Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

KEPERAWATAN PENCERNAAN II

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


THYFOID
Oleh Kelompok 1 :
Diah Ayu Mustika (131511133080)
Maria Nerissa Arviana (131511133081)
Farhan Ardiansyah (131511133082)
Meilia Dwi Cahyani (131511133083)
Homsiyah (131511133084)
Aisyah Niswatus Sakdiyah (131511133085)

KELAS : A-3

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017

1
Kata Pengantar

Segala Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah Small Group Discussion Asuhan
Keperawatan pada Gangguan usus halus : Tifoid sebagai tugas dalam pembelajaran
mata kuliah Keperawatan Pencernaan 2.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan sebaik mungkin. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna karena pengetahuan dan pengalaman penulis yang cukup terbatas.
Kami berharap makalah ini dapat memberi wawasan pada pembacanya.

Akhir kata kami mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan
untuk makalah ini supaya menjadi lebih baik. Kami memohon maaf apabila terdapat
kesalahan ejaan pada kata maupun penyusunan dalam makalah ini yang tidak
berkenan bagi para pembaca, selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Surabaya, 8 Mei 2017

Tim Penulis

2
Daftar Isi

Halaman Judul

Kata Pengantar ................................................................................................ i


Daftar Isi.......................................................................................................... ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................ 2
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi usus halus ................................................. 3
2.2 Definisi tifoid ................................................................................ 5
2.3 Klasifikasi...................................................................................... 6
2.4 Etiologi .......................................................................................... 8
2.5 Patofisiologi ................................................................................. 9
2.6 Web of Caution ............................................................................. 9
2.7 Manifestasi Klinis ......................................................................... 11
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................ 12
2.9 Komplikasi .................................................................................... 11
2.10 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................. 12
Bab 3 Asuhan Keperawatan secara Umum

3.1 Pengkajian ..................................................................................... 15


3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 16
3.1 Rencana Keperawatan ................................................................... 16
3.1 Evaluasi ......................................................................................... 18
Bab 4 Asuhan Keperawatan berdasarkan Kasus

3
3.1 Pengkajian ..................................................................................... 19
3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 23
3.1 Rencana Keperawatan ................................................................... 23
3.1 Evaluasi ......................................................................................... 26

Bab 5 Penutup
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 27
Daftar Pustaka ................................................................................................. 28

4
BAB 1

PENDAHULUAN

Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika,
Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. Di
Indonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300-810 kasus per 100.000
penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan salah
satu dari penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini di seluruh daerah di provinsi ini
merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24
kabupaten.(Suriadi, 2001)
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan
angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris disebabkan
oleh Salmonella Parathypii A. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup
dan kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya
angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin.
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan
untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela
paratypi A, B dan C. Penyakit typhus abdominallis atau lebih dikenal dengan demam
thypoid sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan seseorang yang
menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan makanan, susu
dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan bakteri
salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang
tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus.(Suratum,
2010)
Oleh karena itu, kami menyusun makalah asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan tifoid yang bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan
gangguan tifoid dan bisa mengetahui intervensi yang diberikan ke klien agar klien
dapat beraktifitas dengan normal kembali.
1.1 Rumusan Masalah

5
1. Apa definisi dari tifoid?
2. Bagaimana etiologi dari tifoid?
3. Bagaimana patofisiologi dari tifoid?
4. Bagaimana WOC tifoid?
5. Apa manifestasi klinis dari tifoid?
6. Bagaimana penatalaksanaan tifoid?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien tifoid?

1.2 Manfaat
1. Untuk menambah wawasan kepada pembaca khususnya tentang penyakit
tifoid.
2. Untuk mendapatkan pengetahuan dan mampu membuat perencanaan asuhan
keperawatan pada kasus tifoid.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi fisiologi usus halus


Usus halus atau usus kecil adalah bagain dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu
usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu.Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang
panjangnya sekitar 6-8 meter, lebar 25mm dengan banyak lipatan yang disebut
vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi memperluas permukaan usus halus
yang berpengaruh terhadap penyerapan makanan (Suratun, 2010).
Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-molekul pati yang
telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah
dicernakan di lambung, molekul-molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-
zat lain. Selama di usus halus, semua molekul pati dicernakan lebih sempurna
menjadi molekul-molekul glukosa (Suratun, 2010).
Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul
asam amino, dan semua molekul lemak dicerna menjadi molekul gliserol dan
asam lemak. Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak besifat
kimiawi. Berbagai macam enzim diperlukan untuk membantu proses pencernaan
kimiawi ini. Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam dinding
usus halus mampu menghasilkan getah pencernaan. Getah ini bercampur dengan
kimus di dalam usus halus. Getah pencernaan yang berperan di usus halus ini
berupa cairan empedu, getah pankreas, dan getah usus.
a. Cairan empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan
tidak mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam
empedu yang berperan dalam pencernaan makanan.

