Anda di halaman 1dari 11

Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Air Secara Terpadu dan

Berkelanjutan
(Satu Tantangan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia)

Oleh: I Nyoman Norken


Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar
(MAKALAH SEMINAR NASIONAL TH 2003)

1. Pendahuluan
Sangat disadari bahwa air yang ada di muka bumi ini sangat terbatas, terutama air tawar
yang biasa dibutuhkan untuk menunjang kehidupan sehari-hari umat manusia. Dari
jumlah air yang ada sekitar 1.38 x 10 9 km3, hanya sekitar 2.5-3.5 % berupa air tawar
(freshwater), selebihnya adalah berupa air asin. Jumlah air tawar yang tersedia berupa air
permukaan (aliran sungai, danau, waduk atau aliran permukaan lainnya) sendiri hanya
diperkirakan sekitar 0.26 % dari air tawar yang ada, atau hanya sekitar 0.007 % dari total
air yang ada di bumi, yang dapat diperbaharui dan dapat dipergunakan secara terus-
menerus (Rodda, 1995).

Selain kuantitas air di bumi yang sangat terbatas, ketersediaan dan penyebaran di satu
tempat dan tempat yang lain tidak merata, hal ini sangat tergantung dari geograpi,
klimatologi, dan pengaruh dari aktifitas manusia. Selanjutnya Viessman dan Hammer
(1993) menyatakan 30 % hujan tahunan adalah menjadi air permukaan dan secara
langsung dipengaruhi oleh pola curah hujan, sehingga distribusi air permukaan sangat
jauh dari merata di muka bumi ini. Sebagai contoh, di belahan bumi yang langka hujan
aliran permukaan hanya terjadi beberapa minggu saja, bahkan terjadi bahaya kekeringan
yang luar biasa. Sebaliknya pada belahan bumi yang banyak hujan aliran permukaan
terjadi sepanjang tahun bahkan pada waktu-waktu tertentu terjadi banjir yang sangat
besar yang dapat mendatangkan malapetaka.

Fenomena ini belakangan ini diperburuk lagi oleh dampak dari aktifitas manusia,
penggunaan lahan yang kurang terarah pada usaha-usaha konservasi sumber air
menyebabkan terganggunya siklus hidrologi dan menurunnya kualitas sumber-sumber air.
Rusaknya kawasan hutan serta berubahnya pola tataguna lahan akan merubah pola aliran
permukaan serta aliran air tanah, bahkan belakangan diketahui, penipisan lapisan ozone
di atmosfir akibat peningkatan emisi karbon dioksida menyebabkan terjadinya gejala
peningkatan panas global (global warming) yang dapat mempengaruhi cuaca global yang
pada gilirannya berpengaruh pada pola hujan di bumi. Disamping itu pembuangan limbah
baik dari industri maupun rumah tangga, serta penggunaan pestisida yang kurang
terkontrol diketahui penyebab utama terjadinya penurunan kualitas sumber air dan
lingkungan akibat pencemaran.

Dari uraian di atas saat ini sangat dirasa perlu untuk segera melakukan upaya-upaya
pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber air yang ada di planet bumi ini agar tidak

1
terjadi penurunan secara kuantitas maupun kualitas, malah sedapat mungkin harus di
pertahankan dan ditingkatkan untuk menjaga kualitas ekosistem secara terus-menerus dan
berkelanjutan sepanjang masa.

2. Konsep pengembangan dan manajemen sumber air.


Dimasa lalu pengembangan sumber air diartikan sebagai usaha pemanfaatan sumber air
untuk memenuhi kebutuhan tertentu, misalnya untuk memenuhi kebutuhan irigasi atau
untuk air minum, tanpa memikirkan lebih jauh dampak dari eksplorasi sumber air yang
ada, serta perubahan atau variasi kebutuhan air dikemudian hari. Sehingga pedekatan
pengelolaan sumberdaya air menekankan pada bagaimana agar kebutuhan air dapat
terpenuhi. Pendekatan seperti ini ditandai oleh pembangunan fasilitas baru untuk
memenuhi penambahan kebutuhan, misalnya: pembangunan bendungan, saluran-saluran
air, instalasi fasilitas air bersih dan lain sebagainya. Pendekatan seperti ini kemudian
dirasa dapat mengakibatkan persoalan baru seperti: penggunaan air secara berlebihan,
pemanfaatan modal tidak effisien, pencemaran terhadap lingkungan, eksplorasi sumber
air tidak terkontrol dan sebagainya (Forde, 1997; Zyl, 1995).

