMBANGAN STATUS DNR


DNR diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu:
1. Sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar, misal
pasien dengan kanker stadium empat parah, jadi rasanya tidak perlu
adanya resusitasi.
2. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal.
3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap
eutanasia ( dibiarkan mati ataupun suntik mati karena kehidupan yang
sudah tidak terjamin).
4. Kaku mayat.
5. Dekapitas: yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari
tubuhnya dengan cara memotong leher janin agar janin dapat lahir per
vaginam. Dekapitasi dilakukan pada persalinan yang macet pada letak
lintang dan janin sudah meninggal.
6. Dekomposisi.
7. Lividitas dependen.
8. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan
untuk hidup (pastikan pasien tidak memiliki tanda-tanda vital)

D. PROSEDUR MENOLAK RESUSITASI (DNR)


Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan
kesepakatan para dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan
dari keluarga pasien. Karena apabila walaupun menurut para dokter yang
merawat si pasien bahwa keadaan pasien sudah tidak memungkinkan untuk
dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi keluarga pasien tidak
menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR tidak dapat diberikan.
Karena hal itu dapat dianggap neglectingpatient, dan pihak keluarga dapat
menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tempat pasien dirawat.
Jadi sebelum menentukan DNR, maka keluarga pasien perlu diberitahu
tentang keadaan pasien.
Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR,
walaupun pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena
mereka tidak ingin pasien mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun
juga keadaan pasien sudah parah, atau karena pasien sudah lanjut usia.
Karena apabila kita ingat dan bayangkan proses resusitasi itu sebenarnya
memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit parah atau
renta diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DCshock, pasti sakit
sekali. makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias
dibiarkan meninggal dengan tenang.
Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila
keluarga pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu
dengan mengikuti prosedur berikut :

1. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.


2. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan
(misal : kanker).
3. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, EKG).
4. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya.
5. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil
menghubungi DPJP.
6. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera mematikan
mungkin tetap membutuhkan tindakan gadar hingga ditentukan apakah
pasien mungkin potensial sebagai donor organ atau jaringan.

Malang, 2014
Kepala Rumah Sakit Tk. II dr. Soepraoen

dr. Paskah Saragih


Kolonel Ckm NRP 1910000330460

Anda mungkin juga menyukai