7
Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke
usus halus. Dalam proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses
pencernaan lemak, yaitu sebelum lemak dicernakan, lemak harus
bereaksi dengan empedu terlebih dahulu. Selain itu, cairan empedu
berfungsi menetralkan asam klorida dalam kimus, menghentikan
aktivitas pepsin pada protein, dan merangsang gerak peristaltik usus.
b. Getah Pankreas
Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini
berperan sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan getah pankreas
ke dalam saluran pencernaan dan sebagai kelenjar endokrin yang
menghasilkan hormon insulin. Hormone ini dikeluarkan oleh sel-sel
berbentuk pulau-pulau yang disebut pulau-pulau langerhans. Insulin ini
berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan mencegah diabetes
melitus. Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui saluran
pankreas masuk ke usus halus. Dalam pankreas terhadap tiga macam
enzim, yaitu lipase yang membantu dalam pemecahan lemak, tripsin
membantu dalam pemecahan protein, dan amilase membantu
pemecahan pati.
c. Getah Usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu
menghasilkan getah usus. Getah usus mengandung enzim-enzim seperti
berikut:
1. Sukrase, berfungsi sebagai mempercepat proses pemecahan sukrosa
menjadi galaktosa dan fruktosa.
2. Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan maltose
menjadi dua molekul glukosa.
3. Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa.
4. Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan
peptide menjadi asam amino.

8
Monosakarida, asam amino, asam lemak, gliserol hasil pencernaan terakhir
di usus halus mulai diabsorpsi atau diserap melalui dinding usus halus terutama
di bagian jejunum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga diserap.
Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama dengan
pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan
oleh jonjot usus (Suratun, 2010)

Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan sifat kimia tiap-tiap


mineral dan perbedaan struktur bagian-bagian usus. Sepanjang usus halus sangat
efisien dalam penyerapan Na+, tetapi tidak untuk Cl-, HCO3-, dan ion-ion
bivalen. Ion K+ penyerapannya terbatas di jejunum. Penyerapan Fe++ terjadi di
duodenum dan jejunum. Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh vili.
Di dalam vili ini terdapat pembuluh darah, pembuluh kil (limfa), dan sel goblet.
Di sini asam amino dan glukosa diserap dan diangkut oleh darah menuju hati
melalui sistem vena porta hepatikus, sedangkan asam lemak bereaksi terlebih
dahulu dengan garam empedu membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak bersama
gliserol diserap ke dalam vili. Selanjutnya di dalam vili, asam lemak dilepaskan,
kemudian asam lemak mengikat gliserin dan membentuk lemak kembali.lemak
yang terbentuk masuk ke tengah vili,yaitu ke dalam pembuluh kil (limfa).
Melalui pembuluh kil, emulsi lemak menuju vena sedangkan garam empedu
masuk ke dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi menjadi empedu. Bahan-
bahan yang tidak dapat diserap di usus halus akan didorong menuju usus besar
(Suratun, 2010)

2.2 Definisi Tifoid


Tifoid dan paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Paratifoid
biasanya lebih ringan dan menunjukan gambaran klinis yang sama, atau
menyebabkan enteritis akut. Sinonim dengan tifoid adalah typoid and paratyphoid
fever, enteric fever, typhus and paratypus abdominalis. (Soeparman, 1999, Edisi
II, Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI)

9
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melalui makan,
mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii. (Hidayat
Alimul Azis.A, 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta,
Salemba Medika)
Demam tifoid, enteric fever ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005, Edisi II,
Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC)

2.3 Klasifikasi Tifoid


a. Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakteristikkan dengan adanya demam
berkepanjangan abnormalis, fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan
diare pada anak-anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis
biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25%
penyakit menunjukkan adanya rose spot pada dada, abdomen dan punggung.
b. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut, keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan
kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari
melena, perforasi, usus dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur
pasien. Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi difeses
(WHO, 2003).

2.4 Etiologi Tifoid

Salmonella typhii, Salmonella paratyphii A, Salmonella paratyphii B,


S. Paratyphii C (Arif Mansjoer, 2000).

10
2.5 Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret
saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi.Patogenesis
demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen usus,
bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyers patch, bertahan hidup di aliran darah
dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke
lumen intestinal. Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman
masuk ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan
suasana asam banyak bakteri yang mati.Bakteri yang masih hidup akan mencapai
usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus
dinding usus tepatnya di ileum dan jejenum.Sel M, sel epitel yang melapisi
Peyers patch merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella
Typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa
usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.Kemudian
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati
sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ
hati dan limpa.Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya
melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu dan Peyers patch dari ileum terminal.Ekskresi
bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui
feses.Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal
dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan
nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis
pada demam tifoid.

11
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita
atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses.Dapat juga terjadi
transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada keadaan
bakterimia kepada bayinya . (Arif, Mansjoer. 2000)

2.6 Web of Caution (WOC)

Salmonella Typhosa

Saluran Pencernaan

Diserap usus halus

Bakteri masuk aliran


darah sistemik

Kelenjar limfoid, Masuk ke hati Inflamasi


usus halus

Tukak Hepatomegali Endotoksin

Perdarahan,perforasi Mual,mutah Hipertermi

KekuranganVolume Intake tidak adekuat Kelemahan


Cairan

Ketidakseimbangan Intoleransi aktifitas


Nyeri tekan Nutrisi Kurang dari
kebutuhan tubuh
Nyeri Akut

12
2.7 Manifestasi Klinis

Masa tunas demam tifoid berlansung 10 sampai 14 hari. Gejala-gejala


yang timbul amat bervariasi, perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian
dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran
penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosa, sampai gambaran
penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan
bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat mengalami
kesulitan untuk membuat diagnosa klinis tifoid.

a. Demam, pada kasus yang khas demam berlansung 3 minggu, bersifat


febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur naik tiap hari, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu
kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga
suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan pada saluran pencernaan, pada mulut terdapat panas berbau


tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup
selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan,
jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada
perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau
normal.gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun
walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi
spoor, koma, atau gelisah gejala tersebut mungkin terdapat gejala
lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
yang dapat ditemukan pada minggu pertama (Arief Mansjoer, 2000).

