Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah kesehatan dari penyakit pada tonsil dan adenoid termasuk
penyakit yang paling banyak ditemukan pada populasi umum. Keluhan seperti
nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai
dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari pasien yang datang
berkunjung ke pelayanan kesehatan terutama anak-anak.
Keluhan-keluhan infeksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorok dan
penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan oleh karena gangguan dari tonsil
dan adenoid. Cincin Waldeyer yang tersusun dari jaringan limfoid berperan
sebagai daya pertahanan lokal dan surveilen imun. Seperti halnya jaringan
limfoid lain, jaringan limfoid pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada
masa kanak-kanak. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan menjadi lebih
terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak yang lain.
Lokasi tonsil pada saluran pernafasan dan pencernaan menyebabkan ia
tidak jarang terkena infeksi/menjadi sarang (fokal) infeksi, serta bisa juga
membesar dan mengganggu proses menelan/pernafasan, sehingga tonsilitis
kronis tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang.
Radang kronis yang terjadi pada tonsil ini dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi baik komplikasi ke daerah sekitar atau pun komplikasi jauh.
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan
tonsil.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
penulis mencoba merumuskan suatu masalah yaitu bagaimana melakukan
asuhan keperawatan perioperatif kepada An.M dengan kasus tonsillitis kronis.

1
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan perioperatif Tonsilitis Kronis
di RSUD Harjono Ponorogo.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pre operasi tonsilitis kronis

D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Individu
Dapat membandingkan teori yang didapat dibangku kuliah dengan
kenyataan yang ada di lapangan dan mendapatkan pengalaman langsung
pelaksanaan praktek dirumah sakit.
2. Bagi Rumah Sakit
Membantu memberikan informasi pada rumah sakit tentang asuhan
keperawatan keperawatan perioperatif tonsilitis kronis, membantu untuk
mendukung pelaksanaan meningkatkan pelayanan operasi yang optimal.

2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung
sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam,
2006). Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus
pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000). Tonsilitis
kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang.Tonsil
tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut
kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar
akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet
busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin,
R.M. 1993). Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri
kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh
bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004). Tonsilitis adalah
suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan,
terutama pada anak-anak (Firman sriyono, 2006, 2006). Tonsilitis adalah
inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi (Harnawatiaj, 2006)
Kesimpulan berdasarakan beberapa pengertian diatas, tonsilitis merupakan
suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan karena bakteri atau virus,
prosesnya bisa akut atau kronis.
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau
mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya ( Shelov, 2004 ).
Peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang pada
umumnya sering didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti
misal sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya.
Tonsilis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan
tidak jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar
serangan membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar
anterior dan bila tonsil ditekan keluar detritus.

3
Macam-macam tonsillitis yaitu:
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus
Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis
akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada
pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum
dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada
lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk
alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman
Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada
anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia
2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang
kurang dan defisiensi vitamin C.

4
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup
membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di
mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak
kebiruan.
3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
B. Anatomi Fisiologi
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil
terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut.
Ia juga bagian dari struktur yang disebut Ring of Waldeyer
( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri juga atas jaringan limfe, letaknya di
antara lengkung langit-langit dan mendapat persediaan limfosit yang
melimpah di dalam cairan yang ada pada permukaan dalam sel-sel tonsil.
Gambar 1
Anatomi Tonsil

(Pearce,2006 )

5
Tonsil terdiri atas:
1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di
belakang koana
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk

Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh


dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan
kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan.
Peradangan pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah
satu gangguan Telinga Hidung dan Tenggorokan ( THT ). Kuman yang
dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan
tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan
berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan
tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang
banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat
melebihi ukuran yang normal. (Pearce,2006 ; Syaifuddin, 2006)

C. Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon
General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :
1. 25 % disebabkan oleh Streptokokus b hemolitikus yang pada masa
penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam
serum penderita.
2. 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.
3. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.
Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut:
1. Streptokokus b hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influensa
3. Streptokokus pneumonia

6
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)
Faktor Predisposisi :
1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)
5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)
6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

D. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel
atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya
tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap
infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan
menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak
pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu
tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak
detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis
dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan.
Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan
kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada
sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit
pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,
belakang tenggorokan akan terasa mengental.

