hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha esa, karena hanya atas
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan dan fasilitas yang
Studi Magister Teknik Sipil di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga
ditujukan kepada Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Udayana, Prof. Putu Alit Suthanaya, ST., MEngSc., Ph.D., atas
penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan
terima kasih kepada keluarga yang telah membesarkan penulis, memberikan dasar-
dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Mahaesa selalu
kekurangan, karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis
BETON BERTULANG
ABSTRACT
PENDAHULUAN
menggunakan sistem balok lebar, yang merupakan sistem lantai paling murah untuk
bangunan beton bertulang. Sistem balok lebar sangat efisien dalam mengurangi
konstruksi yang lebih cepat (Mirzabagheri, et al., 2018). Balok lebar juga lebih
disukai oleh arsitek dan desainer interior karena memungkinkan lebih banyak
kolom sering ditemukan di wilayah Bali seperti pada bangunan gudang, bangunan
komersial, garasi parkir, dan gedung perkantoran. Penggunaan balok lebar beton
diterbitkannya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 tahun 2009 pasal 95 ayat
seismiknya (Mirzabagheri, et al., 2018). Oleh sebab itu, dalam beberapa dekade ini
Hasil dari berbagai uji laboratorium dan studi pada jenis sambungan ini
parameter yang sesuai, berkinerja baik dalam menahan beban seismik. Aturan
desain yang ada saat ini juga memungkinkan penggunaan sistem struktural ini di
area rawan gempa. Ketentuan tersebut bertujuan untuk membatasi lebar dari pada
balok lebar (Siah, et al., 2003). Dalam ACI 318-99 lebar balok dibatasi menjadi bc
(ACI 318, 1999). ACI 352R-02, ACI 318-05, ACI 318-08, ACI 318-11 dan ACI
318-14 membatasi lebar balok ke jumlah minimum antara bc + 1,5hc dan 3bc,
dimana hc merupakan kedalaman kolom (ACI-ASCE 352, 2002; ACI 318, 2005;
kolom beton bertulang telah banyak dilakukan. (LaFave & Wight, 1999) melakukan
bertulang dibawah beban lateral siklik statis. Hasil menunjukkan bahwa ketika
dengan persyaratan ACI 318-95, model dikatakan cukup mampu untuk menahan
momen puntir dan berperilaku yang sama seperti model sambungan balok-kolom
cukup mahal untuk memperoleh satu parameter dan sangat bergantung pada tingkat
ketelitian dalam membuat maupun mengetes benda uji. Oleh sebab itu, dengan
kemajuan teknologi saat ini, Pendekatan dengan metode analisis elemen hingga
dapat menjadi alternatif dalam melakukan penelitian. Seperti yang dilakukan oleh
(Li & Kulkarni, 2010) yang melakukan penyelidikan eksperimental dan numerik
terhadap tiga sambungan eksterior balok lebar-kolom beton bertulang skala penuh.
Model diberikan beban siklik statis semu. Analisis elemen hingga 3D nonlinear
perilaku, respon histeresis, dan profil regangan dari tulangan longitudinal. Studi
aksial pada kolom, penambahan balok transversal, dan rasio penulangan balok
balok.
diselidiki melalui simulasi eksperimental dan numerikal. Dua model skala penuh
dirancang, dibangun dan diuji dengan pembebanan siklik statis semu. Hasil analisis
memodelkan perilaku beton pada Abaqus pasca kondisi elastis. Sedangkan metode
cohesive zone model (CZM) digunakan untuk memodelkan pola retak pada beton.
Peninjauan parameter CDP juga dilakukan pada studi ini untuk mengkalibrasi
hasil eksperimen.
model cohesive zone model (CZM) pada Abaqus dengan hasil eksperimen
1. Benda uji eksperimen yang digunakan sebagai validasi adalah benda uji
pada penelitian yang dilakukan oleh (Fadwa, et al., 2014), dengan kode
2019.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Salah satu struktur yang paling berperan dalam teknik sipil untuk melawan
pembebanan lateral adalah sistem struktur rangka tahan gempa. Sambungan balok-
kolom adalah bagian paling penting dalam sistem tersebut, karena mentolerir beban
kolom adalah salah satu dari beberapa jenis sambungan beton bertulang yang
didefinisikan sebagai sambungan dengan lebar web balok bw melebihi lebar kolom
bc. Balok melintang (transversal) biasanya terletak di sudut kanan dari balok lebar,
dan beberapa tulangan longitudinal balok lebar berakhir di balok ini tersebut, bukan
di inti kolom. (LaFave & Wight, 1999). Kelemahan utama dari struktur rangka
kekakuan lateral yang rendah, transmisi momen lentur yang kurang baik dari balok
lebar ke kolom dan kapasitas disipasi energi yang buruk ketika digunakan di daerah
yang sangat seismik, sehingga sambungan balok lebar-kolom beton bertulang ini
menjadi topik perhatian bagi para penulis kode, perancang struktural, dan peneliti.
Dalam sistem rangka pemikul momen, ada tiga tipe dari pertemuan balok-
kolom, yakni: tipe pertama pertemuan balok-kolom tengah (interior) seperti pada
Gambar 2.1, tipe kedua pertemuan balok-kolom tepi (eksterior) seperti pada
Gambar 2.2, dan tipe ketiga pertemuan balok-kolom sudut (corner) seperti pada
Gambar 2.3.
Kolom
Balok
Balok
Kolom
Kolom
Balok Balok
Balok
Kolom
Kolom
Kolom
Balok Balok
Kolom Kolom
gravitasi dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.4. Tegangan dan tekanan dari
ujung balok dan beban aksial dari kolom dapat menyebar langsung pada pertemuan
balok-kolom. Tegangan strut digambarkan dengan garis putus-putus dan tegangan
pada tulangan di gambar dengan garis lurus terlihat pada Gambar 2.4.
M
Cc
P+ Ts
Ts- Ts+ Ts Ts
M- M+
M
V V V
V
M
- +
Cc Cc Cc Cc
- Cc
P V Ts
M
(a) Beban Gravitasi (b) Beban Seismik
Respon seismik dari struktur beton bertulang telah diselidiki oleh (Wu,
2001) yang menunjukkan bahwa tegangan utama pada sambungan balok lebar-
kolom interior biasanya lebih besar dari 0,29 √fc′, sedangkan tegangan kompresi
utama biasanya lebih kecil dari 0,5fc′. Berdasarkan kriteria kegagalan yang,
sambungan seperti itu dapat gagal karena geser sambungan, slip ikatan tulangan
biasanya mengalami gaya geser yang besar. Momen dan gaya geser yang dihasilkan
dalam balok dan kolom struktur bangunan menimbulkan reaksi tegangan internal
pada permukaan inti dari sambungan. Reaksi tegangan ini menyebabkan gaya geser
horizontal dan vertikal yang bekerja pada inti sambungan. Akibatnya, ketegangan
diagonal internal dan tekanan kompresi (masing-masing disebut fdt dan fdc) jika
cukup besar, ini akan menyebabkan retak diagonal pada inti beton.
selengkapnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 dibagi menjadi empat tipe
A. Retak lentur terlihat pada bagian balok dan dikembangkan sepanjang balok.
B. Retak miring dimulai dari sisi kolom (dekat dengan sudut kolom) dan
diterapkan.
C. Retak penyilang berkembang pada bagian luar dari balok lebar yang
Karena adanya tulangan transversal pada pertemuan balok lebar-kolom, gaya geser
sambungan dilakukan oleh mekanisme truss dan struts yang dinyatakan dengan
dimana Vjh adalah gaya geser sambungan total, Vch adalah gaya yang dilakukan oleh
penyangga kompresi diagonal, dan Vsh adalah gaya yang dilakukan oleh tulangan
bagian dari total gaya geser. Dengan demikian, dapat mencegah penyangga
virtual. Abaqus dapat digunakan untuk menpelajari lebih jauh dari permasalahan
transfer panas, difusi massa, pengolahan suhu dari komponen elektronik, mekanika
tanah, dan analisis piezoelectric, serta cakupan yang luas mensimulasi aplikasi
linier dan nonlinier. Proses analisis Abaqus yang komplit selalu dilengkapi tiga
Gambar 2.7 Analisis komplit menggunakan Abaqus terdiri dari tiga tahapan
Sumber: Abaqus (2014b)
Preprocessing (Abaqus/CAE)
membuat input file Abaqus. Objek yang akan dianalisis bisa dibuat dalam ukuran
atau dimensi sebenarnya dengan fitur-fitur yang dengan mudah digunakan pada
Abaqus. Material yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi objek dapat dipilih
dengan berbagai pendekatan yang disediakan pada Abaqus sesuai dengan perilaku
yang diinginkan.