2.8 Penatalaksaan Thypoid


2.8.1 Perawatan Umum

13
a. Tirah Baring
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud dari tirah baring
adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus,
atau perforasi usus. Mobilasi klien harus dilakukan secara
bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan
kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah ubah pada
waktu waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus (Inawati, 2010).
b. Defekasi
Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang
kadang terjadi diare. Pengobatan simtomatik diberikan untuk
menekan gejala gejala simtomatik yang dijumpai seperti demam,
diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus (Inawati, 2010)
c. Pengobatan Suportif
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan
penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi
gangguan keseimbangan cairan, vitamin dan mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat
penurunan demam (Inawati, 2010)
d. Diet
Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Makanan harus
mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang, dan tidak menimbulkan banyak gas (Inawati, 2010)
2.8.2 Obat
Obat yang digunakan adalah obat antimikroba antara lain :
a. Kloramfenikol

14
Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien
demamtifoid. Dosis untuk orang dewasa adalah 4 x 500 mg per hari oral
atau IV, dampai 7 hari bebas demam. Dengan kloramfenikol, demam pada
tifoid dapat turun rata rata 5 hari.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan
klorafenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih
jarang daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol, demam
pada demam tifoid dapat turun rata rata 5 6 hari.

c. Ko trimokazol ( Kombinasi trimetoprim Sulfametoksazol )


Efektivitas kulang lebih sama dengan kloramfenikol, Dosis untuk
orang dewasa 2x 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam.
Dengan ko trimoksazol demam rata rata turun setelah 5 6 hari.
d. Ampislin dan Amoksisilin
Dalam hal menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin
lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak
penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang
dianjurkan berkisar antara 75 150 mgBB sehari, digunakan sampai 7 hari
bebas demam. Dengan Amoksisilin dan Ampisilin, demam rata rata turun
7 -9 hari.
e. Sefalosporin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan bahwa seflosporin generasi ketiga
antara lain sefoperaon, seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam
tifoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui
dengan pasti.
2.9 Komplikasi
2.9.1 Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus

15
c. Ileus paralitik
2.9.2 Komplikasi ekstra intestinal
a. Kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis,
thrombosis, dan tromboflebitis.
b. Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, sindrom uremia hemolitik.
c. Paru-paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
d. Hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolesistitis.
e. Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.
g. Neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer,
sindrom Guillan-Barre, psikosis, dan sindrom katatonia.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap ditujukan pada semua pasien dengan keluhan awal
demam dan merupakan salah satu skrining yang paling sering dilakukan
dalam tes laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap menguji sejumlah
parameter yang berbeda termasuk jumlah, jenis, presentase,konsentrasi, dan
kualitas sel sel darah ( Nyoman dan Wayan, 2014 ).
b. Uji Widal
Prinsip kerja uji widal adalah adanya proses aglutinasi yang terjadi
antara antibodi dengan antigen pada permukaan spesimen tertentu yang
menyebabkan spesimen tersebut saling bergumpal atau beraglutinasi.
Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella
typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H,
dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis.
Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan

16
didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer
aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang
waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat
selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid (Handojo,
2004)
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
- Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
- Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat
imunisasi atau pernah menderita infeksi
c. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typoid.

17
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN UMUM TIFOID

3.1 Pengkajian
Pengkajian demam tifoid akan didapatkan sesuai dengan perjalanan patologis
penyakit.
1. Keluhan Utama
Secara umum keluhan utama pasien adalah demam dengan atau tidak
disertai menggigil. Apabila pasien dating untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan, dimana perjalanan penyakit pada minggu pertama akan didapatkan
keluhan inflamasi yang belum jelas, sedangkan setelah minggu kedua, maka
keluhan pasien menjadi lebihberat. Keluhan lain yang menyertai demam yang
lazim didapatkan berupa keluhan nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,
diare, konstipasi, dan nyeri otot.
2. Riwayat Kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan mungkin didapatkan kebiasaan mengonsumsi
makanan yang tidak diolah dengan baik, sumber air minum yang tidak sehat,
serta kebersihan perseorangan yang kurang baik
3. Pengkajian Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu perlu divalidasi tentang
adanya riwayat penyakit tifus abdominalis sebelumnya.
4. Pengkajian Psikososial
Pengkajianpsikososialsering di dapatkan adanya kecemasan dengan
kondisi sakit dan keperluan pemenuhan informasi tentang pola hidup higenis.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemerikssaan Manifestasi klinis
Survey umum Pada fase awal penyakit biasanya tidak di dapatkan adanya
dan tingkat perubahan. Pada fase lanjut, secara umum pasien terlihat sakit berat
kesadaran. dan sering didapatkan penurunan tingkat kesadaran ( apatis,