7
E. Pathway
Kuman ( Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes ),
Virus

Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh


tidak dapat melawan antigen kuman

Virus dan bakteri menginfeksi tonsil

Epitel terkikis

Inflamasi tonsil

Pembengkakan tonsil

Sumbatan jalan nafas

Tonsilektomi
Pre operasi Post Operasi

Nyeri saat Respon Kurang Efek anestesi Terputusnya


menelan inflamasi pengetahuan jaringan

Anoreksia Nyeri Cemas Kerja Terputusnya Luka


syaraf pembuluh
Intake tidak menurun darah
adekuat
Rangsangan Reflek batuk Perdarahan
Termoregulasi dan menelan menurun Pemajanan
Hipotalamus mikroorganisme
suhu tubuh Penumpukan
meningkat sekret Resiko Infeksi
Resiko Resiko
Perubahan kekurangan
nutrisi : kurang cairan
dari kebutuhan
tubuh
Hipertermi Resiko bersihan
jalan nafas
tidak efektif

( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )

8
F. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit
tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut
Effiaty Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri
tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan,kadang-kadang disertai otalgia,
demam tinggi, serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.
Pada pemeriksaan, terdapat 2 macam gambaran tonsil yang mungkin
tampak :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte
yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi
menjadi:
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

G. Penatalaksanaan
1. Secara farmakologi menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu
a. Penatalaksanaan tonsilitis akut
1) Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan
obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan
diberikan eritromisin atau klindomisin.

9
2) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat
simptomatik.
3) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3x negatif.
4) Pemberian antipiretik.
b. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
1) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi konservatif tidak berhasil.
2. Tonsilektomi
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel.
Operasi ini merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan pada
anak-anak. Para ahli belum sepenuhnya sependapat tentang indikasi
tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi alasan (indikasi)
tonsilektomi menjadi: Indikasi absolut dan Indikasi relatif.
Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa
dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok), oleh karena
itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun
juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan
manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan
jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam
kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah
dapat saja terjadi.
Perawatan tonsilektomi menurut ( Nettina, 2006 ) yaitu:
a. Perawatan pra Operasi :
1) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara
seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan
ada tidak dan sumber infeksi.

10
2) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk
menentukan adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan
trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin parsial.
3) Lakukan pengkajian praoperasi : Perdarahan pada anak atau
keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus untuk
menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi,
gunakan teknikteknik yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak (buku, boneka, gambar ), bicaralah pada anak tentang hal-hal
baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan jika terdapat
konsep-konsep yang salah, bantu orang tua menyiapkan anak
mereka dengan membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu
mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih
spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan
masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap
bersama anak dan membantu memberikan perawatan.
b. Perawatan pascaoperasi :
1) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.
2) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pascaoperasi
3) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk berjaga-
jaga seandainya terjadi kedaruratan.
4) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi
telungkup atau semi telungkup pada anak dengan kepala
dimiringkan kesamping untuk mencegah aspirasi
5) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia
sadar ( orangtua boleh menggendong anak ).
6) Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah lama. Jika
diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
7) Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok
kecuali jika perlu.
8) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam
setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air
jernih dengan hati-hati.

11
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dengan melakukan wawancara kepada pasien tetntang keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, dahulu, maupun keluarga.
2. Sistem Tubuh
Mengobservasi tentang pernafasan (B 1 : Breathing),Kardiovascular (B 2 :
Bleeding),Persyarafan (B 3 : Brain),Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 :
Bladder),Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel),Tulang-Otot-
Integumen (B 6 : Bone)
3. Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan dari kepala sampai ke kaki pasien untuk
mengetahui kondisi pasien lebiih lanjut.
4. Data Penunjang
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang
ada dalam tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri grup A,
kemudian pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju
endap darah. Persiapan pemeriksaan yang perlu sebelum tonsilektomi
adalah :
1) Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.
2) Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan.
3) Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah,
elektrolit, dan sebagainya.
5. Persiapan Operasi
Menjelaskan prosedur yang harus dipersiapkan sebelum dilakukan operasi.
6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Pre Operasi
1) Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi
2) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan respon
inflamasi pada tonsil
3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan
dilakukannya tonsilektomi

