Anda di halaman 1dari 3

Sebelum belajar bioteknologi...

Cari, pahami BIOTEKNOLOGI itu apa?

Bioteknologi konvensional?

Bioteknologi modern?

Penemuan Bioteknologi :

1.. Padi Transgenik ( Beras emas Golden Rice) Pada tahun 2005

Beras emas berawal dari sebuah keprihatinan. Di negara berkembang di Amerika Latin, Asia dan
Afrika, jutaan anak-anak terancam buta karena kekurangan vitamin A. Vitamin A, banyak
terkandung dalam buah-buahan dan sayuran yang berwarna merah, kuning dan oranye. Misalnya
pepaya, tomat, dan wortel. Masyarakat miskin tidak mampu mengonsumsi buah dan sayuran
tersebut secara rutin, demi memenuhi kebutuhan vitamin A.
Hasil rekayasa genetika padi Golden Rice dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Science pada
tahun 2000. Tahun 2005, Ingo Potrykus kembali mengumumkan penyempurnaan temuannya, yang
kemudian diberi nama padi Golden Rice 2. Sejak publikasi tentang Golden Rice di jurnal Science,
reaksi para penentangnya sangat keras.Para aktivis lingkungan yang tergabung dalam Green Peace,
paling lantang mengritisi padi Golden Rice. Padi Golden Rice, mereka kategorikan sebagai padi
transgenik, yang akan merusak sumber plasma nutfah alami, sementara manfaat langsungnya bagi
kesehatan konsumen belum teruji dengan baik.

Golden rice adalah kultivar atau varietas padi transgenik hasil rekayasa genetika yang berasnya
mengandung beta-karotena (pro vitamin A).Kandungan beta-karotena ini menyebabkan warna berasnya
tampak kuning-jingga sehingga kultivarnya dinamakan golden rice (beras emas).

2.. PENEMUAN: SINGKONG LEBIH BERNUTRISI (2007)


Para ilmuwan dari International Center for Tropical Agriculture (CIAT) telah mengembangkan
suatu varietas singkong baru yang mungkin lebih bergizi dan lebih mudah dicerna
dibandingkan varietas-varietas lain. Singkong merupakan makanan pokok bagi jutaan
penduduk miskin di Sub-Saharan Afrika, Amerika Selatan dan sebagian Asia. Umbi
singkong, yang serupa dengan kentang sering dimakan dengan cara direbus atau digoreng.
Singkong juga digunakan untuk membuat terigu, tapioka dan aneka produk lainnya.
Singkong kaya akan karbohidrat dan pati, namun rendah kandungan protein dan vitaminnya.
Dibandingkan dengan tanaman berpati lainnya, singkong secara relatif mengandung amilosa
yang lebih tinggi sehingga sulit untuk dicerna.
Hernan Ceballos beserta rekannya dari CIAT mengidentifikasi suatu varietas singkong baru
dengan penurunan kandungan amilosa yang cukup signifikan. Dibandingkan dengan varietas
singkong tradisional yang sulit dicerna dengan kandungan 17 - 25 persen, mutan itu
mengandung rata-rata hanya 3,4 persen amilosa. Para ilmuwan tersebut tidak menemukan
adanya pengurangan dalam kandungan pati; oleh karena itu, singkong tersebut dapat
memberikan lebih banyak karbohidrat dibandingkan varietas tradisionalnya.
Ini merupakan laporan pertama dari suatu mutasi alami dalam tanaman singkong yang
menyebabkan pengurangan drastis kandungan amilosa dalam pati akar. Selain menjadi lebih
bergizi dan mudah dicerna, varietas baru tersebut mungkin juga layak bagi produksi
bioetanol.
Baca paper lengkap di http://pubs.acs.org/cgibin/
sample.cgi/jafcau/2007/55/i18/pdf/jf070633y.pdf atau hubungi Herman Ceballos di
h.ceballos@cgiar.org.

4. Penemuan Vaksin virus flu Babi (H1N1) pada 2009

5. Bibit Kapas Dapat Dimakan ( pada tahun 2013


Hasil penelitian ilmuwan Amerika keturunan India yakni Ganesan Sunilkumar dan Keerti S.Rathore
yang diumumkan secara terbuka beberapa hari yang lalu menuturkan, bahwa melalui perombakan
teknologi interferensi RNA (Ribonucleic Acid interference) , sudah dapat dengan sukses mengurangi
gossypol, suatu zat beracun dalam bibit kapas (gossypol, suatu pigmen kuning, adalah zat beracun
dalam bibit kapas). Agar biji kapas dapat dimakan dengan aman, menjadi makanan pokok masa
depan di kawasan miskin, serta memberikan sejumlah besar sumber protein bagi manusia dan ternak.

Menurut laporan INDOlink, kedua ilmuwan menuturkan bahwa penelitian ini dapat
mengeksploitasi sumber gizi makanan yang baru bagi ratusan juta penduduk, dan hasil penelitian
mereka juga dipublikasikan di majalah Proceedings of the national Academy of science Amerika
yang terbit pada 28/11/ lalu. Yang paling menggembirakan adalah, kami akhirnya menemukan
metode untuk menghambat kandungan gossypol dalam bibit kapas. Gossypol (fenol biji kapas)
adalah suatu senyawa beracun yang keras, tapi kami dapat mengurangi kadarnya hingga pada titik
teraman, agar biji kapas dapat dikonsumsidemikian tandas doktor Rathore. Peneliti terkait
menuturkan, bahwa biji yang telah diolah melalui teknologi ini, bukan saja telah memenuhi standar
dari FDA (U.S.Food and Drug Administration) dan WHO, bahkan mereka juga dengan optimis
memprediksikan, bahwa di masa mendatang biji kapas dapat menyuplai sumber protein yang
dibutuhkan sepanjang tahun pada 500 juta penduduk.

Meskipun orang-orang sudah mengetahui akan kandungan protein yang tinggi dalam biji
kapas harus dapat memerhatikan karena gossypol mempunyai dampak negative yg terkandung dalam
biji kapas itu sendiri sehingga dapat meracuni jantung, hati dan zat yang mematikan pada organ lain,
karena itu selain binatang yang memiliki banyak lambung seperti sapi ini, binatang lain dan manusia
tidak dapat mengonsumsi biji kapas. Jika seekor ayam hanya makan biji kapas, maka tidak sampai
satu minggu ayam ini akan segera mati. Kini, melalui teknologi interferensi RNA, para ilmuwan
berhasil menghambat dan memutuskan gen gossypol yang tumbuh dalam bibit kapas, dan secara
efektif mengekang kandungan racun gossypol. Rathore menandaskan, selain Amerika Serikat,
Australia, daerah penghasil kapas sedunia terutama berpusat di negara-negara berkembang yang agak
terbelakang, dan negara-negara ini juga merupakan daerah yang kekuranga makanan atau kurang gizi.
Danny Liewellyn dari CSIRO juga menuturkan, begitu biji kapas dinyatakan dapat dikonsumsi, maka
dipastikan dapat mendatangkan manfaat tambahan yang cukup besar bagi negara seperti China dan
India serta negara-negara penghasil utama kapas lainnya. (Sumber : Dajiyuan)

6.. Bakteri (gen) bisa sebagai alternatif penerangan dibumi, tanpa Listrik (2010)

Dalam situs resmi Bioglow, produk revolusioner ini dilatarbelakangi hasil pemikiran Dr
Alexander Krichevsky. Awalnya, tulisan ilmiah Krichevsky dipublikasikan pada 2010
dalam PLoS One, sebuah jurnal sains internasional peer-reviewed.
Krichevsky merupakan seorang spesialis di bidang mikrobiologi. Dia mengembangkan
tanaman yang mampu menyala dalam gelap dengan "mengenalkan" DNA dari bakteri laut
bercahaya ke genom kloroplas dari tanaman rumah. Hasilnya, batang dan daun secara terus-
menerus memancarkan cahaya samar, mirip kunang-kunang.
Seperti dikutip dalam Dezeen, kini Krichevsky tengah bekerja keras meningkatkan terang
cahaya yang dipancarkan oleh tanamannya. Pasalnya, kini cahaya tersebut hanya bisa dilihat
dalam ruang gelap. Dalam jangka panjang, Krichevsky juga ingin merevolusi desain
pencahayaan dan menarik konsumen baru dalam pasar tanaman. Krichevsky juga tidak menutup
kemungkinan bahwa ciptaannya mampu meramaikan industri lanskap, arsitektur, bahkan
transportasi.
"Tidak ada pasar saingan, (tanaman) ini benar-benar yang pertama. Dalan jangka
panjang, kami melihat penggunaan tanaman berpendar dalam desain pencahayaan kontemporer,
dalam lanskap dan arsitektur, juga transportasi. Memberi tanda bagi jalan raya dan jalan tol
dengan cahaya alami yang tidak perlu listrik," ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai