Anda di halaman 1dari 18

A.

Definisi
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik. Leukemia adalah suatu
keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di
sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada
waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala
klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk
hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas
tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara
sistemik. Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah
yang berlebihan,dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel
darah putih sirkulasinya meninggi.

B. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih
meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
a. Host
Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur.
LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak,
dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur
15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50
tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60
tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada
wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia
(kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun.
Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-

1
anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia
terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4
tahun.
Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los
Angeles County-University of Southern California (LAC+USC)
Medical Centre melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis
terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan
populasi yang dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari pasien
non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika
Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%).
Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom
21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga
meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya
agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak,
sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom
Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia
pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga
dapat terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain
case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat
keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ;
CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan
3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan
dengan orang yang tidak menderita leukemia.
b. Agent
Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan
leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang

2
mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu
enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita
leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus
onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan
leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan
etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan
retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan
kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T
yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat
lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas
dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas
sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi
terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai
risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
bekerja di bagian tersebut.
Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18
Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia
(misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia
nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan
risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37)
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar
benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
Merokok

3
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk
berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang
potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok
meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan
desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya
orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari
10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA.
Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara
LMA dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim
menyebutkan bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA.
Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung
pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.
c. Lingkungan (pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan
pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga
dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai,
ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien
tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan
17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai
risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang
menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau
peternakan dibanding orang yang tidak menderita leukemia.

C. Faktor Risiko
a. Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang pada umumnya kebanyakan
berhubungan dengan leukemia anak adalah hidrokarbon dan pestisida.
Beberapa studi membuktikan adanya hubungan antara leukemia dan

4
keterpaparan langsung dengan bahan-bahan kimia tersebut misalnya
pestisida yang digunakan di rumah tangga. Faktor kedua adalah pakaian
yang dipakai orangtua saat bekerja (pekerjaan yang berhubungan
dengan hidrokarbon) digunakan sampai dirumah. Hidrokarbon
merupakan bahan organik yang terdiri dari karbon dan hidrogen, yang
terdapat dalam bensin. Hidrokarbon juga banyak ditemukan dalam
rumah tangga dan produk industri seperti cat, tinta, dan bahan pelarut
yang digunakan untuk melarutkan bahan kimia lain.
Bahan lain adalah benzen yang sering terdapat pada cat, minyak
motor dan plastik. Benzen memiliki hubungan yang kuat dengan
kejadian leukemia khususnya Leukemia Meiloid Akut (LMA).
Sementara untuk pestisida, banyak studi yang membuktikan adanya
hubungan antara pestisida dan kejadian leukemia anak.
Beberapa studi menghasilkan bahwa anak yang terpapar
pestisida memiliki risiko untuk terkena leukemia lebih tinggi
dibandingkan dengan orang dewasa. Sementara penelitian
epidemiologi di Perancis, untuk pertama kalinya ditemukan bahwa ada
hubungan antara obat serangga dengan leukemia anak jenis Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA) dan Leukemia Meiloid Akut (LMA).
b. Radiasi Ionisasi
Radiasi ion merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
leukemia, khususnya jenis LMA. Besarnya risiko tergantung dari
tingkat radiasi,waktu paparan, dan umur orang yang terpapar.
Contohnya, tingkat leukemia pada orang yang tinggal 1.000 m dari
daerah ledakan bom atom di Hirosima dan Nagasaki, Jepang 20 kali
lipat lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Pengaruh keterpaparan
radiasi ionisasi pada anak kemungkinan bisa terjadi pada saat dalam
kandungan atau setelah lahir dan keterpaparan paternal (ayah) terhadap
fasilitas nuklir. Beberapa studi epidemiologi menemukan bahwa ada
hubungan antara leukemia anak dengan keterpaparan radiasi ionisasi
pada ayah si anak di tempat kerja sebelum pembuahan atau sesudah
pembuahan.

