Anda di halaman 1dari 41

USULAN PENELITIAN

ANALISIS ELEMEN HINGGA PERTEMUAN BALOK


LEBAR- KOLOM BETON BERTULANG DENGAN
MATERIAL MODEL KERUNTUHAN CONCRETE
DEMAGE PLASTICITY (CDP) DAN COHESIVE
ZONE MODEL (CZM)

PUTU AYU PRISKA DEWI

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
USULAN PENELITIAN

ANALISIS ELEMEN HINGGA PERTEMUAN BALOK


LEBAR- KOLOM BETON BERTULANG DENGAN
MATERIAL MODEL KERUNTUHAN CONCRETE
DEMAGE PLASTICITY (CDP) DAN COHESIVE
ZONE MODEL (CZM)

PUTU AYU PRISKA DEWI


NIM: 1981511030

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke

hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha esa, karena hanya atas

asung wara nugraha-Nya/kurnia-Nya, usulan penelitian yang berjudul “Analisis

Elemen Hingga Pertemuan Balok Lebar- Kolom Beton Bertulang dengan

Material Model Keruntuhan Concrete Demage Plasticity (CDP) dan Cohesive

Zone Model (CZM)” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Bapak I Ketut Sudarsana, ST, PhD., Pembimbing I

yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan,

dan saran selama penyelesaian usulan penelitian ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

Studi Magister Teknik Sipil di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga

ditujukan kepada Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Udayana, Prof. Putu Alit Suthanaya, ST., MEngSc., Ph.D., atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program

Studi Magister Teknik Sipil Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing

penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan

terima kasih kepada keluarga yang telah membesarkan penulis, memberikan dasar-
dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik

untuk berkembangnya kreativitas.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Mahaesa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian usulan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat

kekurangan, karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan

penelitian ini. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.


ABSTRAK

ANALISIS ELEMEN HINGGA PERTEMUAN BALOK LEBAR- KOLOM

BETON BERTULANG
ABSTRACT

FINITE ELEMENT ANALYSIS


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ARTI LAMBANG
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem lantai yang berulang hingga mencapai target ketinggian tertentu

pada struktur bangunan mengakibatkan tingginya biaya material. Banyaknya

jumlah penggunaan dari pada material ini dapat diminimalisir dengan

menggunakan sistem balok lebar, yang merupakan sistem lantai paling murah untuk

bangunan beton bertulang. Sistem balok lebar sangat efisien dalam mengurangi

penggunaan bekisting, memberikan kesederhanaan dalam pengulangan, dan

konstruksi yang lebih cepat (Mirzabagheri, et al., 2018). Balok lebar juga lebih

disukai oleh arsitek dan desainer interior karena memungkinkan lebih banyak

fleksibilitas dalam definisi ruang.

Rangka penahan momen beton bertulang dengan sambungan balok lebar-

kolom sering ditemukan di wilayah Bali seperti pada bangunan gudang, bangunan

komersial, garasi parkir, dan gedung perkantoran. Penggunaan balok lebar beton

bertulang dimanfaatkan untuk mengurangi ketinggian lantai. Dengan

diterbitkannya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 tahun 2009 pasal 95 ayat

b yang menyebutkan bahwa ketinggian bangunan yang memanfaatkan ruang udara

di atas permukaan bumi dibatasi maksimum lima belas meter, menyebabkan

maraknya penggunaan sistem ini.

Di masa lalu, penggunaan sambungan balok lebar-kolom sangat populer

sebagai sistem penahan beban gravitasi di daerah non-seismik. Namun penggunaan

sambungan balok lebar-kolom sebagai sistem penahan beban lateral di daerah


seismik telah dilarang, karena informasi yang tidak memadai tentang perilaku

seismiknya (Mirzabagheri, et al., 2018). Oleh sebab itu, dalam beberapa dekade ini

para peneliti telah banyak melakukan studi eksperimental untuk mengklarifikasi

perilaku seismik dari jenis sambungan ini.

