Anda di halaman 1dari 14

Nama Kelompok : Indra Wahyudi (140221100108)

Mahmud Ismail (140221100113)


Mohammad Mohali (140221100108)

BAB II
FRAUD AUDITING AND FORENSIC ACCOUNTING
FRAUD PRINCIPLES
DEFINISI : APAKAH FRAUD ITU?
Definisi fraud dapat berbeda-beda tergantung dari siapa yang mendefinisikannya
dan bagaimana keadaan orang yang mendefinisikanya. Seseorang dapat mengartikan
fraud dalam bentuk dari kecurangan yang disengaja (termasuk berbohong dan berbuat
curang) adalah kebalikan dari kebenaran, keadilan, kejujuran, dan equity. Fraud juga
dapat diartikan sebagai cedera. Seseorang dapat mengakibatkan orang lain cedera
karena kekuatan atau melalui fraud.
Fraud merupakan satu kata yang memiliki banyak definisi, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Fraud sebagai tindak kriminal. Fraud (penipuan) merupakan kata yang
menggambarkan segala perbuatan tidak jujur (curang) yang dirancang/dilakukan
oleh seseorang untuk memperoleh keuntungan, baik dengan cara mendiamkan,
memperdaya, licik dan cara-cara tidak adil untuk mencurangi orang lain.
2. Corporate Fraud adalah fraud yang dilakukan oleh, untuk, dan terhadap suatu
korporasi bisinis.
3. Management Fraud adalah kesalahan penyajian yang disengaja oleh perusahaan atau
unit-unit kerja didalamnya yang dilakukan oleh karyawan dalam lingkungan
manajemen perusahaan dengan tujuan promosi, bonus atau keuntungan ekonomis
lainnya serta simbol status.
4. Definisi Fraud menurut Layperson adalah ketidakjujuran dalam bentuk kecurangan
yang disengaja atau kesalahan penyajian yang disengaja dari suatu fakta yang
material.
5. Definisi Fraud menurut ACFE dapat berupa fraud pada pekerjaan dan
penyalahgunaannya (penipuan karyawan), yaitu seseorang yang menggunakan
pekerjaannya untuk memperoleh keuntungan personal dengan cara penyalahgunaan
atau mencuri sumber daya atau aset perusahaan; fraud atas laporan keuangan yaitu
kesalahan penyajian yang disengaja dari keadaan keuangan perusahaan melalui

1
kesalahan dan kelalaian dalam menyajikan jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan untuk mengelabui pengguna laporan keuangan.
6. Fraud sebagai kerugian. Pada Tahun 1887 US Supreme Court mendefinisikan fraud
dari sisi masyarakat sipil sebagai :
Pertama : Terdakwa merepresentasikan sebuah fakta material.
Kedua : Representasi tersebut salah.
Ketiga : Representasi tersebut tidak sepenuhnya dipercaya oleh terdakwa dengan
dasar yang rasional untuk menyatakan bahwa hal tersebut adalah benar.
Keempat : Representasi tersebut dibuat dan dilakukan dengan sengaja.
Kelima : Hal tersebut dilakukan oleh complainant atas kerugian yang
ditimbulkannya.
Keenam : Hal yang dilakukan oleh complainant tersebut merupakan pengalihan atas
kesalahannya, dan dipercaya sebagai kebenaran olehnya.
Dari sisi hukum, bagian terpenting apabila telah terjadi fraud adalah pembuktian
kesengajaan dari tindakan fraud tersebut. Apabila terdapat kejadian/kecurangan atas
transaksi atau aktivitas yang merugikan perusahaan dan dilakukan dengan pola tertentu
yang telah dirancang secara memadai maka hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat
kesengajaan dalam kejadian tersebut dan dapat dinyatakan kejadian tersebut sebagai
fraud.

SINONIM : PENIPUAN, PENCURIAN, DAN PENGGELAPAN


Penipuan, pencurian, penyalahgunaan wewenang, ketidakwajaran, kejahatan
kerah putih dan penggelapan merupakan jenis kata-kata yang sering digunakan secara
bergantian. Walaupun seluruhnya memiliki kesamaan, namun dari sisi hukum sama
sekali tidak sama. Misalnya, dalam hukum Inggris, pencurian diartikan sebagai
mengambil dan membawa hak milik orang lain dengan maksud untuk memilikinya,
dalam pencurian tersebut pencurinya memiliki barang yang secara hukum bukan
miliknya. Sedangkan dalam penggelapan, pelaku secara sah merupakan pemilik
barang/properti namun digunakan oleh orang lain

RISET KLASIK TENTANG FRAUD


Fraud secara substansial sangat merugikan baik bagi masyarakat maupun dari segi
bisnis secara individual, namun hanya sedikit orang yang mengerti tentang fraud
tersebut. Untuk mengerti falsafah fraud serta ruang lingkup dan bagaimana fraud

2
tersebut, maka diperlukan literatur-literatur terkait dengan fraud. Fraud biasanya
dipersamakan dengan kejahatan kerah putih, hal ini antara lain disampaikan oleh Edwin
H. Sutherland dalam White Collar Crime; Donald R. Cressey dalam Other Peoples
Money; Norman Jaspan dan Hillel Black dalam The Thief in The Whit Collar; dan Frank
E. Hartung dalam Crime, Law, and Society.

SEGITIGA FRAUD
Untuk mencegah, mendeteksi dan merespon adanya fraud, maka kita harus
mengerti mengapa seseorang melakukan fraud. Salah satu model untuk mengerti
perilaku fraud adalah Segitiga Cressey.
Pada Tahun 1950 Cressey dalam disertasinya, bersama-sama dengan Sutherland
melakukan wawancara kepada 200 narapidana yang melakukan penggelapan, dan
menyimpulkan bahwa dalam setiap fraud terdapat tiga hal yang sama yaitu (1) tekanan
(dhi dapat berupa motivasi dan biasanya kebutuhan sendiri); (2) rasionalisasi (dari
etika); dan (3) pengetahuan dan kesempatan untuk melakukan kejahatan.
Tekanan (Pressure)
Tekanan atau motivasi merupakan kejadian yang terjadi dalam kehidupan pribadi
seseorang sehingga mengakibatkan orang tersebut memiliki kebutuhan yang sangat
mendesak yang pada akhirnya mendorong sesorang tersebut untuk melakukan
pencurian. Kebutuhan tersebut biasanya dalam bentuk kebutuhan keuangan, misalnya
seorang penjudi akan sangat membutuhkan uang yang banyak untuk memenuhi
kebiasaannya tersebut sehingga melakukan pencurian untuk memenuhinya. Namun
selain karena kebutuhan, dapat juga karena keserakahan yang mendorong orang-orang
yang telah berkecukupan untuk melakukan fraud.
Selain tekanan finansial, fraud juga dapat terjadi karena tekanan sosial dan politik.
Seseorang dapat melakukan fraud agar posisinya dalam kekuasaan dapat diamankan,
maka acapkali dia berbohong mengenai pandangannya terhadap sesuatu atau hal yang
dilakukannya di masa lalu, atau fraud yang dilakukan untuk memenuhi status sosialnya
sebagai orang kaya.
Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan alasan-alasan yang diungkapkan oleh pelaku fraud sebagai
pembenaran atas tindakan yang dilakukannya. Misalnya: karena gajinya kecil
sedangkan tugasnya berat maka dia mengambil sesuatau dari perusahaan, ketika

3
ketahuan mencuri maka akan beralasan bahwa dia hanya meminjam dan akan
dikembalikan nanti, dan lain sebagainya.
Kesempatan
Dalam penelitiannya Cressy menyatakan bahwa tindakan fraud dapat terjadi karena
adanya pengetahuan dan kesempatan yang dimiliki oleh pelaku fraud. Pelaku biasanya
memiliki pengetahuan atas kelemahan dari perusahaan dan kesempatan diperoleh
karena pelaku berada dalam posisi yang sangat dipercaya di perusahaan tersebut.
Faktor utama dari kesempatan seseorang dapat melakukan fraud adalah pengendalian
intern dari perusahaan tersebut. Kesempatan tersebut akan membesar ketika
pengawasan dari manajemen perusahaan sangat longgar dan pengendalian internal
perusahaan tidak memadai sehingga menimbulkan motivasi seseorang untuk
melakukan fraud.

