Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUGAS KHUSUS

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 35


DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN


PEDAGANG ECERAN OBATDI SUKU DINAS KESEHATAN
KOTAADMINISTRASIJAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO 27-29
(Periode 6 Juni 2016- 17 Juni 2016)

JEANIS NURMANTIKA, S. Farm.


1543700184

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
JAKARTA
2016
PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Apoteker, baik di Universitas
17 Agustus 1945 Jakarta maupun di Universitas lain. .
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini murni gagasan, rumusan dan
penilaian tim penyusun, tanpa bantuan pihak lain, kecuali tim
pembimbing.
3. Dalam Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker tidak terdapat karya atau
pendapat yang telah ditulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan disebutkan dan atau dipublikasikan orang lain, kecuali
secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah
dengan disebutkan nama pengarang serta dicantumkan dalam daftar
pustaka.
4. Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya, apa bila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
tim penyusunan bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
gelar serta sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan dan norma
akademik berlaku di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Jakarta, Juni 2016


Yang membuat pernyataan

Jeanis Nurmantika
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahiribbilalamin, terlebih dahulu penulis mengucapkan puji


syukur atas kehadirat Allah SWT yang terlah memberikan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas khusus ini dengan judul
Pembinaan, Pengawasan Dan Pengendalian Pedagang Eceran Obat Di Suku
Dinas KesehatanKota Administrasi Jakarta Utara dengan tepat waktu. Tak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Kusnaidi,Apt. , Dr. HasanRachmat
M.DEA,Apt., yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan serta bantuan
dari berbagai pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

2
Penulis berharap semoga makalah ini dapat membantu, memberikan
informasi serta menambah pengetahuan bagi para pembaca sehingga penulis dapat
memperbaiki bentuk maupun isi yang kelak dapat menjadi lebih baik.
Penulis menyadari bahwa dalam setiap penyusunan sebuah karya tulis
tidak ada yang sempurna, demikian dengan tugas ini yang tentunya masih banyak
kekurangan baik dari segi pengolahan maupun cara penyajian. Segala kritik dan
saran yang membangun, diharapkan atas penulisan makalah ini. Akhir kata
semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan terhadap
ilmu pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI

JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1Definisi Pedagang Eceran Obat/Toko Obat 3
2.2Dasar Hukum 3
2.3Perizinan Pedagang Eceran Obat/Toko Obat 4
2.4Penanggung Jawab Pedaganan Obat/Toko Obat 5
2.5Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Pedagang Eceran
Obat/Toko Obat 7
2.6Pemetaan Sumber Daya Manusia Sarana Kesehatan Pedagang Eceran
BAB III PEMBAHASAN

12

3
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

18
4.1. Kesimpulan

18
4.2. Saran

18
DAFTAR PUSTAKA

19
LAMPIRAN 20

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam pelayanan
kesehatan adalah dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
keinginan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yanng produktif secara sosial dan ekonomis
(UU No. 36 Tahun 2009). Peningkatan kesadaran masyarakat akan hidup sehat
sejalan dengan peningkatan kebutuhanpelayanan dan pemerataan yang mencakup
tenaga, sarana dan prasarana. Salah satu komponen yang tidak bisa terlepas dalam
upaya pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan.
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan. Sarana kesehatan yanng terkait dengan pelayanan kefarmasian
diantaranya adalah Apotek dan Toko Obat (Pedagang Eceran Obat). Perbedaan
diantara keduanya terletak pada pelayanan kefarmasian yang dapat diberikan.
Pada Toko Obat menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1331 Tahun 2002,
disebutkan bahwa Toko Obat tidak boleh meracik dan melayani resep dokter serta
hanya boleh menjual obat bebas dan obat bebas terbatas. Perbedaan lainnya
terletak pada penanggung jawab dari sarana tersebut, yakni Asisten Apoteker
sebagai penanggung jawab dari Toko Obat dan Apoteker sebagai penanggug
jawab dari Apotek.
Pedagang Eceran Obat/Toko Obat adalah orang atau badan hukum di
Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat
bebas terbatas (daftar W) serta untuk dijual secara eceran di tempat tertentu
seperti tercantum dalam surat izin (Kementerian Kesehatan RI, 2002). Toko obat
dapat diusahakan oleh Perusahaan Negara, Perusahaan Swasta atau perorangan.
Pada toko obat, penanggung jawab teknis farmasi terletak pada seorang Asisten
Apoteker. Toko obat harus mempunyai izin untuk meyimpan obat-obat bebas dan
obat-obat bebas terbatas (daftar W) dan menjual secara eceran di tempat tertentu