Hasil dari berbagai uji laboratorium dan studi pada jenis sambungan ini

membuktikan bahwa sambungan balok lebar-kolom ketika dirancang dengan

parameter yang sesuai, berkinerja baik dalam menahan beban seismik. Aturan

desain yang ada saat ini juga memungkinkan penggunaan sistem struktural ini di

area rawan gempa. Ketentuan tersebut bertujuan untuk membatasi lebar dari pada

balok lebar (Siah, et al., 2003). Dalam ACI 318-99 lebar balok dibatasi menjadi bc

+ 1,5hb, dimana hb merupakan kedalaman balok dan bc merupakan lebar kolom

(ACI 318, 1999). ACI 352R-02, ACI 318-05, ACI 318-08, ACI 318-11 dan ACI

318-14 membatasi lebar balok ke jumlah minimum antara bc􏰇 + 1,5hc dan 3bc,

dimana hc merupakan kedalaman kolom (ACI-ASCE 352, 2002; ACI 318, 2005;

2008; 2011; 2014).

Sejauh ini berbagai penelitian terkait dengan sambungan balok lebar-

kolom beton bertulang telah banyak dilakukan. (LaFave & Wight, 1999) melakukan

pengujian eksperimental pada sambungan eksterior balok lebar-kolom beton

bertulang dibawah beban lateral siklik statis. Hasil menunjukkan bahwa ketika

model penelitian sambungan balok lebar-kolom beton bertulang dirancang sesuai

dengan persyaratan ACI 318-95, model dikatakan cukup mampu untuk menahan

momen puntir dan berperilaku yang sama seperti model sambungan balok-kolom

beton bertulang konvensional.


Penambahan parameter-parameter baru pada suatu pengujian dapat

menambah pengetahuan terkait perilaku seismik dari sambungan balok-kolom

beton bertulang. Sayangnya, penelitian eksperimental memerlukan biaya yang

cukup mahal untuk memperoleh satu parameter dan sangat bergantung pada tingkat

ketelitian dalam membuat maupun mengetes benda uji. Oleh sebab itu, dengan

kemajuan teknologi saat ini, Pendekatan dengan metode analisis elemen hingga

dapat menjadi alternatif dalam melakukan penelitian. Seperti yang dilakukan oleh

(Li & Kulkarni, 2010) yang melakukan penyelidikan eksperimental dan numerik

terhadap tiga sambungan eksterior balok lebar-kolom beton bertulang skala penuh.

Model diberikan beban siklik statis semu. Analisis elemen hingga 3D nonlinear

dilakukan untuk memvalidasi model berdasarkan hasil percobaan dalam hal

perilaku, respon histeresis, dan profil regangan dari tulangan longitudinal. Studi

parametrik juga dilakukan dengan menambahkan faktor-faktor kritis seperti beban

aksial pada kolom, penambahan balok transversal, dan rasio penulangan balok

balok.

(Behman, et al., 2017) melakukan penelitian terkait perilaku seismik

sambungan balok lebar-kolom beton bertulang dan balok-kolom konvensional yang

diselidiki melalui simulasi eksperimental dan numerikal. Dua model skala penuh

dirancang, dibangun dan diuji dengan pembebanan siklik statis semu. Hasil analisis

elemen hingga menggunakan Abaqus menunjukkan pola retak yang terjadi

merambat di dalam balok yang berdekatan dengan kolom.

Bergerak dari uraian diatas, maka dilakukan penelitian pada model

sambungan balok lebar-kolom beton bertulang dengan berbasis pada analisis


numerik dengan bantuan program elemen hingga Abaqus. Penelitian ini akan

membandingkan model analisis elemen hingga dengan model pengujian

eksperimental. Metode concrete damade plastisity (CDP) digunakan untuk

memodelkan perilaku beton pada Abaqus pasca kondisi elastis. Sedangkan metode

cohesive zone model (CZM) digunakan untuk memodelkan pola retak pada beton.