LINGKUP FRAUD
Lingkup terjadinya fraud adalah di hampir seluruh perusahaan menengah sampai
dengan perushaan yang besar. Dari hasil penelitian yang dilakukan ACFE selama tahun
1996 2008 pada perusahaan-perusahaan di Amerika menunjukkan bahwa fraud yang
terjadi mencapai 6% dari pendapatan per tahun.
Terkait dengan financial fraud, terdapat penelitian yang dilakukan oleh COSO dan
hasilnya diterbitkan pada tahun 1998. Dalam penelitian tersebut, dilakukan analisa atas
kasus-kasus yang ditangani SEC pada tahun 1987-1997 dengan hasil yang menarik yaitu
kebanyakan fraud pada perusahaan publik dilakukan oleh perusahaan kecil, dewan
direktur didominasi oleh orang dalam dan berpengalaman, sekitar 83% dari kasus yang
ada mengidentifikasikan fraud atas laporan keuangan dilakukan oleh eksekutif
perusahaan, rata-rata fraud dilakukan diatas periode 23,7 bulan.
Pada Tahun 2009 KPMG menerbitkan hasil survey yang dilakukan pada 204 orang
eksekutif perusahaan dengan pendapatan perusahaan diatas $250 juta. Dalam laporan
tersebut dinyatakan bahwa resiko fraud meningkat ketika pengendalian atau program
kepatuhan dalam perusahaan tidak memadai. Wilayah yang sangat perlu ditingkatkan
adalah komunikasi dan pelatihan karyawan, pemeriksaan dan teknik monitoring secara
kontinyu dengan berdasarkan teknologi, dan asessment resiko fraud.
Berdasarkan laporan dari survey yang dilakukan oleh ACFE menunjukkan bahwa
kerugian yang diderita akibat fraud selama 1996 s.d 2008 adalah 6% dari pendapatan

4
yang dilaporkan pada tahun 1996, 2002 dan 2004, 5% pada Tahun 2006, dan 7% pada
Tahun 2008. Dengan demikian lingkup dari fraud adalah rata-rata sebesar 6% dari
ekonomi Amerika Serikat.

CIRI CIRI FRAUDSTERS


Aspek kunci dari pencegahan dan pendektesian fraud adalah dengan memahami ciri
pelaku kecurangan (fraudsters) berdasarkan jenis fraud yang dilakukan. Pelaku biasanya
adalah orang yang sama sekali tidak dicurigai, sehingga menyebabkan fraud semakin
sulit untuk dicegah ataupun dideteksi.
Siapa yang Melakukan Fraud?
Beberapa pandangan menyatakan bahwa fraud terjadi karena adanya dorongan dari
luar kepada sang pelaku, seperti ekonomi, persaingan, faktor politik dan sosial, serta
kemiskinan. Namun pada kenyataannya, beberapa orang cenderung melakukan fraud
walaupun tidak ada faktor eksternal.
Menurut Gwynn Nettler (Lying, Cheating, and Stealing), pelaku kecurangan dan
penipuan adalah sebagai berikut:
1. Orang yang pernah mengalami kegagalan lebih mungkin untuk melakukan
kecurangan
2. Orang yang tidak disukai dan tidak menyukai dirinya sendiri lebih mungkin
untuk menipu (licik)
3. Orang yang impulsif, mudah digoda, dan tidak sabar dalam memperoleh sesuatu
lebih mungkin terlibat didalam penipuan.
4. Orang yang memiliki perasaan takut akan ditangkap dan dihukum, lebih tahan
terhadap godaan untuk melakukan penipuan.
5. Orang cerdas cenderung lebih jujur daripada orang tidak tahu. Orang kelas
mengengah ke atas cenderung lebih jujur daripada orang kelas bawah
6. Semakin mudah untuk melakukan kecurangan dan pencurian, semakin banyak
orang yang akan melakukannya.
7. Masing-masing orang memiliki tingkat kebutuhan berbeda yang akan
mendorong untuk berbohong, berbuat curang, atau mencuri
8. Kebohongan, Kecurangan, dan Pencurian meningkat ketika seseorang memiliki
tekanan yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan
9. Perjuangan untuk bertahan dapat menyebabkan ketidakjujuran.

