Anda di halaman 1dari 35

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK GINJAL DAN SALURAN KEMIH


BENGKAK SELURUH TUBUH

KELOMPOK : B-5
KETUA : PAMOR FAIZAL GHANI 1102014208
SEKRETARIS : NORA SAPUTRI 1102014197
ANGGOTA : NADIA ANUGRAH 1102014184
NUR RAHMADINA 1102014200
RAFA ASSIDIQ 1102014218
SINTA DWI MAHARANI 1102013273
YOGI SAPUTRA ANNAS 1102013310
YOVI SOFIAH 1102013314

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2015/2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................2
SKENARIO............................................................................................................3
KATA-KATA SULIT..............................................................................................4
PERTANYAAN......................................................................................................4
JAWABAN..............................................................................................................4
HIPOTESIS............................................................................................................5
SASARAN BELAJAR...........................................................................................6
Anatomi Ginjal.........................................................................................................
Anatomi makro Ginjal......................................................................................7
Anatomi mikro Ginjal.......................................................................................9
Fisiologi Ginjal.........................................................................................................
Proses pembentukan urin................................................................................14
Aspek biokimia...............................................................................................19
Memahami Dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik..................................................
Definisi Sindrom Nefrotik..............................................................................20
Etiologi Sindrom Nefrotik..............................................................................20
Epidemiologi Sindrom Nefrotik.....................................................................21
Patofisiologi Sindrom Nefrotik.......................................................................22
Manifestasi klinis Sindrom Nefrotik...............................................................24
Diagnosis dan Diagnosis banding Sindrom Nefrotik......................................25
Tatalaksana Sindrom Nefrotik........................................................................27
Komplikasi Sindrom Nefrotik.........................................................................28
Pencegahan Sindrom Nefrotik........................................................................28
Prognosis Sindrom Nefrotik...........................................................................29
Memahami Dan Menjelaskan gambaran PA....................................................29
Memahami Dan Menjelaskan fikih tentang kenajisan darah & urin dan cara
menyucikannya ....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

2
SKENARIO

BENGKAK SELURUH TUBUH

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena


bengkak di seluruh tubuh. Keluhan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan
tampak keruh. Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik. Pasien mengalami radang
tenggorokan 2 minggu yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh.
Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU : komposmentis, tekanan darah 110/70
mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37C, frekuensi nafas 24x/menit. Didapatkan
bengkak pada kelopak mata, tungkai dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan
ascites. Jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan urinalisis didapatkan
proteinuria dan hematuria.

3
KATA SULIT
1. Urinalisis
Pemeriksaan sampel urin secara fisik, kimia dan mikroskopik.
2. Ascites
Efusi dan akumulasi cairan serosa di rongga abdomen.
3. Proteinuria
Adanya protein serum yang berlebih dalam urin.
4. Komposmentis
Keadaan dimana pasien masih memberikan reflex saat diberi rangsang kecil dan
pasien masih bisa menjawab pertanyaan.
5. Hematuria
Adanya sel darah merah yang berlebihan dalam urin.

PERTANYAAN
1. Mengapa terjadi ascites?
2. Mengapa pada pemeriksaan urinalisis ditemukan proteinuria dan hematuria?
3. Mengapa seluruh tubuh menjadi bengkak?
4. Apa pemeriksaan penunjang selain pemeriksaan urinalisis?
5. Apa hubungan radang tenggorokan 2 minggu lalu dengan keluhan pasien?
6. Mengapa jantung dan paru dalam batas normal?
7. Mengapa buang air kecil menjadi jarang dan keruh?
8. Mengapa riwayat sakit kuning dipertanyakan?
9. Apa diagnosis dari kasus tersebut?
10. Mengapa ada bengkak di kelopak mata, tungkai dan kemaluan?

JAWABAN
1. Pada saat radang tenggorokan, bakteri masuk dan menyebabkan penurunan GFR
dan mengakibatkan retensi air serta garam dan akhirnya terjadi asites di abdomen.
2. Pada saat radang tenggorokan, bakteri masuk dan terjadi respon antigen dan
antibody, kemudian masuk ke pembuluh darah dan merusak glomerulus sehingga
jaringan menjadi rusak dan akhirnya terjadi proteinuria dan hematuria.
3. Ada protein yang berupa albumin di urin sehingga albumin di plasma menurun
sehingga tekanan onkotik menurun dna permeabilitas kapiler menurun. Jadi cairan
pindah ke interstisial.
4. Clearance test.
5. Pada saat radang tenggorokan, bakteri masuk dan terjadi respon antigen dan
antibody, kemudian masuk ke pembuluh darah dan merusak glomerulus sehingga
jaringan menjadi rusak dan akhirnya terjadi proteinuria dan hematuria.
6. Karena tidak ditemukan kelainan di hati, jantung dan paru.
7. Karena dalam urin terdapat eritrosit dan protein.
8. Untuk menentukan diagnosis dan menghilangkan diagnosis banding.
9. Sindrom nefrotik.
10. Bengkak di kelopak mata karena mukosa di kelopak mata tipis. Bengkak di tungkai
dan kemaluan karena adanya pengaruh gravitasi.