12
b. Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas
jaringan.
2. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
perdarahan .
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.
( Doengoes, 2000 )
7. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
Intervensi Rasional
a. Pantau suhu tubuh sesering a. Untuk mengetahui kondisi pasien
mungkin. b. Untuk menurunkan suhu tubuh
b. Berikan kompres hangat. pasien
c. Jelaskan kepada orang tua c. Agar pasien merasa nyaman dan
untuk memberi selimut dan tidak kedinginan
menjaga suhu ruangan tetap d. Sebagai terapi bagi pasien
hangat
d. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat
antipiretik

b. Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah,diskontinuitas
jaringan.
Intervensi :
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya

13
b) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas
dalam.
Rasional : teknik distraksi/latihan nafas dalam dapat
mengurangi nyeri
c) Tingkatkan istirahat pasien
Rasional : istirahat dapat melupakan dari rasa nyeri
d) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan:
i. Minum air dingin atau es
ii. Hindarkan makanan panas, pedas, keras
iii. Melakukan teknik relaksasi
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara
alternatif untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan
ketidaknyamanan
e) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman
Rasional : menurunkan sterss dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
( Doengoes, 2000 )
2) Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret
Intervensi :
a) Pantau irama / frekuensi irama pernafasan
Rasional : pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi
b) Auskultasi bunyi nafas, cata adanya bunyi nafas, misalnya mengi,
krekles, atau ronkhi
Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar pada inspirasi
dan atau ekspirasi pada respon terhadap pegumpulan sekret
c) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian
kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernafasan
d) Dorong pasien untuk mengeluarkan lendir secara perlahan

14
Rasional : membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah
komplikasi pernafasan ( Doengoes, 2000 )
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan
Intervensi :
a) Kaji / ukur dan catat jumlah perdarahan
Rasional : potensi kekurangan cairan, khususnya jika tidak ada
tambahan cairan
b) Awasi tanda-tanda vital
Rasional : perubahan tekanan darah, nadi dapat digunakan untuk
perkiraan kehilangan darah
c) Cata respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan,
misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat,
berkeringat, peningkatan suhu
Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat
badan atau lamanya episode perdarahan
d) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan
menambah perdarahan
Rasional : aktifitas batuk dan bicara meningkatkan tekana intra
abdomen dan dapat mencetuskan perdarahan langitlangit.
( Doengoes, 2000 )
4) Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.
Intervensi :
a) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan infeksi
b) Lakukan perawatan luka aseptik dan lakukan pencucian tangan
yang baik.
Rasional : Mencegah risiko infeksi
c) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasive.
Rasional : Mengurangi infeksi nosokomial
d) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganismepatogen.

15
8. Implementasi Keperawatan
Melakukan asuhan keperawatan sesuai intervensi
9. Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan sesuai intervensi diharapkan pasien
dapat mengurangi rasa kesakitan yang dirasakan dan mengurangi rasa
cemas pada diri pasien.

16
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA
An.M DENGAN PRE OPERASI TONSILITIS DI BANGSAL ANGGREK
RUMAH SAKIT Dr. HARJONO PONOROGO

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 5 September 2014 pukul 07.30 WIB.
Pengkajian dilakukan dengan wawancara dengan pasien dan keluarga,
observasi langsung, dan status pasien.
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : An. M
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Alamat : Siman, Ponorogo
Diagnosa Medis : Tonsilitis Kronis
No. RM : 067976
Tanggal masuk : 5 September 2014
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 37 tahun
Alamat : Siman, Ponorogo
Hubungan dg klien : Bapak An.M
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatakan bahwa anaknya susah untuk menelan,
badannya panas lalu di dalam mulut ada benjolan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 2 September 2014 pasien merasa badannya panas dan
batuk-batuk. Lalu susah menelan saat disuapi makan, tapi hanya di beri
obat untuk mengurangi rasa sakit.