Peninjauan parameter CDP juga dilakukan pada studi ini untuk mengkalibrasi

parameter-parameter CDP tersebut, sehingga mendapatkan hasil yang valid dengan

hasil eksperimen.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kesesuaian teknik pemodelan menggunakan material model

concrete damage plasticity (CDP) pada Abaqus dengan hasil eksperimen

dalam menganalisis perilaku beban-deformasi dan pola retak sambungan

balok lebar-kolom beton bertulang?

2. Bagaimana kesesuaian teknik pemodelan menggunakan material cohesive

zone model (CZM) pada Abaqus dengan hasil eksperimen dalam

menganalisis perilaku beban-deformasi dan pola retak sambungan balok

lebar-kolom beton bertulang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, adapun tujuan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui kesesuaian teknik pemodelan menggunakan material

model concrete damage plasticity (CDP) pada Abaqus dengan hasil

eksperimen dalam menganalisis perilaku beban-deformasi dan pola retak

sambungan balok lebar-kolom beton bertulang.

2. Untuk mengetahui kesesuaian teknik pemodelan menggunakan material

model cohesive zone model (CZM) pada Abaqus dengan hasil eksperimen

dalam menganalisis perilaku beban-deformasi dan pola retak sambungan

balok lebar-kolom beton bertulang.

1.4 Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang ditinjau agar tidak

terlalu luas, maka diambil batasan masalah sebagai berikut:

1. Benda uji eksperimen yang digunakan sebagai validasi adalah benda uji

pada penelitian yang dilakukan oleh (Fadwa, et al., 2014), dengan kode

benda uji IWBCC.

2. Analisis elemen hingga menggunakan bantuan program ABAQUS/CAE

2019.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pertemuan Balok Lebar-Kolom Beton Bertulang

Salah satu struktur yang paling berperan dalam teknik sipil untuk melawan

pembebanan lateral adalah sistem struktur rangka tahan gempa. Sambungan balok-

kolom adalah bagian paling penting dalam sistem tersebut, karena mentolerir beban

dan momen maksimum di bawah pembebanan lateral. Sambungan balok lebar-

kolom adalah salah satu dari beberapa jenis sambungan beton bertulang yang

digunakan dalam sistem rangka ini

Pertemuan atau sambungan balok lebar-kolom beton bertulang

didefinisikan sebagai sambungan dengan lebar web balok bw melebihi lebar kolom

bc. Balok melintang (transversal) biasanya terletak di sudut kanan dari balok lebar,

dan beberapa tulangan longitudinal balok lebar berakhir di balok ini tersebut, bukan

di inti kolom. (LaFave & Wight, 1999). Kelemahan utama dari struktur rangka

penahan momen beton bertulang dengan sambungan balok lebar-kolom adalah

kekakuan lateral yang rendah, transmisi momen lentur yang kurang baik dari balok

lebar ke kolom dan kapasitas disipasi energi yang buruk ketika digunakan di daerah

yang sangat seismik, sehingga sambungan balok lebar-kolom beton bertulang ini

menjadi topik perhatian bagi para penulis kode, perancang struktural, dan peneliti.

(Fadwa, et al., 2014).

Dalam sistem rangka pemikul momen, ada tiga tipe dari pertemuan balok-

kolom, yakni: tipe pertama pertemuan balok-kolom tengah (interior) seperti pada

Gambar 2.1, tipe kedua pertemuan balok-kolom tepi (eksterior) seperti pada
Gambar 2.2, dan tipe ketiga pertemuan balok-kolom sudut (corner) seperti pada

Gambar 2.3.