18
delirium)
TTV Pada fase 7-14 hari didapatkan suhu tubuh meningkat 39-41C pada
malam hari dan biasanya turun pada pagi hari. Pada pemeriksaan
nadi didapatkan penurunan frekuensi nadi ( bradikardi, relative).
B1 ( System pernafasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan.
breathing) Tetapi akan mengalami perubahan apabila terjadi respon akut
dengan gejala batuk kering. Pada beberapa kasus berat bias
didapatkan adanya komplikasi tanda dan gejala pneumonia.
B2 (blood) Penurunan tekanan darah, keringat dingin dan diaphoresis sering
didapatkan pada minggu pertama.
Kulit pucat dan akral dingin b.d penurunan kadar Hb.
Pada minggu ketiga, respon stoksin sistemik bias mencapai otot
jantung dan terjadi miokarditis dengan manifestasi penurunan curah
jantung dengan tanda denyut nadi melemah, nyeri dada dan
kelemahan fisik.
B3 (brain) Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan
perfusi serebral dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesu,
gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada beberapa
pasien bisa di dapatkan kejang umum yang merupakan respons
terlibatnya system saraf pusat oleh infeksitifus abdominal.
Didapatkan ikterus pada sclera terjadi pada kondisi berat.
B4 ( bladder) Pada kondisi berat akan di dapatkan penurunan urine output respon
dari penurunan curah jantung.
B5 (bowel) Inspeksi:
Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis disertai
stomatitis.
Sering muntah
Perut kembung
Distensi abdomen dan nyeri.

19
Auskultasi :
Didapatkan penurunan bising usus kurang dari 5kali/menit
pada minggu pertama dan terjadi konstipasi.
Perkusi:
Didapatkan suara timpani abdomen akibat kembung.
Palpasi:
Hepatomegali dan splenomegali. Pembesaran hati dan limpa
mengidentifikasikan infeksi RES yang mulai terjadi pada
minggu kedua.
Nyeri tekan abdomen.
B6 (bone) Respons sistemik akan menyebabkan malise, kelemahan fisik umum.
Dan didapatkan kramoto ektermitas.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
2. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kurangnya asupan makanan yang adekuat.
3. Ketidakseimbangan volume cairan b.d anoreksia, mual, muntah
3.3 Rencana Keperawatan
1. Hipertermi b.d respon inflamasi iskemik
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam terjadi penurunan suhu.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan
b. Pasien mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah
diberikan.
Intervensi Rasional
Evaluasi TTV pada setiap Sebagai pengawasan terhadap adanya perubahan keadaan
pergantian shif atau setiap umum pasien sehingga dapat dilakukan penanganan dan
keluhan dari pasien. perawatan secara tepat dan cepat.

20
Kaji pengetahuan pasien dan Sebagai data dasar untuk memberikan intervensi selaanjutnya
keluarga tentang cara
menurunkan suhu tubuh
Atur lingkungan yang Kondisi ruang kamar yang tidak panas, tidak bising, dan
konduktif sedikit pengunjung memberikan efektivitas terhadap proses
penyembuhan. Pada suhu ruangan kamar yang tidak panas,
maka akan terjadi proses perpindahan suhu tubuh dari tubuh
pasien keruangan. Proses pengeluaran ini disebut dengan
radiasi dan konveksi. Proses radiasi merupakan pengeluaran
suhu tubuh yang paling efektif, dimana sekitar 60% suhu
tubuh dapat berpindah melalui proses radiasi, sedangkan
konveksi sekitar 15%. Perawat melakukan intervensi penting
agar suhu ruangan kamar jangan secara mendadak dingin
karena memberikan risiko penurunan suhu tubuh yang begitu
cepat dan berpengaruh terhadap tingkat toleransi anak.
Berikan kompres dengan air Secara konduksi dan konveksi panas tubuh akan berpindah
dingin ataupun air biasa pada dari tubuh kematerial yang dingin. Pengeluaran suhu tubuh
daerah aksila, lipat paha, dan dengan cara konduksi berkisar antara 3% dengan objek dan
temporal bila terjadi panas. 15% dengan udara suhu kamar secara konveksi. Kompres
dingin merupakan teknik penurunan suhu tubuh dengan
meningkatkan efek konduktivitas.
Anjurkan keluarga untuk Pengeluaran suhu tubuh dengan cara evaporasi berkisar 22%
memakai pakaian yang dapat dari pengeluaran suhu tubuh. Pakaian yang mudah menyerap
menyerang keringat seperti keringat sangat efektif meningkatkan efek dari evaporasi
katun.
Anjurkan keluarga untuk Masase dilakukan untuk meningkatkan aliran darah keperifer
melakukan masase pada dan terjadi vasodilatasi perifer yang akan meningkatkan efek
ekstremitas. evaporasi. Penggunaan cairan penghangat seperti minyak
kayu putih dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas

21
intervensi masase.
Kolaborasi dengan dokter Anti piretik bertujuan untuk memblok respon panas sehingga
dalam pemberian obat suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.
antipiretik.