5
c. Radiasi Non-Ionisasi
Radiasi medan elektromagnetik merupakan radiasi yang bersifat
non-ionisasi. Radiasi ini terdiri dari medan magnet dan medan listrik
yang berperan dalam meningkatkan risiko leukemia pada anak.
d. Alkohol
Konsumsi alkohol selama hamil dapat meningkatkan risiko
leukemia jenis LMA mulai 1 bulan sebelum kehamilan sampai selama
masa kehamilan. Risiko LMA dengan konsumsi alkohol selama hampir
2 kali dari LLA.
e. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu faktor risiko leukemia
pada anak. anak yang memiliki saudara kembar menderita leukemia
sebelum umur 7 tahun memiliki risiko 2 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan anak yang tidak memiliki saudara kembar penderita leukemia.
Bukan hanya saudara kembar, tetapi orang yang memilki keluarga
dekat (anak, saudara kandung atau orangtua) sebagai penderita
leukemia juga memiliki risiko 2 sampai 4 kali lebih besar untuk terkena
leukemia diabndingkan mereka yang tidak memilki riwayat keluarga
leukemia dalam keluarga. Faktor lain adalah kelainan genetik seperti
kromosom yang abnormal pada penderita Downs syndrome, dapat
meningkatkan risiko leukemia pada anak.
f. Human T-cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1)
HTLV-1 adalah virus yang menyebabkan human T-cell
leukemia. Meskipun demikian, tidak penelitian kedokteran yang
menyatakan bahwa virus ini dapat ditularkan dengan kontak biasa.
g. Riwayat Reproduksi
Beberapa penelitian menyatakan bahwa riwayat reproduksi ibu
berhubungan dengan leukemia anak. ibu yang perna keguguran
sebanyak dua kali atau lebih memilki risiko 25 kali lebih tinggi
dibandibgkan dengan anak yang ibunya tidak perna keguguran.
Penelitin tersebut dilakukan pada kasus leukemia anak dengan usia
dibawah 2 tahun.

6
Faktor lain adalah umur ibu. Umur ibu yang sudah tua saat
mengandung berhubungan dengan leukemia anak khususnya jenis
leukemia lomfositik akut. Ibu yang mengandung pada umur > 35
tahun meningkatkan risiko leukemia pada anak yang dikandung.

h. Menyusui dan Leukemia Pada Anak


Beberapa penelitian yang diakui mengenai hubungan antara
menyusui dan leukemia. Penelitian pertama anak dengan leukemia
jenis LLA dari Amerika Serikat, Canada, dan Australia, dimana
sampel diambil secara random. Setelah dilakukan control terhadap
variabel ras, pendidikan, dan pendapatan keluarga, didapatkan hasil
bahwa menyusui berhubungan dengan LLA. Dengan menggunakan
disain studi case-control penelitian kedua yang melibatkan anak
umur 0-14 tahun dengan melihat riwayat menyusui. Hasil yang
didapatkan adalah terdapat hubungan antara lamanya menyusui
dengan kejadian leukemia. Anak yang disusui > 6 bulan terlihat lebih
rendah risikonya dibandingkan dengan anak < 6 bulan.
i. Tingkat Ekonomi Dan Leukemia
Alasan utama rendahnya angka ketahanan hidup bagi
penderita leukemia (khususnya LLA) I negara berkembang adalah
karena penolakan pengobatan. Ini bisa dihubungkan dengan social
ekonomi orang tua, pendapatan dan pendidikan orang tua, dan
metode pengobatan di sebuah RS di Indonesia.
j. Penggunan Bahan Kimia Dan Leukemia
Penggunaan bahan kimia di dalam rumah tangga menjadi
faktor yang meningkatkan risiko leukemia pada anak. salah satu
penelitian memaparkan tentang faktor risiko yang berhubungan
dengan LLA dan LMA pada anak Downs syndrome di Amerika
Serikat atau Canada. Dari hasil penelitian paparan bahan kimia di
rumah tangga memiliki peran dalam peningkatan LLA pada anak
dengan Downs syndrome.
k. Downs Syndrom dan Leukemia

7
Hubungan antara leukemia dan Downs syndrome telah
ditemukan lebih dari 50 tahun . pasien Downs syndrome memiliki
risiko 10-20 kali lebih tinggi daripada populasi umum. Proporsi
leukemia jenis LLA dan non-LLA dari pasien Downs syndrome
adalah sama dengan non-Downs syndrom pada tingkat umur yang
sama. Mekanisme terjadinya leukemia pada penderita Downs
syndrome meliputi sistem organ, sel, kromosom, atau DNA.