17
3. Riwayat penyakit dulu
Pasien sering kambuh sekitar 1,5 tahun lalu, dan hanya berobat ke
puskesmas terdekat untuk diberi obat pereda sakit
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita seperti penyakit yang diderita pasien
sekarang

B. Sistem Tubuh
1. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Frekuensi pernapasan 18x/menit, irama teratur, tidak terlihat gerakan
cuping hidung, tidak tampak cyanosis.
2. Kardiovascular (B 2 : Bleeding)
TD 100/70mmHg, Nadi 100x/menit. Cor S1 S2 tunggal reguler,
ekstra sistole/murmur tidak ada
3. Persyarafan (B 3 : Brain)
Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)
Verbal : Orientasi kurang baik (4)
Motorik : Menurut perintah (6)
Compos Mentis : Pasien sadar baik (15)
4. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Jumlah urine 500 cc/24 jam, warna urine jernih kekuningan.
5. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Peristaltik 8x/m (normal), tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun
diare, klien buang air besar 1 x/hari
6. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Tidak terdapat kontraktur maupun dekubitus

18
C. Pola Fungsional
PENGKAJIAN SEBELUM DIRAWAT SELAMA DIRAWAT

1. Pola Keluarga pasien Keluarga pasien mengatakan


Persepsi mengatakan bahwa pasien bahwa saat pasien sakit
dapat bermain dengan mengganggu aktivitas yang biasa
temannya sehari-hari tanpa pasien lakukan
ada gangguan
2. Pola Nutrisi Pasien makan 3x sehari Pasien makan dari makanan yang
dengan menu nasi, sayur disiapkan oleh rumah sakit, hanya
dan lauk. Minum air putih - porsi yang dihabiskan.
6-8 gelas sehari (200 cc)
3. Pola Pasien mengatakan BAB Pasien saat dirawat hanya sekali
Eliminasi teratur setiap pagi. BAK melakukan BAB. Untuk BAK
sekitar 5-6 kali sehari hanya 4-5x sehari

4. Pola Pasien dapat tidur dengan Pasien dapat tertidur tapi


Istirahat pulas sekitar 6-8 jam per terbangun saat tenggorokan terasa
Tidur harinya sakit
5. Pola Pasien mampu Pasien hanya diam, kebanyakan
Kognitif berkomunikasi dengan baik ibunya yang menjawab
6. Pola Peran Pasien berkomunikasi Pasien hanya berkomunikasi
dan dengan baik kepada dengan keluarganya
Hubungan keluarga, teman, tetangga
dan saudara
7. Pola koping Pasien tidak merasa cemas Pasien hanya terdiam saat ada
dan dan stress perawat, tetapi saat tidak ada
Toleransi perawat, pasien sering bermain
Stres dengan ibunya

D. Keadaan Umum
Tanda tanda vital : TD 100/70mmHg, Nadi 100x/menit, RR 18x/menit,
Suhu 38.1C

19
E. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Keadaan umum : Lemas
Kesadaran : Composmetis (GCS = 15)
Status gizi : BB 22 Kg,
a. Kepala
Rambut pasien lurus, kulit kepala bersih
b. Mata
Simetris, konjungtiva tidak tampak anemis, sclera tak ikterik.
c. Telinga
Bentuk daun telinga simetris, pendengaran normal.
d. Hidung
Cukup bersih, terdapat rambut hidung, tidak terdapat polip.
e. Mulut
Bibir dan mukosa mulut lembab, terdapat peradangan pada kedua
tonsilnya (tonsil palatina membesar diameter 2 cm).
P (Paliatif) : saat menelan
Q (Quality) : nyeri senut-senut
R (Regio) : tenggorokan
S (Scale) : skala nyeri: 4 saat dilakukan pengkajian
T (Time) : hilang timbul
f. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan nodul limfe pada kedua sisi
leher, tidak terdapat peningkatan vena jugularis pressure (JVP).
g. Dada
Bentuk dada simetris, tidak ada benjoalan tulang costa saat pasien
bernafas, tidak ada nyeri tekan.
h. Abdomen
Perut tampak simetris, tidak terdapat acites, hepar tidak membesar, tidak
ada distensi abdomen terdapat benjolan dua jari diatas simfisis, tidak ada
nyeri tekan.
i. Genetalia
Bersih, tidak ada penyakit kulit di area tersebut.

