Anda di halaman 1dari 17

REFRAT BEDAH PLASTIK

CLEFT LIP AND PALATE

Disusun Oleh:
Ade Cahyana Putra G99162144

Periode: 11 September 16 September 2017

Pembimbing :
dr. Dewi Haryanti Kurniasih, Sp.BP

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

0
BAB I
PENDAHULUAN

Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan celah pada bibir atas yang didapatkan
seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit mulut (palate),
maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan
langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Apabila celah terdapat pada bibir
atas hingga langit-langit rongga mulut, disebut labial palate cleft/labiopalatoschisis.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester
pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor
yang diduga menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, obat-
obatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik.
Cleft lip dapat dikoreksi dengan tindakan labioplasti, yaitu tindakan
pembedahan untuk menutup celah pada bibir. Rekonstruksi celah bibir bertujuan
untuk mengembalikan bentuk anatomi yang senormal mungkin. Deformitas celah
didapatkan pada kurang lebih 1 dari setiap 680 kelainan. Pada kebanyakan kasus,
celah bibir dan sumbing langit-langit terjadi bersamaan. Gejala utama dari celah bibir
dan/atau langit-langit sumbing adalah pembukaan terlihat di bibir atau langit-langit.
Gejala lain dapat terjadi sebagai akibat dari sumbing meliputi masalah feeding
(terutama dengan sumbing), masalah bicara, gigi yang hilang terutama ketika bibir
sumbing meluas ke daerah gusi bagian atas, infeksi berulang telinga bagian tengah,
dan masalah pendengaran.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu
cacat/kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester
pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin.
Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan
nutrisi, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma
dan faktor genetik.
Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus
facialis untuk bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain,
dimana melibatkan penutupan selubung ektoderma yang berkontak
dengannya. Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak
terbentuk sempurna akibat kegagalan proses penyatuan processus selama
perkembangan embrio di dalam kandungan. Tingkat pembentukkan celah
bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu berupa sedikit takikan
(notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan yang
muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langitan
terjadi ketika palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan
pembukaan yang dapat meluas sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan
sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian palatum keras di anterior mulut
sampai palatum lunak ke arah tenggorokan. Seringkali terjadi bersamaan
antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada
kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses penelanan, bicara dan mudah
terjadi infeksi pada saluran pernafasan akibat tidak adanya pembatas antara
rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi juga dapat berkembang sampai ke

2
telinga. Celah bibir dan celah langitan bisa terjadi secara bersamaan atau
masing-masing dan tingkat abnormalitas celah bibir dan langitan ini pun
bervariasi. Celah langitan yang disertai dengan celah bibir lebih sering terjadi.
Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar 45% dari keseluruhan kasus, celah
bibir saja 25% dan celah langitan saja sekitar 35%. Celah bibir dengan atau
tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki-laki sedangkan celah
langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Perbandingan insiden celah
bibir dengan atau tanpa celah langitan antara anak laki-laki dan wanita yaitu
2:1, sebaliknya perbandingan insiden celah langitan antara anak laki-laki dan
perempuan sekitar 1:2

Gambar 1. Cleft lip and palate


B. ETIOLOGI
Celah bibir dan celah langit-langit bisa terjadi secara bersamaan
maupun sendiri-sendiri. Kelainan ini juga bersamaan dengan kelainan bawaan
lainnya. Penyebabnya mungkin adalah mutasi genetik atau teratogen (zat yang
dapat menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan
kimia).Selain tidak sedap dipandang, kelainan ini menyebabkan anak