D. Epidemiologi
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) atau Acute Lymphoblastic
Leukaemia (ALL) lebih sering terjadi pada anak-anak, dengan insidensi
yang paling tinggi pada usia 4 tahun. Sebaliknya, AML (Acute Myeloid
Leukaemia) lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia, dengan
insidensi paling tinggi pada usia 70 tahun. Pada sebagian besar pasien,
penyebab leukemia akut tidak dapat ditentukan, walaupun infeksi dapat
berperan dalam terjadinya Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL) pada
masa kanak-kanak. Pemaparan terhadap obat sitotoksik, radiasi, dan
beberapa zat kimia seperti benzene meningkatkan kemungkinan terjadinya
leukemia akut. Beberapa penyakit hematologis kronis, seperti
mielodisplasia, mielofibrosis, dan hemoglobinuria nocturnal paroksismal
(PNH), memiliki kemungkinan besar untuk berubah menjadi Acute
Myeloid Leukaemia (AML).

E. Patofisiologi

Leukemia merupakan penyakit keganasan pada hematopoetik yang


disebabkan oleh mutasi somatik sel induk hematologis akibat proses
neoplastik disertai gangguan diferensiasi/ differentiation arrest yang dipicu
oleh beberapa faktor pemicu seperti sinar radioaktif, virus, dan herediter/
faktor genetic yang mengakibatkan sel darah putih yang diproduksi dalam
sumsum tulang mengalami ploriferasi yang berlebih dan immatur sehingga
menghasilkan sel leukemia.
Sel leukemia yang beredar dalam darah dapat mengakibatkan:

8
1. Penekanan hematopoiesis normal sehingga menyebabkan terjadinya
gagal sumsum tulang (bone marrow failure) yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia, pendarahan, dan infeksi.
2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ. Infiltasi sel leukemia pada
tulang dapat menyebabkan nyeri tulang. Infiltrasi sel leukemia pada
darah dapat menyebabkan sindrom hiperviskositas. Infiltrasi sel
leukemia pada organ vital dapat mengakibatkan limfadenopati,
hepatomegali, dan splenomegali. Sedangkan infiltrasi sel leukemia
di tempat ekstramedular lain dapat mengakibatkan meningitis, lesi
kulit, dan pembesaran testis.
3. Meningkatnya katabolisme sel sehingga terjadi keadaan
hiperkatabolik yang dapat mengakibatkan koheksia; keringat
malam; dan hiperurikemia yang dapat menyebabkan terjadinya
gagal ginjal dan gout.

9
Faktor Etiologi
Faktor Pencetus

Mutasi somatik sel induk

Ploriferasi neoplastik & differentiation arrest

Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang

Katabolisme Gagal sumsum


meningkat tulang

Hiperkatabolik Anemia, pendarahan,


& infeksi

Koheksia
Keringat malam Inhibisi hematopoiesis
Sel leukemia
Hiperurikemia normal
- Gagal ginjal
- Gout

Infiltrasi ke organ

Tulang Darah RES Tempat


ekstramedular
lain
Nyeri tulang Sindrom Limfadenopati
Hiperviskositas Hepatomegali
Splenomegali Meningitis
Lesi kulit
Pembesaran
testis

10
F. Tanda dan Gejala
Gejala leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara
penderita, namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut:

a. Anemia.
Penderita cepat lelah, pucat mendadak, demam dan bernafas
cepat (sel darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen tubuh
kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi
pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).
b. Perdarahan
Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak diproduksi dengan
wajar karena didominasi oleh leukosit, maka penderita mengalami
perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil
dijaringan kulit). Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekie, epistaksis,
perdarahan gusi dan sebagainya. Perdarahan biasanya disertai dengan
splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopatia.
c. Mudah Terserang Infeksi
Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh,
terutama melawan penyakit infeksi. Pada penderita leukemia, leukosit
yang terbentuk tidak normal sehingga tidak berfungsi semestinya.
Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri,
bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam,
keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.
d. Nyeri Tulang dan Persendian
Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone
marrow) terdesak padat oleh sel darah putih. Gejala ini sering disalah-
artikan sebagai penyakit reumatik.
e. Nyeri Perut
Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia,
dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan
empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini

11
dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu
makan penderita leukemia.
f. Pembengkakan Kelenjar Lympa
Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada
kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya.
Kelenjar lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat
terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.
g. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).
Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan
nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan
pertolongan medis.
h. Berat badan turun drastis
Anak yang menderita leukemia akan mengalami anoreksia
sehingga berat badannya turun dengan drastic (Brunner and Suddarth,
2002).
Gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa
infeksi, purpura, nyeri tulang dan sendi, macam-macam infeksi,
penurunan berat badan, dan sering ditemukan suatu massa abnormal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan splenomegali (86%), hepatomegali,
limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan
retina.

Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya


timbul cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemia akut
dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a. Gejala kegagalan sumsum tulang:
1. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah.
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari
kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai
dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya
hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita
leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak
nafas.

12
2. Neutropenia menimbulkan infeksi
Ditandai demam, malaise, infeksi rongga mulut, tenggorokan, kulit,
saluran napas, dan sepsis sampai syok septic.
3. Trombositopenia
Menimbulkan easy bruising, memar, purpura perdarahan kulit,
perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis. Tanda-
tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan
mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit
yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah,
perdarahan dapat terjadi secara spontan.
b. Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:
1. Kaheksia
2. Keringat malam
3. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

c. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala


lain seperti:
1. Nyeri tulang dan nyeri sternum
2. Limfadenopati superficial
3. Splenomegali atau hepatomegali biasanya ringan
4. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
5. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku
kuduk.
6. Ulserasi rectum, kelainan kulit.
7. Manifestasi ilfiltrasi organ lain yang kadang-kadang terjadi
termasuk pembengkakan testis pada ALL atau tanda penekanan
mediastinum (khusus pada Thy-ALL atau pada penyakit limfoma
T-limfoblastik yang mempunyai hubungan dekat)
Gejala lain yang dijumpai adalah:
a. Leukositosis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/L. penderita dengan
leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan

13
gangguan visual. Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak napas,
takhipnea, ronchi, dan adanya infiltrasi pada foto rontgen.
b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering
dijumpai pada leukemia promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat
pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen induksi remisi.
c. Hiperuricemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu
ginjal.
d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL.
Tetapi sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.
(Bakta,I Made, 2007 :126-127).

G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah tepi : terdapat leukosit yang imatur.
Berdasarkan pada kelainan sum sum tulang yaitu berupa
pansitopenia, limfositosis, dan terdapatnya sel blas (sel muda beranak
inti). Sel blas merupakan gejala patognomonik untuk leukemia. (Guyton
A.C. and J.E. Hall, 2007)
2. Pemeriksaan sum sum tulang
Pemeriksaan sum sum tulang memberikan gambaran monoton, yaitu
hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan system lain
terdesak (aplasia sekunder). Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
aspirasi (yang diambil hanya sum sum tulang) dan biopsy (mengangkat
sepotong kecil tulang dan sumsum tulang). Biopsi adalah cara pasti
untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada di sumsum tulang. Hal
ini memerlukan anestesi lokal. Sum sum tulang diambil dari tulang
pinggul atau tulang besar lainnya.
b. Pemeriksaan Fisik : pemerikaan terhadap pembengkakan kelenjar
getah bening, limpa, atau hati.
c. Pemeriksaan darah
d. Sitogenetik

14
Laboratorium akan meneliti kromosom dari sampel sel darah,
sumsum tulang, atau kelenjar getah bening. Jika kromosom abnormal
ditemukan, tes dapat menunjukkan jenis leukemia yang dimiliki.

e. Biopsy limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia
dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit
normal, RES, dan granulosit.

f. Kimia darah
Pada penderita leukemia, kolesterol rendah, asam urat
meningkat, hipogamaglobulinemia.

g. Lumbal pungsi
Bila terjadi peninggian sel patologis, maka hal ini berrati terjadi
leukemia meningeal. Untuk mencegahnya dilakukan lumbal pungsi
pada penderita.
h. Spinal Tap
Dengan mengambil beberapa cairan cerebrospinal. Prosedur ini
memakan waktu sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal.
Laboratorium akan memeriksa cairan untuk meneliti adanya sel-sel
leukemia atau tanda-tanda lain dari masalah.

i. X-ray Dada :
Menunjukkan pembengkakan kelenjar getah bening atau tanda-
tanda lain dari penyakit di dalam dada.