Kolom
Balok
Balok

Kolom

Gambar 2.1 Pertemuan balok-kolom tengah (interior)

Kolom
Balok Balok

Balok
Kolom
Kolom

a. Tiga sisi terkekang b. Dua sisi terkekang

Gambar 2.2 Pertemuan balok-kolom tepi (eksterior)

Kolom

Balok Balok

Kolom Kolom

Gambar 2.3 Pertemuan balok-kolom sudut (corner)

Gaya pada pertemuan balok-kolom interior disumbangkan oleh beban

gravitasi dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.4. Tegangan dan tekanan dari

ujung balok dan beban aksial dari kolom dapat menyebar langsung pada pertemuan
balok-kolom. Tegangan strut digambarkan dengan garis putus-putus dan tegangan

pada tulangan di gambar dengan garis lurus terlihat pada Gambar 2.4.

M
Cc
P+ Ts

Ts- Ts+ Ts Ts
M- M+
M
V V V
V
M
- +
Cc Cc Cc Cc

- Cc
P V Ts
M
(a) Beban Gravitasi (b) Beban Seismik

Gambar 2.4 Pertemuan balok-kolom Interior

2.2 Kegagalan pada Pertemuan Balok Lebar-Kolom

Respon seismik dari struktur beton bertulang telah diselidiki oleh (Wu,

2001) yang menunjukkan bahwa tegangan utama pada sambungan balok lebar-

kolom interior biasanya lebih besar dari 0,29 √fc′, sedangkan tegangan kompresi

utama biasanya lebih kecil dari 0,5fc′. Berdasarkan kriteria kegagalan yang,

sambungan seperti itu dapat gagal karena geser sambungan, slip ikatan tulangan

melalui sambungan, atau daktilitas lentur balok.

Ketika struktur dikenai beban gempa, sambungan balok lebar-kolom interior

biasanya mengalami gaya geser yang besar. Momen dan gaya geser yang dihasilkan

dalam balok dan kolom struktur bangunan menimbulkan reaksi tegangan internal

pada permukaan inti dari sambungan. Reaksi tegangan ini menyebabkan gaya geser

horizontal dan vertikal yang bekerja pada inti sambungan. Akibatnya, ketegangan
diagonal internal dan tekanan kompresi (masing-masing disebut fdt dan fdc) jika

cukup besar, ini akan menyebabkan retak diagonal pada inti beton.

Gambar 2.5 Tegangan eksternal dan internal sambungan balok-kolom interior


Sumber: (Bing, et al., 2002)

Selanjutnya untuk tipe pola retak pada pertemuan balok lebar-kolom

selengkapnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 dibagi menjadi empat tipe

bagian yaitu: (Fadwa, Ali et al. 2014)

A. Retak lentur terlihat pada bagian balok dan dikembangkan sepanjang balok.

B. Retak miring dimulai dari sisi kolom (dekat dengan sudut kolom) dan

memanjang ke luar pada sudut sekitar 45° searah pembebanan yang

diterapkan.

C. Retak penyilang berkembang pada bagian luar dari balok lebar yang

berdekatan dengan sisi kolom yang memanjang ke arah balok melintang.

D. Retak lentur yang sempit terjadi pada permukaan kolom.


Gambar 2.6 Pola retak pada pertemuan balok lebar-kolom
Sumber: (Fadwa, et al., 2014)

Karena adanya tulangan transversal pada pertemuan balok lebar-kolom, gaya geser

sambungan dilakukan oleh mekanisme truss dan struts yang dinyatakan dengan

rumus dibawah ini (Bing, et al., 2002).

𝑉𝑗ℎ = 𝑉𝑐ℎ + 𝑉𝑠ℎ (2.1)

dimana Vjh adalah gaya geser sambungan total, Vch adalah gaya yang dilakukan oleh

penyangga kompresi diagonal, dan Vsh adalah gaya yang dilakukan oleh tulangan

geser horizontal. Perkuatan melintang sambungan membantu sambungan berbagi

bagian dari total gaya geser. Dengan demikian, dapat mencegah penyangga

kompresi diagonal kelebihan beban pada tahap daktilitas sebelumnya.

2.3 Analisis Numerik Berbasis Elemen Hingga

2.3.1. Program Elemen Hingga Abaqus/CAE 2019

Abaqus merupakan program pemodelan atau simulasi dari keteknikan,

berdasarkan metode elemen hingga, memberikan solusi dari permasalahan analisis

linier sederhana sampai simulasi nonlinier tingkat tinggi. Abaqus dilengkapi


dengan material library yang luas yang dapat dimodelkan dengan berbagai bentuk

virtual. Abaqus dapat digunakan untuk menpelajari lebih jauh dari permasalahan

struktur (tegangan/deformasi). Abaqus dapat juga mensimulasikan masalah seperti

transfer panas, difusi massa, pengolahan suhu dari komponen elektronik, mekanika

tanah, dan analisis piezoelectric, serta cakupan yang luas mensimulasi aplikasi

linier dan nonlinier. Proses analisis Abaqus yang komplit selalu dilengkapi tiga

tahapan sepeti Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Analisis komplit menggunakan Abaqus terdiri dari tiga tahapan
Sumber: Abaqus (2014b)

Preprocessing (Abaqus/CAE)

Tahapan ini adalah mendefinisikan model dari bentuk, dimensi, dan

membuat input file Abaqus. Objek yang akan dianalisis bisa dibuat dalam ukuran

atau dimensi sebenarnya dengan fitur-fitur yang dengan mudah digunakan pada

Abaqus. Material yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi objek dapat dipilih
dengan berbagai pendekatan yang disediakan pada Abaqus sesuai dengan perilaku

yang diinginkan.

Simulation (Abaqus/Standard or Abaqus/Explicit)

Simulasi adalah proses analisis yang biasanya dijalankan di latar belakang,

dimana Abaqus/Standar atau Abaqus/Explicit memecahkan masalah numerik yang

didefinisikan dalam model. Tergantung pada kompleksitas masalah yang dianalisis

dan kekuatan komputer yang digunakan, mungkin mengambil waktu dari detik ke

hari untuk menyelesaikan jalannya analisis.

Postprocessing (Abaqus/CAE)

Hasil dapat dievaluasi setelah simulasi telah selesai dan deformasi,

tegangan, atau variabel fundamental lainnya telah dihitung. Evaluasi umumnya

dilakukan secara interaktif menggunakan modul Visualisasi Abaqus/CAE atau

yang lainnya. Modul Visualisasi, output file database yang dibaca, memiliki

berbagai pilihan untuk menampilkan hasil, termasuk plot kontur warna, animasi,

plot bentuk kerusakan, dan plot data pada diagram X-Y.

2.3.2 Pemodelan Keruntuhan Beton pada Abaqus

Cracking model for concrete

Simulasi numerik perambatan retak dan analisis pertumbuhan retak pada

beton bertulang masih merupakan masalah yang belum terpecahkan dan merupakan

bagian penting dari penelitian saat ini. Diskontinuitas seperti retak tidak dapat

dimodelkan, karena analisis elemen hingga didasarkan pada pendekatan kontinum.

Pada metode smeared cracking, retakan dipetakan oleh daerah dengan tingkat

regangan yang tinggi. Namun, pendekatan ini tidak mewakili pola retak nyata
karena lokasi distorsi dan diskontinuitas dalam bidang perpindahan tidak dipetakan.

Sebagai alternatif, dapat menggunakan extended finite element method (XFEM).

Metode XFEM memberikan keuntungan dilihat dari aspek waktu perhitungan yang

jauh lebih singkat, kesederhanaan definisi retak awal dan generasi mesh yang

diperlukan (Rombach & Faron, 2019).

Program elemen hingga Abaqus menawarkan dua metode berbeda untuk

memodelkan perambatan retak menggunakan XFEM yaitu, the cohesive zone

model (CZM)dan the virtual crack closing technique (VCCT). Dalam VCCT,

energi yang diserap oleh fraktur material diasumsikan sebagai pekerjaan yang

diperlukan untuk menutup permukaan retak. Sedangkan CZM didasarkan pada

mekanika kerusakan dan menggunakan hubungan pemisahan traksi. Fraktur

dimulai ketika kriteria kerusakan terpenuhi. Pada penelitian ini akan menggunakan

analisis CZM, dimana retak berlanjut ketika tegangan utama maksimum (MAXPS)

mencapai nilai kritis f = 1. Data material yang relevan untuk beton diambil dari

Panduan Pengguna Analisis Abaqus 2012 dan diperkirakan sebagai berikut

(Abaqus, 2012): Tegangan utama maksimum (max) = 10,45 MPa, fraktur energi

mode normal (GIC) = 19,58 N/m, fraktur energi mode geser arah pertama (GIIC) =

19,58 N/m, fraktur energi mode geser arah kedua (GIIIC) = 19,58 N/m.
Gambar 2.8 Representasi retak dengan menghubungkan node XFEM
Sumber: (Rombach & Faron, 2019)

Gambar 2.9 Principle of phantom nodes


Sumber: (Rombach & Faron, 2019)

Concrete Demage Plasticity

Material model concrete damage plasticity digunakan dalam memodelkan

perilaku plastis beton dan model keruntuhan, yang mengasumsikan mekanisme

kegagalan utama dari beton yaitu retak tarik dan tekan. Material model ini

menggunakan mekanisme leleh dengan persamaan modifikasi (LaFave & James,

2005), dari persamaan berikut:

1 ~ pl ~
F (q  3 p   ( )( max )   ( max ))   c (c )
pl
(2.2)
1

Bentuk permukaan beban pada bidang deviatory ditentukan oleh γ, dengan α

merupakan parameter perbandingan kuat tekan dua arah (σb0) dengan kuat tekan

satu arah (σc0) yang dihitung berdasarkan kurva Kupfer’s (Gambar 2.11),

persamaan α adalah sebagai berikut:

 b0 
   1
  c0  (2.3)

2 b 0  1

  c0 
Parameter γ akan aktif ketika principal stress maksimum bernilai negatif.

3(1  K1 ) (2.4)

2K c  1

Bidang p – q (Gambar 2.10) menggambarkan fungsi leleh, dimana p adalah

tegangan tensor (tegangan tekanan hidrostatis) dan q adalah tegangan efektif Mises

ekivalen, seperti ditampilkan pada Persamaan (2.5) dan (2.6)

Gambar 2.10 Sudut dilasi dan eksentrisitas pada bidang meridian


Sumber: Genikomsou & Polak ( 2014 dan 2015)

1 (2.5)
p    I1
3

3 (2.6)
q (S : S
2

I1 dan S adalah invarian pertama dari tegangan tensor dan tegangan efektif

deviatoric, yang didefinisiskan sebagai berikut:

(2.7)
I1  trace ( )
S    pI (2.8)
~ pl
Fungsi β( ) didefinisiskan seperti Persamaan (2.9)
 ~ pl 
 c c 
 ~ pl 
     ~  (1   )  (1   ) (2.9)
    pl 
t t 
 
 ~
 
~

 c c pl  dan  t t pl  merupakan tegangan tekan efektif dan tegangan kohesi
   

tarik.

Gambar 2.11 Kurva Kupfer’s menunjukkan kuat beton akibat tegangan dua arah
Sumber: Genikomsou & Polak (2014 dan 2015)

Kc adalah rasio tarik dengan tekan pada garis meridian yang menggambarkan

bentuk dari leleh permukaan pada bidang deviatory (Gambar 2.12). Kc =2/3 sesuai

persamaan Rankine dan Kc = 1 untuk kriteria Drucker-Prager, dimana Kc

seharusnya didefinisikan berdasarkan tes pada beton secara tiga arah, tetapi tes dua

arah dapat digunakan untuk mendapatkan nilai  b0 /  c0 . Pada studi ini nilai Kc

menggunakan nilai 2/3 = 0,667. Nilai ini setara dengan kriteria kekuatan yang
diformulasikan oleh William dan Warnke (kombinasi dari tiga tangen eliptikal)

yang berdasarkan hasil tes triaksial (Kmiecik & Kaminski, 2011).