1
sesuai tercantum dalam surat izin. Obat-obatan yang dijual tersebut harus bermutu
tinggi dan diproduksi oleh pabrik-pabrik farmasi yang telah memenuhi
persyaratan CPOB dan disalurkan oleh distributor antara lain Pedagang Besar
Farmasi yang mendapat izin dan Menteri Kesehatan RI. Oleh karena itu, toko obat
harus dibina dan diawasi dari segi mutu obat yang dijual. Hal ini menyangkut
perlindungan pemerintah kepada masyarakat dari obat-obat yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, khasiat dan keamanannya (Gubernur Kepala Daerah Khusus
Ibu Jakarta, 1990).
Dalam mendirikan toko obat diperlukan izin dari Suku Dinas Kesehatan
Kota Administrasi setempat yang menjamin toko obat tersebut telah memenuhi
syarat untuk beroperasi. Banyaknya pelanggaran yang terjadi di toko obat menjadi
masalah utama keberadaan sarana kesehatan tersebut. Pelanggaran yang
ditemukan antara lain toko obat yang belum memiliki izin, izin toko obat yang
sudah kadaluarsa, ditemukannya obat-obatan yang belum memiliki izin edar dan
penjualan obat-obat keras (daftar G) di toko obat.
Pemerintah melalui Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat
senantiasa melekukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian (Binwasdal)
terhapdap tolo obat yang berada di wilayahnya. Hal ini sangat diperlukan untuk
memastikan bahwa toko obat selalu memnuhi ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku sehingga tidak merugikan masyarakat yang menerima
pelayanan dari toko obat tersebut.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui tentang Pedagang Eceran Obat/Toko Obat.
2. Mengetahui dan memahami Pembinaan, Pengawasan dan pengendalian
(Binwasdal) yang dilakukan Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Utara
terhadap Toko Obat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1. Definisi Pedagan Eceran Obat/Toko Obat
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Obat adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan dan
peningkatan kesehatan termasuk konstrasepsi dan sediaan biologis. Sedangkan
perdagangan dalam peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah setiap
kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan/ atau pembelian
sediaan farmasi dan alat kesehatan dan kegiatan lain berkenan dengan
pemindahtanganan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan memperoleh
imbalan.
Pedagang eceran obat yang selanjutnya disingkat PEO/Toko Obat adalah
orang atau Badan Hukum Indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan obat-
obat bebas dan obat-obat bebas terbatas (daftar W) untuk dijual secara eceran di
tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat
dapat berupa Perusahaan Negara, Perusahaan Swasta atau perorangan. Penjualan
obat-obatan oleh PEO dilakukan secara eceran dan masih dalam bentuk
bungkusan dari pabris yang membuatnya. PEO berkewajiban untuk menjaga agar
obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau
pedagang besar farmasi (PBF) yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan. Setiap
PEO wajib memperkejakan seorang Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab
teknis farmasi.
2.2. Dasar Hukum
Terdapat beberapa undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan
Menteri Kesehatan yang menjadi dasar hukum terkait pedagang eceran obat
(PEO), yakni :
1. Undang-undang Obat Keras (St. 1937 No.541);
2. Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika;
3. Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
4. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

3
5. Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Penimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;
6. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
7. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan
No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek;
8. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1966 tentang Tenaga Kesehatan;
9. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan;
10. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi
sebagai Daerah Otonomi;
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1331 Tahun 2002 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 167 Tahun 1972, tentang Pedagang
Eceran Obat.
2.3. Perizinan Pedagang Eceran Obat/Toko Obat (Kepmenkes RI No. 1331
Tahun 2002 tentang Pedagang Eceran Obat)
Dalam pendirian pedagang eceran obat oleh suatu perusahaan ataupun
perorangan harus melalui perizinan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat. Untuk Provinsi DKI Jakarta, perizinan dikeluarkan oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Kota Administrasi tempat PEO tersebut akan didirikan. Setiap
penerbitan izin PEO, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus
menyampaikan tembusan kepada Menteri Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi serta Kepala Balai POM setempat. Adanya regulasi yang mengatur
keberadaan dan perizinan PEO dimaksudkan untuk memberikan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian terhadap pelayanan di bidang kesehatan. Tujuan
tersebut didasarkan pada upaya perlindungan masyarakat dari pelayanan di bidang
kesehatan yang tidak memenuhi standar.
Pengajuan permohonan izin PEO harus diajukan secara tertulis dengan
melampirkan beberapa hal, yaitu :
a. Alamat dan denah tempat usaha
b. Nama dan alamat pemohon
c. Nama dan alamat Asisten Apoteker