3
kesulitan ketika makan, gangguan perkembangan berbicara dan infeksi
telinga. Faktor resiko adalah riwayat celah bibir atau celah langit-langit pada
keluarga serta adanya kelainan bawaan lainnya.
Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik
dan faktor lingkungan. CLP disebabkan oleh multigen dan atau pengaruh
faktor lingkungan. Walaupun gen memiliki peran penting, dalam
embriogenesis wajah, faktor lingkungan berperan sama penting. Ada tiga
kategori faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pembentukan janin, yaitu
teratogen, infeksi, dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang
merokok menjadi faktor penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang
meningkatkan risiko CLP diantaranya adalah obat-obatan, seperti
antikonvulsan phenytoin dan benzodiazepines, atau pestisida, seperti dioxin.
Gen-gen yang diketahui menjadi penyebab terjadinya CLP
diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang berpengaruh dalam Van der
Woude syndrome), P63, PVRL1, TGFA, TBX22,
MSX1, FGFR1 dan SATB. Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1
umumnya terkait dengan kelainan gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu
kali dalam suatu silsilah keluarga, hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gen-
gen yang ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan
menyebabkan timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450,
GST, dan EPHX.
Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu
yang bereaksi terhadap senyawa tertentu. Ahr (aryl-hydrocarbon receptor),
misalnya, berperan sebagai reseptor dari senyawa aril hidrokarbon yang
terdapat dalam asap rokok. Masuknya aril hidrokarbon ini jelas
mempengaruhi perkembangan janin, walaupun ibu hamil hanya berperan
sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga berperan
dalam perkembangan janin. Kekurangan nutrisi asam folat misalnya, menjadi
salah satu penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP.
Selanjutnya, karena interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP

4
muncul sebagai hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP,
namun tidak dipicu oleh faktor eksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak
muncul. Ada pula gen yang memang telah mengalami mutasi sejak awal, yaitu
dari orang tuanya. Gen yang telah mengalami mutasi ini akan menurunkan
sifat kepada keturunannya. Mutasi tertentu dapat diturunkan, dengan syarat
terjadi pada sel gamet (ovum atau spermatozoa). Mutasi pada sel somatik
tidak diturunkan.

C. PATOFISIOLOGI
Bibir atas bayi berkembang di sekitar lima minggu kehamilan dan dari
sekitar 8-12 minggu, palatum berkembang dari jaringan di kedua sisi lidah.
Biasanya jaringan ini tumbuh terhadap satu sama lain dan bergabung di
tengah. Ketika jaringan tidak bergabung di tengah, akan terbentuk celah di
bibir dan gusi. Celah pada bibir atas mungkin hanya terbatas pada bibir atau
dapat juga terjadi pada palatum mole. Celah bibir unilateral terjadi akibat
kegagalan fusi dari prominens nasal medial dan prominens maxilla pada satu
sisi. Sedangkan celah bibir bilateral merupakan hasil dari kegagalan fusi pada
prominens nasal medial dengan prominens maxilla pada sisi yang lain. Celah
bibir inferior sangat jarang terjadi, dan biasanya terletak tepat di tengah dan
disebabkan oleh ketidaksempurnaan penyatuan prominensia mandibularis.
Secara embriologi, celah palatum primer terjadi akibat kegagalan dari
mesoderm masuk ke dalam groove di antara hidung medial dan prosessus
maxilla, keadaan ini menghambat penyatuan satu dengan yang lainnya. Celah
palatum sekunder disebabkan oleh kegagalan lempeng palatine bergabung
dengan yang lain, juga meliputi kegagalan lidah turun rongga mulut. Sedang
teori lain penyebab celah palatum yaitu teori celah prepalatal menurut Stark,
tiga pulau mesensimal yaitu satu sentral dan dua lateral berkembang dan
bergabung. Kurangnya perkembangan dari satu atau lebih dari ketiga pulau
tersebut menyebabkan kondisi yang tidak stabil. Terjadinya celah lateral