5
Perbuatan kebohongan, kecurangan, dan pencurian di tempat kerja dalam berbagai
situasi diikuti dengan:
1. Variabel Personal
Bakat / Kemampuan
Sikap / Pilihan
Kebutuhan / Keinginan Pribadi
Nilai / Keyakinan
2. Variabel Organisasi
Ruang lingkup pekerjaan
Peralatan / Pelatihan yang disediakan
Sistem pemberian penghargaan
Kualitas manajemen dan supervisi
Kejelasan tanggung jawab peran
Kejelasan tujuan pekerjaan
Kepercayaan antar pribadi
Motivasi dan iklim etika kerja (nilai dan etika dari atasan dan rekan kerja)
3. Variabel Eksternal
Tingkat kompetisi di dalam industri
Kondisi perekonomian
Nilai-nilai di dalam masyarakat (etika persaingan, sosial, dan model politik)
Mengapa Karyawan Melakukan Kebohongan, Kecurangan, dan Pencurian di
Tempat Kerja?
Terdapat 25 alasan atas kejahatan karyawan yang sering ditemukan, antara lain:
1. Karyawan percaya bahwa dia bisa lolos
2. Karyawan berpikir bahwa dia sangat membutuhkan atau menginginkan uang
tersebut
3. Karyawan merasa frustasi atau tidak puas dengan beberapa aspek pekerjaannya
4. Karyawan merasa frustasi atau tidak puas dengan beberapa aspek kehidupan
pribadi yang tidak terkait dengan pekerjaannya
5. Karyawan merasa tertekan oleh atasan dan ingin melakukan pembalasan
6. Karyawan tidak peduli atas konsekuensi jika tertangkap
7. Karyawan berpikir Semua orang melakukannya, kenapa saya tidak?
8. Karyawan berpikir Keuntungan perusahaan sangat banyak, mencuri sedikit tidak
akan menyakiti siapapun
9. Karyawan tidak tahu bagaimana mengatur keuangannya sendiri, sehingga selalu
bangkrut dan bersiap untuk mencuri
10. Karyawan merasa bahwa perbuatan tersebut adalah tantangan bukan hanya untuk
keuntungan ekonomi
11. Karyawan kehilangan masa kecil karena masalah ekonomi, sosial, maupun budaya
12. Karyawan merasakan kekosongan dalam kehidupan pribadinya dan membutuhkan
cinta, perhatian, dan persahabatan
13. Karyawan tidak memiliki pengendalian diri dan mencuri diluar dari keterpaksaan