2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan b.d ketidakadekuatan intake


nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intestinal.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi
yang adekuat.
Kritria hasil:
a. Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi
individu.
b. Menunjukkan peningkatan BB.
Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien tentang asupan Tingkat pengetahuan dipengaruhioleh
nutrisi. kondisi social ekonomi pasien. Perawat
menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut
perawat dapat lebih terarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien
dane fektif.
Berikan nutrisi oral secepatnya setelah Pemberian sejak awal setelah intervensi
rehidrasi dilakukan. rehidrasi dilakukan dengan memberikan
makanan lunak yang mengandung
kompleks karbohidrat seperti nasi
lembek, roti, kentang, dan sedikit daging
khususnya ayam.

22
Monitor perkembangan berat badan. Penimbangan berat badan dilakukan
sebagai evaluasi terhadap intervensi yang
diberikan.

3. Ketidakseimbangan volume cairan b.d anoreksia, mual, muntah


Tujuan: meningkatkankebutuhan volume cairan klien
Kriteria hasil: kebutuhan cairan klien normal
Intervensi Rasional
- Pantau tanda-tanda vital sign tiap satu - Untuk mengetahui keadaan umum klien
jam.

Mengumpulkan dan menganalisis data Data klien sangat diperlukan untuk


klien untuk mengatur keseimbangan mengetahui kebutuhan cairan klien dan
cairan klien untuk mengatur keseimbangan cairan
klien
Kolaborasi dengan dokter cara pemberian Cairan infuse berguna untuk memenuhi
terapi cairan infus( IVFD). kebutuhan cairan dalam tubuh.

3.3 Evaluasi
Hasil yang di harapkan setelah melakukan intervensi keperawatan adalah :
1) Terjadi penurunan suhu tubuh
2) Asupan nutrisi adekuat
3) Kebutuhan cairan klien terpenuhi secara adekuat

23
BAB 4

STUDI KASUS

Kasus
An. S, usia 4 tahun, datang ke IGD Rumah Sakit A diantar oleh ibunya pada
tanggal 11 Januari 2017. Diagnosa medis anak adalah thypoid. Ibu mengatakan anak
demam sejak 8 hari yang lalu. Ibu juga mengatakan anak mual dan muntah 2-3x kali
setiap makan. Klien saat ini menangis dan mengeluh sakit pada bagian perut.Kondisi
klien saat ini klien tampaklemas, pucat, dan akral hangat.BB: 20Kg TB: 130cm, TD
110/80mmHg, nadi 110 x/mnt, suhu 40 C, RR 16x/mnt.

4.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1. Data Demografi
Nama : An.S
Usia : 4 tahun
Alamat : Sidoarjo
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
2. Keluhan Utama
Klien mengalami hipertermi
3. Riwayat Kesehatan Saat ini
Kondisi klien saat ini tampak lemas, akral hangat, pusing, mual, dan klien
tidak mau makan. BB: 20Kg, TB 130cm, TD 110/80mmHg, nadi
110 x/mnt, suhu 40 C, RR 16x/mnt.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Ibu klien mengatakan klien tidak pernah sakit yang mengharuskan
dirawat di RS, baru kali ini.
5. Riwayat Penyakit Keluarga

24
Tidak ada anggota keluarga, saudara yang mempunyai penyakit menular
ataupun menurun.
6. Pola Nutrisi dan Metabolik
a. A (Antopometri)
BB: 20kg
TB: 130cm
IMT: 11,8 Kg/m2
b. B (Biokimia)
1. Darah Rutin
- Hb : 10,8 gr%
- Ht : 32 %
- Trombosit : 135.000/il
- Leukosit : 6500/ul
- LED : 18 mm/jam
2. Urine
- Warna : Kuning jernih
- Protein : (-)
- Reduksi : (-)
- Bilirubin : (-)
c. C (Clinical Sign)
Kulit : kulit kering
Mata : konjungtiva anemis
Cardiovascular : nadi 110x/menit
Gastrointestinal : mual dan muntah
Aktivitas : lemas
d. D (Diit)
Selama di rumah: makan seadanya, kadang sayur kadang daging.
Pemasukan cairan: klien minum setiap hari 1 lt
Kebiasaan makan: klien makan 3x sehari

25
Problem diit: tidak problem diit
7. Skala Nyeri
P : Provokatif / Paliatif
Nyeri di bagian perut dan bertambah apabila ingin muntah
Q : Quality
Nyeri seperti terbakar
R : Region / Radiasi
Nyeri hilang timbul
S : Skala Seviritas
Skala nyeri sedang
T : Timing
Nyeri jika mual dan dimasuki makanan
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum :
a. Tingkat kesadaran : composmentis.
b. TTV : TD 110/80mmHg, nadi 110 x/mnt, suhu 40 C, RR 16x/mnt.
2. Pemeriksaan Head to Toe
Kulit :Warna sawo matang, kulit teraba hangat, kuku pendek dan
bersih, turgor kulit menurun
Kepala :Bentuk simetris, warna rambut hitam, lurus, tersisir rapi dan
bersih.
Mata :Simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
Telinga :Simetris, bersih, bentuk normal.
Hidung :Simetris, bentuk normal.
Mulut :Simetris, mukosa bibir kering, gigi normal, bersih.
Leher :JVP tidak meningkat, bentuk simetris.
Dada :
Paru-paru
I : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada

26
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
A : vesikuler
Jantung
S1-S2 murni, tak ada murmur, bising (-).
Abdomen :
I: simetris
A: terdapat bising usus
P:perut kembung, agak keras
P:bunyi thimpany

4.2 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS Bakteri Salmonella Thypi Hipertermia (00007)
Ibu klien Domain 11:
mengatakan anak Masuk ke usus halus Keamanan/Perlindungan
panas sejak 8 hari Kelas 6. Termoregulasi
yang lalu. Kuman mengeluarkan endotoksin
DO
Akral teraba hangat Kuman masuk ke sirkulasi darah
Suhu: 40oC
Nadi: 110x/ menit Bakteremia 1

RR: 16x/ menit


Menyebar ke hati dan limfa

Proses fagositosis

Bakteremia 2

Metabolisme meningkat

27
Hipertermia
2. DS Bakteri Salmonella Thypi Ketidakseimbangan
Ibu klien Nutrisi: Kurang dari
mengatakan Masuk ke usus halus Kebutuhan Tubuh
anaknya mual dan (00002)
muntah 2-3x setiap Kuman mengeluarkan endotoksin Domain 2: Nutrisi
makan Kelas 1. Makan
DO Kuman masuk ke sirkulasi darah
BB: 20kg
TB: 130cm Bakteremia 1

IMT: 11,8 Kg/m2


Klien tampak Menyebar ke hati dan limfa

lemasdan pucat
Proses fagositosis

Bakteremia 2

Inflamasi usus halus

Mual dan muntah

Anoreksia

Intake tidak adekuat

Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang


dari Kebutuhan Tubuh
3. DS Bakteri Salmonella Thypi Nyeri Akut (00132)
Klien saat ini Domain 12:

28
mengeluh sakit Masuk ke usus halus Kenyamanan
pada bagian perut Kelas 1. Kenyamanan
DO Kuman mengeluarkan endotoksin Fisik
P : Nyeri di bagian
perut dan bertambah Kuman masuk ke sirkulasi darah
apabila ingin
muntah Bakteremia 1
Q : Nyeri seperti
terbakar Menyebar ke hati dan limfa
R : Nyeri hilang
timbul Proses fagositosis

S : Skala nyeri
sedang Bakteremia 2

T : Nyeri jika mual


dan dimasuki Inflamasi usus halus

makanan
Nyeri akut

4.3 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan tidak adekuat
3. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera biologis

4.4 Intervensi Keperawatan


Diagnosa:
Hipertermia (00007)
Domain 11: Keamanan/Perlindungan
Kelas 6. Termoregulasi

29
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Demam (3740)
selama 1x24 jam, didapatkan hasil: Berkolaborasi dengan dokter atau
Termoregulasi (0800) farmasi terkait dengan pemberian
Klien tidak menggigil obat untuk klien
Klien tidak mengalami Memantau suhu dan tanda-tanda
hipertermia vital lainnya
Klien tidak mengalami nyeri otot Manajemen Pengobatan (2380)
Tanda-Tanda Vital (0802) Menentukan obat yang diperlukan
Suhu tubuh klien normal Memonitor efektifitas pemberian
Denyut nadi klien normal obat
Tingkat pernapasan klien normal Memonitor efek samping obat
Tekanan darah klien normal Pengaturan Suhu (3900)
Memonitor suhu paling tidak
setiap 2 jam
Meningkatkan cairan dan nutrisi
adekuat
Menggunakan pengaturan suhu
pada lingkungan klien untuk
menurunkan suhu tubuh

Diagnosa:
Nyeri Akut (00132)
Domain 12: Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemberian Analgesik (2210)
selama 1x24 jam, didapatkan hasil: Berkolaborasi dengan dokter atau
Tingkat Nyeri (2102) farmasi untuk memilih analgesik

30
Klien tidak menangis yang sesuai
Klien tidak mengalami Memonitor tanda vital sebelum
kehilangan nafsu makan dan sesudah pemberian analgesik
Klien tidak mengalami mual Mengajarkan keluarga tentang
Fungsi Gastrointestinal (1015) penggunaan analgesik
Klien memiliki toleransi terhadap Manajemen Nyeri (1400)
makanan Memberikan informasi mengenai
Klien memiliki nafsu makan yang nyeri
baik Mengurangi faktor-faktor yang
Frekuensi BAB klien normal dapat meningkatkan nyeri
Bising usus klien normal Menganjurkan klien untuk
Klien tidak mengalami nyeri istirahat yang adekuat untuk
perut membantu menurunkan nyeri

Klien tidak mengalami muntah Melibatkan keluarga dalam


modalitas penurun nyeri

Diagnosa:
Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh (00002)
Domain 2: Nutrisi
Kelas 1. Makan
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Terapi Nutrisi (1120)
selama 3x24 jam, didapatkan hasil: Berkolaborasi dengan ahli gizi
Status Nutrisi (1004) untuk menentukan jumlah kalori
Asupan makanan klien terpenuhi dan tipe nutrisi yang dibutuhkan
Asupan cairan klien terpenuhi klien
Rasio berat badan klien normal Menciptakan lingkungan yang
Keparahan Mual dan Muntah (2107) menyenangkan
Frekuensi dan intensitas mual Menyajikan makanan dengan

