Anda di halaman 1dari 9

31

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas

Nama klien An. A usia 1 tahun, jenis kelamin laki-laki, identitas

orang tua ialah ayah klien bernama Tn. T, usia 30 tahun, pendidikan terakhir

S1, pekerjaan saat ini karyawan swasta, agama Islam, suku bangsa sunda,

beralamat di jalan Sindang Sari.

2. Riwayat penyakit sekarang

Sebelum dirawat di ruang perawatan Ruang kenanga I klien terlebih

dahulu masuk unit gawat darurat RSUP Hasan Sadikin Bandung. Saat di

UGD data yang diperoleh diantaranya keluarga mengatakan anak sudah tiga

hari yang lalu badan teraba panas, kepala anak semakin hari bertambah besar,

lingkar kepala saat lahir 31 cm, dan saat ini 55 cm.

3. Riwayat kesehatan masa lalu

a. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Kesehatan pada ibu sewaktu hamil tidak ada masalah, tidak ada

hiperemis gravidarum, perdarahan pervagina, anemia dan lain-lain.

Pemeriksaan kehamilan dilaksasnakan secara teratur, diperiksa oleh

dokter, tempat pemeriksaan kehamilan adalah puskesmas, imunisasi yang

di dapat ialah TT. Pengobatan yang didapat saat hamil adalah vitamin B

kompleks, obat penambah darah dan kalk.

Klien dilahirkan saat usia kandungan ibunya berusia 39 minggu

dengan cara persalinan spontan. Di tolong oleh dokter, keadaan bayi saat
32

lahir bayi menangis kuat, gerak aktif, BB lahir 3,5 kg, PB 48 cm, lingkar

kepala 31 cm.

Saat setelah lahir cacat congenital tidak ada, ikterus pada bayi tidak

ada, tidak ada kejang, paralisis, perdarahan, trauma persalinan dan

penurunan BB. Anak mendapatkan ASI segera setelah lahir.

b. Riwayat kesehatan lalu

Penyakit yang pernah diderita antara lain batuk pilek, demam dan

mencret. Sebelumnya anak belum pernah di rawat di rumah sakit. Anak

sebelumnya tidak mendapatkan terapi obat-obatan. Sebelumnya anak

tindak pernah mendapatkan tindakan pembedahan dan lainnya. Alergi

terhadap obat-obatan, ASI dan makanan lainnya tidak ada.

c. Kebiasaan sehari-hari

Kebutuhan sehari-hari anak dibantu oleh orang tua, anak mendapat

ASI eksklusif dan saat ini anak mulai mendapatkan makanan padat sejak

usia 7 bulan, cara pemberiannya yaitu di campur dengan air susu botol.

Pola tidur anak saat ini adalah tidak menentu. Pola aktivitas anak saat ini

anak suka memasukkan tangannya kedalam mulut. Frekuensi mandi anak

saat ini 2x/hari pagi dan sore dengan menggunakan sabun. Pola eliminasi

saat ini adalah frekuansi BAB 3 x/hari, warna kuning, bau khas,

konsisitensi lembek, keluhan saat BAB tidak ada, tidak ada penggunaan

Laxatif. Frekuensi BAK saat ini 5 x/hari, warna urin kuning jernih, tidak

ada keluhan saat BAK, pola asuh klien saat ini adalah klien hanya diasuh

oleh orang tua atau ibu dan bapak klien.


33

4. Pengkajian fisik secara fungsional

a. Data dasar berupa TTV N: 120 x/mnt, S: 37 0C, RR: 30 X/mnt, kesadaran

composmentis.

b. Nutrisi dan metabolik

Ibu mengatakan anak mau minum susu, tidak ada muntah. Diit anak

saat ini ialah minum susu dan makanan lunak, mukosa bibir lembab,

sudah terdapat gigi susu pada klien, turgor kulit elastis.

c. Respirasi / sirkulasi

Jenis pernafaasan spontan, tidak ada sesak, batuk. Suara nafas

vasekuler, pernafasan cuping hidung tidak ada, penggunaan otot bantu

nafas tidak ada, frenuensi nafas klien 30 x/mnt, suhu tubuh 370C.

d. Eliminasi

Pada abdomen tidak ada kembung, sakit dan mual, keadaan umum

tampak lemah, klien BAB + 3 x/hari, bau khas, konsistensi lembek, ganti

popok 4 x/hari.

e. Dampak hospitalisasi

Saat ini anak gampang menangis dan takut jika melihat banyak

orang, dan melihat perawat ruangan. Pada keluarga merasa tidak tega dan

kasihan akan keadaan anaknya saat ini.

5. Analisa data

Data subjektif : orang tua klien mengatakan kepala anaknya makin hari

bertambah besar. Data objektif : ubun-ubun besar menonjol bila anak

menangis, anak menangis kuat dan bernafas dangkal, kesadaran

komposmentis. Diagnosa: resiko tekanan intrakranial.


34

Data subjektif : -. Data objektif : Tingkat kesadaran composmentis,

anak tidak kejang, terdapat luka pemasangan alat shunt pada kepala, leher

dan abdomen. Diagnosa: risiko injury.

Data subjektif : -. Data objektif : Balutan luka tampak kotor, terdapat

luka pemasangan alat shunt pada kepala, leher dan abdomen, pada daerah

luka pemasangan shunt tidak ada merah, bengkak, panas dan sakit. Diagnosa:

Risiko terjadi infeksi.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan meningkatnya volume cairan

serebrospinalis

2. Risiko injury berhubungan dengan peningkatan tekanan ventrikel sekunder

terhadap pemasangan shunt

3. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme

sekunder terhadap tempat pemasangan shunt

C. Perencanaan

1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan meningkatnya volume cairan

serebrospinalis

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan resiko TIK tidak terjadi.

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda penurunan kesadaran

b. Kesadaran composmentis

c. TTV dalam batas normal (S 36-370C, N 100-120 x/mnt, RR 25-30 x/mnt)


35

Intervensi :

a. Ukur lingkar kepala tiap 1x24 jam

b. Ubah posisi anak miring ke arah yang tidak dilakukan tindakanoperasi

c. Posisikan kepala anak sejajar dengan tempat tidur untuk menghindari

pengurangan tekanan intra kranial yang tiba-tiba

d. Pantau TTV tiap 8 jam

e. Kolaborasi untuk pemberian obat injeksi Diamox sesuai program

2. Risiko injury berhubungan dengan peningkatan tekanan ventrikel sekunder

terhadap pemasangan shunt

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan injury tidak terjadi

Kriteria hasil : alat pemasangan shunt tepat berada pada tempatnya, TTV

dalam batas normal, kesadaran composmentis.

Intervensi :

a. Observasi tingkat kesadaran tiap 1x24 jam

b. Monitor adanya tanda-tanda meningkatnya tekanan intra kranial tiap 1x24

jam

c. Berikan anak posisi tidur menjadi semi fowler

d. Observasi intake dan out put tiap 1x24 jam

3. Risiko terjadi infeksi b.d. Masuknya mikroorganisme sekunder terhadap

tempat pemasangan shunt

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan infeksi tidak terjadi


36

Kriteria hasil : Daerah luka pemasangan shunt tidak merah, bengkak, panas

dan sakit. Leukosit dalam batas normal (5.800-11.000 gr/dl)

Intervensi :

a. Observasi TTV tiap 4 jam khususnya suhu tubuh (36-370C)

b. Monitor daerah luka post op terhadap adanya tanda-tanda infeksi seperti

merah, bengkak, panas dan sakit

c. Lakukan pemijatan pada daerah tempat pemasangan shunt untuk

menghindari sumbatan awal

d. Lakukan perawatan luka tiap 1x24 jam dengan menggunakan NaCl 0.9%

dan Bethadin 10% sesuai program

D. Implementasi

1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan meningkatnya volume cairan

serebrospinalis

a. Implementasi tanggal 13 Mei 2014

Pukul 14.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 120x/mnt, RR

30x/mnt. Pukul 14.15 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV dan

Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada

alergi terhadap obat. Pukul 17:30 merubah posisi anak miring kanan

menjauhi daerah luka operasi, hasil : posisi anak dapat dirubah menjadi

miring kanan. Pukul 21.00 mengukur TTV hasil : S 36 0C, N 120x/mnt,

RR 30x/mnt.

b. Implementasi tanggal 14 Mei 2014

Pukul 06.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai

program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat. Pukul
37

08.00 mengukur TTV hasil : S 36 0C, N 120x/mnt, RR 27x/mnt. Pukul

13.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai program, hasil:

obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat.

2. Risiko injury berhubungan dengan peningkatan tekanan ventrikel sekunder

terhadap pemasangan shunt

a. Implementasi tanggal 13 Mei 2014

Pukul 16.00 merubah posisi tidur klien menjadi semi fowler, hasil :

posisi tidur anak dapat dirubah menjadi semi fowler, anak tidak

menangis. Pukul 17.30 memberikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV

sesuai program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat.

Pukul 21.00 mengukur TTV hasil : S 36 0C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt.

Pukul 22.00 merubah posisi tidur klien menjadi semi fowler, hasil : posisi

tidur anak dapat dirubah menjadi semi fowler, anak tidak menangis.

b. Implementasi tanggal 14 Mei 2014

Pukul 08.00 mengukur TTV hasil : S 36 0C, N 110x/mnt, RR

30x/mnt. Pukul 13.00 memberikan obat injeksi Diamox 250 mg/IV sesuai

program, hasil: obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat.

3. Risiko terjadi infeksi b.d. Masuknya mikroorganisme sekunder terhadap

tempat pemasangan shunt

a. Implementasi tanggal 13 Mei 2014

Pukul 17.00 mengganti dan merawat luka dengan menggunakan

NaCl 0.9% dan Bethadin 10% serta kasa streril sesuai program, hasil :

luka tampak kering dan bersih, balutan luka bersih Pukul 18.00 merubah

posisi tidur klien menjadi semi fowler, hasil : posisi tidur anak dapat
38

dirubah menjadi semi fowler, anak tidak menangis. Pukul 21.00

mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR 30x/mnt. Pukul 21.15

memberikan injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program, hasil : obat

masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat.

b. Implementasi tanggal 14 Mei 2014

Pukul 08.00 mengukur TTV hasil : S 360C, N 110x/mnt, RR

30x/mnt. Pukul 13.00 memberikan injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai

program, hasil : obat masuk, klien tidak ada alergi terhadap obat.

E. Evaluasi

1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan meningkatnya volume cairan

serebrospinalis

Evaluasi tanggal 14 Mei 2014 pukul 09.00 WIB

S :-

O : kesadaran komposmentis, tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial

tidak ada seperti mual, muntah, sakit kepala dan penurunan kesadaran, TTV

S 360C, N 120x/mnt, RR 30x/mnt.

A : tujuan tercapai masalah teratasi

P : tindakan keperawatan kolaborasi memberikan obat injeksi Diamox 3x250

mg/IV sesuai program dilanjutkan.

2. Risiko injury berhubungan dengan peningkatan tekanan ventrikel sekunder

terhadap pemasangan shunt.

Evaluasi tanggal 14 Mei 2014 pukul 10.00 WIB

S :-
39

O : Alat pemasangan shunt tepat berada pada tempatnya, TTV S 36,5 0C, N

110x/mnt, RR 30x/mnt, tingkat kesadaran composmentis

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi

P : Tindakan kperawatan dilanjutkan

a. Berikan posisi tidur anak menjadi semi fowler

b. Berikan obat injeksi cefotaxim 300 mg/IV sesuai program

3. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme

sekunder terhadap tempat pemasangan shunt

Evaluasi tanggal 14 Mei 2014 pukul 11.00 WIB

S :-

O : Daerah pemasangan shunt tidak merah, bengkak, panas dan sakit. Luka

tampak kering, balutan luka tampak kering dan bersih. TTV S 36,5 0C, N 110

x/mnt, RR 31 x/mnt.

A : tujuan tercapai, masalah teratasi

P : tindakan keperawatan dihentikan

Anda mungkin juga menyukai