6
14. Karyawan percaya temannya di tempat kerja telah mengalami penghinaan,
penganiayaan atau diperlakukan secara tidak adil
15. Karyawan malas yang tidak mau bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dia
inginkan
16. Pengendalian internal organisasi yang sangat longgar sehingga membuat setiap
orang tergoda untuk mencuri
17. Tidak pernah ada yang di tuntut karena mencuri dari organisasi
18. Sebagian besar karyawan yang mencuri tertangkap secara tidak sengaja daripada
karena adanya audit atau sistem. Karena itu rasa takut tertangkap bukan menjadi
halangan untuk terjadinya pencurian
19. Karyawan tidak didorong untuk mendiskusikan masalah pribadi atau keuangan di
tempat kerja atau untuk mencari saran dan nasihat dari manajemen mengenai hal-
hal tersebut
20. Pencurian oleh karyawan merupakan situasi yang situasional. Setiap pencurian
terjadi pada kondisi tertentu dan setiap pelaku mempunyai motifnya masing-
masing
21. Karyawan mencuri untuk alasan apapun yang muncul yang dapat dipikirkan dan
dibayangkan.
22. Karyawan tidak pernah masuk penjara atau tuntutan yang keras untuk dipenjara
karena melakukan pencurian, penipuan, atau penggelapan dari pemberi kerja
mereka
23. Manusia adalah mahluk yang lemah dan rentan terhadap dosa
24. Karyawan masa sekarang memiliki moral, etika, dan kerohanian yang buruk
25. Karyawan cenderung untuk mengikuti atasan mereka, kalau atasan mereka mencuri
atau berbuat curang, maka mereka juga cenderung untuk melakukannya.
Agar dapat menghindari hal-hal tersebut, maka hukum harus dilaksanakan dengan baik,
yaitu hukum harus rasional, adil dalam penerapannya, dan diterapkan secara cepat dan
efisien. Kebijakan perusahaan terkait hal tersebut harus rasional, adil, dan ditujukan
sepenuhnya untuk kepentingan ekonomi perusahaan. Perbuatan yang menyebabkan
kehilangan, kerusakan atau kehancuran yang substansial atas aset perusahaan cukup
serius untuk dilarang dan dihukum. Hukuman yang diberikan harus setimpal dan dapat
menyebabkan efek jera, karena pada kenyataannya, kejahatan kerah putih masih terus
terjadi karena hukuman yang diberikan atau konsekuensi atas perbuatan yang
dilakukan masih dibawah ambang batas yang dapat diterima

Pencuri High-Level dan Low-Level

7
Pencurian pada tingkat yang lebih tinggi pada organisasi lebih mudah dilakukan karena
dapat melewati kontrol perusahaan. Pencurian yang dilakukan oleh manajer cenderung
lebih banyak daripada yang dilakukan oleh personel kelas rendah.
Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) Report To The Nation (RTTN) telah
mengumpulkan ciri-ciri pelaku kecurangan berdasarkan survey yang dilakukan oleh
CFEs. Semakin besar fraud dalam segi biaya dan kehilangan, dilakukan oleh fraudster
yang:
1. Telah lama bekerja di perusahaan,
2. Memiliki penghasilan yang tinggi,
3. Biasanya pria,
4. Usia di atas 60 tahun,
5. Berpendidikan tinggi,
6. Tidak bekerja sendiri, dan
7. Tidak memiliki catatan kriminal.
Sedangkan fraud yang lebih sering terjadi adalah fraud yang dilakukan oleh
fraudster dengan ciri-ciri yang berbeda, yaitu:
1. Telah lama bekerja di perusahaan,
2. Memiliki penghasilan yang rendah,
3. Bisa pria atau wanita,
4. Usia antara 41 sampai dengan 50 tahun,
5. lulusan sekolah menengah/kejuruan,
6. bekerja sendiri, dan
7. Biasanya tidak memiliki catatan kriminal.
Hall and Singleton juga memberikan ciri-ciri yang hampir sama secara general mengenai
fraudster, yaitu:
1. Memiliki peran penting di perusahaan,
2. biasanya pria,
3. Usia di atas 50 tahun,
4. Telah menikah, dan
5. Berpendidikan yang tinggi.
Ciri-ciri tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh ACFE RTTN, sehingga
dapat disimpulkan bahwa penjahat kerah putih tidak terlihat seperti kriminal

8
SIAPA YANG PALING SERING MENJADI KORBAN FRAUDSTER?
Pengendalian untuk melindungi dari fraud baik dari dalam maupun luar (vendor,
supplier, atau kontraktor) haruslah memadai. Pengendalian tidak hanya dilakukan dari
atas namun juga harus ada dukungan dari bawah. Pihak petinggi perusahaan harus
dapat mempercayai bawahannya agar tercipta loyalitas dan kejujuran, karena rasa tidak
percaya dari petinggi perusahaan kepada bawahannya biasanya menyebabkan
terjadinya fraud. Namun, kepercayaan penuh tanpa adanya akuntabilitas juga
merupakan benih terjadinya fraud.
Bukti empiris menunjukkan bahwa faktor yang paling sering menjadi penyebab
terjadinya fraud adalah karena kurangnya pemisahan tugas tanpa adanya pengendalian
yang memadai biasanya terjadi pada perusahaan kecil. Sehingga biasanya perusahaan
kecil memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya fraud.