20
j. Ekstremitas
Atas : Turgor kulit elastis, tidak ada edema
Bawah : Simetris tidak ada kelemahan dan tidak terdapat edema.
Kekuatan otot 5 5
5 5
F. Data Penunjang
1. Tes Laboratorium tanggal 5 September 2016
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12.7 g/dL 14.0 18.0
Leukosit 12080 /uL 4800 10800
Hematokrit 36 % 42 52
Eritrosit 4.8 10^6 /uL 4.7 6.1
Trombosit 340.000 /uL 150000 450000
MCV 75.3 fL 79.0 99.0
MCH 26.6 pg 27.0 31.0
MCHC 35.4 % 33.0 37.0
RDW 13.4 % 11.5 14.5
MPV 8.9 fL 7.2 11.1
Basofil 0.5 % 0.0 1.0
Eosinofil 3.3 % 2.0 4.0
Batang 0.00 % 2.00 5.00
Segmen 38.0 % 40.0 70.0
Limfosit 49.3 % 25.0 40.0
Monosit 8.9 % 2.0 8.0
PT 12.2 detik 11.5 15.5
APTT 40.9 detik 25 35
LED 18 - -

G. Terapi
a. Infus Paracetamol 100ml 15tpm
b. Injeksi teranol 2x1 gram per intra vena
c. Infus RL 500ml 15tpm

21
H. Persiapan Operasi
a. Pasien puasa 8 jam sebelum operasi, mulai jam 03.00 WIB.
b. Mencocokkan identitas pasien (nama, nomor medical record), gelang
pasien.
c. Cek hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium, Rontgen dsb).
d. Pastikan inform consent dengan baik, persetujuan operasi dan
persetujuan anestesi lengkap.
e. Diruang persiapan pasien terpasang infus RL 15tpm ditangan kiri.

I. Data Fokus
1. Data Subjektif
a. Keluarga pasien mengatakan badan pasien panas dan lemas.
b. Keluarga pasien mengatakan pasien merasa sakit ditenggorokannya
c. Pasien mengatakan takut untuk melakukan operasi.
2. Data Objektif
a. Pasien tampak lemas
b. Pasien ketakutan untuk melakukan operasi dan tidak mau ditinggal
oleh ibunya.
c. Terdapat peradangan pada kedua tonsilnya (tonsil palatina
membesar diameter 2 cm).
d. TTV : TD 100/70mmHg, Nadi 100x/menit,
RR 18x/menit, Suhu 38.1C
e. Keadaan umum : Lemas
Kesadaran : Composmetis (GCS = 15)
f. P (Paliatif) : saat menelan
Q (Quality) : nyeri senut-senut
R (Regio) : tenggorokan
S (Scale) : skala nyeri: 4 saat dilakukan pengkajian
T (Time) : hilang timbul

22
J. Analisis Data
DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI TTD
DS: Hipertermi Respon Sarah
Keluarga pasien mengatakan inflamasi
badan pasien panas dan lemas.
DO:
a. Pasien tampak lemas
b. Terdapat peradangan pada
kedua tonsilnya (tonsil
palatina membesar
diameter 2 cm).
c. TTV:
TD 100/70mmHg, Nadi
100x/menit,
RR18x/mnit,Suhu 38.1C
d. Keadaan umum : Lemas
Kesadaran :
Composmetis (GCS = 15)

DS: Gangguan Respon Sarah


Keluarga pasien mengatakan rasa nyaman inflamasi
pasien merasa sakit (nyeri) pada tonsil
ditenggorokannya
DO:
a. Terdapat peradangan pada
kedua tonsilnya (tonsil
palatina membesar
diameter 2 cm).
b. TTV:
TD 100/70mmHg, Nadi
100x/menit,RR 18x/menit,
Suhu 38.1C

23
c. Keadaan umum :
Lemas
Kesadaran :
Composmetis (GCS = 15)
d. P (Paliatif) : saat menelan
Q (Quality) : nyeri senut-
senut
R (Regio) : tenggorokan
S (Scale) : skala
nyeri: 4 saat dilakukan
pengkajian
T (Time) : hilang
timbul

DS: Ansietas Kurang Sarah


Pasien mengatakan takut pengetahuan
untuk melakukan operasi. akan
DO: dilakukannya
a. Pasien ketakutan untuk tonsilektomi
melakukan operasi dan
tidak mau ditinggal oleh
ibunya.
b. TTV :
TD 100/70mmHg, Nadi
100x/menit,
RR 18x/menit, Suhu 38.1C

K. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan respon
inflamasi pada tonsil

24
3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan
dilakukannya tonsilektomi

L. Intervensi Keperawatan
NO. Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasionalisasi
Dx Hasil
1. Tujuan : e. Pantau suhu tubuh e. Untuk
Setelah dilakukan sesering mungkin. mengetahui
tindakan keperawatan f. Berikan kompres kondisi pasien
1x24 jam diharapkan hangat. f. Untuk
Suhu tubuh pasien dalam g. Jelaskan kepada menurunkan
rentang norm orang tua untuk suhu tubuh
Kriteria hasil : memberi selimut pasien
Suhu tubuh dalam dan menjaga suhu g. Agar pasien
rentang normal normal ruangan tetap merasa nyaman
( 36.5C-37.5C ) tubuh hangat dan tidak
pasien tidak h. Kolaborasi kedinginan
terasa panas, dan dengan dokter h. Sebagai terapi
keadaan umum pasien untuk pemberian bagi pasien
normal. obat antipiretik
2. Tujuan : a. Monitor rasa a. Untuk
Setelah dilakukan
nyeri yang mengetahui
tindakan keperawatan
dirasakan pada keadaan pasien
1x24 jam rasa nyeri pada
pasien b. Untuk
tenggorokan pasien
b. Ajarkan teknik mengurangi rasa
sedikit berkurang
napas dalam nyeri
c. Anjurkan kepada c. Agar pasien lebih
Kriteria hasil :
keluarga pasien nyaman
Pasien merasa nyaman
untuk membuat d. Sebagai terapi
dan rasa sakit sedikit
pasien merasa pasien
berkurang.
nyaman
d. Kolaborasi

25
dengan dokter
dalam pemberian
obat pereda sakit
3. Tujuan : a. Jelaskan semua a. Agar pasien
Setelah dilakukan
prosedur operasi tidak merasa
tindakan keperawatan
yang akan cemas
1x24 jam rasa cemas
dijalani pasien b. Untuk
pasien berkurang atau
b. Dengarkan menenangkan
hilang
keluhan yang pasien
dirasakan pasien c. Untuk terapi
Kriteria hasil : c. Ajarkan teknik pasien
kecemasan berkurang, relaksasi d. Untuk memberi
pasien tampak tenang. d. Kolaborasi rasa nyaman
dengan keluarga pada pasien
pasien agar
pasien tidak
merasa cemas

M. Implementasi Keperawatan
NO
Tgl/Jam Implementasi Respon
Dx
Senin, 1 Memantau suhu DS:
5 September tubuh sesering a. Keluarga pasien mengatakan
2014 mungkin badan pasien panas dan lemas
07.30 Memberikan b. Keluarga pasien mengatakan
kompres hangat. setuju untuk mengikuti
Jelaskan kepada anjuran perawat
orang tua untuk DO:
memberi selimut a. Pasien tampak nyamn dengan
dan menjaga kompres hangat
suhu ruangan b. TTV :
tetap hangat TD 100/70mmHg, Nadi

26
100x/menit, RR 18x/menit,
Suhu 38.1C
c. Keadaan umum : Lemas
Kesadaran :
Composmetis (GCS = 15)

07.45 2 Monitor rasa DS:


nyeri yang a. Keluarga pasien mengatakan
dirasakan pada pasien merasa sakit
pasien ditenggorokannya.
Anjurkan kepada b. Keluarga pasien mengatakan
keluarga pasien pasien kurang nyaman saat
untuk membuat makan, pasien berkata seperti
pasien merasa ada yang mengganjal saat
nyaman menelan makanan
DO:
a. Terdapat peradangan pada
kedua tonsilnya (tonsil
palatina membesar diameter
2 cm).
b. TTV:
TD 100/70mmHg, Nadi
100x/menit,RR 18x/menit,
Suhu 38.1C
c. Keadaan umum :
Lemas
d. Kesadaran :
Composmetis (GCS = 15)
e. P (Paliatif) : saat menelan
Q (Quality) : nyeri
senut-senut
R (Regio) : tenggorokan

