Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kemampuan kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat badan anak kurang dari 500 gram.(terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu) (Prawiroharjo,
2009)

2.2. FAKTOR RISIKO


Faktor risiko abortus yaitu:
1. Bertambahnya usia ibu.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur. Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun;
11,1% pada usia 20-24 tahun; 11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun;
24,6% pada usia 35-39%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-baru
ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya abortus. Suatu
penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus tertinggi ditemukan pada
pasangan dimana usia wanita 35 tahun dan pria 40 tahun.
2. Riwayat reproduksi abortus.
Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi
riwayatnya. Pada pasien yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko
24%, 3 kali berisiko 30%, dan 4 kali berrisiko 40%. Menurut Malpas dan Eastman
kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang mengalami abortus habitualis
ialah 73% dan 83,6%.
3. Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus meningkat 1,2-
1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap hari. Asap rokok
mengandung banyak ROS yang akan mendestruksi organel seluler melalui kerusakan
mitrokondria, nukleus, dan membran sel. Selain itu, secara tidak langsung ROS akan
menyebabkan kerusakan sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal
maupun ganda sperma.
Plasentasi normal diatur oleh invasi arteri spiral uterina yang diatur oleh genomik tropoblas
yang normal. Pada organogenesis embrionik dalma menjamin invasi tropoblas, tekanan
oksigen rendah, dan metabolisme cenderung anaerob. Oleh karena itu, produksi ROS
biasanya menurun. Keadaan ini diatur aktivitas integrin yang merangsang tropoblas untuk
proliferasi. Tekanan oksigen rendah membantu implantasi sedangkan tekanan tinggi
membantuk proliferasi sel tropoblas.
Dengan faktor pemicu asap rokok, stres oksidatif akan semakin buruk. Stres oksidatif
sendiri dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi plasenta dan abortus dini.
ROS akan bereaksi dengan molekul pada berbagai sistem biologi sehingga dapat terjadi
kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel. Dengan risiko stres oksidatif, pasien
tidak pernah mengonsumsi vitamin yang berperan sebagai antioksidan sehingga
meningkatkan risiko abortus. Selain itu, Vural, et al. menunjukkan adanya peningkatan
radikal bebas superoksida oleh PMN pada trimester satu kehamilan.
b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua kali
lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada
wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa
risiko abortus meningkat 1,3 kali untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari.
c. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada wanita
yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari menunjukkan tingkat
abortus yang sedikit lebih tinggi.
d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah dosis
yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti.
e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan risiko
abortus, khususnya abortus septik meningkat.
f. Psikologis seperti ansietas dan depresi.
2.3. ETIOLOGI
1) Faktor janin
a) Faktor Genetik.
Paling sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin.
Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan
beberapa tipe abnormalitas genetik.
b) Kelainan telur, blighted ovum, kerusakan embrio
c) Embrio dengan kelainan lokal
d) Kelainan pada plasenta
Endometritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan oksigenasi plasenta
terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhandan kematian janin. Keadaan ini
bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
2) Faktor maternal
a) Kelainan anatomis ibu
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang
berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan
(acquired). Lingkungan di endometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna
sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
b) Infeksi
Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus spontan berulang. Organisme-
organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma,
Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii.
c) Pengaruh endokrin
Hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisiensi progesteron.
d) Penyakitkronisyang melemahkan, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis,
namun keadaan ini jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien meninggal dunia
karena penyakit ini tanpa melahirkan. Penyakit kronis lain (diabetes melitus, hipertensi
kronis, penyakit liver/ ginjal kronis).
e) Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi
predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa
defisiensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus
yang penting.
f) Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang
berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin.
Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat
menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi
dan peningkatan fragilitas kapiler.
g) Faktor psikologis
h) Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental
akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah
wanita yang belum matang secaraemosional dan sangat penting dalammenyelamatkan
kehamilan.
3) Faktor eksternal
a) Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin UK 9 minggu pertama dapat merusak janin, dan pada dosis yang
lebih tinggi dapat menyebabkan kematian.
b) Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dll.
c) Bahan kimia lain (arsen & benzena)
Rokok juga mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.
Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu
neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

2.4. KLASIFIKASI
Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan
1. Tujuan
a. Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini dilakukan oleh minimal 3
dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam, dan
spesialis jiwa, bila perlu ditambah dengan pertimbangan dari tokoh agama yang terkait.
b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
c. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan apapun.
2. Jenis (dibahas pada diagnosis)
3. Waktu
Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia kehamilan <12
minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut. Abortus trimester satu biasanya diakibatkan
kelaian genetik atau penyakit autoimun yang diderita ibu, abortus trimester dua biasanya
disebabkan oleh kelainan uterus, dan abortus trimester tiga.

2.5. PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI


Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang menyebabakn nekrosis jaringan. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas
dapat menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus kontraksi dan mengeluarkan
isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan
sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari
hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam
terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali
dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta
masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam banyak.
Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya
plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan
pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.
Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai bentuk yaitu kantong
amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda kecil yang bentuknya masih belum jelas
(blighted ovum), atau janin telah mati lama. Plasentasi tidak adekuat sehingga sel tropoblas gagal
masuk ke dalam arteri spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur dari ibu ke anak.
2.6. DIAGNOSIS
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang perdarahan
pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada pemeriksaan bimanual dan tes
kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan dalam
kavum uteri atau vagina.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung lama, ekaligus
dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat perdarahan tidak menimbulkan
gangguan apapun atau syok. Disebut pendarahan ringan-sedang bila doek bersih selama 5 menit,
darah segar tanpa gumpalan, darah yang bercampur dengan mukus. Pendarahan berat bila
pendarahan yang banyak, merah terang, dengan atau tanpa gumpalan, doek penuh darah dalam
waktu 5 menit, dan pasien tampak pucat.
Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi berupa pada usia gestasi di bawah 14 minggu
dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh atau sebagian hasil konsepsi, di
atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta sempurna dapat didahului dengan ketuban pecah
diikuti pengeluaran hasil konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta, berdasarkan
proses persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus, dan hasil konsepsi yang tidak
dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru dalam bentuk gangguan
pembekuan darah.
Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu:
1. Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu, hasil
konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh
mules-mules, uterus membesar, terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-bercak darah
menstruasi tanpa riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama kehamilan.
Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks belum membuka. Pada
inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan
jaringan.
2. Abortus Insipiens adalah erdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi serviks uteri
meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan mengeluhkan mules yang
sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa riwayat keluarnya jaringan, pendarahan
biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan, darah berupa darah segar menglair. Pada
inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan
jaringan.
3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal dalam uterus. Pada anamnesis, pasien
akan mengeluhkan pendarahan berupa darah segar mengalir terutama pada trimester pertama
dan ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.
4. Abortus Komplit adalah keaddan di mana semua hasil konsepsi telah dikeluarkan. Pada
penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus mulai
mengecil. Apabila hasil konsepsi saat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah
keluar dengan lengkap. Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya disuntikan sulfas ferrosus
atau transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal bercak-bercak dan anamnesis di sini
berperan penting dalam menentukan ada tidaknya riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak
ditemukan jaringan
5. Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam kandungan >8 minggu
sebelum minggu ke-20. Pada anamnesis akan ditemukan uterus berkembang lebih rendah
dibanding usia kehamilannya, bisa tidak ditemukan pendarahan atau hanya bercak-bercak,
tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan bercak
darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan jaringan
6. Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturut-turut. Pada anamnesis
akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di atas, riwayat menggunakan IUD atau
percobaan aborsi sendiri, dan adanya demam.
7. Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritonium. Hasil
diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret yang bau dari vagina, uterus besar dan
ada nyeri tekan dan bila sampai sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)
8. Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi terdapat kantung
gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi (diameter minimal 25 mm) dengan
USG.
2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi:
1. Ultrasonografi
Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan diameter 2-3 mm. Pada
usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 5 mm, kantung telur 3-8 mm. Pada
usia gestasi 6 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 10 mm, embrio 2-3 mm, dan terdapat
aktivitas jantung. Pada usia gestasi 7 minggu, diameter kantung gestasi 20 mm, terlihat bagian
kepala dan badan yang menyatu. Pada usia gestasi 8 minggu, diameter kantung gestasi 25 mm,
herniasi midgut, terlihat rhombencephalon, dan limb buds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak
pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas. Pada usia gestasi 10 inggu, telah terlihat bilik
jantung, lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang, pada usia gestasi 11, usus telah
terbentuk dan struktur lainnya cenderung telah terbentuk dengan baik. Abortus dapat
ditegakkan dari USG transabdominal bila pada embrio >8 mm tidak ditemukan aktivitas
jantung.
2. Kariotipe genetik
3. Tiroid, KGD
4. BIopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron
5. Infeksi
6. Imunologis
7. Beta hCG
a. Serum beta HCG >2500 IU per mL disertai dengan USG transvaginal90% KDR
b. Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen 90% KDR