H. Penatalaksanaan
Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi
vancristine, prednisone, daunorubicin, dan asparaginase sebagai terapi awal
dan dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine, methotrexate,
vancristine, dan pednisone untuk pemeliharaan. Kemoterapi untuk ALL
yang paling mendasarterdiri atas :
a. Tahap 1 (terapi induksi remisi)

15
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi
induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang
panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia.
Obat yang digunakan terdiri atas :
- daunorubisin (DNR) 25mg/m2/minggu-4 minggu
- vincristine (VCR) 1.5 mg/m2/minggu secara IV
- prednison(Pred) 6 mg/m2/minggu secara oral
- L. Asparaginase (L. asp) 10.000 U/m2
Regimen yang digunakan untuk ALL dengan resiko standar terdiri atas :
- Prednison + VCR
- Prednison + VCR + L. Asparaginase
Regimen untuk ALL dengan resiko tinggi atau ALL pada orang dewasa
antara lain:
- Prednison + VCR + DNR dengan atau tanpa L. Asparaginase
- Prednison + VCR + DNR + L. Asparaginase dengan atau tanpa
siklofosfamid
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah
relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini
dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang
lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda,
kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah
leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Tahap ini umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6 MP) per oral dan
diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi.

16
I. Pencegahan

Tindakan pencegahan terhadap Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)


dilakukan dengan mewaspadai sedini mungkin faktor- faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL). Salah
satu tindakan pencegahan terhadap Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)
yaitu meminimalisir terpapar sinar radioaktif. Selain itu beberapa tindakan yang
dapat kita lakukan sebagai berikut:
a. Banyak mengonsumsi makanan berserat seperti buah-buahan dan sayuran.
b. Mengurangi konsumsi makanan seperti daging, seafood, jeroan , santan,
makanan yang diawetkan, serta makanan yang tinggi lemak dan kolestrol.
c. Berhenti merokok, karena didalam rokok terdapat banyak bahan berbahaya
yang merugikan perokok maupun orang yang terpapar asap rokok.
d. Melakukan pemeriksaan sedini mungkin apabila ada riwayat keluarga yang
terkena Leukemia
e. Menghindari stress atau rasa cemas yang berlebihan
f. Berolahraga setiap hari dan menghirup nafas dalam-dalam karena dapat
membantu asupan oksigen dalam tubuh.
(Sudewo,2012)

J. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)


sebagian besar disebabkan karena efek dari pengobatannya itu
sendiri.Pengobatan Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) menggunakan
kombinasi dengan menggunakan berbagai jenis obat, dimaksudkan untuk setiap
jenis sel ganas. Karena semua sel cenderung menetap disusunan disusunan
saraf, sedangkan susunan saraf pusat sulit dicapai oleh obat yang diberikan
secara sistemik maka sebagian besar pengobatan diberikan intratekal atau
iradiasi kranial, atau kedua-duanya sebagai pencegahan, walaupun tidak ada
kelainan dalam susunan saraf pusat (Kiswari,2014).
Pengobatan seperti yang telah dijelaskan banyak menimbulkan
komplikasi sebagai berikut:

17
a. Penekanan sumsum tulang
b. Gastritis
c. Sistitis (radang kandung kemih)
d. Neuropati
e. Hipertensi
f. Hepatitis
g. Tumor lysis syndrome : kondisi kelainan metabolik sebagai akibat nekrosis
sel-sel tumor atau apoptosis fulminan, baik yang terjadi secara spontan
maupun setelah terapi.Kelainan yang terjadi meliputi : hiperkalemia,
hiperurisemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.

18

Anda mungkin juga menyukai