27
S (Scale) : 4
T (Time) : hilang
timbul

08.00 1 Berkolaborasi DS:


dengan dokter Keluarga pasien mengatakan
untuk pemberian pasien sudah dikompres dengan
obat antipiretik air hangat
infus DO:
paracetamol a. Pasien setelah diberi kompres
100ml 15tpm hangat mengeluarkan keringat
b. Suhu 37.9C
c. Keadaan umum : Lemas
Kesadaran :
Composmetis (GCS = 15)

10.00 2 Berkolaborasi DS:


dengan dokter Pasien mengatakan sakit saat obat
dalam pemberian dimasukkan.
obat pereda sakit DO:
Injeksi teranol Pasien tampak kesakitan dan
2x1 gram per menjerit saat obat dimasukkan.
intra vena

12.00 1,2 Mengobservasi DS:


TTV dan skala a. Keluarga pasien mengatakan
nyeri badan pasien sudah tidak
Mengganti infus panas lagi.
yang habis b. Pasien masih merasa nyeri
pada tenggorokannya saat
menelan makanan

28
DO:
a. Badan pasien sudah stabil
b. TD : 100/70 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 100x/menit
Suhu : 37.6C
c. P (Paliatif) : saat menelan
Q (Quality): nyeri senut-senut
R (Regio) : tenggorokan
(tonsil)
S (Scale) : 4
T (Time) : hilang timbul

13.00 3 Menjelaskan DS:


semua prosedur Keluarga pasien mengatakan mau
operasi yang mengikuti semua prosedur
akan dijalani operasi.
pasien DO:
Pasien tampak cemas dan
menangis
Mendengarkan DS:
keluhan yang Pasien mengtakan takut disuntik,
dirasakan pasien nanti sakit
DO:
Pasien tampak ketakutan
Mengajarkan DS:
teknik relaksasi Pasien mengatakan lebih tenang
DO:
Pasien tampak lebih bisa
mengontrol emosinya
Berkolaborasi DS:
dengan keluarga Keluarga pasien mengatakan akan

29
pasien agar menenangkan anaknya
pasien tidak DO:
merasa cemas Pasien tampak mulai bisa tenang.

N. Evaluasi

NO
Hari, Tanggal Evaluasi TTD
Dx
1 S: Keluarga pasien mengatakan suhu pasien Sarah
menurun
O: Pasien tampak tidak lemas lagi
Selasa, TD : 100/70 mmHg
6 September RR : 20x/menit
2014 Nadi : 100x/menit
Suhu : 37.6C
A: Masalah teratasi, pasien telah dioperasi
P: Intervensi dihentikan
2 S: Pasien mengatakan masih terasa nyeri Sarah
O: P (Paliatif) : setelah dioperasi
Q (Quality): nyeri senut-senut
Selasa, R (Regio) : tenggorokan (tonsil)
6 September S (Scale) : 4
2014 T (Time) : hilang timbul
A: Masalah belum teratasi setelah dilakukan
operasi
P: Lanjutkan intervensi
3 S: Keluarga pasien mengatakan pasien sudah Sarah
Selasa, tidak cemas setelah operasi berlangsung
6 September O: Pasien tampak tidak cemas
2014 A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

30
DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:EGC.


Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2,
Penerbit EGC
Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.
NANDA.2006. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006.
Philadelphia. Ed Budi Santosa: Prima Medika
Price, Sylvia A.1998. Patofisiologi, jilid 2, Penerbit EGC: Jakarta.
Reever,C.J,Roux G, Lockhart R. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika.
Tucker, Susan Martin.1998. Standar Perawatan Pasien. Penerbit buku
kedokteran, EGC. Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria NOC. Jakarta: EGC

31

Anda mungkin juga menyukai