31
menurun menarik
Frekuensi dan intensitas muntah Bantuan Peningkatan Berat Badan (1240)
menurun Memonitor mual muntah
Klien tidak mengalami Menimbang berat badan klien
kehilangan berat badan setiap hari
Memberikan obat-obatan untuk
meredakan mual
Memberikan istirahat yang cukup

4.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Diagnosa:Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
No Hari dan Jam Implementasi TTD Evaluasi
Tanggal
1. Rabu, 11 17.00 1. Memonitor TTV Jam 20.00 WIB
Januari WIB Suhu: 40oC S: Ibu klien
2017 Nadi: 110x/ menit mengatakan anak
RR: 16x/ menit masih demam
2. Menganjurkan klien untuk banyak O: Suhu klien 39oC
minum A: Masalah belum
3. Memberikan obat antipiretik, seperti teratasi
paracetamol dengan dosis 20mg P: Implementasi
4. Menganjurkan keluarga untuk nomor 3 dan 4
mengompres hangat pada axilla dan dipertahankan
temporal dan ibu klien tampak
mengganti kapas kompres sekali
dalam 10 menit
5. Menganjurkan klien untuk
memakaipakaian ringan yang dapat

32
menyerap keringat seperti katun dan
kaos
6. Mengajarkan keluarga klien
mengenai metode pemberian obat
yang sesuai (keluarga belum paham
sepenuhnya)
7. Memonitor suhu paling tidak setiap
2 jam
8. Menganjurkan klien untuk
menggunakan matras pendingin,
selimut yang mensirkulasikan air,
dan mandi air hangat untuk
menurunkan suhu tubuh
2. Kamis, 07.00 1. Memonitor TTV Jam 11.00 WIB
12 WIB Suhu: 40oC S: Ibu klien
Januari Nadi: 110x/ menit mengatakan anak
2017 RR: 16x/ menit tidak lagi demam
2. Menganjurkan klien untuk banyak O: Suhu klien normal
minum 37oC
3. Memberikan obat antipiretik, seperti A: Masalahteratasi
paracetamol dengan dosis 20mg P: Implementasi
4. Menganjurkan keluarga untuk dihentikan
mengompres hangat pada axilla dan
temporal dan ibu klien tampak
mengganti kapas kompres sekali
dalam 10 menit
5. Menganjurkan klien untuk memakai
pakaian ringan yang dapat menyerap
keringat seperti katun dan kaos

33
6. Mengajarkan keluarga klien
mengenai metode pemberian obat
yang sesuai (keluarga belum paham
sepenuhnya)
7. Memonitor suhu paling tidak setiap
2 jam
8. Menganjurkan klien untuk
menggunakan matras pendingin,
selimut yang mensirkulasikan air,
dan mandi air hangat untuk
menurunkan suhu tubuh

Diagnosa:Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis


No Hari dan Jam Implementasi TTD Evaluasi
Tanggal
1. Rabu, 11 17.00 1. Memilih analgesik yang sesuai, Jam 20.00 WIB
Januari WIB seperti aspirin S: Klien tidak
2017 2. Memberikan analgesik sesuai waktu mengeluh nyeri di
paruhnya dengan dosis 20mg bagian perut
3. Memantau perawatan analgesik O: Klien tidak
4. Mengajarkan keluarga tentang menangis menahan
penggunaan analgesik sesuai dengan nyeri
anjuran A: Masalah teratasi
5. Menganjurkan klien untuk istirahat P: Implementasi
yang adekuat untuk membantu dihentikan
menurunkan nyeri, seperti bed rest
6. Melibatkan keluarga dalam
modalitas penurun nyeri, seperti
memberikan informasi terkait

34
dengan nyeri
7. Memberikan informasi kepada klien
dan keluarga untuk mengurangi
faktor-faktor yang dapat
meningkatkan nyeri

Diagnosa: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat
No Hari dan Jam Implementasi TTD Evaluasi
Tanggal
1. Rabu, 11 17.00 1. Menentukan tipe nutrisi yang Jam 20.00 WIB
Januari WIB dibutuhkan klien, seperti diet S : klien mengatakan
2017 rendah serat masih merasa mual
2. Memberikan obat pereda mual, dan muntah
yaitu antiemetik, dengan dosis O : BB klien 20 kg
20mg A : Masalah belum
3. Memberikan klien makanan yang teratasi
mengandung gizi seimbang sesuai P : Implementasi
dengan kondisi dan kebutuhan nomor 2, 4, dan 5
kalori klien dilanjutkan
4. Melibatkan keluarga saat klien
makan dengan membujuk klien
supaya mau makan dan menyuapi
klien saat makan
5. Menyajikan makanan dalam
keadaan hangat agar klien mau
menghabiskan makanan yang
disajikan
6. Menganjurkan klien makan dalam

