Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK REFERAT

DAN MEDIKOLEGAL
FEBRUARI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDIN

PROSES EMBALMING PADA JENAZAH

OLEH :

Artin Celine Nyoko 0808013559

Gerson Mangi 0808013571

Zadrak Christian Wariaka 0808013605

PEMBIMBING :

dr. Costantinus William Sialana

KONSULEN :

drg. Pieter Sahelangi, DFM

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDIN
MAKASAR
2013
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Embalming atau pengawetan jenasah merupakan suatu proses perawatan tubuh orang
yang sudah mati dengan menggunakan bahan kimia untuk mencegah pembusukan.
Embalming telah ada sejak dahulu kala. Pada zaman Mesir Kuno sekitar 5000 tahun yang
lalu, orang-orang sudah mulai mengawetkan tubuh mayat dengan tujuan religius. Orang-
orang Mesirlah yang pertama kali memperkenalkan proses mumifikasi. Embalming telah
dikenal hampir di seluruh dunia dengan berbagai kepercayan mengawetkan tubuh sebagai
penguatan jiwa seseorang yang telah meninggal. Di Peru juga dilakukan mumifikasi, dimana
iklimnya juga mendukung proses mumifikasi. Sedangkan di Belanda pengawetan tidak
diperbolehkan kecuali dalam kasus anggota keluarga kerajaan, yang dapat memilih dilakukan
pengawetan atau tidak.
Orang pertama yang melakukan pengawetan dengan cara menyuntikkan larutan kimia
bahan pengawet adalah seorang ahli anatomi dari Belanda bernama Fredrick Ruysch, yang
tekniknya tidak diketahui. Pada tahun 1867, ahli kimia dari German bernama August
Wilhelm Von Hofmann menemukan formaldehida, yang menjadi dasar untuk metode
pengawetan modern.

Pada abad ke 19 dan awal abad 20 arsenik sering digunakan sebagai cairan
pengawetan tetapi karena telah digantikan oleh bahan kimia lain yang lebih efektif dan
kurang beracun. Selain itu, adanya kekuatiran hukum terhadap orang-orang yang dicurigai
melakukan pembunuhan dengan arsenik mengklaim bahwa kadar racun arsenik dalam tubuh
korban, adalah hasil dari pengawetan bukan sebagai bukti pembunuhan.

Pengawetan modern diyakini telah dimulai di Amerika Serikat selama masa perang
saudara Amerika. Tujuan penting pengawetan modern adalah pelestarian tubuh untuk
menunda penguburan dan juga mencegah penyebaran infeksi baik sebelum dan setelah
pemakaman.