4
HIPOTESIS

Manifestasi berupa buang air kecil yang jarang & keruh serta riwayat radang
tenggorokan mengakibatkan antigen dan antibody menempel di glomerulus dan
menyebabkan glomerulus rusak, sehingga protein serta darah keluar dan tubuh
mengompensasi dengan cara menurunkan tekanan onkotik dan terjadi udema di
kelopak mata, tungkai dan kemaluan, untuk mendiagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan urinalisis, clearance test, creatinine urea, imunologi, komplemen test,
hematologi lengkap dan setelah pemeriksaan didapatkan hasil sindrom nefrotik,
tatalaksana secara farmakologi dapat diberi diuretik, kortikosteroid, albumin
sedangkan non farmakologi seperti makan makanan yang rendah garam dan rendah
lemak, tirah baring, prognosis tergantung tatalaksana yang diberikan.

5
SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami Dan Menjelaskan anatomi ginjal
LO.1.1 Anatomi makro ginjal
LO.1.2 Anatomi mikro ginjal
LI.2 Memahami Dan Menjelaskan Fisiologi ginjal
LO.2.1 Proses pembentukan urin
LO.2.2 Aspek biokimia
LI.3 Memahami Dan Menjelaskan Sindrom nefrotik
LO.3.1 Definisi Sindrom nefrotik
LO.3.2 Etiologi Sindrom nefrotik
LO.3.3 Epidemiologi Sindrom nefrotik
LO.3.4 Patofisiologi Sindrom nefrotik
LO.3.5 Manifestasi klinis Sindrom nefrotik
LO.3.6 Diagnosis dan Diagnosis banding Sindrom nefrotik
LO.3.7 Tatalaksana Sindrom nefrotik
LO.3.8 Komplikasi Sindrom nefrotik
LO.3.9 Pencegahan Sindrom nefrotik
LO.3.10 Prognosis Sindrom nefrotik
LI.4 Memahami Dan Menjelaskan gambaran PA
LI.5 Memahami Dan Menjelaskan fikih tentang kenajisan darah & urin dan cara
menyucikannya

6
SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami Dan Menjelaskan anatomi ginjal
LO.1.1 Anatomi makro saluran ginjal
Ginjal terletak retroperitonium di depan dua costae terakhir (11 dan 12) dan
tiga otot besar (m. Transversus abdominalis, m. Quadratus lumborum, dan m.
Psoas major) dengan berat sekitar 120-150 gr. Ginjal berbentuk seperti kacang
tanah yang dari luar mempunyai :
1. Ekstrimitas superior/ cranialis/ polus cranialis
2. Ekstrimitas inferior/ caudalis/ polus caudalis
3. Margo lateralis lebih kedepan
4. Margo Medialis lebih kebelakang, dimana terdapat hilum renalis. Alat-alat
yang masuk dan keluar hilum renalis, diantaranya :
a. Arteri dan Vena Renalis
b. Nervus vasomotor simpatis
c. Pembuluh getah bening
d. Ureter.

Ginjal kiri lebih tinggi dibanding dengan ginjal kanan sekitar setengah
vertebrae, terletak mulai tepi atas VT 12 sampai VL 3, atau sekitar empat ruas
vertebrae. Karena ginjal kiri lebih tinggi maka ginjal kiri terdapat dua costae
yaitu, costae 11 dan 12, ginjal kanan hanya punya 1 costae yaitu, costae 12.
Ginjal tidak sejajar dengan linea medialis posterior. Axisnya miring, yaitu
cranio media ke cranio lateral.

Ginjal diliputi oleh kapsula cribrosa tipis mengkilat, yang berkaitan longgar
dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari
permukaan ginjal, disebut Fascia Renalis. Ginjal juga mempunyai selubung
yang langsung membungkus ginjal disebut Capsula Fibrosa, sedangkan yang
membungkus lemak disebut capsula adiposa.

7
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Vaskularisasi ginjal terbagi dua, yaitu :
1. Medulla : Dari Aorta Abdominalis bercabang menjadi a.Renalis dextra dan
sinistra, masuk melalui hilum renalis menjadi a.Segmentalis (a.lobaris)
a.interlobaris lalu menjadi a.arcuata lanjut menjadi a.interlobularis lalu
a.afferen dan selanjutnya masuk ke bagian cortex renalis ke dalam
glomerulus, dan terjadi filtrasi.
2. Cortex : a.afferen berhubungan dengan v.interlobularis, bermuara ke
v.Arcuata bermuara ke v.Interlobaris bermuara ke v.Lobaris (v.Segmentalis)
bermuara ke v.Renalis Dextra dan Sinistra selanjutnya ke Vena Cava
Inferior.