35
porsi kecil tapi sering dan mudah
dicerna sehingga klien tidak mual
7. Menciptakan suasana yang
menyenangkan, lingkungan yang
bebas dari bau sewaktu makan
2. Kamis, 07.00 1. Menentukan tipe nutrisi yang Jam 11.00 WIB
12 WIB dibutuhkan klien, seperti diet S : Klien mengatakan
Januari rendah serat mual dan muntahnya
2017 2. Memberikan obat pereda mual, sudah berkurang
yaitu antiemetik, dengan dosis O : BB klien 20 kg
20mg A : Masalah belum
3. Memberikan klien makanan yang teratasi
mengandung gizi seimbang sesuai P : Implementasi
dengan kondisi dan kebutuhan nomor 2, 4, dan 5
kalori klien dipertahankan
4. Melibatkan keluarga saat klien
makan dengan membujuk klien
supaya mau makan dan menyuapi
klien saat makan
5. Menyajikan makanan dalam
keadaan hangat agar klien mau
menghabiskan makanan yang
disajikan
6. Menganjurkan klien makan dalam
porsi kecil tapi sering dan mudah
dicerna sehingga klien tidak mual
7. Menciptakan suasana yang
menyenagkan, lingkungan yang
bebas dari bau sewaktu makan

36
3. Kamis, 13.00 1. Menentukan tipe nutrisi yang Jam 15.00 WIB
12 WIB dibutuhkan klien, seperti diet S : Klien mengatakan
Januari rendah serat mual dan muntahnya
2017 2. Memberikan obat pereda mual, berkurang
yaitu antiemetik, dengan dosis O : BB klien 20 kg
20mg A : Masalah belum
3. Memberikan klien makanan yang teratasi
mengandung gizi seimbang sesuai P : Implementasi
dengan kondisi dan kebutuhan nomor 2, 4, dan 5
kalori klien dipertahankan
4. Melibatkan keluarga saat klien
makan dengan membujuk klien
supaya mau makan dan menyuapi
klien saat makan
5. Menyajikan makanan dalam
keadaan hangat agar klien mau
menghabiskan makanan yang
disajikan
6. Menganjurkan klien makan dalam
porsi kecil tapi sering dan mudah
dicerna sehingga klien tidak mual
7. Menciptakan suasana yang
menyenagkan, lingkungan yang
bebas dari bau sewaktu makan
4. Kamis, 17.00 1. Menentukan tipe nutrisi yang Jam 20.00 WIB
12 WIB dibutuhkan klien, seperti diet S : Klien mengatakan
Januari rendah serat sudah tidak mual dan
2017 2. Memberikan obat pereda mual, muntah
yaitu antiemetik, dengan dosis O : BB klien 20 kg

37
20mg A : Masalah teratasi
3. Memberikan klien makanan yang P : Implementasi
mengandung gizi seimbang sesuai dihentikan
dengan kondisi dan kebutuhan
kalori klien
4. Melibatkan keluarga saat klien
makan dengan membujuk klien
supaya mau makan dan menyuapi
klien saat makan
5. Menyajikan makanan dalam
keadaan hangat agar klien mau
menghabiskan makanan yang
disajikan
6. Menganjurkan klien makan dalam
porsi kecil tapi sering dan mudah
dicerna sehingga klien tidak mual
7. Menciptakan suasana yang
menyenagkan, lingkungan yang
bebas dari bau sewaktu makan

38
BAB 5

KESIMPULAN

Demam tifoid adalah penyakit infeksi usus halus yang disebabkan bakteri
SalmonellaTyphi dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit ini termasuk penyakit menular
endemik dan dapat menyerang siapa saja mulai dari anak-anak sampaiorang tua.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di negara-
negara sedang berkembang. Sumber penularan penyakit demam tifoid dapat melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi, biasanya kontaminasi dari bahan feses,
muntahan maupun cairan badan. Hal tersebut terjadi biasanya karena sang penderita
kurang memperhatikan kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsinya.
Gejala dapat timbul secara tiba-tiba atau berangsur-angsur yaitu antara 10 sampai 14
hari. Mulainya samar-samar bersama nyeri kepala, malaise, anoreksia dan demam,
rasa tidak enak di perut dan nyeri di seluruh badan. Penatalaksanaan medis yang bisa
dilakukan untuk mengatasi Tifoid ini yaitu melalui perawatan, diet dan penberian
obat-obat anti mikroba seperti kloramfenikol, dan tiamfenikol.

39
DAFTAR PUSTAKA

Handojo I. Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Cetakan I. Surabaya :


Airlangga University Press. 2004. Hal : 1 23

Inawati. 2010. Demam Tifoid. Studi Literatur : Departemen Patologi Anatomi


Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Media


Aesculapius: Jakarta

Mansjoer, Arif. ( 2000 ). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Medica Aesculpalus


FKUI : Jakarta.

Ni Nyoman L N, I Wayan Putu S Y, A. A Wiradewi L. 2014. Karakteristik Penderita


Demam Tifoid di RSIA Puri Bunda Periode Oktober 2013 Januari 2014.
Studi Literatur : Publikasi Universitas Udayana.

Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: CV Trans Info Media.
WHO, 2003, Diagnosis of Typhoid Fever. Dalam: Background Document: The
Diagnosis Treatment and Prevention of Typhoid Fe ver. Word Health
Organization

http://www.expat.or.id/medical/typhoid.html diakses pada tanggal 13 April 2014.


19:00

40

Anda mungkin juga menyukai