Sejak tahun 1970an, di Netherlands maupun di United Kingdom pengembangan sumber


air sudah mulai dikaitkan dengan lingkungan, pengembangan sumber air juga mencakup
pengelolaan dan perlidungan sumber air. Sejak itu pengembangan sumber air mulai
dikembangkan pengelolaan sumber air secara terpadu pada pemerintah tingkat national
maupun regional, sehingga pengelolaan sumber air sudah menjadi lebih komperehensif
(Cohen, 1986; Verbeek,1996). Pada era 1980an sudah mulai diterapkan pengembangan
dan pengelolaan sumber secara terpadu sampai pada tingkat daerah aliran sungai (river
basin), sehingga timbul idea untuk mengelola satu sungai dalam satu manajemen (one
river one management). Selajutnya pada era 1990an konsep keberlanjutan (sustainability)
mulai berkembang dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aspek pembangunan,
termasuk dalam pengembangan sumber air. Sehingga pengembangan sumber air menjadi
jauh lebih komleks dari pada hanya pembangunan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan
air.

Saat ini pengembangan sumber daya air sudah diarahkan untuk menuju pada sasaran
keseimbangan ekonomi dan ekologi dari berbagai permintaan/pengguna, seperti untuk
daerah perkotaan, industri, pertanian, wilayah sungai, perlidungan satwa, lingkungan,
rekreasi dan sebagainya, disamping itu pengembangan sumberdaya air harus mampu
menjaga keseimbangan jangka panjang dan memberi jaminan kepada generasi mendatang
untuk memperoleh hak yang sama terhadap kualitas hidup dan kualiatas lingkungan.

3. Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air Secara Terpadu dan


Berkelanjutan
Konsep pengembangan sumberdaya air secara berkelanjutan lahir dari prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang menekankan pada
prinsip: kualitas kehidupan dan lingkungan untuk generasi yang akan dating, tidak boleh
lebih jelek dari kualitas kehidupan dan lingkungan yang diterima oleh generasi saat ini.
Prinsip ini kemudian ditindak lanjuti pada UNCED Tahun 1992 di Rio de Jeneiro dengan
menghasilkan Agenda 21, Chapter 18 yang merupakan panduan dalam mengembangkan

2
sumber air secara terpadu dan berlanjut, yang menekankan bahwa pengembangan dan
pengelolaan sumber daya air secara terpadu dan berkelanjutan harus:
Direncanakan secara terpadu dan holistic untuk mencegah kekurangan air dan
pencemaran
Memenuhi kebutuhan dasar manusia dan melestarikan ekosistem sebagai prioritas
utama
Pemakaian air seharusnya dipungut biaya sepantasnya.
Semua negara harus :
Mempunyai program pengelolaan air atas dasar daerah aliran sungai (DAS)
dan program penghematan air.
Integrasi pengembangan sumberdaya air dengan tata guna lahan dan
pembangunan lain, konservasi, pengelolaan permintaan (demand management)
dengan peraturan (legislation) dan iuran air, re-use dan recycling air.

Selain itu Prinsip-Prinsip Dublin (Dublin Principles) yang direkomendasikan dalam


International Conference on Water and the Environment di Dublin tahun 1992 sangat
relevan dalam mendukung Chapter 18 Agenda 21 UNCED (Agarwal,et al, 2000). Prinsip
ini menekankan pada:
Air tawar adalah terbatas dan mudah berubah, dan sangat esensial untuk
melangsungkan kehidupan, pembangunan dan lingkungan
Pengembangan sumberdaya air harus berdasar atas pedekatan partisipasi, dengan
mengikut sertakan para pemakai air, para perencana dan para pemegang
kebijakan pada semua tingkatan
Peran wanita merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam perencanaan,
pengelolaan, dan pelestarian air
Air mempunyai nilai ekonomis dalam semua tingkat pemanfaatan dan harus
diperhitungkan sebagai economic good

Selanjutnya Agarwal (2000) menyatakan bahwa Techical Advisory Committee (TAC)


dari Global Water Partnership (GWP) pada periode 1996-1999 telah menelorkan
penjelasan, formulasi dan rekomendasi tentang Pengelolaan Sumberdaya Secara Terpadu
(Integrated Water Resources Management / IWRM) sebagai tindak lanjut dari berbagai
issue yang telah dicetuskan dalam konferensi Dublin dan Rio de Jeneiro di atas. Sehingga
Pengelolaan Sumberdaya Air Secara Terpadu didefinisikan sebagai suatu proses yang
menekankan pada koordinasi pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air, lahan dan
sumber daya lain yang terkait, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan secara
merata tanpa mengorbankan kelangsungan ekosistem.

Sehingga dari prinsip tersebut dirumuskan dalam bentuk integrasi dari natural system dan
integrasi dari human system. Integrasi natural system menyangkut integrasi pengelolaan
air tawar dan kawasan pantai, integrasi pengelolaan lahan dan air, integrasi pengelolaan
air permukaan dan air tanah, integrasi pengelolaan kuantitas dan kualitas sumberdaya air,
dan integrasi pengelolaan kawasan hulu dan hilir. Sedangkan integrasi human system
meliputi persepsi dan pengertian masyarakat akan sumberdaya air, integrasi antar sektor
dalam policy pembangunan nasional, pengaruh pengembangan sumber air terhadap
system ekonomi makro,integrasi dalam pembuatan kebijakan, integrasi dari semua
3
stakeholders dalam perencanaan dan pembuatan keputusan, integrasi dalam pengelolaan
air baku dan air limbah, serta integrasi penglolaan air untuk berbagai kebutuhan.

Pengembangan sumber air secara berlanjut mempunyai tiga dimensi yang meliputi :
pengembangan ekonomi, melestarikan ekologi dan keadilan dalam mengakomodasi dan
memenuhi keinginan semua pihak. Sehingga untuk bisa mencapai hal ini, paling tidak
ada lima aspek yang harus dicakup antara lain:
Aspek kelembagaan dalam pengelolaan yang meliputi: perundang-undangan
tentang pengaturan sumber air, perundang-undangan tata guna lahan, tanggung
jawab dan efektifitas para pengusaha penyediaan air, lembaga yang mengelola
sumber air pada tingkat pemerintah pusat dan daerah, koordinasi antara
lembaga dan sektor swasta serta lembaga penegak hukum yang dapat
melaksanakan penegakan hokum.
Aspek ekonomi dalam pengembangan sumber air yang mencakup penentuan
harga air, sumber dana dalam pembangunan proyek-proyek sumber air,
pengaruh kualitas air dan kelangkaan air dalam perkembangan perekonomian
dan industri, nilai ekonomis air yang diabil untuk perkotaan, industri dan
pertanian.
Aspek social yang meliputi hak atas air dari semua komponen masyarakat,
transfer air antar wilayah untuk mengatasi peningkatan permintaan dan
pemerataan penyediaan, dan kultur social yang ada termasuk etika dan persepsi
masyarakat tentang air.
Aspek biologi termasuk perlindungan dan pelestarian fauna dan flora yang ada.
Aspek pisik yang meliputi aspek hidrologis, kualitas air, morpologi sungai, air
bawah tanah, geologi dan tanah, dan cara pengelolaan dan pengembangan
sumber air yang telah ada.

Prinsip-prinsip pengembangan sumberdaya air secara terpadu telah diterapkan


dibeberapa negara seperti United Kingdom (UK) atau USA. Seperti dinyatakan oleh
Gardiner (1994), National Rivers Authority (NRA) di UK telah menerapkan prinsip-
prinsip pengembangan sumber air secara terpadu dan berlanjut. Hal ini dapat diketahui
bahwa NRA menerapkan sikap yang sangat tegas dalam menjaga dan memelihara
kualitas lingkungan dalam mengembangkan sumberdaya air, termasuk dalam pembuatan
strategi pengembangan sumber air ditingkat nasional dan penerapannya pada tingkat
regional. Pada tahun 1996, NRA kemudian dirubah menjadi lembaga baru yang disebut
Environment Agency (EA) yang tugasnya diperluas untuk merencanakan dan pengelolaan
semua aktifitas pengembangan sumber air termasuk pengeluaran perijinan penggunaan
air dan mengembangkan pengelolaan permintaan /demand management, (Binnie,1996).

Pada level Perusahaan Air Bersih di UK, prinsip yang dilakukan untuk melestarikan dan
meningkatkan lingkungan adalah:
Pengambilan air harus sedemikian rupa agar tidak merusak lingkungan
Mengumpulkan dan mengolah air limbah sedemikian rupa agar memenuhi
standar kualitas lingkungan
Mentaati semua peraturan dalam pemanfaatan air
Melaksanakan satu system operasi yang sustainable
4
Di USA, Beecher (1995) menyatakan Perencanaan Sumber Daya Terpadu (Integrated
Recource Planning) yang merupakan pendekatan secara komperehensif dalam
pengelolaan sumber air yang pada intinya menekankan bahwa air adalah barang yang
sangat berharga bagi manusia dan lingkungan. Demikian juga di Jerman, penerapan
prinsip pengembangan sumber air secara terpadu dan berlanjut sudah diterapkan dalam
pemanfaatan sumberr air, pelestarian ekosistem dan pengendalian pecemaran untuk setiap
wilayah dan pengaruhnya terhadap wilayah tetangga

Oleh karena prinsip pengembangan sumberdaya air secara terpadu dan berkelanjutan
adalah merupakan suatu konsep yang baru, yang penerapannya di kawasan Asia masih
baru dalam tahap awal seperti: di Jepang, Singapore, Hong Kong dan Indonesia untuk
Wilayah Sungai Kali Brantas, selain itu beberapa pulau kecil seperti Cyprus dan
Honolulu (Hawaii) telah mulai mererapkannya secara cukup intensif mengingat
keterbatasan sumber air yang dimiliki.

Di California USA, Wong et al, (1999) menyatakan penerapan prinsip-prinsip


pengembangan sumber air secara berlanjut telah cukup intensif malah dianggap cukup
sukses, oleh karena telah memenuhi beberapa criteria yang telah ditetapkan seperti:
Memberikan kontribusi jangka panjang terhadap ekonomi, lingkungan dan
kesejahteraan social
Dapat diulang, tahan lama, terjangkau, dapat diterima oleh stakeholder,
termonitor dan terdokumentasi
Menjamin kebutuhan dasar manusia dan ekosistem akan air
Menghasilkan pemanfaatan air yang lebih effisien
Pemerataan distribusi penggunaan air
Mengurangi pemborosan penggunaan air
Meningkatkan kualitas air
Meningkatkan kualitas air limbah sebelum disalurkan ke water system
Mengikutsertakan semua stakeholder dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan dan pengelolaan sumber air
Melaksanakan kordinasi antar sektor dan tingkatan dalam pemerintahan
Mengembangkan mekanisme dalam menghidari dan menyelesaikan konflik

Dengan demikian penerapan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air secara


terpadu dan berkelanjutan, sebagai suatu upaya yang sangat komprehensif dan holistic
dalam pengembangan sumber air, masih baru dilaksanakan oleh sebagian negara-negara
yang telah maju, sehingga bagi negara yang sedang berkembang masih merupakan
tantangan yang cukup berat, mengingat banyaknya kelemahan yang yang dimiliki seperti
lemahnya institusi termasuk political will dari pemerintah untuk menerapkan konsep
tersebut, lemahnya perundang-undangan dan penegakan hukum yang mengatur dan
melestarikan sumberdaya air, terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki
serta terbatasnya kemampuan finansial untuk menerapkan konsep tersebut juga
merupakan kendala utama bagi negara yang sedang berkembang. Walaupun dirasakan
saat ini pengeloaan dan pengembangan sumberdaya air secara terpadu dan berkelanjutan

5
sudah harus merupakan prioritas utama bagi seluruh negara-negara di dunia untuk
menyelamatkan planet bumi ini dari bahaya kekeringan, kebanjiran, pencemaran serta
kerusakan lingkungan.

4. Tantangan Penerapan Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Air Secara


Terpadu dan Berlanjut di Indonesia.
Sebagai negara yang terdiri dari lebih dari 17 000 pulau dengan total luas daratan sekitar
1.9 juta km2, serta jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, penerapan pengembangan
dan pengelolaan sumberdaya air secara terpadu dan berkelanjutan tidaklah mudah. Hal ini
diperparah lagi oleh kompleksnya hubungan diantara lembaga-lembaga yang terkait
dengan masalah air serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang sangat beragam.
Kendala utama seperti yang diungkapkan oleh United Nation (1995) antara lain:
Kurangnya perencanaan pengembangan sumber air berdasarkan konsep
keberlanjutan, antar sektor dan pendekatan terpadu
Kurangnya manajemen dan dukungan secara institusi
Kurangnya koordinasi pada berbagai tingkatan pemerintahan
Tidak jelasnya aturan tentang pemanfaatan dan hak atas air
Kurangnya ketersediaan dana
Terbatasnya sumberdaya manusia dalam bidang teknik dan manajemen
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memelihara kualitas air dan penggunaan
air secara effisien

Tantangan yang dihadapi untuk mengatasi kendala-kendala di atas dalam pengembangan


dan pengelolaan sumberdaya air secara terpadu dan berkelanjutan di Indonesia adalah
berikut:

Geograpi.
Luasnya wilayah yang ada merupakan tantangan yang tidak mudah dalam
pengelolaan sumber air yang ada. Walaupun saat ini wilayah Indonesia dibagi
menjadi 90 Satuan Wilayah Sungai (SWS), hal ini masih belum memberikan
pengelompokan yang dapat memudahkan dalam penelolaan sumber air, oleh
karena banyak SWS terdiri dari sub-sub SWS dan setiap sub SWS terdiri dari
beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mempunyai sifat yang tidak sama
satu dengan yang lain.
Institusi
Tidak terintegrasinya institusi yang terkait dengan pemanfaatan sumber air
menyebabkan sulitnya koordinasi antar sektor pengguna air. Misalnya Sub Dinas
Pengairan, Pertambangan, Sub Dinas Ciptakarya, Perusahaan Air Minum dan
lain-lain yang masing-masing mempunyai wewenang dalam memanfaatan sumber
air. Dimasa lalu bahkan Dinas dan Kanwil yang merupakan perpanjangan
pemerintah dearah dan pusat dalam menangani masalah yang sama, sehingga
menyebabkan bertambah kompleksnya koordinasi antar institusi.
Regulasi
Belum memadainya peraturan yang mengatur tentang pemanfaatan dan
pengelolaan sumber air, seperti UU No 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, belum
mencerminkan regulasi yang dapat mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
6
sumberdaya air secara menyeluruh, sehingga sangat perlu untuk segera
direformasi agar lebih komprehesif dan sesuai tuntutan pengembangan dan
pengelolaan sumberdaya air saat ini. Selain itu juga lemahnya penegakan hukum
dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber-sumber air sehingga meberikan
kontribusi dalam menurunnya kualitas dan kuantitas sumber air dan kualitas
lingkungan secara keseluruhan.
Sumber Daya Manusia
Terbatasnya sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi dalam
perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air, sehingga merupakan kendala dalam
memformulasikan, merencanakan dan mengimplementasikan pengembangan
sumberdaya air secara terintegrasi
Sumber dana
Sumber dana yang tersedia sehingga untuk mewujudkan implementasi konsep
pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air secara terpadu dalam waktu
singkat, untuk negara sebesar Indonesia yang sedang dilanda krisis yang
berkepanjangan, tidaklah mungkin.
Kesadaran dan partisipasi masyarakat
Kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga system tata air dan
lingkungan masih jauh dari harapan, sehingga memberikan kontribusi dalam
menurunnya kualitas dan kuantitas tata air termasuk berubahnya daur hidrologi.