dan kekuatan komputer yang digunakan, mungkin mengambil waktu dari detik ke
Postprocessing (Abaqus/CAE)
yang lainnya. Modul Visualisasi, output file database yang dibaca, memiliki
berbagai pilihan untuk menampilkan hasil, termasuk plot kontur warna, animasi,
beton bertulang masih merupakan masalah yang belum terpecahkan dan merupakan
bagian penting dari penelitian saat ini. Diskontinuitas seperti retak tidak dapat
Pada metode smeared cracking, retakan dipetakan oleh daerah dengan tingkat
regangan yang tinggi. Namun, pendekatan ini tidak mewakili pola retak nyata
karena lokasi distorsi dan diskontinuitas dalam bidang perpindahan tidak dipetakan.
Metode XFEM memberikan keuntungan dilihat dari aspek waktu perhitungan yang
jauh lebih singkat, kesederhanaan definisi retak awal dan generasi mesh yang
model (CZM)dan the virtual crack closing technique (VCCT). Dalam VCCT,
energi yang diserap oleh fraktur material diasumsikan sebagai pekerjaan yang
dimulai ketika kriteria kerusakan terpenuhi. Pada penelitian ini akan menggunakan
analisis CZM, dimana retak berlanjut ketika tegangan utama maksimum (MAXPS)
mencapai nilai kritis f = 1. Data material yang relevan untuk beton diambil dari
(Abaqus, 2012): Tegangan utama maksimum (max) = 10,45 MPa, fraktur energi
mode normal (GIC) = 19,58 N/m, fraktur energi mode geser arah pertama (GIIC) =
19,58 N/m, fraktur energi mode geser arah kedua (GIIIC) = 19,58 N/m.
Gambar 2.8 Representasi retak dengan menghubungkan node XFEM
Sumber: (Rombach & Faron, 2019)
kegagalan utama dari beton yaitu retak tarik dan tekan. Material model ini
1 ~ pl ~
F (q 3 p ( )( max ) ( max )) c (c )
pl
(2.2)
1
merupakan parameter perbandingan kuat tekan dua arah (σb0) dengan kuat tekan
satu arah (σc0) yang dihitung berdasarkan kurva Kupfer’s (Gambar 2.11),
b0
1
c0 (2.3)
2 b 0 1
c0
Parameter γ akan aktif ketika principal stress maksimum bernilai negatif.
3(1 K1 ) (2.4)
2K c 1
tegangan tensor (tegangan tekanan hidrostatis) dan q adalah tegangan efektif Mises
1 (2.5)
p I1
3
3 (2.6)
q (S : S
2
I1 dan S adalah invarian pertama dari tegangan tensor dan tegangan efektif
(2.7)
I1 trace ( )
S pI (2.8)
~ pl
Fungsi β( ) didefinisiskan seperti Persamaan (2.9)
~ pl
c c
~ pl
~ (1 ) (1 ) (2.9)
pl
t t
~
~
c c pl dan t t pl merupakan tegangan tekan efektif dan tegangan kohesi
tarik.
Gambar 2.11 Kurva Kupfer’s menunjukkan kuat beton akibat tegangan dua arah
Sumber: Genikomsou & Polak (2014 dan 2015)
Kc adalah rasio tarik dengan tekan pada garis meridian yang menggambarkan
bentuk dari leleh permukaan pada bidang deviatory (Gambar 2.12). Kc =2/3 sesuai
seharusnya didefinisikan berdasarkan tes pada beton secara tiga arah, tetapi tes dua
arah dapat digunakan untuk mendapatkan nilai b0 / c0 . Pada studi ini nilai Kc
menggunakan nilai 2/3 = 0,667. Nilai ini setara dengan kriteria kekuatan yang
diformulasikan oleh William dan Warnke (kombinasi dari tiga tangen eliptikal)
Fungsi potensial aliran (flow potential function), G(σ) merupakan fungsi yang
berikut:
potensial plastis dan σt0 adalah tegangan uniaksial. Sudut dilasi (dilation angle), ѱ
pada Persamaan (2.10), diukur pada bidang p – q pada tekanan kekangan tinggi.
Dari hasil beberapa peninjauan terhapat nilai eksentrisitas pada metode ini adalah ε
(Gambar 2.10).
Sudut dilasi dan eksentrisitas pada bidang meridian berdasarkan fungsi hiperbola
(1 d ) (1 st d c )(1 sc d t ) (2.12)
dengan sc dan st merupakan fungsi yang menentukan stiffnes recovery dari tarik
st 1 wc (1 r ( )) (2.13)
(2.14)
sc 1 wt r ( )
wc dan wt adalah faktor berat yang menentukan recovery kekakuan dari tekan dan
Tarik, dan r(σ) adalah arah berat yang ditunjuk pada tegangan principal (principal
1 pl
v ( v )
pl pl
(2.15)
(2.16)
1
d v (d d v )
dimana dv menandakan variablel dari penurunan kekakuan viskositas. Gambar
regangan in-elastis tekan, dan regangan tarik setelah retak menurut Genikomsou &
pada
Hubungan regangan retak dan hancur dengan regangan plastis ( ~ ) dapat dilihat
pl
dc c
~cpl ~cin (2.17)
(1 d c ) E0
d t (2.18)
~t pl ~tck t
(1 d t ) E0
Pada beberapa penelitian menggunakan material model concrete damage plasticity,
sudut dilasi ѱ, shape factor Kc, rasio tegangan b0 / c0 , dan eksentrisitas ε selalu
dipertimbangkan. Nilai masing-masing parameter adalah sudut dilasi ѱ diambil
berkisar antara 30° a/d 40°, eksestrisitas ε = 0.1, Kc = 0.67, dan rasio tegangan
b0 / c0 = 1.16 yang merupakan nilai terbaik dari hasil beberapa penelitian untuk
eksperimen. Untuk proses ini, benda uji diambil dari penelitian (Fadwa, et al.,
2014), dengan kode benda uji XXX yang berupa hubungan pelat-kolom beton
bertulang tanpa adanya tulangan geser. Benda uji ini berdimensi kolom 250 x 250
mm dan tinggi 700mm yang diukur dari permukaan pelat atas dan pelat bawah,
BAB III
METODE PENELITIAN
Balok lebar-kolom beton pada penelitian ini digunakan spesifikasi sebagai berikut:
Spesifikasi Ukuran
Balok 900x300 mm
Kolom 450x400 mm
Tinggi 3000 mm
Panjang 3850 mm
Mutu beton 22 MPa
Mutu Baja 400 MPa
Input data property dilakukan dengan memasukkan data berupa sifat- sifat mekanik
material. Material beton pada penelitian ini dimodelkan dengan tipe solid,
Balok lebar-kolom dan tulangan yang telah diinput data material, selanjutnya akan
dirakit. Tulangan akan dirakit menjadi suatu rangkaian tulangan dengan tulangan
Meshing adalah pedefinisian elemen pada model material beton bertulang. Semakin
banyak elemen yang diberikan maka hasil perhitungan akan semakin akurat.
Setelah tahap meshing selesai, ada beberapa kondisi yang harus diberikan pada
benda uji.
b. Bemberian beban
vertikal secara konstan sebesar 350 kN dan beban siklik atau cyclic load
Setelah semua proses input data selesai diberikan kepada model, maka tahap
selanjutnya adalah running. Dalam proses running ini, selain input dan
output yang keluar dapat diminta juga grafik hubungan beban dan lendutan.
PEMBAHASAN
BAB VI