5
tergantung pada kegagalan satu atau lebih mesensimal lateral. Celah pada
midline oleh karena kegagalan bagian tengah bibir dan kolumela untuk
berkembang dan bergabung dengan ketiga pulau mesensimal.
D. KLASIFIKASI
Malformasi kraniofasial, dimana salah satunya adalah facial cleft telah
mengalami beberapa tahap klasifikasi. Dimulai dari tahun 1887 oleh Morian,
muncullah klasifikasi Morian yang mengklasifikasikan facial cleft menjadi
dua tipe yaitu tipe I yang merupakan oculonasal cleft dan tipe II, dari foramen
infraorbita hingga aspek luar wajah. Setelah itu, klasifikasi tersebut
mengalami beberapa penyesuaian dan pembaharuan seperti klasifikasi
AACPR (American Association of Cleft Palate Rehabilitation) pada tahun
1962, klasifikasi Boo-Chai, klasifikasi Karfik, klasifikasi Tessier, dan
klasifikasi van de Meulen. Dua klasifikasi yang diterima secara luas adalah
sistem klasifikasi Tessier dan van de Meulen.
Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi anatomi celah. Pada sistem
klasifikasi ini, cleft berdasarkan posisinya diberi nomor 0-14 dengan nomor
30 menunjukkan simfisis media dari mandibula. Penomoran ini memudahkan
nomenklatur cleft. Sistem ini murni bersifat deskriptif dan tidak berkaitan
dengan faktor-faktor embriologi maupun patologi. Berbeda dengan klasifikasi
Tessier, klasifikasi Van de Meulen didasarkan pada hubungan cleft dengan
asal embriogenesisnya. Klasifikasi Tessier merupakan cara paling mudah
untuk mendeskripsikan cleft dan nomenklaturnya, sehingga menjadi
klasifikasi yang paling sering digunakan hingga sekarang.

6
Gambar 2. Klasifikasi tessier pada tulang tengkorak dan wajah

Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit Klasifikasi yang diusulkan


oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
- Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar A).
- Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang
foramen insisivum (gambar B).
- Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar C).
- Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada dua sisi (gambar D).

7
Gambar 3 Klasifikasi Veau

Klasifikasi Van der Meulen


Van de Meulen membagi klasifikasi berbagai jenis celah didasarkan
pada tempat terhentinya perkembangan tulang dalam embriogenesis. Sebuah
celah primer dapat terjadi pada tahap awal perkembangan wajah (17 mm
panjang embrio). Penghentian perkembangan ini dibagi ke dalam empat
kelompok lokasi yang berbeda, yaitu internasal, nasal, nasomaxillar, dan
maxillar. Lokasi di maxillar dapat dibagi menjadi belahan median dan lateral.
a. Displasia Internasal
Displasia internasal disebabkan oleh penghentian
perkembangan sebelum penyatuan kedua bagian hidung. Celah ini
ditandai dengan celah bibir median, lekukan yang median atau
duplikasi labial frenulum. Selain bibir sumbing median, Hypertelorism

8
dapat dilihat dalam belahan ini. Atau juga kadang-kadang menjadi
bagian perkembangan premaxilla.

Gambar 4. Internasal Displasia


b. Displasia Nasal
Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya
pengembangan dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu
bagian hidung, Septum hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini
jarang terjadi. Nasoschisis juga dapat ditandai dengan adanya
hypertelorism.

Gambar 5. Nasal Displasia

c. Displasia Nasomaxillary
Displasia nasomaxillary disebabkan oleh terhentinya
perkembangan tulang di persimpangan sisi lateral dari hidung dan
rahang. Terhentinya perkembangan ini menghasilkan celah yang
lengkap atau tidak lengkap antara hidung dan lantai orbital (sumbing
nasoocular) atau timbul celah antara mulut, hidung dan lantai orbital

9
(sumbing oronasal-okular). Pada kasus ini, perkembangan bibir adalah
normal.

Gambar 6. Nasomaxillary Displasia


d. Displasia rahang atas
Displasia rahang atas dapat bermanifestasi di 2 lokasi yang
berbeda di rahang atas: di tengah atau bagian lateral rahang atas.
i. Displasia rahang medial, disebabkan oleh kegagalan
pengembangan dari bagian medial rahang atas pusat
penulangan maxila. Hal ini menyebabkan celah sekunder,
bibir philtrum dan langit-langit

Gambar 7. Maksila Displasia

ii. Displasia rahang lateral, disebabkan oleh kegagalan


pengembangan bagian lateral pada pusat penulangan maxilla, yang
juga menghasilkan celah sekunder pada bibir dan langit-
langit. Adanya celah pada bagian lateral kelopak mata bawah
merupakan tanda khas untuk displasia rahang atas lateral.