4
d. Foto kopi Ijazah, Surat Penugasan dan Surat Izin Kerja Asisten Apoteker
e. Surat pernyataan kesediaan bekerja asisten apoteker sebagai penanggung
jawab teknis.
Alur perizinan yang harus dilakukan oleh pemohon hingga diterbitkannya surat
izin oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat dilihat pada lampiran.
Surat izin PEO hanya berlaku selama dua tahun. Jika pemohon ingin
memperpanjang izinnya, pengurusan perpanjangan izin harus dilakukan tiga bulan
sebelum masa berlaku izin sebelumnya habis. Surat izin PEO harus diperbaharui
apabila Asisten Apoteker (AA) sebagai penanggung jawab meninggal dunia,
berhenti atau beralih pada AA yang baru; toko obat pindah tempat/lokasi; toko
obat berubah nama dan penggantian pemilik sarana.
Terjadinya pelanggaran peraturan oleh PEO ataupun Asisten Apoteker
sebagai penanggung jawabnya dapat dikenakan sanksi pencabutan izin.
Pencabutan izin PEO hanya dapat dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota. Apabila terjadi pembatalan atau pencabutan izin, pemilik izin
tersebut harus segera mengembalikan surat izin Toko Obatnya kepada Kepasla
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat.
2.4. Penanggung Jawab PEO (Permenkes No. 889/MENKES/PER/V/2011)
Dalam perizinan sarana, salah satu berkas yang dilampirkan yakni ijazah,
dan SIK bagi asisten apoteker sebagai penanggung jawab PEO. Untuk
memperoleh SIK terlebih dahulu seorang AA harus memiliki STRTTK. AA yang
ingin mengurus STRTTK harus memenuhi pesyaratan :
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memilki
surat izin praktek;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yangn telah
memiliki STRA, atau pimpinan intitusi pendidikan lulusan atau organisasi
yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksakan ketentuan etika
kefarmasian.

5
Untuk memperoleh STRTTK Tenaga Teknis Kefarmasian harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Dalam
mengajukan permohonan STRTTK harus melampirkan:
a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Mahdya Farmasi atau Analis
Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik.
c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksakan ketentuan etika
kefarmasian.
d. Surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA atau
pimpinan intitusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun
Tenaga Teknis Kefarmasian.
e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak dua lembar dan ukuran
2x3 cm sebanyak dua lembar
Registrasi ulang harus dilakukan minimal enam bulan sebelum STRTTK
habis masa berlakunya. STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan baik fisik dan
mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat keterangan
dokter, melakukan pelanggaran displin tenaga kefarmasian dan melakukan
pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan
pengadilan. Pencabutan STRTTK disampaikan kepada pemillik STRTTK dengan
tembusan kepada STRTTK disampaikan kepada pemilik STRTTK dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
dan organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.
Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan
kefarmasian. Permoj=honan SIKTTK harus melampirkan :
a. Fotokopi STRTTK,
b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan
pekerjaan kefarmasian,
c. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian,

6
d. Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak dua lembar dan 3x4 cm sebanyak
dua lembar
Dalam pengajuan permohonan SIKTTK harus dinyatakan secara tegas
permintaan SIKTTK tersebut untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua
atau ketiga.
2.5. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Pedagang Eceran
Obat/Toko Obat
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Seksi pelayanan Farmasi Makanan
dan Minuman mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian (Binwasdal) di sarana kesehatan Toko Obat. Dalam hal pembinaan,
seksi Pelayanan Farmasi Makanan dan Minuman melaksanakan program
penyuluhan dalam rangka kegiatan sosialisasi dengan pengelola/pemilik Toko
Obat yang lama maupun yang baru mengenai tata cara perizinan obat, peraturan
perundang-undangan farmasi dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan agar pihak
pengelola/pemilik Toko Obat dapat mengerti dan memahami ketentuan-ketentuan
sebagai Pedagang Eceran Obat sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor
1331/Menkes/SK/X/2002 Tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 167/Kab/B.VIII/1972 Tentang Pedagang Eceran Obat (Pedoman
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Sarana Kesehatan Farmasi Makanan
dan Minuman, 2002; Kementerian Kesehatan RI, 2002).
Ketentuan sebagai pedagang eceran obat harus dilakukan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Apabila pengelola/pemilik toko obat tidak
menjalankan seperti yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan akan
diberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Sanksi yang akan
diberikan berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administratif yang
diberikan antara lain peringatan, penghentian sementara kegiatan dan pencabutan
izin sedangkan sanksi pidana diajukan ke pengadilan.
Pengawasan dan pengendalian terhadap Toko Obat juga dilakukan oleh
seksi Pelayanan Farmasi, Makanan dan Minuman bersama Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan (BBPOM) di Jakarta serta Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta dan Suku Dinas Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat

7
(Tramtib dan Linmas) Kota Administrasi dalam rangka melindungi kesehatan dan
keselamatan konsumen. Pengawasan yang dilakukan berupa pemeriksaan
setempat dengan mengisi berita acara pemeriksaan. Pengendalian yang dilakukan
berupa tindakan monitoring peredarab obat yang berasal dari laporan/keluhan
masyarakat sekitar. Apabila saat pemeriksaan setempat ditemukan sediaan farmasi
yang dilarang untuk dijual seperti obat-obat keras, obat-obat bantuan pemerintah,
psikotropika, narkotika dan obat-obat lain yang belum mempunyai izin edar atau
nomor registrasi, maka Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi akan
memberikan peringatan secara lisan atau tertulis kepada Toko Obat yang
bersangkutan untuk tidak menjual sediaan farmasi tersebut dan Balai Besar POM
di Jakarta berhak untuk menyita sediaan farmasi tersebut (Pedoman Pembinaan,
Pengawasan dan Pengendalian Sarana Kesehatan Farmasi Makanan dan
Minuman, 2002).
Dalam melaksanakan Binwasdal perlu diperhatikan adanya jenjang
kewenangan dalam organisasi dengan batasan yang berbeda-beda, yaitu :
1. Dinas Kesehatan Provinsi, batas kewenangan meliputi :
a. Penentu/pembuat kebijakan regulator,
b. Penentu/pembuat pedoman,
c. Melakukan pembinaan bersama dengan Suku Dinas Kesehatan terhadap
sarana kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman yang izinnnya masih
diterbitkan oleh Depkes RI,
d. Penentu saran pencabutan izin yang masih diterbitkan oleh Depkes RI
(Pemerintah Pusat).
2. Suku Dinas Kesehatan, batas kewenangan meliputi :
a. Pelaksana Binwasdal aspek manajerial dan teknis untuk izin yang
diterbitkan oleh Suku Dinas Kesehatan.
b. Pelaksana Binwasdal teknis untuk izin yang masih diterbitkan oleh
Depkes RI (Pemerintah Pusat).
c. Pencabutan, pembekuan izin untuk izin yang diberikan oleh Suku Dinas
Kesehatan.

8
d. Pemberi saran dan teguran kepada Dinas Kesehatan Provinsi yang
selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi membuat teguran manajerial dan
teknis lalu meneruskan ke Depkes RI (Pemerintah Pusat).
Pelaksanaan kegiatan Binwasdal pada Toko Obat, meliputi (Pedoman
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Sarana Kesehatan Farmasi Makanan
dan Minuman, 2002) :
1. Pembinaan mutu pelayanan kefarmasian khususnya yang menyangkut
swamedikasi. Pelayanan distribusi obat secara eceran harus melaksanakan
pelayanannya sesuai dengan pedoman distribusi perbekalan farmasi/alkes.
2. Pembinaan sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian. Sarana dan
prasarana harus sesuai dengan keputusan Menkes RI No.
1331/Menkes/SK/X/2002 tentang pedagang eceran obat.
3. Pembinaan tenaga kefarmasian melalui pelatihan. Tenaga farmasi sebagai
penanggung jawab Teknis diharuskan mengikuti pelatihan-pelatihan yang
berhubungan dengan keahliannya.
2.6. Pemetaan Sumber Daya Manusia dan Sarana Kesehatan Toko
Obat(Pemetaan Sumber Daya Manusia dan Sarana Kesehatan Toko Obat
di Provinsi DKI Jakarta, 2002)
Pekerjaan pemetaan sumber daya manusia dan sarana kesehatan bidang
Toko Obat di Provinsi DKI Jakarta dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
secara menyeluruh tentang penyebaran lokasi maupun informasi kondisi internal
setiap objek yang mencakup sumber daya manusia dan sarana kesehatan toko obat
yang ada di Provinsi DKI Jakarta yang selanjutnya digunakan untuk melakukan
perencanaan, pengelolaan dan supervisi terhadap sumber daya manusia dan sarana
kesehatan yang ada. Selain itu, pekerjaan ini secara langsung juga dimaksudkan
untuk melakukan inventarisasi dan identifikasi dalam rangka pembangunan basis
data digital berbasis geografis terhadap sumber daya manusia dan sarana
kesehatan Provinsi DKI Jakarta dalam rangka meningkatkan peran serta Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada umumnya dan Sub Dinas Pelayanan
Kesehatan pada khususnya dalam rangka menyukseskan program Jakarta Sehat
2014.