Fungsi potensial aliran (flow potential function), G(σ) merupakan fungsi yang

digunakan dalam concrete damage plasticity model, dengan persamaan sebagai

berikut:

Gambar 2.12 Permukaan potensial plastis Kc = 1 dan Kc =2/3 pada bidang


deviatory
Sumber: Genikomsou & Polak (2014 dan 2015)
2 (2.10)
G( )  ( t 0 tan ) 2  q  p tan

ε, adalah eksentrisitas yang merupakan nilai pendekatan asymptote dari fungsi

potensial plastis dan σt0 adalah tegangan uniaksial. Sudut dilasi (dilation angle), ѱ

pada Persamaan (2.10), diukur pada bidang p – q pada tekanan kekangan tinggi.

Dari hasil beberapa peninjauan terhapat nilai eksentrisitas pada metode ini adalah ε

= 1. Ketika ε = 0, permukaan dari bidang meridian menjadi garis lurus seperti

(Gambar 2.10).

Tegangan efektif untuk beban satu arah ditentukan sebagai beikut:


  (1  d )  (1  d ) E0 (  pl ) (2.11)

Sudut dilasi dan eksentrisitas pada bidang meridian berdasarkan fungsi hiperbola

Drucker-Prager. Kerusakan beton, d, mendefinisikan kerusakan berjangka dari

kerusakan tekan dan tarik, dc dan dt, sebagai berikut:

(1  d )  (1  st d c )(1  sc d t ) (2.12)

dengan sc dan st merupakan fungsi yang menentukan stiffnes recovery dari tarik

dan tekan dengan persamaan:

st  1  wc (1  r ( )) (2.13)

(2.14)
sc  1  wt r ( )

wc dan wt adalah faktor berat yang menentukan recovery kekakuan dari tekan dan

Tarik, dan r(σ) adalah arah berat yang ditunjuk pada tegangan principal (principal

stresses). Metode keruntuhan plastis beton ini disediakan dengan viscoplastic

regulation dari pedekatan general Devaut-Lions. Parameter viscositas, μ,

memperbaharui regangan tensor plastis dan parameter damage berasal dari

relaksasi waktu tambahan. Nilai regangan viskoplastis dan peningkatan kerusakan

viskoplastis berturut-turut ditentukan dengan:

 1 pl
v  (  v )
pl pl

 (2.15)


(2.16)
1
d v  (d  d v )

dimana dv menandakan variablel dari penurunan kekakuan viskositas. Gambar

regangan in-elastis tekan, dan regangan tarik setelah retak menurut Genikomsou &

Polak (2014 dan 2015) terdapat pada Gambar 2.13.

a. Definisi regangan inelastis tekan b. Regangan tarik setelah retak


Gambar 2.13 Definisi regangan inelastis tekan dan regangan tarik setelah retak
Sumber: Genikomsou & Polak (2014 dan 2015)

Berdasarkan data eksperimental diagram tegangan-regangan pada tekan dan tarik

pada

Gambar 2.13, dapat digunakan dalam menentukan tegangan-regangan tarik retak (

~tck ) dan tegangan-regangan tekan hancur ( ~tin ) yang dibebani uniaksial.

Hubungan regangan retak dan hancur dengan regangan plastis ( ~ ) dapat dilihat
pl

pada persamaan berikut:

dc  c
~cpl  ~cin  (2.17)
(1  d c ) E0
d t (2.18)
~t pl  ~tck  t
(1  d t ) E0
Pada beberapa penelitian menggunakan material model concrete damage plasticity,

sudut dilasi ѱ, shape factor Kc, rasio tegangan  b0 /  c0 , dan eksentrisitas ε selalu
dipertimbangkan. Nilai masing-masing parameter adalah sudut dilasi ѱ diambil

berkisar antara 30° a/d 40°, eksestrisitas ε = 0.1, Kc = 0.67, dan rasio tegangan

 b0 /  c0 = 1.16 yang merupakan nilai terbaik dari hasil beberapa penelitian untuk

diinput data dalam program.