Agar bisa menerapkan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air di Indonesia yang
dapat menuju kearah yang lebih effektif, maka Bank Dunia (1995) menyatakan bahwa
bantuan untuk memperkuat institusi, pengembangan sumberdaya manusia, menyiapkan
perundang-undangan, peningkatan framework perencanaan, dan implementasi konsep
tentang nilai ekonomis air termasuk iuran air sangat diperlukan. Pada tahun 1999 Bank
Dunia menyetujui bantuan untuk menyiapkan perubahan-perubahan institusi, peraturan
dan perundang-undangan dalam pengembangan sumberdaya air dan sektor irigasi (Bank
Dunia,1999). Bantuan ini didasarkan atas empat hal antara lain:
Peningkatan institusi di tingkat nasional untuk pengembangan dan pengelolaan
sumber air
Peningkatan organisasi dan kerangka finansial untuk pengelolaan daerah aliran
sungai
Peningkatan pengelolaan kualitas air, peraturan, institusi di tingkat regional
Peningkatan pengelolaan irigasi termasuk peraturannya dan kelembagaannya
Sehingga hasil dari tahap awal bantuan tersebut adalah berupa rumusan prinsip-prinsip
dasar Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Air Nasional adalah seperti dikutip dari
Bank Dunia (1999) sebagai berikut:

7
Tabel 1. Rumusan Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Air
Nasional Menurut Bank Dunia
Introduce a water rights framework for surface and groundwater allocation and
utilisation that is conducive to the economic and social development, and also equitable,
and environmentally sustainable
Improve efficiency in the utilisation of water particularly for irrigation
Facilitate conjunctive allocation and use of surface and groundwater through a unified
licensing mechanism
Seek attainment of a regional surface and groundwater quality levels that conducive to
national socio-economic development and environmental sustainability, and compatible
with both Spatial land-use and Basin Development Plans
Develop institution for prioritised on integrated spatial and river basin planning
processes based on participatory involvement of stakeholder representatives in water
resources and irrigation decision-making activities
Strengthen the enabling mechanisms for community management and financing of
irrigation networks, municipal water supply and sanitary wastewater disposal
Establish a monitored planning, programming and budgeting system for a prioritised and
sustainable water resources development investment and management under new legal
framework for regional autonomy and national revenue sharing
Create a regional water resources regulatory and management structure to support and
implement integrated river basin management under the principle "One Basin One
Management" through Provincial Basin Management Units, and wherever feasible, self-
financing entities under Regional Government control
Strengthen the principle of beneficiary contribution towards the government costs of
public water supply and irrigation services, and the principle of "polluter pays" for the
public costs of water pollution, abatement applicable to all pollution sources including
public owned entities and municipal authorities.
Improve regulatory and incentive framework for private sector participation and
partnership in water resources and water quality management, irrigation management
through investment, operation and maintenance concession
Improve coordination among forestry, agriculture, water resources sectors in both public
and private activities to promote environmentally sustainable of water shed, floodplain
and estuarine management
Establish specific integrated policies for environmentally sustainable on wetland
conservation and swampland development

Sumber: Bank Dunia (1999)

Selanjutnya reformasi dibidang perubahan institusi dilakukan dengan ide pembentukan


Dewan Nasional Sumberdaya Air tahun 2000 ditingkat nasional sebagai institusi yang
bertanggung jawab tentang penetuan arah kebijakan pengembangan sumber daya air di
Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya pengembangan dan pengelolaan
sumberdaya air di tingkat nasional Presiden membentuk Team Koordinasi Pengelolaan
Sumberdaya Air yang merupakan realisasi dari pembentukan Dewan yang dimaksud
(Kepres No: 123 Tahun 2001), yang terdiri dari 13 Menteri dan Menteri Negara yang
diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga merangkap anggota.
Tim ini telah merumuskan arahan kebijakan nasional sumberdaya air (Kepmen No:Kep-

8
14/M.Ekon/12/2001) yang menurut Penulis telah sejalan dengan apa yang telah
digariskan oleh Bank Dunia. Walaupun harus diakui masih perlu pembentukan dan
reformasi institusi pengelola air di tingkat Propinsi, Kabupaten dan pada tingkat Daerah
Aliran Sungai, sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan kebijakan ditingkat regional dan
daerah.