PENGKLASIFIKASIAN FRAUD
Hampir seluruh survei tentang fraud memiliki sistem yang berbeda dalam
pengklasifikasian fraud. Sementara beberapa memiliki kesamaan, beberapa yang
lainnya menimbulkan masalah dalam kegiatan antifraud.
Pengelompokan Secara Umum Atas Frauds
a. Investor dan Konsumen Frauds
Fraud dapat terjadi pada penjual, kreditor, investor, pemasok, bankir, atau otoritas
pemerintah.
b. Fraud Pidana dan Perdata
Fraud Pidana membutuhkan bukti adanya keinginan untuk melakukan penipuan,
sedangkan fraud perdata harus ada kerugian yang diderita korban.
c. Fraud yang menguntungkan dan merugikan perusahaan
Fraud perusahaan dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu (1) fraud yang
merugikan perusahaan, dan (2) fraud yang menguntungkan perusahaan.
d. Fraud dari dalam dan dari luar perusahaan
Fraud yang dilakukan oleh perusahaan atau manajemen dikategorikan sebagai
internal fraud, sedangkan fraud eksternal adalah yang dilakukan oleh vendor,
pemasok, dan kontraktor.
e. Manajemen dan Non-Manajemen Fraud
Fraud terjadi pada setiap level perusahaan, tidak hanya dilakukan oleh tingkat
eksekutif (pemilik perusahaan), namun juga dilakukan oleh manajer perusahaan.
Kategori Frauds Secara Spesifik

9
Seperti yang telah dikemukakan di awal, fraud adalah perbuatan yang secara sadar
untuk melakukan penipuan/kecurangan. Berdasarkan jenis fraud yang dilakukan, maka
secara spesifik fraud memiliki banyak istilah lainnya, antara lain:

10
Accounts payable fabrication
Accounts receivable lapping
Bank fraud
Bid rigging
Cash lapping
Check forgery
Check kiting
Consumer fraud
Credit card fraud
Duplicity
Forged documents
Industrial espionage
Infringement of copyrights
Expense account fraud
False identity
False information
Insurance fraud
Material misstatement
Overbilling
Price xing
Procurement fraud
Wire fraud
dan sebagainya.
Hal tersebut menunjukkan betapa sulitnya untuk mengklasifikasikan fraud secara
spesifik.

KATEGORI DAN SPESIFIKASI FRAUD


Fraud merupakan bentuk penipuan yang dilakukan dengan sengaja, umumnya berupa
suatu kebohongan atau penipuan. Akan tetapi pencurian dengan tipu daya dan
penggelapan terkadang juga dikategorikan sebagai suatu fraud. Unsur utama fraud ialah
landasan sama yang mereka bagi. Adapun klasifikasi dari fraud antara lain sebagai
berikut:
Fraud yang dilakukan oleh orang dalam perusahaan, yaitu:
Penyimpangan kas dan pencurian
Pemalsuan pengesahan cek
Manipulasi piutang seperli lapping dan manipulasi atas tagihan piutang
Manipulasi hutang seperti meningkatkan tagihan dari vendor.
Manipulasi daftar gaji seperti menambah jumlah pegawai yang sebenarnya tidak ada.

11
Manipulasi persediaan seperti mengklasifikasikan persediaan sebagai persediaan
yang telah usang, rusak atau barang sampel.
Suap oleh vendor, penyalur dan kontraktor kepada karyawan.
Fraud yang dilakukan oleh pihak luar
Fraud yang dilakukan oleh vendor, penyalur dan kontraktor, seperti mengganti
barang dengan mutu yang lebih rendah, penagihan ganda, penagihan tetapi
pengiriman kepada tempat yang lain.
Korupsi yang dilakukan oleh karyawan vendor, Penyalur, dan kontraktor
Korupsi yang dilakukan oleh pelanggan
Frauds yang dilakukan oleh perusahaan
Merekayasa keuntungan dengan cara memanipulasi penjualan, menilai terlalu rendah
beban, losses dan kewajiban yang tidak dilaporkan, menunda pencatatatn
pengembalian penjualan.
Cek kitting
Price fixing
Penipuan terhadap pelanggan seperti mengganti dengan material yang lebih murah.
Melanggar peraturan bidang pemerintah
Korupsi oleh pelanggan
Korupsi pada bidang politik
Tambahan biaya atas kontrak pemerintah

FRAUD TREE
ACFE telah mengembangkan suatu model untuk menggolongkan fraud yang dikenal
sebagai fraud tree, yang menggolongkan sekitar empat puluh sembilan skema fraud
yang berbeda yang dikelompokkan pada kategori dan subkategori. Ke tiga kategori
utama adalah pernyataan yang tidak benar (fraudulent statements), Penyalahgunaan
aset, dan korupsi.
fraudulent statements biasanya dilaksanakan oleh para eksekutif. Merupakan fraud yang
mengakibatkan kerugian yang paling tinggi namun jarang terjadi. Para eksekutif yang
melakukan fraud biasanya didorong oleh motivasi yang berhubungan dengan harga
saham di bursa saham. Penyalahgunaan Aset biasanya dilaksanakan oleh karyawan dan
meliputi sejumlah besar rencana berbeda. Hal ini merupakan fraud yang paling umum

12
terjadi akan tetapi tidak mengakibatkan biaya yang tinggi. Hal ini disebabkan fraud yang
dilakukan merupakan transaksi yang tidak terlalu penting, terutama transaksi yang
dilaksanakan oleh individu, fraud ini sulit untuk dideteksi oleh pemeriksa intern ketika
dilaksanakan pengawasan internal.
Korupsi melibatkan sejumlah rencana, seperti penyuapan dan pemerasan, yang pada
umumnya melibatkan seseorang di dalam perusahaan dan bekerjasama dengan
seseorang di luar perusahaan, walaupun salah satu pihak tidak secara suka rela
melaksanakannya.
ACFE menggunakan Fraud tree karena dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
fraud. Contohnya, penyalahgunaan aset adalah kelompok fraud paling mungkin terjadi.
Fraud ini akan dilakukan oleh karyawan garis depan yang berada pada posisi dipercaya.
Namun jumlah kerugian yang terjadi tidak sebesar kelompok fraud lain. Jadi akan lebih
baik jika entitas mempekerjakan fungsi audit internal untuk mengatasi kelompok fraud
ini karena fraud ini tidak material, sehingga tidak perlu menggunakan auditor eksternal
untuk mendeteksinya namun kelompok fraud ini sering terjadi sehingga tidak dapat
diabaikan.

EVOLUSI DARI FRAUD


Kebanyakan fraud mengikuti suatu pola atau langkah-langkah di dalam proses
terjadinya fraud. Ada perbedaan yang dipertimbangkan tergantung pada jenis fraud.
Sebagai contoh, suatu skema fraud adalah tidak mencatatnya pada buku oleh karena
itu fraud tersebut tidak perlu dirahasiakan. Demikian juga, motivasi untuk financial
statement fraud pada umumnya sangat berbeda dari penipuan penyalahgunan aset.
Suatu evolusi umum pada suatu fraud antara lain sebagai berikut:
1. Motivasi,
2. Kesempatan,
3. Dalih, Pembenaran,
4. Melaksanakan fraud,
5. Mengkonversi aset menjadi kas,
6. menyembunyikan kejahatan,
7. red flag,
8. Timbul kecurigaan atau mulai ditemukan,
9. Menentukan prediksi bahwa terjadi fraud,

13
10. teori/hipotesis/asumsi tentang fraud yang terjadi
11. investigasi terhadap fraud,
12. membuat laporan atas investigasi.
13. Disposisi; pemutusan kerja
14. Disposisi; Penuntutan
15. Pengadilan, penyajian bukti di pengadilan.

14

Anda mungkin juga menyukai