2.9. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
banding
Abortus - perdarahan dari uterus pada- TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin masih
iminens kehamilan sebelum 20 umur kehamilan positif
minggu berupa flek-flek - Dilatasi serviks (-) - USG : gestasional sac (+),
- nyeri perut ringan fetal plate (+), fetal
- keluar jaringan (-) movement (+), fetal heart
movement (+)
Abortus - perdarahan banyak dari - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin masih
insipien uterus pada kehamilan umur kehamilan positif
sebelum 20 minggu - Dilatasi serviks (+) - USG : gestasional sac (+),
- nyeri perut berat fetal plate (+), fetal
- keluar jaringan (-) movement (+/-), fetal heart
movement (+/-)
Abortus - perdarahan banyak / sedang- TFU kurang dari umur - tes kehamilan urin masih
inkomplit dari uterus pada kehamilan kehamilan positif
sebelum 20 minggu - Dilatasi serviks (+) - USG : terdapat sisa hasil
- nyeri perut ringan - teraba jaringan dari konsepsi (+)
- keluar jaringan sebagian (+) cavum uteri atau masih
menonjol pada osteum
uteri eksternum
Abortus - perdarahan (-) - TFU kurang dari umur - tes kehamilan urin masih
komplit - nyeri perut (-) kehamilan positif
- keluar jaringan (+) - Dilatasi serviks (-) bila terjadi 7-10 hari setelah
abortus.
USG : sisa hasil konsepsi (-)
Missed - perdarahan (-) - TFU kurang dari umur - tes kehamilan urin negatif
abortion - nyeri perut (-) kehamilan setelah 1 minggu dari
- biasanya tidak merasakan - Dilatasi serviks (-) terhentinya pertumbuhan
keluhan apapun kecuali kehamilan.
merasakan pertumbuhan - USG : gestasional sac (+),
kehamilannya tidak seperti fetal plate (+), fetal
yang diharapkan. Bila movement (-), fetal heart
kehamilannya > 14 minggu movement (-)
sampai 20 minggu
penderita merasakan
rahimnya semakin
mengecil, tanda-tanda
kehamilan sekunder pada
payudara mulai
menghilang.
Mola - Tanda kehamilan (+) - TFU lebih dari umur - tes kehamilan urin masih
hidatidosa - Terdapat banyak atau kehamilan positif
sedikit gelembung mola - Terdapat banyak atau (Kadar HCG lebih dari
- Perdarahan banyak / sedikit sedikit gelembung 100,000 mIU/mL)
- Nyeri perut (+) ringan mola - USG : adanya pola badai
- Mual - muntah (+) - DJJ (-) salju (Snowstorm).

Blighted - Perdarahan berupa flek-flek- TFU kurang dari usia - tes kehamilan urin positif
ovum - Nyeri perut ringan kehamilan - USG : gestasional sac (+),
- Tanda kehamilan (+) - OUE menutup namun kosong (tidak terisi
janin).
KET - Nyeri abdomen (+) - Nyeri abdomen (+) - Lab darah : Hb rendah,
- Tanda kehamilan (+) - Tanda-tanda syok (+/-) eritrosit dapat meningkat,
- Perdarahan pervaginam (+/- : hipotensi, pucat, leukosit dapat meningkat.
) ekstremitas dingin. - Tes kehamilan positif
- Tanda-tanda akut - USG : gestasional sac
abdomen (+) : perut diluar cavum uteri.
tegang bagian bawah,
nyeri tekan dan nyeri
lepas dinding
abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan servik.
- Uterus dapat teraba
agak membesar dan
teraba benjolan
disamping uterus yang
batasnya sukar
ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi darah
dan nyeri bila diraba

2.9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun, biasanya didasari oleh jenis abortus
yang terjadi. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lainnya mungkin
hanya mempunyai pengaruh psikologis. Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan
abortus adalah penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya
diagnosis dan memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali
berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis,
perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil
langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis abortusnya yaitu:
1. Abortus imminens
Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan untuk membatasi
aktivitas agar meminimalkan kemungkinan rangsangan prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi
dengan hormon estrogen dan progesteron. Meta analisis menunjukkan bahwa tatalaksana
abortus imminens dengan preparat progesteron dengan plasebo menunjukkan hasil yang
hampir sama. Regimen progesteron yang dipakai yaitu dydrogesteron oral 40 mg lalu 10 mg
dilanjutkan sampai 16 minggu, pervaginam 25-90 mg sampai 14 hari berhenti berdarah, dan
dydrogesteron oral 10 mg dilanjutkan sampai 1 minggu setelah berhenti berdarah.
Hindari campur terlebih dahulu karena dapat terjadi kolonisasi bakteri pada kavum uteri di
mana bakteri dapat lanjut menginvasi membran fetus, plasenta, cairan amnion yang
meningkatkan risiko abortus. Selain itu, cairan semen dari laki-laki dapat merangsang
kontraksi uterus dan pengeluaran oksitosin. Vitamin diberkan dengan asumsi fungsi
antioksidan untuk mengatasi penyebab stres oksidatif pada kasus abortus. Penelitian
Rumbold, et al. (2005) pada 35353 kehamilan menunjukkan bahwa pemberian vitamin A
gagal menunjukkan penurunan angka abortus tetapi pemberian vitamin C dan E meunjukkan
hasil sebaliknya. Pemberian tokolitik seperti beta agonis dinilai bermanfaat dalam
menurunkan risiko abortus.
2. Abortus insipiens
Umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin,
maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi. Analgetik mungkin dapat
diberikan. Demikian pula, setelah janin lahir, kuretase mungkin diperlukan.
Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak banyak namun
bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses abortus harus dipercepat. Dengan
pemberian infuse oksitosin janin dapat keluar. Regimen lain yang dapat diberikan adalah
ergometrin IM (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 g oral (dapat
diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal pengeluaran
plasenta dilakukan secara manualdan disusul kerokan.
3. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit dapat ditatalaksana dengan rawat ekspektatif, pembedahan, maupun
medikamentosa. Efektivitas rawat ekspektatif berkisar antara 52%-81% setelah follow up 2
minggu. Terapi medikamentosa dengan misoprostol menunjukkan efektivitas 80% ke atas.
Namun, tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara keduanya. Reynold et al. (2005)
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistik yang signifikan mengenai efikasi
medikamentosa dan pembedahan dalam penatalaksanaan abortus inkomplit. Namun, terdapat
peningkatan risiko infeksi pelvik pada penatalaksanaan secara surgikal. Hal ini berlaku saat
kantung gestasional <24 mm. Setelahnya, efikasi medikamentosa dibanding pembedahan
akan berkurang 85%. Penelitian Weeks et al. Dengan 600 mcg misoprostol oral dengan
aspirasi vakum manual menunjukkan bahwa lebih baik dengan misoprostol, tetapi tidak
bermakna.
a. Perbaiki keadaan umum: volume intravaskuler efektif harus dipertahankan untuk
memberikan perfusi jaringan yang adekuat.
b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat
Sekitar 13% abortus bersifat infeksius baik pre dan post operasi. Pada sebuah penelitain
RCT yang menilai profilaksis doksisiklin sebelum kuretase, ditunjukkan tidak ada efek
yang bermakna terhadap penurunan motralitas infeksi pasca kuretase.
c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi eksplorasi,
sampai pengangkatan Rahim.
Pada perdarahan ringan dan kehamilan <16 minggu, dapat dilakukan pengeluaran hasil
konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau forceps cincin. Bila perdarahan sedang-
berat dan usia kehamilan <16 minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus
dengan pilihan aspirasi vakum. Indikasi aspirasi vakum manual adalah pada kasus abortus
insipien atau inkomplit <16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia kehamilan
<12-14 minggu). Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan) atau misoprostol
400 g oral (dapat diulang setelah 4 jam bila diperlukan). Pada kehamilan >16 minggu,
dilakukan induksi ekspulsi janin infus oksitosin 40 IU dalam 1 L kristaloid dengan
kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi. Bila perlu, dapat
diberikan misoprostol 200 g per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi ekspulsi, dosis total
tidak lebih dari 800 g. Setelah itu, mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari
uterus.
4. Abortus komplit
a. Perbaiki keadaan umum
b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat
c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi eksplorasi,
sampai pengangkatan rahim.
5. Abortus rekuren
Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu,
penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang
sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan
hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai
pengaruh psikologis. Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan
adanya tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital. Jika
pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus kristaloid untuk stabilisasi hemodinamik,
memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.
6. Missed abortion
Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase jika seviks
memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu, dilakukan induksi (untuk
mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan oksitosin (untuk profilaksis retensi cairan).
Terdapat tehnik pemberian prostagalandin untuk induksi serta berefek pd pembukaan ostium
serviks, dgn pemberian mesoprostol (sublingual). Bila usia gestasi lebih dari 4 minggu
memungkinkan terjadinya gangguan trombosis darah oleh karena hipofibrinogenemia
sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
7. Abortus infeksi atau septik
Kuretase dilakukan setelah 6 jam diberikan antibiotika yang adekuat. Pada infeksi berat,
diberikan ampisilin intravena 2 g setiap 6 jam, gentamisin 5 mg/kgBB intravena selama 24
jam, dan metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam. Pada infeksi ringan, cukup diberikan
amoxicillin oral 3 kali sehari selama 5 hari, metronidazole oral 400 mg 3 kali sehari selama 5
hari, dan gentamisin intravena 5 mg/kgBB bila perlu.
8. Blighted ovum
Dilatasi dan kuraetase secara selektif.
2.11. PENCEGAHAN
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri pada kehamilan
12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat jaringan serviks yang lemah
dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Jika
berhasil maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong pada
usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara
Mac Donald.

2.12. PROGNOSIS
Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka kesembuhan setelah
tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %, apapun terapinya. Apabila wanita
belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling sedikit satu kali abortus
spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko
lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin
pada kehamilan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bui, Q., Management Option for Early Incomplete Misscarriage. Cochrane for Clinicans. 2011
2. Evans, Arthur T.Manual of Obstetric 7th ed .Lippincot Williams and Willkins. 2007
3. Fawole, A.O. et al., Misoprostol as first-line treatment for incomplete abortion at a secondary-
level health facility in Nigeria. International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2012
4. Guttmatcher Institute. Aborsi di Indonesia. Guttmatcher Institue. 2008
5. Hatcher, Robert A. Trussell, James.Nelson, Anita L. Contraceptice Technology.Ardent Media. 2008
6. Keeling, Jean W. Khong T Yee.Fetal and Neonatal Pathology. Springer. 2007
7. McBride, Dorothy E. Abortion in United State. ABC-CLIO.2008
8. Morgan, Mark. Siddighi, Sam.Obstetrics and Gynecology Volume 1.LippincotWilliams and Willkins. 2004
9. Norman F. Gant MD, Kenneth J., Md Leveno, Larry C., Iii, Md Gilstrap, John C., MdHauth, Katharine D.,
Md Wenstrom, John C.Hauth, J. Whitridge Obstetrics Williams(Editor), StevenL. Clark, Katharine D.
Wenstrom.Williams Obstetrics 23rd Ed: McGraw-Hill Professional
10. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan.P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2009
11. R. James. Scoot, Md. S. Ronald et al.Danforths Obstetric and Gynecology 9thEdition.Lippincott Williams
& Wilkins. 2003
12. Shokry, M., et., Vaginal misoprostol versus vaginal surgical evacuation of first trimester
incomplete abortion: Comparative study. Middle East Fertility Society Journal. 2014
13. The American Collage of Obstetrician and Gynecologyst. Misoprostol for Post Abortion Care.
2009
14. World Health Organization. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for HealthSystems. World
Health Organization. 2003

Anda mungkin juga menyukai