2.4 Referensi Validasi Pemodelan

Validasi dilakukan untuk menentukan keakuratan pemodelan dan

menentukan sensitivitas agar mendapatkan hasil yang setara dengan hasil

eksperimen. Untuk proses ini, benda uji diambil dari penelitian (Fadwa, et al.,

2014), dengan kode benda uji XXX yang berupa hubungan pelat-kolom beton

bertulang tanpa adanya tulangan geser. Benda uji ini berdimensi kolom 250 x 250

mm dan tinggi 700mm yang diukur dari permukaan pelat atas dan pelat bawah,
BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pembuatan geometri balok bataton

Balok lebar-kolom beton pada penelitian ini digunakan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.1 Spesifikasi balok bataton

Spesifikasi Ukuran
Balok 900x300 mm
Kolom 450x400 mm
Tinggi 3000 mm
Panjang 3850 mm
Mutu beton 22 MPa
Mutu Baja 400 MPa

Gambar 3.1 Tulangan Balok Lebar-Kolom Beton Bertulang


Gambar 3.2 Balok Lebar-Kolom Beton Bertulang
Tabel 3.2 Spesifikasi Tulangan

Spesifikasi Diameter Tulangan Ukuran


Balok
Longitudinal D18, D14 & D16
Sengkang 8mm
Spasi Tulangan Sengkang 100 & 150 mm
Kolom
Longitudinal D20
Sengkang 8mm
Spasi Tulangan Sengkang 100 & 150 mm

a. Penulangan Logitudinal Pada Ekperimen

b. Penulangan Logitudinal Pada Program

Gambar 3.3 Penulangan Logitudinal


b. Penulangan Sengkang Pada Eksperimen

b. Penulangan Sengkang Pada Program

Gambar 3.4 Penulangan Sengkang

Input data property

Input data property dilakukan dengan memasukkan data berupa sifat- sifat mekanik

material. Material beton pada penelitian ini dimodelkan dengan tipe solid,

homogeneous sedangkan tulangan dimodelkan dengan tipe truss.

Material baja yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Mass density = 7850 kg/m3

b. Young’s modulus = 200000 MPa


c. Poisson’s ratio = 0,3

Assembly dan meshing

Balok lebar-kolom dan tulangan yang telah diinput data material, selanjutnya akan

dirakit. Tulangan akan dirakit menjadi suatu rangkaian tulangan dengan tulangan

longitudional beserta tulangan sengkangnya.

Meshing adalah pedefinisian elemen pada model material beton bertulang. Semakin

banyak elemen yang diberikan maka hasil perhitungan akan semakin akurat.

Pendefinisian kondisi benda uji

Setelah tahap meshing selesai, ada beberapa kondisi yang harus diberikan pada

benda uji.

a. Pemberian perletakan (restraint)

Dalam penelitan digunakan jenis perletakan sendi pada ujung-ujung balok

dan pada ujung bawah kolom.

b. Bemberian beban

Pembebanan yang diaplikasikan pada model berupa beban aksial kearah

vertikal secara konstan sebesar 350 kN dan beban siklik atau cyclic load

pada ujung atas kolom kearah horizontal.

c. Penentuan titik displacement

Penentuan lokasi displacement pada node ujung atas kolom.


d. Running dan output

Setelah semua proses input data selesai diberikan kepada model, maka tahap

selanjutnya adalah running. Dalam proses running ini, selain input dan

output yang keluar dapat diminta juga grafik hubungan beban dan lendutan.

Setelah proses running selesai, seluruh output seperti tegangan, regangan,

displacement dan retak dapat dilihat pada Abaqus ODB File.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


BAB V

PEMBAHASAN
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai