DAN MEDIKOLEGAL
FEBRUARI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDIN
OLEH :
PEMBIMBING :
KONSULEN :
PENDAHULUAN
Embalming atau pengawetan jenasah merupakan suatu proses perawatan tubuh orang
yang sudah mati dengan menggunakan bahan kimia untuk mencegah pembusukan.
Embalming telah ada sejak dahulu kala. Pada zaman Mesir Kuno sekitar 5000 tahun yang
lalu, orang-orang sudah mulai mengawetkan tubuh mayat dengan tujuan religius. Orang-
orang Mesirlah yang pertama kali memperkenalkan proses mumifikasi. Embalming telah
dikenal hampir di seluruh dunia dengan berbagai kepercayan mengawetkan tubuh sebagai
penguatan jiwa seseorang yang telah meninggal. Di Peru juga dilakukan mumifikasi, dimana
iklimnya juga mendukung proses mumifikasi. Sedangkan di Belanda pengawetan tidak
diperbolehkan kecuali dalam kasus anggota keluarga kerajaan, yang dapat memilih dilakukan
pengawetan atau tidak.
Orang pertama yang melakukan pengawetan dengan cara menyuntikkan larutan kimia
bahan pengawet adalah seorang ahli anatomi dari Belanda bernama Fredrick Ruysch, yang
tekniknya tidak diketahui. Pada tahun 1867, ahli kimia dari German bernama August
Wilhelm Von Hofmann menemukan formaldehida, yang menjadi dasar untuk metode
pengawetan modern.
Pada abad ke 19 dan awal abad 20 arsenik sering digunakan sebagai cairan
pengawetan tetapi karena telah digantikan oleh bahan kimia lain yang lebih efektif dan
kurang beracun. Selain itu, adanya kekuatiran hukum terhadap orang-orang yang dicurigai
melakukan pembunuhan dengan arsenik mengklaim bahwa kadar racun arsenik dalam tubuh
korban, adalah hasil dari pengawetan bukan sebagai bukti pembunuhan.
Pengawetan modern diyakini telah dimulai di Amerika Serikat selama masa perang
saudara Amerika. Tujuan penting pengawetan modern adalah pelestarian tubuh untuk
menunda penguburan dan juga mencegah penyebaran infeksi baik sebelum dan setelah
pemakaman.
Pada saat sekarang, di Eropa dan Amerika tidak lagi dilakukan pengawetan untuk
tujuan religius ataupun politik tetapi tubuh jenasah dijaga sehingga tetap utuh dan tidak
berbahaya bagi kesehatan orang yang hidup sampai jenazah tersebut dikuburkan atau di
kremasi.1
Salah satu contoh kasus yang baru saja dilakukan pengawetan yaitu di Korea Utara.
Otoritas Korea Utara mengumumkan akan memajang jasad pemimpin mereka Kim Jong Il,
yang baru saja wafat 17 Desember 2011 lalu. Tentu saja jasad ini akan dibalsemkan,
diawetkan lebih dulu dengan seluruh organnya diangkat. Tubuh yang sudah dibalsem ini
kemudian akan dipajang di Kumsusan Memorial Palace, Pyongyang. Di lokasi yang sama
sudah dipajang pula jasad ayah Kim Jong Il yang juga mantan pemimpin Korut, Kim Il Sung,
demikian dilansir The Belfast Telegraph dari pernyataan otoritas Korut, Kamis (12/1). Tradisi
mengawetkan pemimpin ini mengikuti Uni Soviet, bekas negara sponsor utama Korut di
masa perang dingin di era 1980-an. Uni Soviet sempat membalsem jenazah pemimpinnya,
Vladimir Lenin, yang wafat di tahun 1924 dan jasadnya masih dipajang di Lapangan Merah,
Moskow. Prosedur pengawetan jenazah Kim Jong Il ini dilakukan oleh salah satu institusi di
Moskow yang tidak disebutkan namanya. Namun, institusi ini diketahui reputasinya dalam
membalsem jenazah Kim Il Sung, Lenin, pemimpin Vietnam Ho Chi Minh, pemimpin
Cekoslowakia Klement Gottwal, dan Presiden Angola Agostinho Neto.2
Tujuan Embalming terdapat tiga alasan dilakukannya modern embalming: yaitu2,3
1. Desinfeksi
Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun sebagian besar
masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam jangka
waktu lama dalam jaringan mati. Orang yang datang dan kontak langsung dengan tubuh
jenazah yang tidak embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan menjadi lalat atau
agen lain mentransfer patogen untuk manusia dan menginfeksi mereka.
2. Pelestarian
Pelestarian, yaitu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi jenazah, sehingga
jenazah di dikuburkan, dikremasikan tanpa bau atau hal-hal yang tidak menyenangkan
lainnya.
3. Restorasi
Restorasi, yaitu upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah kembali seperti
masih hidup.3
Manfaat dari embalming modern, adalah:3,5
1. Wangi
Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan juga untuk
mendapatkan bau yang wangi, maka dibutuhkan campuran beberapa zat kimia, seperti
campuran formaldehid dengan deodorant dan juga pemberian aroma terapi.
2. Rigor Mortis Negatif
Rigor mortis terjadi karena serabut otot yang mengandung actin dan myosin yan
mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksasi dengan adanya suatu konsentrasi dari ATP
dan kalium klorida. Kelenturan dapat dipertahankan karena adanya metabolisme sel yang
menghasilkan energi. Energi untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama ATP masih ada
serabut aktin dan miosin berkontraksi. Bila cadangan glikogen habis maka energi tidak
terbentuk sehingga aktin dan miosin otot berubah menjadi massa seperti jeli yang kaku
sehingga terjadi suatu rigiditas. Perubahan kimia juga terjadi di dalam otot-otot pada waktu
yang sama seperti meningkatnya asam laktat akibat proses glikogenesis secara anaerob,
perubahan pH jaringan dan lain-lain.
Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan berlangsung selama 36-
72 jam. Rigor mortis akan mempengaruhi proses embalming. Oleh karena itu, rigor mortis
harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menetralkan pH atau merubah keadaannya menjadi
alkali. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan senyawa berupa amonia. Dengan
pemberian amonia, asam laktat akan ternetralisir sehingga serat otot akan kembali
berkontraksi dan proses pembusukan segera dimulai. Pada kondisi seperti inilah proses
embalming dapat dilakukan.
3. Hiperemis atau tidak pucat
Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat, maka dibutuhkan campuran
formaldehid dengan lanolin atau humektan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SIMPULAN
Proses embalming pada jenasah modern ini dilakukan sesuai dengan indikasi dan
kontraindikasi yang di tentukan dengan menggunakan bahan kimia seperti larutan
formaldehida yang pada dasarnya bereaksi dengan Albumin. Formaldehida disuntikkan ke
dalam tubuh jenazah yang selanjutnya larut dalam sel dan mengkonversinya menjadi
albuminoid atau gel. Di saat yang sama, bakteri dihancurkan sehingga menghentikan atau
setidaknya menunda dekomposisi pada jenazah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunn A.,2009. Essential Forensic Biology 2nd edition. Liverpoool : John Mores
University p. 34-35
2. http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/01/proses-pengawetan-jenazah-para-
mantan-presiden diunduh pada tanggal 10 Maret 2013
3. Bajacharya S., Magar A.,2006. Embalming an Art of Preserving of human Body.
Medical student tutor, Department of Anatomy, Kathmandu Medical College Vol 4,
No. 4,Issue 16 p. 554-557
4. http://www.funerals.org/affiliateresources/doc_view/30-what-you-should-know-
about-embalming
5. http://www.amsocembalmers.org/docs/embalming-process.pdf diunduh pada tanggal
10 Maret 2013
6. http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/264087.stm diunduh pada tanggal 10 Maret 2013
7. J. Ezugworie, C. Anibeze, F. Akpuaka: Critical apprasial of reasons for traditional
embalming among igbos in the southeast nigeria. The Internet Journal of Alternative
Medicine. 2009 Volume 7 Number 2. DOI: 10.5580/1fea
8. www.embalming.net/arterial embalming & cavity embalming/html diunduh pada
tanggal 10 Maret 2013
9. Viskasari K., Prasetiowaty L.,Alimsardjono H., 2012. The use of lower Formalin
Containing embalming Solution for Anatomy cadaver preparation. Vol.21, No. 4.
Surabaya : Department of Anatomy dan Physiology. Faculty Of Medicine, Airlangga
of University
10. Technical Report Np. 24. Formaldehide use reduction in Mortuaries. The
Massachusetts toxic use reduction institute. 1994
11. Anonim. Guidlines Formaldehide. University Medicine and Dentistry of New Jersey
2004
12. Creely KS. Research Report : Infections Risk and Embalming. Institute of
Occupational Medicine. 2004 p. 41-48