9
Adapun tujuan dari pemetaan sumber daya manusia dan sarana kesehatan
Provinsi DKI Jakarta adalah :
1. Melakukan identifikasi lokasi dan informasi tentang sumber daya manusia
dan sarana kesehatan toko obat,
2. Penyusunan basis data digital sumber daya manusia dan sarana kesehatan
toko obat,
3. Penyusunan aplikasi sistem informasi sumber daya manusia dan sarana
kesehatan toko obat berbasis geografi.
Tahapan pekerjaan kegiatan dalam rangka pemetaan sumber daya manusia
dan sarana kesehatan toko obat antara lain :
1. Inventarisasi dan identifikasi fasilitas dan sarana kesehatan termasuk sumber
daya manusia yang terkait di dalamnya,
2. Penyiapan peta dasar (digital) sebagai bahan referensi survei,
3. Survei lapangan untuk pemetaan lokasi fasilitas dan sarana kesehatan serta
data atribut yang menyertainya,
4. Pembangunan basis data digital sarana dan sumber daya manusia,
5. Integrasi data hasil survei ke dalam sistem basis data,
6. Pembangunan dalam updating dan analisis data.
Pelaksanaan survei lapangan
Faktor yang paling menentukan keberhasilan program pekerjaan pemetaan
sumber daya manusia dan sarana kesehatan terletak pada tingkat keberhasilan dari
survey lapangan yang dilaksanakan. Tingkat keberhasilan yang dimaksud meliputi
aspek jumlah, akurasi, waktu serta kualitas informasi yang diperoleh. Survey yang
dilakukan bertujuan untuk melakukan identifikasi lokasi terhadap objek-objek
yang telah ditetapkan serta untuk mengidentifikasi informasi penunjang yang
berkaitan dengan objek yang bersangkutan.
Dalam melakukan survei lapangan akan mencakup 2 tahapan pelaksanaan,
yaitu :
1. Persiapan survei lapangan
2. Survey identifikasi lokasi dan informasi penunjang
Persiapan survei lapangan

10
Tingkat keberhasilan survei yang dilakukan akan sangat ditentukan pada
tahap persiapan survei. Pada tahap ini segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan survei harus sudah direncanakan dengan seksama. Beberapa kegiatan
yang tercakup dalam tahap persiapan survei antara lain :
1. Persiapan daftar alamat objek,
2. Penyiapan formulir isian yang akan didistribusikan kepada objek,
3. Penyiapan peta dasar sebagai alat bantu survei,
4. Penyusunan Tim dan Jadwal survei,
5. Penyiapan perlengkapan pendukung (GPS, alat transportasi, dan lain-lain)
Daftar alamat objek akan memberikan gambaran secara umum mengenal
cakupan pekerjaan survei yang akan dilaksanakan. Dari daftar tersebut akan dapat
dikalkulasikan jumlah objek yang harus diidentifikasi serta cakupan
penyebarannya. Salah satu aspek mendasar yang harus diperhatikan dalam
penyiapan daftar alamat objek adalah bahwa kita telah mendapat informasi/data
yang telah disepakati merupakan data yang baru/terkini. Sebelum survei
dilaksanakan daftar alamat objek harus sudah final, hal ini sangat penting karena
pelaksanaan survei akan sangat terganggu apabila terdapat kesalahan atau
penambahan alamat objek yang akan diidentifikasi pada saat survei sedang
berjalan.

BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


1331/MENKES/SK/X/2002 maka setiap toko obat dalam menjalankan usahanya
harus memiliki izin usaha toko obat. Toko obat hanya boleh menjual sediaan
farmasi seperti obat-obat bebas, obat-obat bebas terbatas (daftar W), obat

11
tradisional (jamu), ramuan cina dan kosmetika. Semua obat yang dijual tersebut
harus mempunyai izin edar/nomor registrasi dan terjamin kualitas/mutu produk
obatnya baik yang diproduksi oleh pabrik-pabrik farmasi yang mempunyai
sertifikat CPOB dan didistribusikan oleh pedagang besar farmasi yang mendapat
izin dari Menteri Kesehatan RI. Berbeda dengan apotek, toko obat tidak
diperkenankan untuk membuat/meracik obat, membungkus atau membungkus
kembali obat dan tidak diperkenankan untuk menerima dan melayani resep dokter.
Untuk mendapatkan izin usaha toko obat terdapat persyaratan yang harus
dipenuhi yaitu memiliki bangunan, sarana dan prasarana yang lengkap serta
persyaratan administrasi lain yang harus dipenuhi. Ketentuan lain yang harus
dipenuhi toko obat adalah adanya asisten apoteker sebagai penanggung jawab
teknis. Setiap adanya perubahan fisik atau non fisik pada toko obat harus
dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Peninjauan lapangan atau survei ke toko obat dilakukan oleh Suku Dinas
Kesehatan seksi Farmasi Makanan dan Minuman (FarMakMin) yang dilakukan
untuk pendataan, penilaian, pemeriksaan serta binwasdal pada sarana kesehatan
toko obat. Kegiatan ini dilakukan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan DKI
Jakarta dan Balai Besar POM dengan wewenang dan tugas yang berbeda. Dinas
kesehatan bertindak sebagai pembuat kebijakan atau regulator, pedoman dan juga
bersama Suku Dinas Kesehatan melakukan pembinaan terhadap sarana kesehatan
Farmasi Makanan dan Minuman yang izinnya dikeluarkan oleh Depkes RI.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan
pada sarana kesehatan Toko Obat yaitu meliputi keterangan umum mengenai toko
obat meliputi nama dan alamat toko obat, nama dan alamat pemilik juga nama
nama penanggung jawab teknis beserta SIKAA dan tempat bekerja asisten
apoteker. Selain itu, pemeriksaan dilakukan juga terhadap perizinan/masa berlaku
toko obat, lokasi dan sarana toko obat yang meliputi letak toko obat, luas ruangan,
status bangunan, sarana gedung dan papan nama sesuai atau tidak. Kegiatan yang
dilakukan toko obat juga diperiksa oleh tim pembinaan dan pemeriksaan sarana
kesehatan toko obat meliputi kegiatan pembelian obat apakah dari apotek, PBF
atau sumber lain, penyimpanan obat bebas terbatas apakah bersama obat/barang
lain atau disimpan di tempat terpisah serta kegiatan penjualan dalam jual besar

12
atau secara eceran, komoditi yang dijual meliputi apa saja. Setelah dilakukan
pemeriksaan oleh tim pemeriksa maka dicatat apakah terdapat pelanggaran atau
tidak beserta saran kesimpulan.
Suku Dinas Kesehatan seksi Farmasi Makanan dan Minuman mempunyai
peran penting dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
(Binwasdal) kepada pemilik toko obat. Kegiatan pembinaan yang dilakukan
berupa penyuluhan dalam rangka sosialisasi kepada pemilik toko obat, terutama
yang belum berizin. Sebelum penyuluhan dilakukan survei dan pengisian Berita
Acara Pemeriksaan (BAP). Selanjutnya, pemilik toko diundang untuk penyuluhan
dalam rangka sosialisasi. Kegiatan penyuluhan dilakukan bekerja sama dengan
Balai Besar POM dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dalam penyuluhan tersebut
diberikan informasi mengenai tata cara perizinan toko obat, peraturan
perundangan farmasi, larangan menjual obat keras, narkotik dan obat-obat yang
belum memiliki izin edar atau nomor registrasi.
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penyuluhan diantaranya toko
obat yang belum memiliki izin usaha agar segera mengurus perizinan ke Suku
Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat. Toko obat yang izinnya sudah
kadaluarsa segera memperpanjang izin usahanya karena masa berlaku izin usaha
toko obat hanya berlaku 2 tahun. Tujuan lainnya adalah toko obat menjalankan
usahanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) hanya boleh menjual
obat bebas dan bebas terbatas, toko obat memiliki asisten apoteker sebagai
penanggung jawab teknis.
Salah satu pelanggaran yang sering terjadi pada sarana kesehatan toko obat
adalah menjual obat keras. Oleh karena itu, pada toko obat yang menjual obat
keras diberikan pembinaan dan peringatan. Kegiatan Binwasdal terhadap toko
obat perlu terus dilakukan dengan baik dan berkala sehingga aktivitas toko obat
tetap terpantau. Salah satu alasan toko obat menyediakan obat keras walaupun
dalam jumlah kecil adalah adanya permintaan dari masyarakat karena harga obat
keras di apotek terlalu mahal. Alasan lain adalah pemillik toko obat tidak
mempunyai modal yang cukup untuk mendirikan sebuah apotek dan menggaji
Apoteker Pengelola Apotek.