10
Selain itu pada kasus labioschisis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi/
jumlah kelainan:
a. Unilateral
b. Bilateral

Gambar 8. Klasifikasi labioschisis berdasarkan lokasi

G. Terapi
Terapi untuk deformitas kompleks ini sangat membutuhkan operasi
dimana operasi tersebut dapat melibatkan ahli bedah plastik, bedah saraf, dan
bedah maksilofasial. Sebagian besar cleft sangat membutuhkan prosedur bedah
plastik karena beragam teknik flap dan/ atau ekspansi jaringan diperlukan untuk
rekonstruksi lipatan mata, kelopak mata, bibir, sebuah hidung fungsional, dan
telinga estetik. Terlebih lagi, beberapa kasus cleft membutuhkan pembedahan
ortognatik. Oleh karena itu ahli bedah kraniofasial juga harus memiliki
keterampilan dalam osteotomi maksilo-mandibular.
Tidak ada satu jenis pengobatan yang ditetapkan untuk untuk cleft lip and
palate, karena variasi belahan yang sangat banyak. Jenis operasi yang dilakukan
tergantung pada jenis celah dan struktur yang terlibat. Masalah pada rekonstruksi
awal adalah kecacatan yang timbul akibat adanya pembatasan pertumbuhan

11
intrinsik. Hal ini memerlukan operasi tambahan pada usia lanjut untuk
memastikan semua bagian wajah yang terbentuk proporsional.
Rekonstruksi jaringan lunak dapat dilakukan pada usia dini, tetapi hanya
jika flap kulit dapat digunakan lagi selama operasi berikutnya. Waktu operasi
tergantung pada urgensi dari kondisi yang mendasarinya. Jika operasi diperlukan
agar fungsi menjadi baik, hal ini harus dilakukan pada usia dini. Hasil estetika
terbaik dicapai bila sayatan ditempatkan di daerah-daerah yang sedikit menarik
perhatian. Namun, jika fungsi bagian dari wajah tidak rusak, operasi tergantung
pada faktor psikologis dan daerah wajah rekonstruksi.
Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana ini
mencakup setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama kehidupan
pasien untuk merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan terhadap cleft lip and
palate dapat dibagi di berbagai wilayah wajah: anomali tengkorak, anomali orbit
dan mata, anomaly hidung dan anomali midface mulut.
1. Terapi pada Anomali Orbital/Mata
Anomali pada orbital/mata yang paling umum terlihat pada anak
dengan sumbing adalah coloboma dan distopia vertikal.
a. Coloboma
Coloboma yang sering terjadi di sumbing adalah celah yang terdapat
pada kelopak mata bawah atau atas. Ini harus ditutup sesegera mungkin,
untuk mencegah kekeringan mata dan hilangnya penglihatan berturut-turut

b. Distopia Orbit Vertikal


Distopia orbital vertikal dapat terjadi di sumbing pada lantai orbital
dan/atau rahang atas. Distopia orbit vertikal berarti bahwa mata tidak
terletak pada garis horizontal yang sama di wajah (satu mata lebih rendah
dari yang lain). Pengobatan ini didasarkan pada rekonstruksi lantai orbital,

12
dengan menutup celah Boney atau merekonstruksi lantai orbital
menggunakan graft tulang.
c. Hypertelorism
Ada banyak jenis operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati
hypertelorism. 2 pilihan tersebut adalah: osteotomi dan bipartition
wajah (juga disebut sebagai fasiotomi median). Tujuan dari box osteotomy
adalah untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama dengan
menghapus sebagian dari tulang antara orbit, untuk melepaskan kedua
orbit dari struktur tulang di sekitarnya dan menggerakkan orbita lebih ke
tengah wajah. Tujuan dari bipartition wajah tidak hanya untuk membawa
orbita lebih dekat bersama-sama, tetapi juga untuk menciptakan lebih
banyak ruang di rahang atas. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan
rahang dan tulang frontal, menghapus sepotong tulang berbentuk segitiga
dari dahi dan tulang hidung dan menarik dua potong dahi bersama-
sama. Tidak hanya hypertelorism yang akan teratasi setelah dilakukan
tarikan tulang frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini juga,
ruang antara kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas.
2. Terapi pada Anomali Hidung
Anomali hidung yang ditemukan pada kelainan sumbing
bervariasi. Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk merekonstruksi
hidung untuk mendapatkan hasil yang diterima secara fungsional dan
estetika. Rekonstruksi hidung dengan flap dahi didasarkan pada reposisi
penutup kulit dari dahi ke hidung. Kelemahan rekonstruksi ini adalah bahwa
setelah dilakukan pada usia yang lebih muda, flap tidak dapat diperpanjang
pada tahap berikutnya. Operasi kedua sering diperlukan jika operasi dilakukan
pada usia dini, karena hidung memiliki pertumbuhan yang terbatas di daerah
celah. Perbaikan alae (sayap hidung) sering membutuhkan inset cangkok
tulang rawan, biasanya diambil dari telinga. Selain itu, cleft pada nasal juga