Pada saat sekarang, di Eropa dan Amerika tidak lagi dilakukan pengawetan untuk
tujuan religius ataupun politik tetapi tubuh jenasah dijaga sehingga tetap utuh dan tidak
berbahaya bagi kesehatan orang yang hidup sampai jenazah tersebut dikuburkan atau di
kremasi.1
Salah satu contoh kasus yang baru saja dilakukan pengawetan yaitu di Korea Utara.
Otoritas Korea Utara mengumumkan akan memajang jasad pemimpin mereka Kim Jong Il,
yang baru saja wafat 17 Desember 2011 lalu. Tentu saja jasad ini akan dibalsemkan,
diawetkan lebih dulu dengan seluruh organnya diangkat. Tubuh yang sudah dibalsem ini
kemudian akan dipajang di Kumsusan Memorial Palace, Pyongyang. Di lokasi yang sama
sudah dipajang pula jasad ayah Kim Jong Il yang juga mantan pemimpin Korut, Kim Il Sung,
demikian dilansir The Belfast Telegraph dari pernyataan otoritas Korut, Kamis (12/1). Tradisi
mengawetkan pemimpin ini mengikuti Uni Soviet, bekas negara sponsor utama Korut di
masa perang dingin di era 1980-an. Uni Soviet sempat membalsem jenazah pemimpinnya,
Vladimir Lenin, yang wafat di tahun 1924 dan jasadnya masih dipajang di Lapangan Merah,
Moskow. Prosedur pengawetan jenazah Kim Jong Il ini dilakukan oleh salah satu institusi di
Moskow yang tidak disebutkan namanya. Namun, institusi ini diketahui reputasinya dalam
membalsem jenazah Kim Il Sung, Lenin, pemimpin Vietnam Ho Chi Minh, pemimpin
Cekoslowakia Klement Gottwal, dan Presiden Angola Agostinho Neto.2
Tujuan Embalming terdapat tiga alasan dilakukannya modern embalming: yaitu2,3
1. Desinfeksi
Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun sebagian besar
masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam jangka
waktu lama dalam jaringan mati. Orang yang datang dan kontak langsung dengan tubuh
jenazah yang tidak embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan menjadi lalat atau
agen lain mentransfer patogen untuk manusia dan menginfeksi mereka.
2. Pelestarian
Pelestarian, yaitu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi jenazah, sehingga
jenazah di dikuburkan, dikremasikan tanpa bau atau hal-hal yang tidak menyenangkan
lainnya.
3. Restorasi
Restorasi, yaitu upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah kembali seperti
masih hidup.3
Manfaat dari embalming modern, adalah:3,5
1. Wangi
Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan juga untuk
mendapatkan bau yang wangi, maka dibutuhkan campuran beberapa zat kimia, seperti
campuran formaldehid dengan deodorant dan juga pemberian aroma terapi.
2. Rigor Mortis Negatif
Rigor mortis terjadi karena serabut otot yang mengandung actin dan myosin yan
mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksasi dengan adanya suatu konsentrasi dari ATP
dan kalium klorida. Kelenturan dapat dipertahankan karena adanya metabolisme sel yang
menghasilkan energi. Energi untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama ATP masih ada
serabut aktin dan miosin berkontraksi. Bila cadangan glikogen habis maka energi tidak
terbentuk sehingga aktin dan miosin otot berubah menjadi massa seperti jeli yang kaku
sehingga terjadi suatu rigiditas. Perubahan kimia juga terjadi di dalam otot-otot pada waktu
yang sama seperti meningkatnya asam laktat akibat proses glikogenesis secara anaerob,
perubahan pH jaringan dan lain-lain.
Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan berlangsung selama 36-
72 jam. Rigor mortis akan mempengaruhi proses embalming. Oleh karena itu, rigor mortis
harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menetralkan pH atau merubah keadaannya menjadi
alkali. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan senyawa berupa amonia. Dengan
pemberian amonia, asam laktat akan ternetralisir sehingga serat otot akan kembali
berkontraksi dan proses pembusukan segera dimulai. Pada kondisi seperti inilah proses
embalming dapat dilakukan.
3. Hiperemis atau tidak pucat
Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat, maka dibutuhkan campuran
formaldehid dengan lanolin atau humektan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Embalming


