Tupus Case Obsgyn Edited
Tupus Case Obsgyn Edited
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kemampuan kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat badan anak kurang dari 500 gram.(terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu) (Prawiroharjo,
2009)
2.4. KLASIFIKASI
Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan
1. Tujuan
a. Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini dilakukan oleh minimal 3
dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam, dan
spesialis jiwa, bila perlu ditambah dengan pertimbangan dari tokoh agama yang terkait.
b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
c. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan apapun.
2. Jenis (dibahas pada diagnosis)
3. Waktu
Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia kehamilan <12
minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut. Abortus trimester satu biasanya diakibatkan
kelaian genetik atau penyakit autoimun yang diderita ibu, abortus trimester dua biasanya
disebabkan oleh kelainan uterus, dan abortus trimester tiga.
Blighted - Perdarahan berupa flek-flek- TFU kurang dari usia - tes kehamilan urin positif
ovum - Nyeri perut ringan kehamilan - USG : gestasional sac (+),
- Tanda kehamilan (+) - OUE menutup namun kosong (tidak terisi
janin).
KET - Nyeri abdomen (+) - Nyeri abdomen (+) - Lab darah : Hb rendah,
- Tanda kehamilan (+) - Tanda-tanda syok (+/-) eritrosit dapat meningkat,
- Perdarahan pervaginam (+/- : hipotensi, pucat, leukosit dapat meningkat.
) ekstremitas dingin. - Tes kehamilan positif
- Tanda-tanda akut - USG : gestasional sac
abdomen (+) : perut diluar cavum uteri.
tegang bagian bawah,
nyeri tekan dan nyeri
lepas dinding
abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan servik.
- Uterus dapat teraba
agak membesar dan
teraba benjolan
disamping uterus yang
batasnya sukar
ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi darah
dan nyeri bila diraba
2.9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun, biasanya didasari oleh jenis abortus
yang terjadi. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lainnya mungkin
hanya mempunyai pengaruh psikologis. Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan
abortus adalah penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya
diagnosis dan memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali
berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis,
perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil
langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis abortusnya yaitu:
1. Abortus imminens
Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan untuk membatasi
aktivitas agar meminimalkan kemungkinan rangsangan prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi
dengan hormon estrogen dan progesteron. Meta analisis menunjukkan bahwa tatalaksana
abortus imminens dengan preparat progesteron dengan plasebo menunjukkan hasil yang
hampir sama. Regimen progesteron yang dipakai yaitu dydrogesteron oral 40 mg lalu 10 mg
dilanjutkan sampai 16 minggu, pervaginam 25-90 mg sampai 14 hari berhenti berdarah, dan
dydrogesteron oral 10 mg dilanjutkan sampai 1 minggu setelah berhenti berdarah.
Hindari campur terlebih dahulu karena dapat terjadi kolonisasi bakteri pada kavum uteri di
mana bakteri dapat lanjut menginvasi membran fetus, plasenta, cairan amnion yang
meningkatkan risiko abortus. Selain itu, cairan semen dari laki-laki dapat merangsang
kontraksi uterus dan pengeluaran oksitosin. Vitamin diberkan dengan asumsi fungsi
antioksidan untuk mengatasi penyebab stres oksidatif pada kasus abortus. Penelitian
Rumbold, et al. (2005) pada 35353 kehamilan menunjukkan bahwa pemberian vitamin A
gagal menunjukkan penurunan angka abortus tetapi pemberian vitamin C dan E meunjukkan
hasil sebaliknya. Pemberian tokolitik seperti beta agonis dinilai bermanfaat dalam
menurunkan risiko abortus.
2. Abortus insipiens
Umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin,
maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi. Analgetik mungkin dapat
diberikan. Demikian pula, setelah janin lahir, kuretase mungkin diperlukan.
Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak banyak namun
bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses abortus harus dipercepat. Dengan
pemberian infuse oksitosin janin dapat keluar. Regimen lain yang dapat diberikan adalah
ergometrin IM (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 g oral (dapat
diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal pengeluaran
plasenta dilakukan secara manualdan disusul kerokan.
3. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit dapat ditatalaksana dengan rawat ekspektatif, pembedahan, maupun
medikamentosa. Efektivitas rawat ekspektatif berkisar antara 52%-81% setelah follow up 2
minggu. Terapi medikamentosa dengan misoprostol menunjukkan efektivitas 80% ke atas.
Namun, tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara keduanya. Reynold et al. (2005)
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistik yang signifikan mengenai efikasi
medikamentosa dan pembedahan dalam penatalaksanaan abortus inkomplit. Namun, terdapat
peningkatan risiko infeksi pelvik pada penatalaksanaan secara surgikal. Hal ini berlaku saat
kantung gestasional <24 mm. Setelahnya, efikasi medikamentosa dibanding pembedahan
akan berkurang 85%. Penelitian Weeks et al. Dengan 600 mcg misoprostol oral dengan
aspirasi vakum manual menunjukkan bahwa lebih baik dengan misoprostol, tetapi tidak
bermakna.
a. Perbaiki keadaan umum: volume intravaskuler efektif harus dipertahankan untuk
memberikan perfusi jaringan yang adekuat.
b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat
Sekitar 13% abortus bersifat infeksius baik pre dan post operasi. Pada sebuah penelitain
RCT yang menilai profilaksis doksisiklin sebelum kuretase, ditunjukkan tidak ada efek
yang bermakna terhadap penurunan motralitas infeksi pasca kuretase.
c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi eksplorasi,
sampai pengangkatan Rahim.