Pembentukan institusi yang mampu mengemban tugas untuk mengembangkan


pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air secara terpadu sangatlah esensial. Hal ini
dapat dilihat dibanyak negara di dunia termasuk negara atau pulau kecil, seperti:
Singapore oleh Public Utility Board, Hong Kong oleh Water Supply Department, Siprus
oleh Water Development Departement, Oahu Island Hawaii oleh Honolulu Board Of
Water Supply dan sebagainya. Sehingga bagi Indonesia pembentukan dan penataan
institusi dalam pengembangan dan pengelolaan di tingkat nasional dan daerah adalah
sudah seharusnya dan juga sangat esensial, yang merupakan lembaga yang bertanggung
jawab tentang seluruh aspek dan dampak dari pemafaatan sumberdaya air.

Dibidang regulasi, ide perubahan UU No 11 Tahun 1974 yang sudah dianggap tidak
relevan lagi dengan perkembangan zaman, baru sampai pada tahap penyiapan Rancangan
Undang-Undang Tentang Sumberdaya Air, yang menurut hemat penulis sudah selayaknya
harus segera disyahkan sebagai Undang-Undang sehingga usaha untuk mewujudkan
regulasi dalam medukung pelaksalanaan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air
secara terpadu dan berkelanjutan tahap demi tahap dapat dilaksanakan, termasuk
penyiapan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan Undang-Undang ini.
Mengenai materi dari Rancangan Undang-Undang ini, menurut hemat penulis sudah jauh
lebih komprehensif dibandingkan dengan Undang-Undang sebelumnya. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana agar aturan ini dapat diterapkan dan ditegakkan
(enforcement) agar betul betul dapat mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air di Indonesia.

Untuk dapat menerapkan pola pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air secara
terpadu dan berkelanjutan di Indonesia seperti yang telah diterapkan oleh negara-negara
yang telah maju dirasa masih perlu waktu yang cukup panjang. Selain masalah utama
yaitu institusi dan regulasi, masalah sumber daya manusia dalam menyusun strategi,
perencanaan, pengelolaan, perlindungan, pelestarian sumber-sumber air, disamping juga
persepsi dan partisipasi masyarakat untuk ikut memelihara system tata air. Satu hal yang
tidak kalah penting adalah political will dari pemerintah baik di tingkat pusat maupun
daerah, terutama legislative dan eksekutif, untuk membuka akses bagi terwujudnya
system pengelolaan sumberdaya air, tak terkecuali Pemerintah Propinsi Bali (termasuk
Pemerintah Kabupaten dan Kota Madya).

Satu hal yang perlu dicatat di Indonesia bahwa Wilayah Sungai Kali Brantas Jawa Timur
sudah maju selangkah dalam penerapan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air
secara terpadu berdasar atas daerah aliran sungai (Usman, 2000). Ini dapat dijadikan
salah satu model atau referensi dalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air di
Indonesia termasuk Pulau Bali, pulau yang menjadi sorga bagi sebagian penghuni planet
bumi ini. Sehingga mungkin dikemudian hari akan terjadi one island one management

9
dalam mengembangkan dan mengelola sumber air di Bali, seperti Siprus, Singapura,
Oahu Island Hawaii atau Hong Kong.

5. Kesimpulan
Dari uraian di atas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain:

Pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air secara terpadu dan berlanjut


adalah paradigma baru dalam mengelola sumber air di bumi yang terbatas ini,
berdasar atas prinsip-prinsip pembangunan secara berlanjut (sustainable
development).
Banyak negara sudah melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
air secara terpadu dan berlanjut pada era tahun 1990an, namun untuk negara
berkembang masih belum banyak dilakukan.
Tantangan yang ada di Indonesia cukup kompleks antara lain masalah
kelembagaan, regulasi, sumberdaya manusia, kesadaran dan partisipasi
masyarakat, political will pemerintah untuk mulai memformulasikan konsep
implementasinya.
Yang paling penting yang harus diwujudkan di Indonesia, termasuk Bali, dalam
waktu dekat adalah pembentukan institusi dan perundang-undangan di tingkat
nasional dan daerah sebagai langkah awal sebagai dasar untuk memformulasikan
strategi berikutnya.

Daftar Pustaka
Anonim, (1974) UU No 11 Tahun 1974, Tetang Pengairan
Anonim, (2001) Kepres No 123 Tahun 2001 Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya
Air
Anonim (2001) Rancangan Undang-Undang Tentang Sumberdaya Air
Anonim (2001) Kep.Men. Koordinator Bidang Perekonomian NoKep-
14/m.Ekon/12/2001 Tentang Arahan Kebijakan Nasional Sumberdaya Air
Agarwal,Anil et al. (2000) Integrated Water Resources Management, Technical Advisory
Committee (TAC) Background Papers No.4, Global Water Partnership (GWP),
Stockholom, Sweden, Home Page of GWP www.gwpforum.org
Beecher, Janice A. (1995). Integrated Resource Planning Fundamentals, Journal of
American Water Works Association (AWWA), Vol. 87, No. 6, pp. 34-48, June 1995.
Binnie, C.J.A. (1996). The Institutions Discussion Peper on Water Resources Planning
in England and Wales, Journal of the Chartered Institution of Water and Environmental
Management, Vol.10, No.3. pp. 220-224, June 1996.
Cohen, Philip M. (1996). History of Water Management on the Welsh River Dee, PhD.
Theses, Faculty of Technology, University of Manchester, Manchester
Forde, Lester. (1997). Water Demand Management and Conservation, Executive
Summary of the Working Group on Water Demand Management and Conservation at the
Water Supply and Sanitation Collaborative Council Fourth Global Forum, Manila.
Gardiner, J. L. (1994). Sustainable Development for River Catchments, Journal of the
Institution of Water and Environmental Management, Vol. 8, No. 3, pp. 308-319, June
1994

10
Rodda, J.C. (1995). Guessing or Assessing the Worlds Water Resources, Journal of the
Chartered Institution of Water and Environmental Management, Vol.9, No.4. pp. 360-367,
August 1995.
Usman, Rusfandi A. (2000). Integrated Management in the Brantas River Basin, The
Paper presented in the Fourth regional Consultation of the World Commission on Dams
in Hanoi, February 2000.
Verbeek, Martin., Post, Henk., Pouwels, Ivan. & Wind, Herman. (1996). Policy
Analysis for Strategic Choices in Integrated Water Management, Journal of Water
Science and Technology, Vol. 34, No. 12, pp. 17-24.
Viessman, Warren Jr. & Hammer, Mark. J. (1993). Water Supply and Pollution
Control, Harper Collins College Publisher, Fifth Edition, New York.
Wong, Arlene K. et al., Owens-Viani, Lisa (Ed) (1999). Sustainable Use of Water
California Success Stories, Pacific Institute for Studies in Development, Environment,
and Security, Oakland, USA.
World Bank (1999).Indonesia Water Supply Sector Policy Framework (WSPF) 1997,
Home Page of the World Bank
http://WBLN0018.worldbank.org
World Bank (1999). The Republic of Indonesia, Water Resources Sector Adjustment
Loan, Home Page of the World Bank.
http://www.worldbank.org
United Nations (1995). Water Resources Management in Indonesia, Integrated Water
Resources Management in Asia and the Pacific, Water Resources Series No. 75, United
Nations Environment Programme.
Zyl, F. C. van. (1995). Integrated Catchment Management: Is it Wishful Thinking or Can
it Succeed?, Journal of Water Science and Technology, Vol. 32, No. 5-6, pp. 27-35.

11

Anda mungkin juga menyukai