13
Apabila toko obat yang telah dibina masih terus menjual obat keras maka
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta memberikan kebijakan kepada toko obat
untuk menjadi apotek sederhana. Pendirian apotek sederhana tersebut terdiri dari
beberapa toko obat (maksimum 4) yang terletak berderet/berjajar satu sama lain
dalam satu lokasi yang sama dengan penanggung jawab seorang apoteker. Pada
apotek sederhana harus terdapat asisten apoteker yang umumnya terletak di sentra
pasar. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
284/MENKES/PER/III/2007 pedagang eceran obat yanng statusnya berubah
menjadi apotek sederhana dianggap telah menjadi apotek rakyat. Permohonan izin
apotek rakyat di wilayan Jakarta Utara diajukan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Apotek sederhana/rakyat berbeda dengan apotek biasa, diantaranya apotek
sederhana tidak bolehmelayani racikan dari resep dokter, tidak boleh menjual obat
golongan psikotropika dan narkotika serta tidak boleh menjual obat dalam jumlah
besar. Apotek sederhana boleh menjual obat keras dan melayani resep dokter yang
berisi obat keras (tidak racikan). Penanggung jawab apotek rakyat adalah apoteker
dan dapat dibantu oleh assisten apoteker.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan
apotek rakyat antara lain :
1. Surat permohonan Apoteker Pengelola Apotek (APA) ditujukan kepada
Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara di atas materai
Rp. 6000,-.
2. Fotokopi Surat Izin Kerja Apoteker
3. Fotokopi KTP DKI Jakarta APA
4. Fotokopi denah bangunan
5. Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak
milik/sewa/kontrak
6. Daftar asisten apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal lulus,
dan surat izin kerja
7. Asli dan fotokpi daftar terperinci alat perlengkapan apotek

14
8. Surat pernyataan dari APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja tetap pada
perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi pengelola di apotek lain diatas
materai Rp. 6000,-.
9. Asli dan fotokopi surat izin atasan bagi pemohon pegawai negeri, anggota
ABRI, dan pegawai instansi pemerintah lainnya
10. Akte perjanjian kerjasama APA dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA)
11. Surat pernyataan dari PSA tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan
di bidang farmas/obat diatas materai Rp. 6000,-.
12. Surat pernyataan APA dan PSA bersedia bila diperiksa ke apotek oleh petugas
kesehatan yang berwenang diatas materai Rp. 6000,-.
Minimnya jumlah took obat yang berubah menjadi apotek rakyat dapat
dikarenakan para pemilik/pengelola took obat menganggap jika bergabung
menjadi apotek rakyat maka pengelolaannya akan bergabung menjadi satu pula.
Walaupun telah diberikan penjelasan oleh seksi Farmakmin bahwa
pengeolalaanya tetap masing-masing.
Setelah tahap pembinaan, Sudinkes Kota Administrasi setempat Sie
Farmakmin juga melakukan pengawasan (penertiban) dan pengendalian terhadap
took obat. Pengawasan dan pengendalian toko obat tersebut dilakukan oleh tim
yang terdiri dari Sie Farmakmin, Balai Besar POM, dan Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta. Pengawasan yang dilakukan berupa pemeriksaan ke lokasi toko obat
setempat, sedangkan pengendalian yang dilakukan berupa tindakan monitoring
peredaran obat atau berasal dari laporan/keluhan masyarakat sekitar, yang
bertujuan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen apabila saat
seperti obat keras, psikotropika, narkotika dan obat-obatan lain yang belum
memberikan peringatan secara lisan atau tertulis kepada toko obat yang
bersangkutan untuk tidak menjual sediaan farmasi tersebut dan petugas berhak
untuk menyita sediaan farmasi tersebut.
Apabila toko obat masih melakukan pelanggaran setelah diberikan
peringatan maka dapat dikenakan sanksi pencabutan Izin Usaha. Pelaksanaan
pencabutan izin toko obat dapat dilaksanakan dengan memenuhi kriteria yaitu
dilakukan peringatan secara tertulis kepada pemilik/pengelola toko obat sebanyak