Pada perdarahan ringan dan kehamilan <16 minggu, dapat dilakukan pengeluaran hasil
konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau forceps cincin. Bila perdarahan sedang-
berat dan usia kehamilan <16 minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus
dengan pilihan aspirasi vakum. Indikasi aspirasi vakum manual adalah pada kasus abortus
insipien atau inkomplit <16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia kehamilan
<12-14 minggu). Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan) atau misoprostol
400 g oral (dapat diulang setelah 4 jam bila diperlukan). Pada kehamilan >16 minggu,
dilakukan induksi ekspulsi janin infus oksitosin 40 IU dalam 1 L kristaloid dengan
kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi. Bila perlu, dapat
diberikan misoprostol 200 g per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi ekspulsi, dosis total
tidak lebih dari 800 g. Setelah itu, mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari
uterus.
4. Abortus komplit
a. Perbaiki keadaan umum
b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat
c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi eksplorasi,
sampai pengangkatan rahim.
5. Abortus rekuren
Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu,
penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang
sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan
hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai
pengaruh psikologis. Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan
adanya tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital. Jika
pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus kristaloid untuk stabilisasi hemodinamik,
memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.
6. Missed abortion
Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase jika seviks
memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu, dilakukan induksi (untuk
mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan oksitosin (untuk profilaksis retensi cairan).
Terdapat tehnik pemberian prostagalandin untuk induksi serta berefek pd pembukaan ostium
serviks, dgn pemberian mesoprostol (sublingual). Bila usia gestasi lebih dari 4 minggu
memungkinkan terjadinya gangguan trombosis darah oleh karena hipofibrinogenemia
sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
7. Abortus infeksi atau septik
Kuretase dilakukan setelah 6 jam diberikan antibiotika yang adekuat. Pada infeksi berat,
diberikan ampisilin intravena 2 g setiap 6 jam, gentamisin 5 mg/kgBB intravena selama 24
jam, dan metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam. Pada infeksi ringan, cukup diberikan
amoxicillin oral 3 kali sehari selama 5 hari, metronidazole oral 400 mg 3 kali sehari selama 5
hari, dan gentamisin intravena 5 mg/kgBB bila perlu.
8. Blighted ovum
Dilatasi dan kuraetase secara selektif.
2.11. PENCEGAHAN
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri pada kehamilan
12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat jaringan serviks yang lemah
dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Jika
berhasil maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong pada
usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara
Mac Donald.
2.12. PROGNOSIS
Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka kesembuhan setelah
tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %, apapun terapinya. Apabila wanita
belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling sedikit satu kali abortus
spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko
lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin
pada kehamilan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bui, Q., Management Option for Early Incomplete Misscarriage. Cochrane for Clinicans. 2011
2. Evans, Arthur T.Manual of Obstetric 7th ed .Lippincot Williams and Willkins. 2007
3. Fawole, A.O. et al., Misoprostol as first-line treatment for incomplete abortion at a secondary-
level health facility in Nigeria. International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2012
4. Guttmatcher Institute. Aborsi di Indonesia. Guttmatcher Institue. 2008
5. Hatcher, Robert A. Trussell, James.Nelson, Anita L. Contraceptice Technology.Ardent Media. 2008
6. Keeling, Jean W. Khong T Yee.Fetal and Neonatal Pathology. Springer. 2007
7. McBride, Dorothy E. Abortion in United State. ABC-CLIO.2008
8. Morgan, Mark. Siddighi, Sam.Obstetrics and Gynecology Volume 1.LippincotWilliams and Willkins. 2004
9. Norman F. Gant MD, Kenneth J., Md Leveno, Larry C., Iii, Md Gilstrap, John C., MdHauth, Katharine D.,
Md Wenstrom, John C.Hauth, J. Whitridge Obstetrics Williams(Editor), StevenL. Clark, Katharine D.
Wenstrom.Williams Obstetrics 23rd Ed: McGraw-Hill Professional
10. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan.P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2009
11. R. James. Scoot, Md. S. Ronald et al.Danforths Obstetric and Gynecology 9thEdition.Lippincott Williams
& Wilkins. 2003
12. Shokry, M., et., Vaginal misoprostol versus vaginal surgical evacuation of first trimester
incomplete abortion: Comparative study. Middle East Fertility Society Journal. 2014
13. The American Collage of Obstetrician and Gynecologyst. Misoprostol for Post Abortion Care.
2009
14. World Health Organization. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for HealthSystems. World
Health Organization. 2003