Anda di halaman 1dari 6

3.1.2.

Etiopatogenesis

PV disebabkan oleh auto antibodi terhadap komponen interseluler,

terutama desmoglein. Antibodi IgG mengikat antigen PV yaitu desmoglein 3 pada

permukaan sel keratinosit, mengakibatkan pembentukan aktivator plasminogen

yang merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin yang terbentuk

menyebabkan kerusakan desmosom, sehingga terjadi penarikan tonofilamen dari

sitoplasma keratinosit, akibatnya terjadi pemisahan sel-sel keratinosit (tidak

adanya kohesi antara sel-sel). Proses tersebut dinamakan achantolysis.

Selanjutnya terjadi pembentukan celah di suprabasal dan akhirnya terbentuk

bullae yang sebenarnya (Lubis, 2008).

Kemungkinan adanya faktor eksternal atau faktor lingkungan yang

bertindak sebagai pencetus atau faktor predisposisi sehingga PV dapat terjadi,

yaitu:

1. Psikologik

Beberapa penelitian menunjukkan adanya peranan stres emosional sebagai

faktor predisposisi dalam pemphigus. Pada kondisi stres, hipotalamus memicu

aktivitas sepanjang aksis HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal cortex), adrenal

korteks akan mengeuarkan kortisol alami untuk menghambat limfosit T, sehingga

terjadi perubahan keseimbangan sitokin. Hal ini akan dapat memicu tejadinya

penyakit autoimun, termasuk juga PV.

2. Makanan

Makanan yang merupakan golongan dari phenol sperti mangga, pisang,

kentang dan tomat, bawang putih, dan lada.


3. Endokrin dan biologik

Kehamilan mempunyai kaitan erat dengan penyakit autoimun demikian juga

penyakitimunoblistering, hubungan ini memperparahkan pemphigus vulgaris

selama kehamilan. Pada kondisi kehamilan, terjadi peningkatan level estrogen,

terutama E3 (estriol), sehingga mempengaruhi produksi autoantibodi (Nalbandian,

2005).

4. Obat

Yang mencetuskan terjadinya penyakit ini adalah obat yang mengandung

radikal sulfhydryl seperti penililamin, mengandung phenol seperti rifampin,

levodopa, dan aspirin, serta obat nonthiol nonphenol, seperti calcium channl

blockers, angiotensin converting enzyme inhibitors, NSAIDS, dipiron, dan

glibenklamid (Kojovic, 2006).

5. Lingkungan

Virus, paparan pestisida, bakteri coagulase staphilokokus aureus, dan

kebiasaan merokok. Peran virus dalam terjadinya PV, yaitu infeksi virus herpes.

Virus diduga berperan dalam memicu kekambuhan penyakit ataupun

mempengaruhi keparahan penyakit (Scully, et al, 2005).

3.1.5. Pemeriksaan dan Penegakkan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan oleh seorang Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin

dan juga bagian lain yang berhubungan seperti Dokter Gigi Spesialis Ilmu

Penyakit Mulut, namun harus dilakukan pemeriksaan menunjang agar lebih


akurat. Terdapat beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis

Pemphigus Vulgaris :

1) Pemeriksaan Visual

Pemphigus Vulgaris memiliki tanda visual khusus yaitu bullae yang

mudah ruptur. Pemeriksaan secara visual dilakukan dengan cara melihat anggota

bagian tubuh yang terlibat. Selain itu ada cara khusus yang dapat dilakukan

melalui Nikolskys sign, caranya dengan menekan mukosa sekitar bullae yang

berisi cairan sehingga cairan dapat berpindah dan menimbulkan lesi baru.

2) Pemeriksaan Melalui Biopsi

Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi. Biopsi sangat baik

dilakukan pada vesikel dan bullae yang terbentuk kurang dari 24 jam. Spesimen

biopsi diambil dari perilesi, dimana pada area ini memiliki karakteristik sel berupa

suprabasilar achantolysis.

Histopatologi

Spesimen diambil dari jaringan sekitar bullae. Histopatologi menunjukkan

bullae intradermal. Perubahan awal yang terjadi adalah adanya odem interselular

dengan kehilangan perlekatan interselular pada lapisan basal. Sel epidermis

suprabasal terpisah dari sel basal membentuk suatu celah atau suprabasal split.

Sel basal terpisah satu dengan lainnya dan tampak berjajar seperti tombstone pada

dasar bullae namun sel tersisa tetap menempel pada membrane basal. Sel bullae

berisi sel inflamasi termasuk eosinofil dan sel achantolysis dengan sitoplasma
eosinofilik dan halo perinukleus. Histopatologi dapat membantu membedakan tipe

pemphigus.

Gambar 3.4 Gambaran histopatologis Pemphigus Vulgaris

3) Direct Immunofluorescence

DIF dilihat dari keterlibatan immunoglobulin G (IgG) yang terdapat pada

permukaan keratinosit dan sekitar lesi. Tes ini dilakukan secara in vivo

menggunakan antibodi dan reaktan imun. Lokasi yang baik dilakukan pada kulit

perilesi normal. Ketika dilakukan tes DIF kulit yang terkena lesi, kemungkinan

menunjukkan hasil false-positive. IgG1 dan IgG4 adalah subkelas IgG yang

paling umum. Komponen pelengkap seperti C3 dan immunoglobulin M lebih

sedikit jumlahnya dibandingkan immunoglobulin G melalu tes ini, terdapat

gambaran fishnet pattern, dimana immunoglobulin interselular menembus

jaringan epidermis. Sehingga terjadi perubahan posisi interseluler. Hal ini

menunnjukkan adanya deposisi kompleks imun pada ruangan interseluler

keratinosit. Pola reaktan imun tersebut tidak terlalu terlihat secara spesifik pada

pemphigus vulgaris, lebih mungkin terlihat pada pemphigus jenis lain.


Gambar 3.5 Gambaran Direct Immunofluorescence
Kojovic D., Pejcic A., Mihailovic D. & Mikic D.,2006. The Importa
nce of
Pathohistology in Early Diagnosis of Oral Pemphigus, Facta Universitatis,
Medicine & Biology.
Nalbandian G. dan Kovats S., 2005, Estrogen, Immunity & Autoimmun
e
Disease, Curr. Med. Chem. Immun., Endoc. & Metab. Agents.
Scully, C & Black M, Mignogna, MD. 2005. Mucosal Diseases Series
Number II : Pemphigus Vulgaris in Oral Diseases. Blackwell Munsgaard.

Anda mungkin juga menyukai