Embalming adalah proses pengawetan tubuh jenazah untuk mempertahankan
penampilan mayat tetap dalam kondisi yang baik dalam jangka waktu yang lama oleh
manusia. Beberapa hari setelah kematian, tubuh seseorang akan mulai membusuk, agar
pembusukan tersebut tidak terjadi digunakan bahan pengawet kimia yang termasuk dalam
proses embalming. Embalming diperlukan baik untuk tubuh normal maupun tubuh
membusuk dan mayat yang akan diangkut dalam jarak jauh.1
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dikenal juga tentang embalming
modern. Embalming modern merupakan suatu proses embalming dengan metode tertentu.
Tujuan dari embalming modern adalah untuk menghilangkan hal-hal yang tidak dinginkan
ataupun memberikan keadaan jenazah yang menyerupai keadaanya sewaktu hidup.
Metode modern embalming didefenisikan sebagai desinfeksi dan pelestarian tubuh
yang sudah mati. Proses embalming modern dirancang untuk menghambat di komposisi
jaringan untuk periode waktu yang diperlukan sebagaimana yang diinginkan oleh keluarga
agar jenasah berada dalam kondisi yang baik. Embalming modern telah terbukti mampu
menjaga tubuh utuh selama beberapa dekade. Embalmingmerupakan sebuah "fiksasi" kimia
protein sel.
Secara prinsip formaldehida pada dasarnya bereaksi dengan Albumin. Formaldehida
larut dalam sel dan mengkonversiny menjadi untuk albuminoids atau gel, saat yang sama,
bakteri dihancurkan, sehingga menghentikan atau setidaknya menunda dekomposisi pada
jenazah. Setelah embalming selesai, tubuh hanya dapat diserang oleh udara yang membawa
bakteri dan jamur yang pada akhirnya dapat menghancurkan tubuh dengan terpapar udara dan
kelembaban yang cukup untuk mendukung hadir pertumbuhan bakteri dan jamur.
Embalmingmodern dilakukan dengan menggunakan cairan embalming yang bersifat
disinfektan dan pengawet. Cairan embalming disuntikan ke dalam sistem peredaran darah
tubuh dengan pompa listrik, sementara darah dikeluarkan dari tubuh dan dibuang. Sehingga
posisi darah di tubuh diganti dengan disinfektan dan cairan pengawet. Weed dan Baggenstoss
(1951) mempelajari 25 kadaver, berbagai jaringan diambil saat autopsi pada wkatu yang
berbeda setelah embalming dan kemudian jaringan tersebut dipelajari lagi. 2,3
Orang yang melakukan tindakan embalming disebut embalmer. Embalmer adalah
seseorang individu yang memenuhi syarat untuk disinfeksi atau memelihara jenazah dengan
suntikan atau apikasi eksternal antiseptik, desinfektan atau cairan pengawet, mempersiapkan
jenazah untuk transportasi dalam kasus dimana kematian disebabkan oleh penyakit menular
atau infeksi.1,2,3
2.2. Bahan Kimia Embalming
Embalming modern tidak hanya dilakukan dengan menggunakan satu cairan saja.
Tetapi, terdapat beberapa cairan kimia yang digunakan untuk menciptakan sebuah campuran
yang disebut cairan arterial. Bahan-bahan yang dipakai untuk membuat campurannya yaitu :
1. Bahan Kimia Pengawet (Arterial): presentasi bahan dasar campurannya sebesar 18-35%
campuran dari formaldehide, glutaraldehide atau pada beberapa kasus menggunakan
phenol yang dicampur hingga memperoleh cairan arterial yang siap dipakai.
2. Air kondisioner: penggunaannya sebagai penyeimbang pH air dari bahan kimia lainnya
yang akan mengubah pH air atau menetralkannya. Selain itu membantu juga menurunkan
tingkat keasaman. Hal ini dikarenakan formaldehide sangat bagus jika bekerja pada
lingkungan yang bersifat alkali.
3. Sel kondisioner: bahan kimia ini berperan dalam mempersiapkan sel sehingga bagus dalam
mengabsorpsi cairan pengawet arterial dan menghancurkan sumbatan yang berada dalam
pembuluh darah.
4. Dyes: bahan ini digunakan untuk menjaga warna alami dari tubuh seseorang serta
membantu mempertahankan warna terhadap keadaan seperti jaundice.
5. Humectans: ditambahkan untuk mengembalikan jaringan yang kolaps dan dehidrasi pada
kondisi yang lebih alami dan kembali terlihat hidrasi.
6. Bahan anti edema: adalah bahan yang bersifat lawan dari humectan yang berfungsi
menyerap cairan edema yang berlebihan pada tubuh.
7. Bahan tambahan desinfektans: untuk beberapa kasus, bahan yang biasanya dipakai secara
topical ini seperti dis-spray ditambahkan sebagai larutan arterial.
8. Air: biasanya dipakai sebagai bahan pelarut berbagai bahan campuran kimia.
9. Cairan kavitas: cairan ini biasanya memiliki kandungan larutan formaldehida atau
glutaraldehida dalam jumlah banyak yang di injeksi melalui insisi trocar kedalam cavitas
tubuh untuk mengawetkan bagian berongga seperti rongga perut misalnya.
Pada proses embalming modern, bahan kimia utama yang digunakan adalah
Formaldehide. Senyawa kimia formaldehida (metanal) merupakan aldehida berbentuk gas
dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan oleh metabolit
kebanyakan organisme termasuk manusia.
a. Sifat formaldehida
Dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut dalam air
(biasanya dijual dalam kadar 37% menggunakan merk dagang formalin atau formol).
Formalin bersifat asam karena mengandung formiat akibat oksidasi formaldehida. Oleh sebab
itu larutan formalin 10 % harus dibuat netral atau sedikit lebih alkalis menggunakan larutan
dapar fosfat dengan pH 7,2 sebagai pelarut atau dengan menambahkan kalsium asetat.
Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier
polioksimetilena.
b. Produksi
Larutan dapar formalin yang sering digunakan adalah :
1. Formal calcium
2. Neutral buffered calcium
3. Buffered formalin sucrose
c. Kegunaan
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian bakteri sehingga sering
digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan,
foraldehida dikenal juga dengan namaformalin dan dimanfaatkan sebagai permbersih lantai,
pebersih kapal, gudang dan pakaian. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai
untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida diabsorbsi
di jaringan dengan baik, tetapi relatif lambat. Formalin adalah pengawet yang banyak
digunakan dan tidak ada jaringan yang dirusaknya. Bau formalin yang membuat formalin
sangat dikenal oleh banyak pihak, sehingga cukup berhati-hati dalam menggunakannya.
d. Efek terhadap kesehatan
Pemaparan formaldehida dapat menyebabkan efek samping dari gejala ringan sampai
yang mengancam nyawa. Pemaparan yang akut memiliki efek samping jangka pendek dan
biasanya mudah untuk diantisipasi. Pada manusia beberapa efek samping akut paparan
formaldehid adalah iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Ketika dipaparkan pada senyawa
ini dengan jangka waktu yang cukup lama tenggorokan menjadi kering dan sakit. Pada
beberapa penelitian ditemukan bukti resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.
2.3. Proses pada embalming modern2,3
A. Arterial embalming
Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam pembuluh darah,
biasanya melalui arteri karotis dextra dan darah dikeluarkan dari vena jugularis. Bahan kimia
disuntikkan melalui pompa mekanis atau dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pijatan
embalmer pada mayat untuk memastikan distribusi yang tepat dari cairan embalming. Dalam
kasus sirkulasi yang buruk, titik injeksi lain dapat digunakan, yaitu iliaka atau arteri
femoralis, pembuluh subklavia atau aksila.4

Gambar 1. Arterial embalming


B. Cavity embalming
Hisap cairan rongga tubuh mayat dan injeksi bahan kimia ke dalam rongga tubuh,
menggunakan aspirator dan trocar. Embalmer membuat sayatan kecil tepat di atas pusar dan
mendorong trocar di rongga dada dan perut untuk menusuk organ berongga dan aspirasi
cairannya. Kemudian rongga tubuh diisi dengan bahan kimia yang mengandung
formaldehid terkonsentrasi.

Gambar 2. Cavity embalming


C. Hypodermic embalming
Hypodermic embalming merupakan metode tambahan dimana injeksi bahan kimia
pengawet ke dalam jaringan dengan menggunakan jarum dan suntik hipodermik yang
biasanya digunakan pada kasus dimana area yang tidak memiliki aliran arterial yang baik
setelah dilakukan injeksi arteri.
D. Surface embalming
Surface embalming merupakan metode tambahan yang menggunakan bahan kimia
pengawet untuk mengawetkan area langsung pada permukaan kulit dan area superfisial
lainnya dan juga area yang rusak, seperti pada kecelakaan lalu lintas, pembusukan,
pertumbuhan kanker, atau donor kulit.
2.4. Langkah-langkah Proses embalming3
1. Memakai sarung tangan dan menyiapkan larutan embalming yang terdiri dari: phenol 6 gr,
borax 45 gram, Sodium citrat 45 gr. Selanjutnya ketiga bahan tersabut dididihkan dan
kemudian dicampur dengan cairan yang mengandung formalin 5 liter, methanol 2,5 liter
dan glycerin 6 liter. Kemudian tambahkan air sampai volume total 12 liter.
2. Pasang kapas pada mulut, hidung dan telinga dari kadaver.
3. Setelah kadaver diposisikan ekstensi, dilakukan sebuah insisi pada daerah femoral
triangle.
4. Setelah arteri femoralis diidentifikasi, masukkan tube metal dan infuskan cairan
embalming.
5. Gunakan syringe, injeksi cairan embalming di abdomen, thoraks dan otot serta seluruh
tubuh yang berongga.
6. Cairan embalming dinfuskan melewati fissura supra orbita untuk mengawetkan lapisan
otak. Setelah itu, kadaver tersebut dikirim ke bak penampungan yang berisi formalin 10 %
untuk dipersiapkan sebagai bahan pelajaran.
2.5. Langkah-langkah untuk persiapan tubuh mayat:5
1. Tubuh ditempatkan dalam posisi yang tepat di meja embalming dengan tangan diletakan
di atas perut.
2. Tubuh di cuci dan desinfeksi.
3. Wajah cukur diperlukan
4. Mata tetutup.
5. Mulut tertutup.
6. Solusi embalming disiapkan. Mesin embalming modern yang terdiri dari satu reservoir
galon 2-3 dan pompa listrik. Sebuah solusi sekitar 8 ons cairan untuk 1 galon air siap.
7. Sebuah insisi diatas arteri karotid (dimana leher memenuhi bahu) atau melalui artei
femoralis (di leg di pangkal paha).
8. Sebuah tabung yang melekat pada mesin di masukan ke dalam arteri. Sebuah tabung
sedikit lebih besar di tempatkan di dalam vena yang menyertainya. Tabung ini melekat
pada selang ke sistem saluran pembuangan.
9. Cairan disuntikan ke dalam arteri di tekanan oleh mesin embalming. Seperti darah
digantikan oleh cairan masuk, itu dipaksa keluar dari tabung ven a dan dibuang. Tekanan
cairan embalming pasokan ke kapiler dan akhirnya ke sel-sel tubuh. Setelah sekitar 3
galon larutan yang disuntikan ke dalam tubuh, darah telah menipis dan ciran datang
melalui tabung vena sebagian besar embalming cairan.
10. Tabung dihapus dan sayatan dijahit.
11. Rongga perlu diobati dengan menggunakan tabung hampa disebut trocar yang digunakan
untuk aspirasi gas dan isi cairan dibawah hisap.
12. Tubuh dicuci lagi dan dioleskan krim pada tangan dan wajah untuk mencegah dehidrasi.
13. Rambut dikeramas dan kuku jari dibersihkan.
14. Tubuh ditutupi dengan kain menunggu ganti dan penempatan di peti mati
2.6. Indikasi3
A. Indikasi Embalming
Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan
1. Adanya Penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam. Hal ini penting karena
di Indonesia yang berikli tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk,
mengeluarkan bau dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan
sekitarnya.
2. Jenasah perlu dibawa ketempat lain. Jenasah tersebut harus dalam keadaan aman
dalam proses pengangkutan ke suatu tempat, yang artinya tidak berbau, tidak
menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan. Dalam hal ini
perusahaan pengangkutan, demi reputasinya untuk mencegah adanya gugatan di
belakang, arus mensyaratkan bahwa jenasah akan diangkut telah diawetkan secara
baik, yang dibuktikan oleh suatu setifikat pengawetan.
3. Jenasah meninggal akibat penyakit menular. Jenasah yang meninggal akibat penyakit
menular akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari
petugas kamar jenasah, keluarga serta orang-orang disekitarnya. Meskipun
penguburan akan dilakukan secara cepat tetap dianjurkan embalming untuk mencegah
penularan kuman/bibit penyakit ke sekitarnya.
4. Embalming untuk penelitian dan studi anatomi.
2.7. Aspek Medikolegal Embalming
Embalming di Indonesia tidak dilakukan pada kematian tidak wajar sebelum
dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyelidikan karena
adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan
sanksi pidanan penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Oleh karena itu,
setiap kematian tidak wajar menjadi kontraindikasi embalming.
Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk kematian
yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah pembunuhan, bunuh diri
dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar, kasusnya hndaknya segera dilaporkan ke
penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHP. Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang
harus dilaporkan ke penyidik adalah:
1. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara.
2. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati.
3. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya tidak
ada.
4. Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkkinan kematian akibat perbuatan
melanggar hukum.
5. Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematian akibat perbuatan melanggar
hukum.
6. Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.
7. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab kematian
BAB III

SIMPULAN

Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru


dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya
dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar
kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu
dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini
diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari
jenazah ke lingkungan. Embalming adalah suatu proses pengawetan tubuh jenazah untuk
mempertahankan penampilan jenazah atau mayat tetap dalam kondisi yang baik dalam jangka
waktu yang lama. Pada prinsipnya, pengawetan jenazah adalah suatu tindakan medis
melakukan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan
serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.

Proses embalming pada jenasah modern ini dilakukan sesuai dengan indikasi dan
kontraindikasi yang di tentukan dengan menggunakan bahan kimia seperti larutan
formaldehida yang pada dasarnya bereaksi dengan Albumin. Formaldehida disuntikkan ke
dalam tubuh jenazah yang selanjutnya larut dalam sel dan mengkonversinya menjadi
albuminoid atau gel. Di saat yang sama, bakteri dihancurkan sehingga menghentikan atau
setidaknya menunda dekomposisi pada jenazah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunn A.,2009. Essential Forensic Biology 2nd edition. Liverpoool : John Mores
University p. 34-35
2. http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/01/proses-pengawetan-jenazah-para-
mantan-presiden diunduh pada tanggal 10 Maret 2013
3. Bajacharya S., Magar A.,2006. Embalming an Art of Preserving of human Body.
Medical student tutor, Department of Anatomy, Kathmandu Medical College Vol 4,
No. 4,Issue 16 p. 554-557
4. http://www.funerals.org/affiliateresources/doc_view/30-what-you-should-know-
about-embalming
5. http://www.amsocembalmers.org/docs/embalming-process.pdf diunduh pada tanggal
10 Maret 2013
6. http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/264087.stm diunduh pada tanggal 10 Maret 2013
7. J. Ezugworie, C. Anibeze, F. Akpuaka: Critical apprasial of reasons for traditional
embalming among igbos in the southeast nigeria. The Internet Journal of Alternative
Medicine. 2009 Volume 7 Number 2. DOI: 10.5580/1fea
8. www.embalming.net/arterial embalming & cavity embalming/html diunduh pada
tanggal 10 Maret 2013
9. Viskasari K., Prasetiowaty L.,Alimsardjono H., 2012. The use of lower Formalin
Containing embalming Solution for Anatomy cadaver preparation. Vol.21, No. 4.
Surabaya : Department of Anatomy dan Physiology. Faculty Of Medicine, Airlangga
of University
10. Technical Report Np. 24. Formaldehide use reduction in Mortuaries. The
Massachusetts toxic use reduction institute. 1994
11. Anonim. Guidlines Formaldehide. University Medicine and Dentistry of New Jersey
2004
12. Creely KS. Research Report : Infections Risk and Embalming. Institute of
Occupational Medicine. 2004 p. 41-48

Anda mungkin juga menyukai