15
tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan yang
diberikan oleh penerbit izin toko obat. Selanjutnya dilakukan pembekuan izin
usaha toko obat dengan jagka waktu satu bulan, dua bulan, tiga bulan, empat
bulan sampai enam bulan, disamping itu dengan berlakunya Undang-Undang No.
23 tahun 1992 serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya,
pengelola/pemilik toko obat dapat dikenakan sanksi pidana.
Apabila dilakukan pembekuan/pencabutan izin toko obat maka harus
dilakukan pengaman terhadap komoditi farmasi yaitu seluruh produk jadi, bahan
baku farmasi, alat kesehatan, kosmetik yang ada pada toko obat. Asisten apoteker
dan pemilik wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan setempat tentang penghentian kegiatan disertai laporan invertarisasi
produk jadi, bahan baku farmasi, alat kesehatan, dan kosmetik.
Dalam menjalankan kegiatan binwasdal terhadap toko obat juga terdapat
beberapa kendala, antara lain terbatasnya jumlah petugas, jumlah toko obat yang
banyak di wilayah Jakarta Utara dan tersebar di 6 kecamatan, kurangnya
kesadaran dari pemilik toko obat seperti kurangnya kepedulian untuk mengurus
izin, memperpanjang izin dan belum semua pemilik toko obat menghandiri
undangan dalam rangka penyuluhan. Kendala lain yang dihadapi oleh Seksi
Farmakmin Sudinkes Jakarta Utara dalam melaksanakan binswasdal adalah
kurangnya kendaran operasional, sehingga binwasdal dilakukan harus bertahap
dan tidak bisa serentak, oleh karena itu kegiatan yang menyangkut binwasdal
harus lebih ditingkatkan, seperti mengadakan forum komunikasi dan mengundang
pemilik toko obat lebih banyak lagi sehingga sosialisasi lebih luas. Frekuensi
harus lebih ditingkatkan dan dilakukan secara berkala sehingga aktivitas toko obat
tetap terpantau dengan baik dan mengambil tindakan yang tegas terhadap toko
obat yang melanggar peraturan perundangan.

16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Pedagang eceran obat atau toko obat adalah orang atau Badan Hukum
Indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan
obat-obat bebas terbatas (daftar W) untuk dijual secara eceran ditempat
tertentu sebagai mana tercantum dalam surat izin. Suku Dinas
Kesehatan khususnya Seksi Farmasi, Makanan dan Minuman
memberikan pelayanan untuk sarana kesehatan salah satunya toko obat
2. Kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) Toko
Obat oleh seksi Farmasi, Makanan dan Minuman di kota Administrasi
Jakarta Utara dengan membawa berita acara Pembinaan, Pengawasan
dan Pengendalian sarana toko obat yang berisi tentang kelengkapan
dan persyaratan kelayakan toko obat.
4.2 Saran
1. Perlu dilakukan sosilisasi Peraturan perundangan tentang toko obat
secara berkesinambungan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara
2. Perlu dilakukan sosilisasi yang berkesinambungan dengan pemilik
Toko Obat terutama mengenai Binwasdal, agar pemilik toko obat
turut berperan dalam peningkatan kualitas sarana dan prasarana dari
toko obat.
3. Perlu dilakukan sosilisasi tentang apotek rakyat kepada pemilik Toko
Obat agar dapat menjalankan usahanya sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

17
DAFTAR PUSTAKA

Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (1990). Keputusan Gubernur


nomor 970 tahun 1990 tentang ketentuan Penyelenggaraan Usaha
Pedagang Eceran Obat di Wilayah DKI Jakarta. Jakarta.

Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2002). Keputusan Gubernur


Provinsi DKIT Jakarta nomor 58 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan. Jakarta

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan Nomor 7687 tahun 2002 tentang pedoman perizinan sarana
Farmasi Makanan dan Minuman. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. (1972). Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Nomor


167/Kab/B.VIII/72 tanggal 28 september 1972 Tentang Pedangang
Eceran Obat. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


284/MENKES/PER/XI/2007 tentang Apotek Rakyat.Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


1331/MENKES/PER/XI/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 167/KAB/B.VIII/1972 tentang pedagang eceran
obat. Jakarta.

Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta. (2002). Pemetaan Sumber Daya Manusia
dan Sarana Kesehatan Toko Obat di provinsi DKI Jakarta. Jakarta.

18
Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi,
Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta.

19
LAMPIRAN
Formulir Check List Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Sarana Pedagang Eceran Obat

20

Anda mungkin juga menyukai