13
dapat direkonstruksi dengan menggantikan kartilago lateral bawah yang tidak
ada dengan kartilago konka melalui pendekatan endonasal.
3. Terapi pada Anomali Midface
Perlakuan bagian jaringan lunak dari anomali midface sering
merupakan rekonstruksi dari skin flap pipi. Skin flap ini dapat digunakan
untuk operasi lain di lain waktu, karena dapat dibangkitkan lagi dan dialihkan
lagi. Pada pengobatan anomali midface umumnya operasi lebih banyak
dibutuhkan. Metode yang paling umum untuk merekonstruksi midface adalah
dengan menggunakan garis fraktur sayatan atau yang seperti dijelaskan
oleh Ren Le Fort . Bila sumbing melibatkan rahang atas, kemungkinan
bahwa terhambatnya pertumbuhan akan menghasilkan tulang rahang yang
lebih kecil di seluruh 3 dimensi (tinggi, proyeksi, lebar).
4. Terapi pada Anomali Mulut
Ada beberapa pilihan untuk pengobatan anomali mulut seperti
sumbing Tessier 2-3-7. Celah ini juga terlihat dalam berbagai gejala seperti
sindrom Treacher Collins dan microsomia hemifacial, yang membuat
perawatan jauh lebih rumit. Dalam hal ini, perlakuan terhadap anomali mulut
merupakan bagian dari pengobatan sindrom.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arindra PK, Prihartiningsih, Rahardjo BD (2015). Penatalaksanaan repair


palatoplasty dengan teknik furlow double opposing z plasty. Maj Ked Gi Ind
1(1): 115-121
Arorasena OA. 2007. Cleft lip and palate. Otolaryngol Clin N Am 40(2007), p. 27-60

Artono MA, Prihartiningsih. 2008. Labioplasti metode barsky dengan pemetongan


tulang vomer pada penderita bibir sumbing dua sisi komplit di bawah
anastesi umum. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Negeri
Universitas Gajah Mada; 15(2): 149-152

Behrman, Kliegman. 2000. Ilmu kesehatan Anak Nelson ed.15. Jakarta : EGC
Bosch D. 2012. Cleft Lip and Palate : Epidemiology, Aetiology, and Treatment.
Karger
Chang, C.K, 1994. Feeding Plates for Cleft Lip and Palate Babies. Diajukan pada
Seminar Penanganan Terpadu Celah Bibir dan Langit-Langit. PDGI Jateng.
SMF gigi dan Mulut FK Undip/RSDK
Ellis E, Hupp JR, Tucker MR (2003). Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery.
4th ed. St Louis: Mosby, pp:656-671
Irawan H, Kartika. 2014. Teknik operasi labiopalatoskizis. Cermin Dunia Kedokteran
41(4), p. 304-8

Margulis A (2007). Cleft palate. Practical Plastic Surgery. Texas: Landes Bioscience,
p:348-356
Martelli DRB, Colleta RD, Oliveira EA, Swerts MSO, Rodrigues LAM, Junior HM
(2015). Association between maternal smoking, gender and cleft lip and
palate. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 81(5):514-519
Raulio J et al. 2010. Guidelines for the treatment of cleft lip and palate. Duodecim
2010(126), p. 1286-94

15
Sjamsuhidajat. Wim De Jong. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Suryo (2005). Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, p:61
Tjiptono TR (1989). Ilmu bedah mulut. Medan: Percetakan Cahaya Sukma, p: 320

16

Anda mungkin juga menyukai