Ciri Khusus vaskularisasi ginjal :


1. Unit dalam vas afferens, mempunyai myoepitel (pada capsula bowman)
yang berfungsi sebagai otot untuk berkontraksi

8
2. Ada hubungan langsung antara arteri dengan vena disebut arterio venosa
anastomosis.
3. Adanya END ARTERY yaitu, pembuluh nadi yang buntu yang tidak
mempunyai sambungan dengan kapiler, sehingga kalau terjadi penutupan
yang lama akan terjadi arteri degenerasi.

Inervasi :
- Plexus sympaticus renalis
- Serabut afferen melalui plexus renalis menuju medulla spinalis n.thoracalis
X, XI, dan XII.
Pembuluh Lymphe :
Mengikuti v.Renalis melalui nl.aorta lateral, sekitar pangkal a.renalis.

LO.1.2 Anatomi mikro saluran ginjal


Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak
dan simpai jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan
medula yang satu sama lain tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada
bagian medula yang masuk ke korteks dan ada bagian korteks yang masuk ke
medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks dan medula ginjal
adalah :
Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
a. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk
cangkir) dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).

b. Bagian sistem tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus


kontortus distal.

Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim
tubulus yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa
Henle, duktus ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

9
Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2
macam bangunan yaitu kapsul
Bowman dan glomerulus. Kapsul
Bowman sebenarnya merupakan
pelebaran ujung proksimal
saluran keluar ginjal (nefron)
yang dibatasi epitel. Bagian ini
diinvaginasi oleh jumbai kapiler
(glomerulus) sampai
mendapatkan bentuk seperti
cangkir yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal
(pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis)
yang melekat erat pada jumbai glomerulus . Ruang diantara ke dua lapisan ini
sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra
filtrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal.
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna
yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat.
Glomerulus merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan
diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat
ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya
ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal
kapsul Bowman.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus
kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub
yang berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar dari
glomerulus. Kutub ini disebut kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut
vasa aferen yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler
yang bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh
sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis
viseral. Sel podosit ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-

10
kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol yang selanjutnya
keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang berupa sebuah arteriol.

Apartus Juksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya
menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya
terdapat granula yang mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan
dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta
glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen (suatu peptida yang
dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini akan
diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme
(ACE) (dihasilkan oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks
adrenal (kelenjar anak ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon
ini akan meningkatkan reabsorpsi natrium dan klorida termasuk juga air di
tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus distal dan mengakibatkan
bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja langsung
pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan
air. Di samping itu angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu
menyebabkan kontriksinya dinding pembuluh darah.
Sel-sel yuksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel makula
densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang berjalan
berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus
tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel makula densa ini sensitif
terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus kontortus
distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya
produksi filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion
natrium di dalam cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion
natrium dalam cairan tubulus kontortus distal akan merangsang sel-sel makula
densa (berfungsi sebagai osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-
sel yuksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel makula densa dan yuksta
glomerular bersama-sama membentuk aparatus yuksta-glomerular.
Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen
glomerulus terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang (Gb-6) disebut sel

11
mesangial ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis.
Fungsi sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam
mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium
pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol
aliran darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan
dalam penerusan sinyal di makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain
itu sel-sel ini menghasilkan hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang
akan merangsang sintesa sel-sel darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.

Tubulus Ginjal (Nefron)


a. Tubulus Kontortus Proksimal

Tubulus kontortus proksimal berjalan


berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran
yang lurus di medula ginjal (pars desendens
Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh
selapis sel kuboid dengan batas-batas yang
sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan
biasanya terletak agak berjauhan satu sama
lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili
(kemerahan). Permukaan sel yang
menghadap ke lumen mempunyai paras sikat
(brush border). Tubulus ini terletak di
korteks ginjal. Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi
filtrat glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport dan
pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti bikarbonat, akan
diresorpsi.

b. Ansa Henle

Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens),
bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen
tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal,
sedangkan segmen tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus
distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler
darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit
lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya

12
tampak kosong. Ansa henle terletak di
medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah
untuk memekatkan atau mengencerkan urin.

c. Tubulus kontortus distal

Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-


kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel
kuboid dengan batas antar sel yang lebih
jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti
sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel
berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil
(kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap
lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini
terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga
berperan dalam pemekatan urin.

d. Duktus koligen

Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus
kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi
dan lebih pucat. Duktus koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian
medula yang lebih ke tengah beberapa duktus koligen akan bersatu
membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran
ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar,
banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa).
Fungsi duktus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter
dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).

Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks
yang menjorok masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di
antara piramid ginjal yang disebut sebagai kolumna renalis Bertini.
Sebaliknya ada juga jaringan medula yang menjorok masuk ke dalam daerah
korteks membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus Fereni.

13
Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler
glomerulus dari filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel
kapiler bertingkap glomerulus, lamina basal dan pedikel podosit yang
dihubungkan dengan membran celah (slit membran). Sel podosit adalah sel-sel
epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Sel-sel ini telah mengalami perubahan
sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai beberapa
juluran (prosessus) mayor (primer) yang meluas dari perikarion dengan cara
seperti tentakel seekor gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa
prosessus sekunder yang kecil atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan
saling berselang-seling dalam susunan yang rumit dengan sistem celah yang
disebut celah filtrasi (Slit pores) di antara pedikel. Pedikel-pedikel ini
berhubungan dengan suatu membran tipis disebut membran celah (Slit
membran). Di bawah membran slit ini terdapat membran basal sel-sel sel
endotel kapiler glomerulus.
Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh
melewati lapisan filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah
agar tidak keluar dari tubuh. Molekul-molekul yang dikeluarkan dari tubuh
adalah molekul-molekul yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa
metabolisma atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekul-molekul ini
selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin (air kemih). Proses filtrasi ini
tergantung kepada tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus.
LI.2 Memahami Dan Menjelaskan Fisiologi ginjal
LO.2.1 Proses pembentukan urin
1. Filtrasi glomerulus
Proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler
glomerulus ke dalam kapsula bowman. Filtrasi darah terjadi di glomerulus,
dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan
komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam vascular
system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan
komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus
tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol

14
afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus.
Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut
kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut
bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular,
yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler
glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar,
epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang
perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate
(Guyton.2008).

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan


solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam
kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan
kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan onkotik di bowman space
tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring.
Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektif permeable.
Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah,
sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.2008).

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring,
sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan.
Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen
darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged )
dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih
mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam
plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat,
garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil
penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang
komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein
(Guyton.2008).

Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur


dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi
tidak disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang
terdapat dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah
zat yang terdapat dalam cairan plasma.

Faktor yang mempengaruhi LFG :


LFG = Kf x (PKG + pKpB) (PKpB + pKG)
Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasi
PKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulus
PKpB = tekanan hidrostatik kapsula Bowman
pKpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0
pKG = tekanan onkotik kapiler glomerulus
(PKG - PKpB - pKG) = tekanan filtrasi bersih

a. Keadaan normal Kf jarang berubah berubah dalam keadaan patologis.


Dapat berubah karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat
antara ansa-ansa kapiler glomerulus.

15
b. Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas
permukaan glomerulus.

c. Radang glomerulus dapat merusak glomerulus tidak berfungsi


mengurangi luas permukaan filtrasi.

Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)


Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita
lebih rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi
besarnya GFR antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler,
tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar
lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya
berbagai tekanan sebagai berikut:

a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHg


b. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg
c. Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG

Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin
tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan
sebaliknya semakin tinggi tekanan pada capsula bowman. serta tekanan
osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang
terjadi pada glomerulus.

Komposisi Filtrat Glomerulus


Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein
(1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama
dengan yang terdapat dalam cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian
komposisi cairan filtrate glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali
jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut direabsorpsi
kembali ke dalam tubulus ginjal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:

a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi


laju filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin
menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman semakin
menurun laju filtrasi.
b. Aliran dara ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin
meningkat laju filtrasi.
c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan
menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan
menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan
terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya

16
e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang
akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi
akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.

2. Reabsorpsi tubulus

Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus.


Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari
filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus
renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab
untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak
60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan
tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan
dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen
cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur
transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus
melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial
dibagian darah darisel, melewati baso lateral membrane plasma.
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler
bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur
permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya.
Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi
transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump
manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke
sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel
bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel
polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical
difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na
melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu
pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan
( countertransport ) (sherwood, 2006).

Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini


( secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat,
dan organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi
intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral
dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat

17
oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2006).
Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang
terlarut didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang
terlarut dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam
amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu:

a. Transfort aktif
Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+,
K+, PO4-, NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion
khususnya ion Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler
disebabkan perbedaan ptensial listrik didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan
diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical gradient ini membentu
terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+ didalam dan
diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut.
Meningkatnya difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion
natrium relative tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak
mikrovilli yang memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi
dan dapat berlangsung terus-menerus.

b. Transfor pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada
pada lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut
dalam cairan filtrate dan perbedaan muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat
yang mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari
lumen tubulusmelalui prosese osmosis. Perbedan potensial listrik didalam
lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus menyebabkan terjadinya
proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus dan
selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan
ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler.
Kecepatan reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang
terdapat didalam dan diluar lumen tubulus. Sedangkan sekresi tubulus melalui
proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif merupakan kebalikan dari
transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler peritubuler kelumen
tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3- yang
disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui
proses difusi. Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan
membantu mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi
dan sekresi zat-zat dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda.
3. Sekresi tubulus
Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen. Volume urin manusia
hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan
direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi
penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi
yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah.
Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam
urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g
garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi
beberapa kali (Sherwood.2001). Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan
menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin
primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan

18
ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat
racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat
mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui
dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal (Sherwood.2001).

4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah
96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen
empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa
metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul
kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon
dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan
yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut
tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa
namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH)
dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan,
misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2006). Amonia (NH3), hasil
pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh
karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk
sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang
kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil
perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada
kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang
berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa
metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan
mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya
larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2006).

LO.2.2 Aspek biokimia

19
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai
berikut:
1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari
katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin
fosfat dalam jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen
normal dalam jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat,
kalsium, dan magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim
secara normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah
besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus
dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.

Zat normal dalam urine:


a. Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25
gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit
kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di
hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3.
Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.
b. Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan
amonia akan naik.
c. Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg
kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-
laki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB.
Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot.
d. Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air
kecil tetapi larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia,
penyakit hepar dan gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida,
memberi warna biru. Ini merupakan dasar penetapan asam urat secara
kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan menjadi allantoin.
e. Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari
f. Allantoin, hasil oksidasi asam urat
g. Cl, dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16
g/hari
h. Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex:
sistein, sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester
(konjugasi) dan sulfat netral
i. Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat
mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein,
kerusakan sel, kerusakan tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme
ekskresinya naik dan menurun pada penyakit infeksi dan
hipoparatiroidisme.
j. Oksalat, pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.

20
k. Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel,
pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol
korteks adrenal
l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis amilase dan disakaridase
meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita
hamil.

LI.3 Memahami Dan Menjelaskan Sindrom nefrotik


LO.3.1 Definisi Sindrom nefrotik
Penyakit glomerukar dengan gejala edema, proteinuria >3,5 g/hari,
hipoalbuminemia <3,5 g/hari, hiperkolesterolemia, lipiduria. Fungsi ginjal
umumnya normal, tetapi dapat terjadi gagal ginjal progresif. Sering dialami
anak usia 2-6 tahun dan lebih sering laki-laki daripada perempuan

LO.3.2 Etiologi Sindrom nefrotik


Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom
nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat
kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer
adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik
yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan,
disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi
menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in
Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).

Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer


1. Kelainan minimal (KM)

2. Glomerulopati membranosa (GM)

3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda


dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe
kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi,
sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari
401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.

21
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa
ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,
purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor
gastrointestinal.
Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome

LO.3.3 Epidemiologi Sindrom nefrotik


Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5
kasusper 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar
15,5/100.000. Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik
pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom
nefrotik primer berkisar 16 per 100.000anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6
per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan
berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun. Di
amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per 100.000
anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang bersifat
sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan
sindrom nefrotik primer atau idiopatik.

LO.3.4 Patofisiologi Sindrom nefrotik


Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)

22
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi
reaksi antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini
kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga
komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang
kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang secara
imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang
membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler.
Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan
permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat
melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine.

Perubahan Elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga
mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan
terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai
sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion
yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan
listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah
seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine.
PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui
benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan
negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan
membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin
yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema
muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya
tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma
ke ruang interstitial.
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50
mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++
sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka
proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan
derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of
Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara
Clearance IgG dan Clearence Transferin.

ISP = Clearance IgG


Clearance Transferin
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara
klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap
kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective
Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan
tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.
HIPERLIPIDEMIA

23
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid
kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja
yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen
lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low
Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan
trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat
hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-
banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan
membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh
lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya
hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu
menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya
kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine.
Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang
berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.1,3,5

HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme
protein yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia
menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.
Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding
kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan
edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini
timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan
tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan
pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik
plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang
interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu
rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi
natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar
natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini
dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah
sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom
nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik
justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas
renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang
disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi
karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi
sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume
plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat
overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat
menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan
aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.

24
EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi
rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula nampak pada kelopak
mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai
edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2
gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan
hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan
proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi
vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema
anasarca ini.
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut
diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat
dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM
dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya :
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan
mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa
penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.

LO.3.5 Manifestasi klinis Sindrom nefrotik


Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per
hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari
pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum <
2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan
umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar
kolesterol.LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL
menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna
dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik,
namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe
sindrom nefrotik.

25
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang
bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien
sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan
adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan
derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum.
Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal
dengan ekogenisitas yang normal.

LO.3.6 Diagnosis dan Diagnosis banding Sindrom nefrotik


Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah sembab di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi :
A. Kulit; kemungkinan temuan jaringan parut, striae, vena, pitting dan non
pitting kulit.
B. Mata: Konjungtiva, udem pada kelopak mata dan sekitar mata
C. Tenggorokan: hiperemis atau tidak
D. Abdomen; kemungkinan temuan hernia, ascites.
E. Genitalia: udem atau tidak

Palpasi :
1. Kekakuan dinding abdomen, misalnya pada inflamasi peritoneum.
2. Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot, nyeri
lepas, dan nyeri tekan.
3. Palpasi lebih dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan.
A) Hepar
Hepatomegali pada anak-anak jarang ditemukan, kalau ada biasanya
disebabkan karena malabsorpsi protein, parasit atau tumor. Bila hepatomegali
disertai juga dengan splenomegali, pikirkan kemungkinan adanya hipertensi
portal, infeksi kronis dan keganasan.
B) Spleen
Spleenomegali dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, seperti infeksi,
gangguan hematogalis misalnya anemia hemolitik, gangguan infiltratif,
inflamasi atau penyakit autoimun dan juga bendungan akibat hipertensi.
C) Ginjal Palpasi ginjal kanan dan kiri.
D) Kandung kemih
Normalnya kandung kemih tidak dapat diperiksa kecuali jika terjdi distensi
kandung kemih hingga di atas simfisis pubis. Pada palpasi, kubah kandungan
kemih yang mengalami distensi akan teraba licin dan bulat. Periksa adanya
nyeri tekan. Lakukan perkusi untuk mengecek keredupan dan menentukan
berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis.

Perkusi :

26
Liver dan lien akan terdengar pekak pada perkusi. Pekak berpindah yang
positif menunjukkan adaya ascites.

Auskultasi :
A) Normal: suara peristaltik usus dengan intensitas rendah terdengar tiap 10
30 detik.
B) Nada tinggi (nyaring): obstruksi GIT (metalic sound).
C) Berkurang/ hilang: peritonitis/ ileus paralitik.
D) Suara abnormal lainnya : -Bising usus; kemungkinan temuan peningkatan
atau penurunan motilitas. -Bruit; kemungkinan temuan bruit stenosis arteri
renalis. -Friction rub; kemungkinan temuan tumor hati, infak limpa.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :


Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai
+4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen
ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit,
toraks hialin dan toraks eritrosit.

Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1


gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin normal (N:
0,1-0,3 gm/100ml), 2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), globulin
normal (N: 0,5-09 gm/100ml), globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N:80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal kecuali ada
penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang
meningkat.

Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk
mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara
perkutan atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya
dilakukan atas indikasi tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.

DIAGNOSIS BANDING
Proteinuria transien : dapat ditemukan setelah latihan berat, demam, dehidrasi,
kejang dan terapi agonis adrenergik.
Proteinuria postural (ortostatik) : terjadi saat berdiri, bila berbaring, ekskresi
protein berada dalam rentang normal. Proteinuria jenis ini merupakan tipe
glomerular, biasanya ditemukan pada remaja yang tinggi kurus daan tidak
berhubungan dengan kelainan ginjal yang progresif.
Proteinuria tubular : yang ditandai dengan pengeluaran protein dengan berat
molekul rendah dalam jumlah besar dan biasanya dihubungkan dengan
nekrosis tubular akut (NTA), pielonefritis, kelainan struktur ginjal, penyakit
ginjal polikistik, dan toksik tubular seperti antibiotik dan obat kemoterpi
tertentu.
Proteinuria glomerular : ditandai dengan proteinuria yang terdiri atas protein
dengan berat molekul besar dan kecil disertai bukti penyakit glomerular
(hematuria, hipertensi, dan infusiensi ginjal). (Nelson)
Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.

27
Glomerulonefritis akut
Lupus sistemik eritematosus.

LO.3.7 Tatalaksana Sindrom nefrotik


Tata Laksana secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu
1. Sindrom nefrotik serangan pertama
a. Perbaiki keadaan umum penderita :
- Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke
bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal.
- Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
- Berantas infeksi.
- Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
- Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema
anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu
aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
b. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari
setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah
penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari
terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam
waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan
prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

2. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)


a. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse
ditegakkan.

b. Perbaiki keadaan umum penderita.


- Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering adalah sindrom nefrotik yang
kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, prednison dihentikan.

- Sindrom nefrotik kambuh sering


Sindrom nefrotik kambuh sering adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2
kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan.
Induksi

28
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan
selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian
20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6
minggu, kemudian prednison dihentikan.

Bila sudah terjadi komplikasi, merupakan keadaan gawat darurat


Diuretik : furesemid (40 80 mg) / 6 jam
Antihipertensi
Morfin utk edema paru akut
Dialisis bila terjadi asidosis metabolik

Terapi suportif :
Keseimbangan cairan
cairan masuk = 500 cc + cairan keluar
Diet : 40 kal/kg bb/hari, rendah garam (< 5 gr / hari), protein 0,8 gr / kg
bb / hari)

Pengontrol tekanan dan proteinuria dengan penghambat enzim konversi


angiotensin (angiotensin converting inhibitor, ACE-i) atau antagonis
reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor antagonists, AIIRA).

LO.3.8 Komplikasi TB paru


Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus
lebih sering terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan
kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.

LO.3.9 PencegahanSindrom nefrotik


Pengaturan minum
Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan
dan elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup
maksimal.
Pengendalian hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu,
tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya
dengan betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan
garam.
Pengendalian darah

29
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini
dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit
buah-buahan, hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan
EKG, bila hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake
kalium, pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan
parental (glukosa), dan pemberian insulin.

Penanggulangan anemia
Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal ginjal
kronis, usaha pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia
normakrom trikositik dapat diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi
darah hanya diberikan pada keadaan mendesak misalnya insufisiensi karena
anemia dan payah jantung.
Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik
sindrom. Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus
diatasi dulu misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-
obatan harus dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan
melalui peroral dan parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium
bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan. Tetapi lain
dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
LO.3.10 Prognosis Sindrom nefrotik
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal
glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai
prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi
respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira
50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi
respons lagi dengan pengobatan steroid.

LI.4 Memahami Dan Menjelaskan gambaran PA


Pemeriksaan Patologi Anatomi
Glomerulonefritis membranoproliperatif -> memiliki penampakan lobuler
karena proliferasi meningeal dan dinding kapiler menunjukan double
contour/tram-track
Glomerulonefrits Crescentic -> Sindrom goodpasture,pemulasan
penularan(Lumpy Bumpy. Banyak sel berbentuk sabit(crescentik) yang
mengalami sklerosis.
Nefrophati Ig A -> Purpura Henoch Schonlein,sel-sel berbentuk sabit

30
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus
terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan


eosin dengan pembesaran 25). Gambar menunjukkan pembearan glomerular
yang membuat pembesaran ruang urinaria dan hiperseluler. Hiperseluler terjadi
karena proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN.

LI.5 Memahami Dan Menjelaskan fikih tentang kenajisan darah & urin dan cara
menyucikannya
Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan
najis dengan cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat Al-
Baqarah:222


Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-


orang yang mensucikan diri.

Macam-macam Thaharah
Thaharah terbagi dalam 2 bagian :
a. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan
wudhu atau tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan
mandi.
Macam macam Hadats dibagi 2 :
1. Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi
suci, maka ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal
hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
- Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.
- Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain.
- Meninggal dunia
- Haid, nifas, dan wiladah
2. Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi
suci maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal
hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :
- Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur

31
- Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti
tidur
- Karena persentuhan antara kulit laki laki dan perempuan yang bukan
mahramnya tanpa batas yang menghalanginya. Karena menyentuh
kemaluan.

b. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan
menghilangkan najis dengan air.
Najis terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan
atau jilatan anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x
dengan air dan salah satunya dengan tanah.
b. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki laki yang
belum makan atau minum apa apa selain ASI. Cara menyucikannya
dipercikkan air sedangkan air seni anak perempuan harus dibasuh
dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya.
c. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air
kencing, kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya
dibasuh dengan air di tempat yang terkena najis sampai hilang warna,
rasa, dan baunya.
Darah
Darah manusia itu najis hukumnya, yaitu darah yang mengalir keluar dalam
jumlah yang besar dari dalam tubuh. Dan dasarnya adalah firman Allah
Subhanahu Wa Taala: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu
bangkai dan darah. (QS An-Nahl: 115).

Selain itu juga ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa pakaian yang terkena
darah dan benda-benda najis lainnya harus dicuci.

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah


Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,Sesungguhnya pakaian itu harus
dicuci bila terkena mani, air kencing dan darah. (HR. Ad Daruquthny)

Dari Asma binti Abu Bakar berkata bahwa ada seorang wanita mendatangi
Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam dan bertanya,Aku mendapati pakaian
salah seorang kami terkena darah haidh, apa yang harus dia lakukan?.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam menjawab, ia kupas dan lepaskan
darah itu lalu ia kerok dengan ujung jari dan kuku sambil dibilas air
kemudian ia cuci kemudian ia shalat dengannya. (HR. Bukhari)

a. Bukan Najis: Darah Dalam Tubuh


Darah yang mengalir di dalam tubuh hukumnya tidak najis, yang najis adalah
darah yang mengalir keluar dari tubuh, sebagaimana firman Allah Subhanahu
Wa Taala: atau darah yang mengalir. (QS Al Anam: 145)

Termasuk yang menjadi pengecualian adalah organorgan yang terbentuk atau


menjadi pusat berkumpulnya darah seperti hati, jantung dan limpa dan lainnya.
Semua organ itu tidak termasuk najis, karena bukan berbentuk darah yang
mengalir.

32
Maka orang yang menerima sumbangan donor darah dari luar, ketika darah itu
masih berada di dalam kantung, hukumnya najis dan tidak boleh shalat sambil
membawa kantung berisi darah. Tetapi bila darah itu sudah disuntikkan ke
dalam tubuh seseorang, maka darah yang sudah masuk ke dalam tubuh itu
tidak terhitung sebagai benda najis.

Kalau masih tetap dianggap najis, maka seluruh manusia pun pasti
mengandung darah juga. Apakah tubuh manusia itu najis karena di dalamnya
ada darahnya?

Jawabannya tentu saja tidak najis, karena darah yang najis hanyalah darah
yang keluar dari tubuh seseorang.

b. Bukan Najis: Darah Syuhada


Darah yang juga hukumnya bukan darah najis adalah darah yang mengalir dari
tubuh muslim yang mati syahid (syuhada). Umumnya para ulama sepakat
mengatakan bahwa darah orang yang mati syahid itu hukumnya tidak
termasuk najis.

Dasar dari kesucian darah para syuhada adalah sabda Rasulullah Shalallahu
Alaihi wa Sallam: Bungkuslah jasad mereka (syuhada) sekalian dengan
darahdarahnya juga. Sesungguhnya mereka akan datang di hari kiamat
dengan berdarah-darah, warnanya warna darah namun aromanya seharum
kesturi. (HR. An-Nasai dan Ahmad)

Namun para ulama mengatakan darah syuhada yang suci itu hanya bila darah
itu masih menempel di tubuh mereka. Sedangkan bila darah itu terlepas atau
tercecer dari tubuh, hukumnya tetap hukum darah seperti umumnya, yaitu
najis.

c. Bukan Najis: Darah Yang Dimaafkan


Para ulama juga mengenal istilah kenajisan darah yang dimaafkan. Artinya
meski pun wujudnya memang darah, namun karena jumlahnya sedikit sekali,
kenajisannya dianggap tidak berlaku. Namun mereka berbeda pendapat
tentang batasan dari sedikitnya darah yang dimaafkan kenajisannya itu.

-Al Hanafiyah
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa batasannya adalah darah itu tidak terlalu
besar mengalir ke luar tubuh melebihi lebarnay lubang tempat keluarnya darah
itu. Mazhab ini juga memaafkan najis darah dari kecoak dan kutu busuk,
karena dianggap sulit seseorang untuk bisa terhindar dari keduanya.
Terkait dengan darah, hewan air atau hewan yang hidup di laut yang keluar
darah dari tubuhnya secara banyak tidak najis. Hal itu disebabkan karena ikan
itu hukumnya tidak najis meski sudah mati.

- Al Malikiyah
Dalam pandangan mazhab Al Malikiyah, darah yang kenajisannya dimaafkan
adalah darah yang keluar dari tubuh, tapi ukurannya tidak melebihi ukuran
uang dirham,
bila terlepas dari tubuh.

33
- Asy-Syafiiyah
Mazhab Asy-Syafiiyah mengatakan bahwa darah yang kenajisannya
dimaafkan adalah darah yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Namun mazhab
ini tidak menyebutkan ukurannya secara tepat. Ukurannya menurut urf
masingmasing saja.

Selain itu yang juga termasuk dimaafkan adalah darah yang keluar dari tubuh
seseorang karena lecet atau sisa pengeluaran darah dalam donor darah.
Demikian juga darah kecoak dan kutu busuk, termasuk yang dimaafkan. Juga
darah yang tidak nampak oleh mata kita, bila terjadi pendarahan pada bagian
tubuh tertentu, termasuk yang dimaafkan.

Kotoran dan Kencing


Kotoran manusia dan air kencing (urine) adalah benda yang najis menurut
jumhur ulama. Abu Hanifah mengatakan kotoran manusia termasuk najis
ghalizhah (najis berat). Sementara Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan
najis ringan (khafifah).
Dasarnya kenajisan kotoran (tinja) adalah sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi
wa Sallam: Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam meminta kepada Ibnu Masud
sebuah batu untuk istinja, namun diberikan dua batu dan sebuah lagi yang
terbuat dari kotoran (tahi). Maka beliau mengambil kedua batu itu dan
membuang tahi dan berkata,Yang ini najis. (HR. Bukhari)
Selain itu juga ada dalil dari hadits yang lain dimana disebutkan bahwa
kotoran manusia harus dicuci dari baju.
Baju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al
Baihaqi dan Ad-Daruquthny)

34
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik.Cetakan keenambelas
. Jakarta : Dian Rakyat
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
Jakarta: EGC
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
ebtq258.htm
Kumar V,et al. 2008. Patologi Anatomi : Robbins edisi 7 vol 2. Jakarta
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Ed 5. Jakarta :
EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed. 2.
Jakarta : EGC
Sofwan, Achmad. 2015. Anatomi Systema Urogenitale. Jakarta : Bagian
Anatomi Universitas Yarsi
Suharti, C. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5. Jilid 2. Jakarta :
Interna Publishing.
www.hasanalbanna.com/najis-tubuh-manusia

35

Anda mungkin juga menyukai