Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam era globalisasi ini, persaingan dalam kemampuan sumber daya manusia

(SDM) sangat besar, sehingga negara di dunia termasuk Indonesia sedang gencarnya

meningkatkan mutu SDM nya. Pembaharuan mutu SDM dikaitkan juga dengan

pembaharuan mutu pendidikan untuk menyeimbangkan kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi (IPTEK) dengan kemampuan SDM. Peningkatan mutu Pendidikan erat

kaitan nya dengan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Kimia merupakan salah

satu ilmu sains yang diaplikasikan dalam beberapa hal di kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran kimia merupakan pembelajaran yang sangat penting dalam sains,

pembelajaran kimia mencakup tiga aspek untuk dikembangkan, yaitu kognitif, afektif

dan psikomotorik. Materi kimia merupakan materi sains yang sulit untuk dipahami

oleh peserta didik karena konsep-konsepnya yang bersifat abstrak (Sirhan, 2007;

Taber, 2002; Zoller, 1990 dalam Gurses, dkk., 2015). Kebanyakan peserta didik hanya

menghapal teori kimia saja tanpa memahami keindahan dari ilmu kimia (Othaman dkk.

2011). Konsep abstrak dalam kimia seperti molekul, atom, komposisi senyawa

merupakan materi yang cukup berat untuk dipahami dan dibayangkan oleh peserta

didik (Cai dkk., 2014). Laju reaksi merupakan materi kimia yang harus disampaikan

pada peserta didik kelas XI SMA dalam bentuk teori maupun praktikum. Kebanyakan

peserta didik kesulitan dalam menentukan orde reaksi kimia dan kesulitan dalam

mengaplikasikan kegunaan faktor-fakor penentu laju reaksi dalam kehidupan sehari-

1
hari. Banyak konsep didalam kimia yang harus diajarkan dengan proses, seperti

keterampilan proses sains dalam melakukan praktikum, sehingga peserta didik

memerlukan laboratorium, alat dan bahan yang lengkap, LKPD (lembar kerja peserta

didik) atau modul untuk melakukan praktikum. Pentingnya praktikum untuk

pembelajaran kimia juga diteliti oleh Greulich-Itzek dkk. (2016) menyatakan bahwa

praktikum secara langsung mampu meningkatkan motivasi, meningkatkan situasi

keingintahuan dan kompetensi serta menghilangkan kejenuhan peserta didik.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan kepada guru dan

peserta didik didapati bahwa kesulitan yang ditemukan dalam mengajarkan kimia

diantaranya kurangnya minat peserta didik dalam belajar, beberapa peserta didik

beranggapan dari awalnya bahwa pelajaran kimia itu sulit karena banyak teori yang

harus dihapalkan, serta perhitungan kimia juga dianggap sulit karena menggunakan

bilangan desimal. Pada saat melakukan praktikum, peserta didik jauh lebih

termotivasi, namun kurangnya pemberian arahan diawal untuk petunjuk melakukan

praktikum membuat peserta didik cenderung kebingungan saat melakukan

eksperimen, peserta didik juga kurang tertarik untuk membaca petunjuk kerja yang

disediakan di LKPD, beberapa dari mereka lebih suka bertanya kepada teman atau

guru, padahal arahan yang diberikan di LKPD sudah cukup jelas jika dibaca.

Pembelajaran kimia yang umumnya diterapkan di kelas juga masih konvesional dan

berpusat pada guru, sehingga peserta didik cenderung pasif dan kurang mendapatkan

ruang untuk melakukan penyelidikan sendiri terhadap suatu pembelajaran. Guru juga

mengalami kesulitan dalam membuat bahan ajar, seperti modul, handout dan LKPD

2
(lembar kerja peserta didik) untuk materi pembelajaran peserta didik, sehingga peserta

didik hanya mendapatkan informasi dari buku paket.

Literasi sains penting dikuasai oleh peserta didik untuk dapat memahami

lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah lainnya yang dihadapi oleh

masyarakat modern yang bergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (Toharudin, 2011) National Science Teacher Assosiation (1971)

mengemukakan bahwa orang yang memiliki konsep literasi sains adalah orang yang

menggunakan konsep sains, mempunyai keterampilan proses sains, untuk dapat

menilai dan membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari, serta memahami

interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial

ekonomi. Peserta didik yang memiliki kemampuan literasi sains mampu

mengidentifikasi fenomena-fenomena sains yang sering ditemuinya dalam kehidupan

sehari-hari. Jadi, kemampuan literasi sains membimbing peserta didik untuk bisa

mengaplikasikan ilmu sains yang dipelajarinya sebagai landasan dalam mengambil

keputusan dalam kehidupan sekarang yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan

sains dan teknologi.

Salah satu parameter kualitas pendidikan suatu negara adalah tergambar dari

pencapaian prestasi peserta didiknya dalam mengikuti studi Nasional maupun studi

Internasonal. PISA (Programme for International Student Assessment) merupakan

studi literasi yang dilaksanakan oleh Organization for Economic Co-Operation and

Development (OECD) dan Unesco Institute for Statistics. Program ini bertujuan untuk

menganalisis secara berkala tentang kemampuan literasi peserta didik kelas III SMP

3
dan kelas I SMA pada aspek membaca (reading literacy), matematika (mathematics

literacy), dan sains (scientific literacy). Berdasarkan hasil studi yang dilakukan PISA,

kemampuan literasi sains peserta didik di Indonesia masih jauh dari standar. Peserta

didik Indonesia dengan pencapaian skor literasi sains sekitar 400 poin berarti baru

mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (seperti nama,

fakta, istilah, rumus sederhana), dan menggunakan pengetahuan ilmiah umum untuk

menarik atau mengevaluasi suatu kesimpulan (Rustaman, 2004). Oleh karena itu,

Indonesia perlu mengadakan pembaruan dalam sistem pembelajaran sains agar bisa

meningkatkan kualitas pendidikan sains dan menyamakan kedudukan dengan negara

maju lainnya dengan meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik.

Lembar kerja peserta didik (LKPD) merupakan salah satu alat bantu belajar

yang mendukung pelaksanaan rencana pembelajaran. LKPD sanagat baik digunakan

untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam belajar. LKPD dapat digunakan

dalam metode terbimbing ataupun latihan pengembangan peserta didik (Hamdani,

2011). Dalam Depdiknas (2008), LKPD merupakan lembaran-lembaran berisi tugas

yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang berisi langkah-langkah untuk

menyelesaikan suatu tugas. LKPD harus dikembangkan untuk memudahkan peserta

didik berinteraksi dengan soal yang diberikan.

Metode inkuri terbimbing memberikan peserta didik kesempatan untuk

memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif serta peserta didik dilatih untuk

memecahkan masalah sekaligus membuat keputusan. Peserta didik juga dapat

menjawab pertanyaan tentang fenomena alam atau peristiwa dengan melakukan

4
penyelidikan ilmiah dimana mereka bekerja sama mengembangkan rencana,

mengumpulkan dan menjelaskan bukti, menghubungkan penjelasan untuk ada

pengetahuan ilmiah, dan berkomunikasi dan membenarkan penjelasan (National

Research Council dalam Brandon dkk., 2009). Masalah dalam kimia dapat

diselesaikan melalui praktikum, kajian referensi atau pengamatan di kehidupan sehari-

hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari, dkk. (2015) menyatakan

penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam proses pembelajaran

membantu meningkatkan aktifitas belajar peserta didik karena peserta didik menjadi

lebih aktif dan kreatif. Dengan pembelajaran inkuiri terbimbing, kepermanenan ilmu

pengetahuan yang didapat juga tidak berubah secara signifikan. Sayyidi, M., dkk.

(2016) telah melakukan penelitian peserta didik yang belajar dengan model

pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan kemampuan pemecahan

masalah dalam pembelajaran fisika, bahkan peserta didik yang belajar dengan model

inkuiri terbimbing memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi

dibandingkan peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran direct

interaction. Almuntasheri, dkk. (2016) juga telah melakukan penelitian yang

membuktikan kemampuan peserta didik dengan metode inkuiri terbimbing

menunjukkan peningkatan yang signifikan baik dalam pemahaman konsep maupun

kemampuan peserta didik dalam menjelaskan konsep pembelajaran.

LKPD berbasis inkuiri terbimb ing sudah banyak digunakan dalam beberapa

pembelajaran sains, Rahmi, R., dkk. (2014) mengembangkan LKPD berbasis inkuiri

terbimbing yang efektif melatih keterampilan proses sains peserta didik dan

5
mendapatkan respon yang sangat baik karena dianggap memberikan kemudahan

dalam belajar, membuat peserta didik lebih teliti dalam melakukan kegiatan serta

memberikan pengalaman dan pelajaran yang berhubungan dengan kegiatan sehari-

hari. Diharapkan LKPD berbasis inkuiri terbimbing juga mampu meningkatkan literasi

sains peserta didik karena peserta didik dituntun untuk bertanggung jawab terhadap

pemecaham masalahnya secara mandiri.

Berdasarkan latar belakang masalah yang disajikan, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik

berbasis inkuiri terbimbing pada Materi Laju Reaksi Untuk Meningkatkan Literasi

Sains Peserta didik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1) Bagaimanakah karakteristik pengembangan LKPD berbasis inkuiri terbimbing?

2) Apakah dengan pengembangan LKPD berbasis inkuiri terbimbing dapat

meningkatkan literasi sains peserta didik?

3) Bagaimanakah tanggapan peserta didik terhadap penggunaan LKPD berbasis

inkuiri terbimbing?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

6
1) Untuk mengetahui karakteristik pengembangan LKPD berbasis inkuiri terbimbing

2) Untuk mengetahui pengembangan LKPD berbasis inkuiri terbimbing dapat

meningkatkan literasi sains peserta didik

3) Untuk mengetahui tanggapan peserta didik terhadap penggunaan LKPD berbasis

inkuiri terbimbing

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk :

1) Peserta didik, berguna untuk meningkatkan motivasi peserta didik dalam

mempelajari materi laju reaksi dan memudahkan peserta didik dalam memecahkan

masalah yang berhubungan dengan laju reaksi.

2) Guru, berguna untuk memudahkan guru dalam menyiapkan LKPD berbasis inkuiri

terbimbing pada materi laju reaksi sebagai sumber belajar alternatif.

3) Sekolah, berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kimia pada materi

laju reaksi di sekolah.

4) Peneliti, berguna untuk menambah wawasan peneliti dalam mengembangkan

LKPD berbasis inkuiri terbimbing.

1.5 Hipotesis Penelitian

Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan pengembangan LKPD

berbasis inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi dapat meningkatkan literasi sains

peserta didik.

7
1.6 Definisi Istilah

1) LKPD merupakan salah satu bahan ajar yang berisi konsep-konsep, petunjuk, dan

soal-soal dimana materinya harus diturunkan dari tujuan instruksional sedangkan

desain dikembangkan untuk memudahkan peserta didik berinteraksi dengan materi

yang diberikan (Rahmadani, A., dkk., 2012)

2) Inkuiri terbimbing adalah Pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk

mencari informasi, membuat penjelasan langsung melalui bimbingan guru,

pembelajaran ini memberikan pengalaman langsung sehingga peserta didik dapat

menemukan fakta-fakta dan belajar menemukan pengetahuan (Prasojo, 2016).

3) Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan

ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan

berdasarkan bukti-bukti yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia,

memahami karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan

pentingnya sains dan teknologi, membentuk lingkungan material,intelektual dan

budaya,serta keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains, sebagai manusia

yang reflektif (OECD, 2013).

4) Laju reaksi adalah laju perubahan konsentrasi pereaksi ataupun produk dalam

suatu satuan waktu. Laju reaksi dapat diartikan sebagai laju berkurangnya

konsentrasi suatu pereaksi, atau laju bertambahnya konsentrasi suatu produk.

Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter. Satuan waktu adalah detik,

menit, jam tergantung terhadap laju reaksi tergolong cepat atau lambat (Chang,

2005).

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 LKPD

2.1.1 Pengertian LKPD

LKPD merupakan Lembar kerja peserta didik (LKPD) merupakan salah satu

alat bantu belajar yang mendukung pelaksanaan rencana pembelajaran. LKPD sanagat

baik digunakan untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam belajar. LKPD

dapat digunakan dalam metode terbimbing ataupun latihan pengembangan peserta

didik (Hamdani, 2011).

Depdiknas (2008), LKPD merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang

harus dikerjakan oleh peserta didik, yang berisi langkah-langkah untuk menyelesaikan

suatu tugas. LKPD harus dikembangkan untuk memudahkan peserta didik berinteraksi

dengan soal yang diberikan.

LKPD merupakan salah satu bahan ajar yang berisi konsep-konsep, petunjuk,

dan soal-soal dimana materinya harus diturunkan dari tujuan instruksional sedangkan

desain dikembangkan untuk memudahkan peserta didik berinteraksi dengan materi

yang diberikan (Rahmadani, A., dkk., 2012)

2.1.2 Langkah-langkah penyusunan LKPD

Langkah-langkah pengembangan LKPD memilki beberapa tahapan yaitu: 1)

persiapan pengembangan LKPD meliputi: mengkaji materi yang akan dipelajari dari

kompetensi dasar, indikator hasil belajarnya dan sistematika keilmuannya;

menentukan tujuan peserta didik mempelajari materi dalam LKPD; menentukan


9
bentuk/ model LKPD sesuai dengan materi yang akan diajarkan. 2) pengembangan isi

LKPD, tahapan pengembangan isi LKPD meliputi: menulis judul dengan singkat dan

tepat sesuai materi yang akan diajarkan; menulis tujuan yang diharapkan setelah

peserta didik belajar dengan LKPD yang dikembangkan; menyusun kegiatan yang

akan ditampilkan pada LKPD sesuai dengan keterampilan proses yang akan

dikembangkan. Kegiatan atau tugas harus sistematis agar mengarahkan peserta didik

mendapatkan sumber informasi dan data-data yang dapat diolah (Devi, dkk., 2009)

2.2 Pembelajaran Inkuiri

Kata inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry dan menurut kamus berarti

pertanyaan atau penyelidikan. Pembelajaran dengan metode inkuiri pertama kali

dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962 (Joyce, 2000). Ia menginginkan

agar peserta didik bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia mengajarkan

pada peserta didik mengenai prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan dan

prinsip-prinsip umum. Peserta didik melakukan kegiatan, mengumpulkan dan

menganalisa data, sampai akhirnya peserta didik menemukan jawaban dari pertanyaan

itu.

Inquiry merupakan suatu proses dimana manusia mencari informasi atau

pengertian (Suparno, 2007; Trianto, 2010). Sanjaya (2011) juga mengungkapkan

bahwa pembelajaran inkuiri menekankan pada proses berpikir dalam mencari dan

menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

2.2.1 Jenis-Jenis Model Pembelajaran Inkuiri

10
Mulyasa (2005) menyatakan bahwa ada 3 jenis model pembelajaran inkuiri

yaitu :

1) Inkuiri Terbimbing/ Terpimpin

Ciri-ciri inkuiri terbimbing/terpimpin adalah :

a. Peserta didik mendapatkan pedoman sebagai kebutuhan

b. Pedoman biasanya berupa pertanyaan pertanyaan yang membimbing

c. Sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru

d. Peserta didik tidak merumuskan permasalahan

2) Inkuiri Bebas

Ciri-ciri inkuiri bebas adalah:

a. Peserta didik melakukan penelitian sendiri seperti layaknya ilmuan

b. Peserta didik harus mengidentifikasi dan merumuskan topik permasalah

c. Melibatkan peserta didik dengan peran berbeda dalam tiap kelompok (inquiry

role approach) seperti coordinator kelompok, pencatat data, pengevaluasi proses

3) Inkuiri Bebas yag dimodifikasi

Ciri-ciri inkuiri bebass yang dimodifikasi adalah:

a. Permasalah diberika oleh guru

b. Peserta didik memecahkan masalah melalui pengamatan, eksplorasi, dan

prosedur penelitian

2.3 Model Pembelajaran Inkuiri terbimbing

Keberhasilan suatu mata pelajaran sangat berpengaruh pada faktor-faktor

pembelajaran, yaitu: kurikulum, RPP, kualitas guru, materi pembelajaran, sumber

11
belajar, serta teknik/bentuk penilaian, metode dan pendekatan pembelajaran.

Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

untuk mengefektifkan prises pembelajaran.

Ozdilek dan Bulunuz (2009), mengemukakan bahwa model pembelajaran

inkuiri terbimbing mampu meningkatkan nilai kepercayaan diri seorang guru,

dikarenakan pembelajaran inkuiri terbimbing mengambil dua bagian yang penting,

dimana peserta didik dibimbing untuk melalui proses penyelidikan sains berdasarkan

model pembelajarannya, disisi lain guru mengatur arahan dan menyarankan aktivitas

terbuka yang mengajak peserat didik mengeksplorasi dan menemukan sendiri apa yang

belum mereka paham.

Inkuiri terbimbing adalah Pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk

mencari informasi, membuat penjelasan langsung melalui bimbingan guru,

pembelajaran ini memberikan pengalaman langsung sehingga peserta didik dapat

menemukan fakta-fakta dan belajar menemukan pengetahuan (Prasojo, 2016).

2.3.1 Tahap-tahap Metode Inkuiri Terbimbing

Secara umum langkah-langkah model pembelajaran inkuiri terbimbing

menurut Al-Tabany (2014), dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

No Tahapan Perilaku Peserta didik


(1) (2) (3)
1 Mengajukan Peserta didik diberikan pertanyaan/masalah oleh guru
pertanyaan dan untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas
masalah maka pertanyaan dituliskan di papan tulis. Pada tahap
12
ini, kemampuan yang dituntut yaitu kesadaran
terhadap masalah, melihat pentingnya masalah serta
merumuskan masalah.
2 Merumuskan Hipotesis adalah jawaban sementara pertanyaan atau
hipotesis solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data.
Peserta didik diarahkan oleh guru untuk menggagas
hipotesis yang relevan dengan permasalahan.
Sehingga kemampuan menguji, menggolongkan data
dan merumuskan hubungan peserta didik
dapatdikembangkan.
3 Mengumpulkan data Pada kegiatan ini, peserta didik mengumpulkan data.
Data yang didapatkan berupa tabel, matriks, atau
grafik, baik hasil yang merupakan percobaan atau
data hasil pengamatan. Peserta didik juga menyusun
data, menginterprestasikan data dan
mengklasifikasikan data.
4 Menganalisis Data Peserta didik bertanggung jawab menguji hipotesis
yang telah dirumuskan dengan menganalisis data.
Analisis data dapat juga dilakukan melalui
eksperimen untuk menguji hipotesis tersebut benar
atau salah. Kemudian peserta didik mengolah data
yang dihasilkan dalam bentuk tabel maupun grafik,
sesuai dengan bimbingan guru, kemudian peserta
didik diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil
pengolahan data yang sudah terkumpul
5 Membuat Langkah penutup dari pembelajran inkuiri yaitu
Kesimpulan membuat kesimpulan sementara berdasarkan data
yang diperoleh peserta didik.

2.3.2 Keunggulan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Hamdani (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa keunggulan model

pembelajaran inkuiri yaitu:

1) Peserta didik diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang

dimilikinya sehingga hal itu dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk

menulis karya ilmiah

13
2) Peserta didik diajak dan diajarkan untuk menganalisis dan mencari kebenaran dari

suatu masalah yang sedang dibahas, mampu berpikir sistematis, terarah, dan

memiliki tujuan yang jelas.

3) Peserta didik akan memiliki penalaran yang baik Karena berpikir secara induktif,

deuktif dan empiris rasional.

4) Pengetahuan yang didapatkan akan bertahan lama atau diingat dalam jangka waktu

yang lama dibandingkan belajar dengan cara lainnya.

5) Hasil belajar mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar

lainnya karena konsep kognitif yang sudah tertanam akan lebih mudah diterapkan

pada situasi-situasi baru

6) Pembelajaran inkuiri meningkatkan penalaran peserta didik dan kemampuan untuk

berpikir secara bebas.

2.3.3 Kelemahan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Sanjaya (2006), mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kelemahan model

pembelajaran inkuiri yaitu:

1) Guru sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan

kebiasaan peserta didik dalam belajar

2) Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga

sering guru sulit menyesuaikan.

3) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik

menguasai materi pelajaran, maka akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru

karena tidak semua peserta didik mampu menguasai materi pelajaran.

14
2.4 LKPD Berbasis Inkuiri Terbimbing

Rahmi, R., dkk. (2014) mengembangkan LKPD berbasis inkuiri terbimbing

yang efektif melatih keterampilan proses sains peserta didik dan mendapatkan respon

yang sangat baik karena dianggap memberikan kemudahan dalam belajar, membuat

peserta didik lebih teliti dalam melakukan kegiatan serta memberikan pengalaman dan

pelajaran yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari.

LKPD berbasis inkuiri terbimbing merupakan salah satu pilihan bahan ajar

yang tepat karena dapat mengarahkan peserta didik menemukan sendiri konsep

pengetahuannya. LKPD berbasis inkuri terbimbing yang digunakan mengandung

unsur pengalaman belajar pokok yang diamanatkan oleh kurikulum 2013 yaitu

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan

mengkomunikasikan (Annafi, N, 2016).

Penggunaan LKPD berbasis inkuiri terbimbing efektif meningkatkan hasil

belajar peserta didik. LKPD ini menuntut peserta didik belajar secara aktif dalam kerja

kelompok (Mulyani, dkk., 2015).

Wahyuningsih, dkk. (2014) mengembangkan lembar kerja siswa (LKS) berbasis

inkuiri terbimbing untuk melatih siswa bekerja secara ilmiah serta dapat mengembangkan

kemampuan berpikir siswa sehingga siswa memiliki kesempatan untuk menemukan konsep,

membangun pengetahuannya sendiridan lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Kualitas LKS yang sangat baik mampu meningkatkan persentase ketuntasan hasil belajar

siswa secara klasikal.

Hal ini menandakan bahwa inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran yang

menekankan peserta didik untuk berpikir ilmiah dan mengharuskan peserta didik
15
untuk aktif dalam menemukan suatu pengetahuan, guru hanya sebagai fasilisator yang

menyeleksi, menciptakan situasi dan mengawasi prosedur inkuiri yang dilakukan

peserta didik. Sehingga peserta didik mampu mebuktikan sendiri suatu materi

pelajaran melalui penyelidikan-penyelidikan yang dibimbing oleh guru agar lebih

terarah. Penyelidikan ini dapat dilakukan di luar kelas, di laboratorium atau

menggunakan buku-buku referensi yang mampu mendukung materi yang sedang

dipelajari.

2.5 Literasi Sains

2.5.1 Pengertian Literasi Sains

Arrohman, dkk. (2016) menyatakan kemampuan literasi sains merupakan

kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan

menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan data untuk memahami alam semesta dan

membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia. Literasi

sains menjadi sangat penting untuk dimiliki peserta didik sebagai bekal untuk

menghadapi tantangan perkembangan abad 21. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

menggunakan test of scientific literacy skill (TOSLS) kepada 17 siswa di MTs didapati

TOSLS masih dalam kategori sedang.

Literasi sains (science literacy) berasal dari dua kata yaitu literatus artinya huruf,

melek huruf dan scientia artinya memiliki pengetahuan. National Science Teacher

Assosiation (1971) mengemukakan bahwa orang yang memiliki literasi sains adalah

16
orang yang menggunakan konsep sains, memiliki keterampilan proses sains untuk

dapat menilai dalam membuat keputusan sehari-hari jika ia berhubungan dengan orang

lain, lingkungannya, serta memahami interaksi antara sains, teknologi dan masyarakat,

termasuk perkembangan sosial dan ekonomi. Literasi sains tidak hanya sebatas

penguasaan ilmu pengetahuan IPA saja tanpa mengaplikasikan ilmu sains tersebut

dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan demikian, ilmu-ilmu sains yang

telah dipelajarinya, diharapkan mampu membantu mereka untuk memecahkan

masalah yang ditemui dalam kehidupan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, peserta didik harus bisa menyesuaikan

kehidupannya dalam masyarakat yang dipengaruhi kuat oleh perkembangan teknologi.

Konsep literasi sains mengharapkan peserta didik untuk memiliki kepekaan yang

tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-

hari dan mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan sains yang telah dipahaminya

(Toharudin, 2011).

Programme for International Students Assessment (PISA) merupakan studi

yang meneliti kemampuan peserta didik usia 15 tahun berbagai negara di dunia dan

dilakukan secara berkala, PISA mengukur tiga aspek yaitu membaca, matematika dan

sains. Salah satu aspek sains yang diteliti adalah aspek pencapaian literasi sains

peserta didik.hasil dari studi PISA juga bisa menjadi salah satu acuan untuk

mengetahui kekuatan dan kelemahan relatif suatu negara dalam bidang pendidikan.

Orientasi penilaian PISA juga untuk menguji kemampuan peserta didik usia 15

tahun dalam mengidentifikasi pertanyaan, mendapatkan pengetahuan baru,

17
menjelaskan fenomena secara ilmiah dan menggambarkan bukti berdasarkan

kesimpulan mengenai isu terkait sains dan permasalahan dunia global (OECD, 2016).

Literasi sains merupakan kemampuan seseorang untuk menafsirkan fenomena ilmiah,

memprediksi perubahan yang mungkin terjadi dengan berlandaskan pada pengetahuan

sains yang dimilikinya, serta menanggapi implikasi sosial dari perkembangan sains

dan teknologi.

Definisi literasi sains pada PISA 2012 adalah: (1) pengetahuan ilmiah individu

dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tersebut untuk mengidentifikasi

masalah, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, dan menarik

kesimpulan berdasarkan bukti yang berhubungan dengan issu ilmiah; (2) memahami

karakteristik utama pengetahuan yang dibangun dari pengetahuan manusia dan inkuiri;

(3) menyadari bagaimana sains dan teknologi membentuk material, lingkungan

intelektual dan budaya; (4) adanya kemauan untuk terlibat dalam issu dan ide yang

berhubungan dengan sains (OECD, 2013). OECD (2013) menyatakan bahwa aspek

literasi sains terdiri atas konteks, kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang

digambarkan dalam diagram berikut ini:

18
Pengetahuan:
1. Pengetahuan sains
2. Pengetahuan
tentang sains
Kompetensi:
1. Mengidentifikasi issu-
Konteks: memerlukan issu ilmiah
Situasi kehidupan 2. Menjelaskan fenomena Dipengaruhi
yang melibatkan ilmiah. oleh
sains dan teknologi 3. Menggunakan bukti
ilmiah.
Sikap:
1. Respons terhadap
issu ilmiah
2. Minat
3. Mendukung
inkuiri ilmiah
4. Tanggung jawab

Sumber: OECD (2013)

Gambar 2.1. Framework PISA 2012 untuk Literasi Sains

2.5.2 Aspek Literasi Sains

Berdasarkan framework PISA 2012, aspek literasi sains terdiri dari aspek

konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap yang dijelaskan secara rinci sebagai

berikut:

1) Aspek Konteks Sains

Aspek penting dalam asesmen sains PISA adalah keterlibatan siswa dalam

berbagai situasi yang disajikan dalam bentuk issu ilmiah. Aspek konteks lebih kepada

kehidupan sehari-hari yang melibatkan issu-issu yang penting yang berhubungan

dengan sains dalam kehidupan Item asesmen dirancang untuk konteks yang tidak

hanya terbatas pada kehidupan sekolah saja, tetapi pada konteks kehidupan siswa

secara umum (Rustaman, 2004). PISA berfokus pada situasi terkait dengan diri

19
individu, keluarga, sosial, kondisi global, dan beberapa topik untuk memahami

kemajuan dalam bidang sains. Dalam OECD (2012) dinyatakan bahwa asesmen

literasi sains PISA menilai kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang berhubungan

dengan konteks. Aspek konteks literasi sains PISA 2012 disajikan pada Tabel 2.2. di

bawah:

Tabel 2.2. Aspek Konteks Literasi Sains PISA 2012

Personal
Global
(diri sendiri, Sosial
(kehidupan di
keluarga, (komunitas)
seluruh dunia)
kelompok sebaya)
Kesehatan Pemeliharaan Pengontrolan penyakit, Wabah, penyebaran
kesehatan, perubahan sosial, penyakit menular
kecelakaan, nutrisi pilihan makanan,
komunitas kesehatan
Sumber Konsumsi pribadi Pemeliharaan populasi Sumber energi yang
daya alam terhadap materi manusia, kualitas dapat dan tidak dapat
dan energy hidup, keamanan, diperbaharui, sistem
produksi dan distribusi alam, pertumbuhan
makanan, suplai energi. populasi,
kelangsungan hidup
spesies
Lingkungan Perilaku ramah Distribusi populasi, Keanekaragaman
lingkungan, pembuangan sampah, hayati, kelestarian
menggunakan dan dampak lingkungan, ekologi,
membuang materi cuaca lokal. pengontrolan
populasi, produksi
dan kehilangan tanah
yang subur.

Bahaya Bahaya dari alam Perubahan yang cepat Perubahan iklim, dan
dan akibat (gempa bumi, cuaca dampak perang
perbuatan manusia, ekstrim), perubahan modern.
keputusan lambat dan bertahap
pemukiman. (erosi, sedimentasi),
pengukuran
bahaya/resik.
Batas sains Minat dalam Materi baru, Kepunahan spesies,
dan ekspansi sains perlengkapan dan penjelajahan luar
teknologi terhadap fenomena proses, modifikasi angkasa, asal-usul
alam, sains genetik, teknologi dan struktur alam.
20
Personal
Global
(diri sendiri, Sosial
(kehidupan di
keluarga, (komunitas)
seluruh dunia)
kelompok sebaya)
berdasarkan hobi, persenjataan, dan alat
olahraga dan transportasi.
pariwisata, musik
dan teknologi
pribadi.
(OECD, 2013)

Berdasarkan Tabel dari penjabaran aspek konteks dari literasi sains pada PISA

2012 di atas, konteks kehidupan sehari-hari yang melingkupi cakupan materi laju

reaksi ini yaitu pada aspek sumber daya alam dan lingkungan. Kecepatan suatu reaksi

kimia yang terjadi antar zat dan didalam tubuh makhluk hidup, merupakan fenomena

kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan lingkungan sekitar kehidupan

manusia.

2) Aspek Kompetensi Sains

Aspek kompetensi sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika

menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah (Toharudin, 2011). Prioritas

penilaian PISA 2012 dalam literasi sains tertuju pada beberapa kompetensi, yaitu:

mengidentifikasi issu ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah berdasarkan pengetahuan

ilmiah, menggunakan bukti ilmiah untuk menarik kesimpulan. Secara rinci kompetensi

sains disajikan pada Tabel 2.3. berikut.

21
Tabel 2.3. Aspek Kompetensi Sains PISA 2012

Indikator Keterangan

Mengenal issu-issu yang mungkin diselidiki secara


Mengidentifikasi ilmiah.
issu ilmiah mengidentifikasi kata-kata kunci untuk informasi
ilmiah.
mengenal ciri-ciri kunci dari penyelidikan ilmiah.

Mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang


Menjelaskan diberikan.
fenomena ilmiah Mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena dan
memprediksi perubahan.
Mengidentifikasi deskripsi, eksplanasi, dan prediksi
yang sesuai.
Menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan
Menggunakan Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan alasan di balik
bukti ilmiah kesimpulan yang ditarik.
Memberikan refleksi berdasarkan implikasi sosial dari
kesimpulan ilmiah.

(OECD, 2013)

Berdasarkan Tabel di atas, ruang lingkup dari aspek kompetensi literasi sains

menurut Rustaman (2004) adalah mengenali masalah ilmiah, mengidentifikasi bukti

ilmiah, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan kesimpulan, dan menunjukkan

pemahaman konsep ilmiah. Jadi, aspek kompetensi sains akan dicapai secara optimal

jika siswa dapat mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah dan

menggunakan bukti ilmiah untuk mengambil keputusan atau menarik kesimpulan.

3) Aspek Pengetahuan Sains

Pada aspek pengetahuan sains, siswa perlu menangkap sejumlah konsep kunci

atau esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahan-perubahan

yang terjadi akibat kegiatan manusia (Rustaman, 2006). Tujuan tes literasi PISA adalah

22
untuk menggambarkan sejauh mana siswa dapat menerapkan pengetahuan mereka

dalam konteks yang relevan dengan kehidupan mereka. Aspek Sikap Sains

Sikap adalah salah satu aspek yang berperan penting dalam perkembangan sains

dan teknologi karena ia merupakan respon siswa terhadap sains dan teknologi dan issu

ilmiah. Salah satu tujuan pendidikan sains adalah dapat mengembangkan sikap siswa

yang membuat mereka tertarik pada issu ilmiah dan kemudian memperoleh dan

mengaplikasikan pengetahuan sains dan teknologi untuk kemanfaatan pribadi, sosial,

dan global (OECD, 2006). Perhatian PISA untuk sikap terhadap ilmu pengetahuan

didasarkan pada keyakinan bahwa literasi sains seseorang mencakup sikap tertentu,

kepercayaan, orientasi motivasi, rasa self efficacy, nilai-nilai, dan tindakan utama.

Cakupan penilaian sikap berdasarkan PISA 2006 disajikan pada Tabel 2.4 di bawah.

Tabel 2.4. Aspek Sikap Literasi Sains Berdasarkan PISA 2006

Aspek Sikap Penjelasan


Ketertarikan terhadap Menunjukkan rasa ingin tahu terhadap sains dan issu-
issu ilmiah issu yang berkaitan dengan sains dan usaha yang
keras
Menunjukkan kemauan untuk mendapatkan tambahan
pengetahuan ilmiah dan keterampilan, menggunakan
berbagai sumber dan metode
Menunjukkan kemauan untuk mendapatkan informasi
dan keterkaitannya dengan sains, termasuk
mempertimbangkan pekerjaan yang berhubungan
dengan sains.

Mendukung inkuiri Menyatakan perbedaan perspektif sains dan argumen


ilmiah Mendukung penggunaan informasi faktual dan
eksplanasi
Menyatakan kebutuhan logika dan proses hati-hati
dalam menggambarkan kesimpulan

23
Tanggung jawab Menunjukkan rasa tanggung jawab secara personal
terhadap sumber daya untuk memelihara lingkungan
dan lingkungan Menunjukkan kepedulian pada dampak lingkungan
akibat pelaku manusia
Menunjukkan kemauaan untuk mengambil sikap
menjaga sumber daya alam.
(OECD, 2006)

Sikap sains adalah merupakan respon siswa terhadap issu ilmiah ataupun

fenomena ilmiah yang diamatinya. Ketertarikan terhadap issu ilmiah akan mendorong

siswa berusaha untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan sains. Selain

itu, sikap sains menuntut siswa untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap

lingkungan sekitarnya.

a. Penilaian Literasi Sains

Item pertanyaan tes pada penilaian literasi sains memerlukan penggunaan

kompetensi sains dalam konteks kehidupan sehari-hari dengan melibatkan penerapan

pengetahuan sains. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun asesmen untuk

mengukur literasi sains adalah mempertimbangkan konteks yang disajikan sebagai

perangsang materi, kompetensi sains yang diperlukan untuk merespon issu ilmiah,

aplikasi pengetahuan sains, dan tes harus bisa merefleksikan sikap sains yang dimiliki

oleh siswa (OECD, 2006). Bagan untuk mengkonstruksi dan menganalisis instrumen

tes literasi.

24
Konteks
Materi Stimulus

Kompetensi:
Mengidentifikasi issu-issu
Pengetahuan sains.
Pengetahuan Menjelaskan fenomena Sikap
sains (konsep sains dengan menerapkan Sikap terhadap
dasar) pengetahuan sains. materi ilmiah dan
Pengetahuan Menggunakan fakta- teknologi.
tentang sains fakta/bukti-bukti untuk
membuat keputusan dan
mengomunikasikannya.

Gambar 2.3. Bagan untuk mengonstruksi dan menganalisis instrumen

tes literasi sains

Sumber : (OECD, 2006)

2.6 Laju Reaksi

A. Kemolaran

Kemolaran adalah salah satu cara menyatakan kepekatan larutan. Kemolaran

menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap larutan. Kemolaran dinyatakan

dengan lambang M dan satuannya adalah mol L-1.

Larutan Padatan

1000
= atau = ()
()

Larutan Kepekatan

% 10
=

Larutan pengenceran

25
1 1 = 2 2

Larutan Campuran
1 1 + 2 2 + .
= 1 + 2

Dimana :

M = Kemolaran (Mol/L)

V = volume larutan( mL)

% = kadar massa

= Massa jenis Kg L-1

Mr = massa molar (gram/mol)

Gram = massa

B. Konsep Laju Reaksi

Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambatnya suatu proses reaksi

berlangsung. Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat dan ada pula yang

berlangsung lambat. Contohnya seperti ledakan bom, atau petasan yang meledak itu

merupakan contoh dari reaksi yang berlangsung cepat, sedangkan pada proses

perkaratan besi atau fosil-fosil sisa organisme.

Reaksi kimia adalah proses perubahan zat-zat pereaksi menjadi hasil atau

produk reaksi. Oleh karena itu, pada waktu reaksi berlangsung jumlah zat pereaksi

akan berkurang sedangkan jumlah produk (hasil) reaksi semakin bertambah.

Dengan demikian, laju reaksi yaitu laju pengurangan konsentrasi molar salah

satu pereaksi atau laju perubahan konsentrasi molar salah satu produk dalam satu
26
satuan waktu (Chang, 2005). Berdasarkan penjelasan, laju reaksi dapat dirumuskan

sebagai berikut:

[] []
= atau +

Keterangan:

= laju reaksi

[R] = perubahan konsentrasi molar pereaksi

[P] = perubahan konsentrasi molar produk

[]
= laju pengurangan konsentrasi molar salah satu pereaksi dalam satu satuan

waktu

[]
+ = laju pertambahan konsentrasi molar salah satu produk dalam satu satuan

waktu

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi

1. Luas permukaan bidang sentuh

Apabila luas permukaan zat makin besar, luas permukaan bidang sentuh akan

semakin besar. Jika kemampuan bersentuh semakin besar maka tumbukan akan

semakin sering terjadi. Memperbesar luas permukaan zat dapat dilakukan dengan

memperhalus zat tersebut. Memperluas permukaan zat padat dapat diamati dalam

kehidupan sehari-hari. Contohnya seperti gula tepung dan gula pasir. Akibatnya reaksi

zat yang berbentuk serbuk lebih cepat dari pada zat yang berbentuk padat. Karena gula

tepung yang berbentuk serbuk lebih luas permukaannya dibandingkan dengan gula

27
pasir. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin halus partikel dari suatu zat padat, maka

total luas permukaannya semakin besar.

2. Suhu reaksi

Laju reaksi dapat juga dipercepat dan diperlambat dengan mengubah suhunya.

Dari pengalaman sehari-hari, kita ketahui bahwa reaksi akan berlangsung lebih cepat

pada suhu yang lebih tinggi. Contohnya dengan melarutkan gula kedalam air panas

dibandingkan dengan gula yang dilarutkan kedalam air dingin. Pada air panas, gula

akan cepat larut, sedangkan pada air dingin, gula akan lama larut. Hal tersebut dapat

mempengaruhi laju reaksi. Jadi semakin tinggi suhu semakin meningkat laju reaksi.

3. Konsentrasi

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi ialah konsentrasi.

Konsentrasi zat berkaitan dengan jumlah partikel zat. Semakin besar jumlah

konsentrasi zat maka jumlah paertikel akan semakin banyak sehingga makin sering

bertumbukan karena ruang geraknya semakin sempit. Contohnya dalam kehidupan

sehari-hari yaitu ada 2 buah porstek yang digunakan untuk membersihkan lantai,

porstek yang pertama lebih pekat, sedangkan porstek yang kedua dicampurkan dengan

air, akibatnya porstek yang pertama lebih cepat bereaksi atau lebih cepat bersih,

sedangkan porstek yang kedua lebih lama karena larutan atau konsentrasinya lebih

encer.

4. Katalisator

Berdasarkan uraian yang dijelaskan, kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi.

Tetapi, reaksi pada suhu yang tinggi dapat merusak kualitas hasil reaksi. Cara lain

28
untuk mempercepat laju reaksi ialah dengan jalan menurunkan energi aktivasi suatu

reaksi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan katalis. Katalis adalah zat yang

dapat meningkatkan laju reaksi tanpa dirinya mengalami perubahan kimia secara tetap.

Selain itu, katalis dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat mempengaruhi laju reaksi

dan dapat diperoleh kembali pada akhir reaksi. Contohnya dalam tubuh kita, proses

pencernaan (penguraian makanan oleh air) dipercepat oleh katalis yang disebut enzim.

Enzim-enzim tersebut bekerja secara spesifik, suatu reaksi hanya dapat dipercepat oleh

enzim tertentu. Zat yang akan dipercepat reaksinya disebut substrak. Enzim yang

membentuk suatu kompleks dengan substrak, lalu kompleks itu terurai menghasilkan

zat yang diiinginkan, dan enzim dikembalikan lagi kebentuk semula

5. Tekanan

Jika gas diperbesar, maka volume gas itu mengecil, sehingga letak partikel makin

berdekatan dan makin mudah bertumbukan. Jadi makin besar tekanan gas, makin cepat

reaksinya.

D. Penentuan Orde Reaksi

Orde reaksi hanya bisa dicari dari data percobaan laju reaksi,perhitungan orde

reaksi yaitu membandingkan data laju reaksi. Jika data ada yang sama dibandingkan

data yang sama terlebih dahulu.

29
Contoh soal:

Data percobaan suatu reaksi 2A + B2 2AB adalah sebagai berikut :

[A] [B2] Laju reaksi

( mol / L) ( mol / L) ( mol / L)

0,50 0,50 1,6 x 10-4

0,50 1,00 3,2 x 10-4

1,00 1,00 3,2 x 10-4

Tentukan Orde reaksinya?

Jawab:

Orde reaksi A (persamaan 2 dan 3)

1,00 m 3,2. 104


( ) = ( )
0,05 3,2. 104

(2) = 1

=0

Orde reaksi B2 (persamaan 1 dan 2)

1,00 n 3,2. 104


( ) = ( )
0,05 1,6. 104

(2) = 1

(2) = 21

=1

Orde reaksi total m + n = 0 + 1 = 1

30
E. Persamaan Laju Reaksi

Laju reaksi ditentukan oleh konsentrasi pereaksi. Persamaan laju reaksi

tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

V = k [A]m [B]n

Dengan v = laju reaksi


k = tetapan laju reaksi
[A] = konsentrasi A
[B] = konsentrasi B
m = orde reaksi zat A
n = orde reaksi zat B
Orde reaksi total = m + n

(Sudarmo, 2004)

31
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau lebih

dikenal dengan Research and Development (R&D) yang bertujuan untuk

menghasilkan suatu produk berupa LKPD berbasis inkuiri terbimbing. Borg dan Gall

(1988) penelitian R&D merupakan metode penelitian yang digunakan untuk

mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yangdigunakan dalam penelitian

dan pembelajaran (Sugiyono, 2015). Uji efektivitas dari LKPD berbasis inkuiri

terbimbing yang dikembangkan menggunakan penelitian pre-eksperimen yaitu dengan

one group pretest and posttest design. Pada penelitian ini tidak ada kelompok kontrol

dan hanya satu kelompok yang diukur dan diamati gejala-gejala yang muncul setelah

diberikan perlakuan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah LKPD berbasis inkuiri

terbimbing, sedangkan yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah

literasi sains.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini ya

itu peserta didik kelas XI di SMAN 1 Banda Aceh. Sampel pada penelitian ini

adalah kelas XI IPA yang berjumlah 28 orang peserta didik tahun ajaran 2017/2018.

Kelompok sampel uji coba LKPD ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling

32
yang ditentukan berdasarkan saran dari guru kimia di SMAN 1 Banda Aceh yang

mengajar di kelas tersebut.

3.3 Prosedur dan Alur Penelitian

Tahapan prosedur yang ditempuh dalam melakukan penelitian ini yaitu:

3.3.1 Pengembangan Produk

Tahapan pelaksanaan penelitian ini dilakukan berdasarkan pada salah satu

model pengembangan bahan ajar yaitu model ADDIE. Model ini memilki 5 tahapan

yaitu: analysis (analisis), design (desain atau perancangan), development

(pengembangan), implementation (implementasi atau eksekusi), dan evaluation

(evaluasi atau umpan balik). Tahapan pengembangan berdasarkan model ADDIE

adalah:

1) Tahap pertama: Analisis

Pada tahap analisis, peneliti melakukan need assessment atau analisis kebutuhan,

mengidentifikasi kebutuhan, serta melakukan analisis tugas atau task analysis.

Hasil yang diharapkan pada tahap ini adalah keadaan sampel dan data mengenai

kebutuhan sampel terhadap bahan ajar.

2) Tahap kedua: Desain

Tahap desain, dilakukan penyusunan gambaran rancangan berupa blueprint desain

LKPD berbasis inkuiri terbimbing yang akan dibuat dengan mempertimbangkan

cara merumuskan tujuan pembelajaran secara spesifik, keterukuran tujuan

33
pembelajaran, dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, dan realistis.

Menyusun instrumen tes yang didasari atas tujuan pembelajaran yang telah

dirumuskan sebelumnya, dan yang terakhir adalah penentuan strategi pembelajaran

untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Setelah desain selesai, lalu dilakukan

evaluasi formatif berupa masukan oleh para ahli untuk

melihat kelayakan dan kesesuaian dari desain yang telah selesai dirancang dengan

tujuan pembelajaran.

3) Tahap ketiga: Pengembangan

Pada tahap ini dilakukan proses merealisasikan desain LKPD berbasis inkuiri

terbimbing. Desain LKPD dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan

mendukung proses pembelajaran. Setelah tahap pengembangan desain membentuk

LKPD berbasis inkuiri terbimbing, setelah itu dilakukan evaluasi formatif pada

setiap fase pengembangan. Evaluasi yang dilakukan berupa masukan serta revisi

dari para ahli materi kimia dan bahan ajar untuk melihat kelayakan dari LKPD.

Hasil dari evaluasi digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki sistem yang

sedang dikembangkan.

4) Tahap keempat: Implementasi

Implementasi dilakukan sebagai langkah nyata dalam menerapkan LKPD berbasis

inkuiri terbimbing sebagai bahan ajar yang sedang dikembangkan. Pada tahap

implementasi ini, LKPD berbasis inkuiri terbimbing selanjutnya diterapkan di

sekolah untuk melihat pengaruh penerapan LKPD terhadap keterampilan proses

sains melalui komentar dari hasil angket tanggapan peserta didik. Selama proses

34
penerapan, dilakukan evaluasi akhir dimana hasil yang diperoleh digunakan untuk

perbaikan dan pengembangan lebih lanjut.

5) Tahap kelima: Evaluasi

Tahap evaluasi adalah bagian dari tahap implementasi, bentuk dari evaluasi pada

tahap akhir adalah evaluasi secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengevakuasi

LKPD berbasis inkuiri terbimbing agar LKPD tersebut layak untuk digunakan,

bentuk evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi sumatif.

Tahap pelaksanaan dengan metode ADDIE ini adalah sebagai berikut:

Evaluasi
Analisis kebutuhan
(needs assessment)
Perancangan
Evaluasi Evaluasi
(design)
()

Pengembangan Evaluasi Evaluasi


(development)

Implementasi
(implementation)

Evaluasi

35
3.3.2 Penilaian Kualitas LKPD berbasis Inkuiri Terbimbing

Penilaian terhadap kualitas dari LKPD berbasis inkuiri terbimbing serta

kesesuaian materi dilakukan dengan meminta kesediaan para ahli dalam bidang kimia,

dalam hal ini yaitu dosen Magister Pendidikan IPA konsentrasi kimia. Setiap ahli yang

menjadi validator akan menilai kualitas materi dan kualitas LKPD berbasis inkuiri

terbimbing.

3.3.3 Uji Efektifitas LKPD berbasis Inkuiri Terbimbing

Pengujian efektifitas produk dilakukan pada tahap implementasi dengan cara

memberikan soal tes yang mencakup semua konten dari LKPD berbasis inkuiri

terbimbing, hal yang diukur adalah keterampilan proses sains peserta didik terhadap

materi laju reaksi di kelas XI SMAN 1 Banda Aceh.

3.4 Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, pengumpulan data menggunakan beberapa instrumen

diantaranya lembar analisis kebutuhan, lembar validasi LKPD berbasis inkuiri

terbimbing, lembar angket, dan soal tes literasi sains peserta didik.

3.4.1 Lembar Analisis Kebutuhan

Lembar analisis kebutuhan ini digunakan sebagai pedoman untuk menganalisis

keadaan kurikulum dan realisasinya, mengamati keadaan peserta didik secara umum,

dan mengamati sarana serta prasarana yang mendukung untuk melaksanakan

penelitian dan pengembangan LKPD berbasis inkuiri terbimbing sebagai bahan ajar

pembelajaran.

36
3.4.2 Lembar Validasi LKPD berbasis Inkuiri Terbimbing

Validasi LKPD berbasis inkuiri terbimbing adalah suatu proses untuk menguji

kesesuaian LKPD dengan kompetensi dasar kimia. Jika LKPD memperoleh hasil yang

valid maka LKPD tersebut dinyatakan efektif untuk dipelajari guna mencapai

kompetensi yang menjadi target belajar. Pengujian tingkat validitas LKPD dilakukan

dengan cara meminta bantuan para ahli materi kimia dan menguasai kompetensi bahan

ajar, dalam hal ini adalah dosen bidang studi pendidikan kimia yang menguasai materi

laju reaksi. Instrumen yang digunakan berupa lembar catatan untuk menulis masukan

dan saran bagi pengembangan LKPD. Teknik validasi yang digunakan adalah

validator melihat kembali secara cermat isi dari LKPD dengan cara memeriksa apakah

tujuan pembelajaran, uraian materi, kelayakan identitas, tampilan kebahasaan, isi, dan

karakteristik efektif untuk digunakan sebagai bahan ajar untuk menguasai kompetensi

yang menjadi target belajar. Setelah dilakukan validasi, selanjutnya dilakukan revisi

terhadap LKPD sesuai dengan masukan para ahli.

3.4.3 Angket

Angket skala Likert pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan

guru dan peserta didik terhadap LKPD berbasis inkuiri terbimbing pada materi laju

reaksi yang telah dikembangkan. Angket ini diisi pada hari akhir proses pembelajaran.

Langkah-langkah penyusunan instrumen lembar angket adalah sebagai berikut:

1) Menentukan jumlah indikator yang akan diamati untuk mengetahui respon guru dan

peserta didik yang terdiri dari 12 pernyataan.

2) Menentukan tipe atau bentuk angket respon yang berupa daftar check list dengan

jawaban setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.


37
3) Menyusun aspek yang telah ditentukan dalam lembar angket.

4) Mengkonsultasikan isi lembar angket yang telah tersusun kepada pembimbing.

3.4.4 Soal Tes Literasi Sains

Soal tes tulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur literasi

sains peserta didik yang bebertuk pilihan ganda (multiple choise) sebanyak 20 soal.

Soal tes ini diberikan pada akhir pembelajaran setelah peserta didik melakukan

praktikum menggunakan LKPD berbasis inkuiri terbimbing. Soal-soal yang digunakan

dalam penelitian ini telah divalidasi terlebih dahulu oleh dua orang ahli.

3.5 Analisis Instrumen

3.5.1 Tingkat Kesukaran Soal Tes

Soal tes yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar,

karena soal yang mudah tidak merangsang peserta didik dalam berpikir untuk

memecahkannya. Sedangkan soal yang sukar akan menyebabkan peserta didik putus

asa dan tidak memilki semangat untuk mencoba lagi karena diluar kemampuannya.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sudijono (2011), Butir-

butir item tes dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir

item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah dengan kata lain derajat

kesukaran item itu adalah sedang atau cukup. Kriteria suatu soal ada tiga yaitu mudah,

sedang dan sukar.

38
Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks

kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00.

(Arikunto, 2009).Tingkat kesukaran soal dihitung dengan menggunakan rumus:


= .................................................................................... (3.1)

Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya peserta didik yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh peserta didik mengikuti tes.

Mengenai bagaimana cara memberikan interprestasi terhadap angka indeks

kesukaran soal, dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Interprestasi Terhadap Angka Indek Kesukaran Soal

No Angka indeks kesukaran soal (IK) Interpretasi


1 0,00< P 0,30 Soal Sulit
2 0,30 < P 0,70 Soal Sedang
3 0,71 < P 1,00 Soal Mudah
(Sumber: Arikunto, 2009)

3.5.2 Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang berkemampuan rendah dengan siswa yang berkemampuan tinggi.

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut Indeks Diskriminasi (D).

Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah (Arikunto, 2013) :

39
B A BB
D PA PB
JA JB ............................................................................. (3.2)

Keterangan:

J : Jumlah peserta tes

JA : Banyaknya peserta kelompok atas

JB : Banyaknya peserta kelompok bawah

BA : Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar

BB : Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar

PA : Proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB : Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Kategori daya pembeda suatu tes adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal

Batasan Kategori

> 0,30 Diterima

0,10 0,29 Direvisi

< 0,10 Ditolak

(Surapranata, 2009)

40
Setelah instrumen penelitian berupa soal tes literasi sains di-judgement oleh

beberapa dosen ahli, selanjutnya soal literasi sains ini diuji coba. Hasil uji coba

instrumen yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis butir soal yang bertujuan

untuk mengetahui kelayakan instrumen yang digunakan dan untuk mendapatkan data

terkait butir soal yang digunakan.

3.5.3 Validitas Butir Soal

Menurut Sugiyono (2011), menyatakan bahwa validitas merupakan derajat

ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat

dilaporkan oleh peneliti. Suatu soal dapat dikatakan valid bila kedudukan soal sebagai

instrumen tes (alat ukur) sesuai dengan objek yang diukur. Sudijono (2011)

menyatakan bahwa butir soal dapat dikatakan telah memiliki validitas yang tinggi atau

dapat dinyatakan valid, jika skor-skor pada butir soal yang bersangkutan memiliki

kesesuaian atau kesejajaran arah dengan skor totalnya; atau dengan bahasa statistik:

Ada korelasi positif yang signifikan antara skor soal dengan skor totalnya. Oleh karena

itu untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi. Salah

satunya adalah kolerasi Product Moment (Sugiyono, 2009), yaitu:

()()
= ........................................................... .(3.3)
{ 2 ()2 } { 2 ()2 }

Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y, dua variabel yang
dikorelasikan
x = Skor item
y = Skor total
41
N = Jumlah peserta didik
Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.3

berikut ini:

Tabel 3.3. Pedoman Interpretasi Koefesien Korelasi

No Interval Koefesien Tingkat Hubungan


1 0,80 < rxy 1,000 Sangat Baik
2 0,60 < rxy 0,799 Baik
3 0,40 < rxy 0,599 Cukup
4 0,20 < rxy 0,399 Kurang
5 0,00 < rxy 0,199 Sangat Kurang
(Sumber: Sugiyono, 2009).

3.5.4 Reliabilitas Tes

Menurut Arikunto (2010), menyatakan bahwa setelah dilakukan validasi,

langkah selanjutnya yaitu melakukan uji reliabilitas. Selanjutnya, Fraenkel, dkk., 2012

menambahkan, reliabilitas adalah serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila

pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat evaluasi dalam

mengukur ketepatan peserta didik menjawab soal yang diujikan satu kali untuk soal

pilihan ganda, rumus uji reliabilitas adalah rumus Sperman-Brown (Arikunto, 2010),

yaitu:

2 1 1
22
11 = .................................................................................................. .(3.4)
(1+1 1 )
22

42
Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen


1 1
r = rxy yang disebutkan sebagai indek korelasi antara dua belahan instrumen
2 2

1 & 2 = Bilangan konstan


Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes dapat dilihat pada Tabel 3.4 sebagai

berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Reliabilitas

No Nilai Interpretasi
0,80 < R11 1,00 Sangat tinggi
0,60 < R11 0,80 Tinggi
0,40 < R11 0,60 Cukup
0,20 < R11 0,40 Rendah
0,00 < R11 0,20 Sangat rendah
(Sumber: Arikunto, 2010)

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Analisis Data Angket

Pengolahan data angket dilakukan dengan cara analisis kuantitatif, yaitu

dengan rumus menurut Sudijono (2008), yaitu:


P= 100% ............................................................................................... (3.5)

Keterangan:
P = angka persentase
F = jumlah frekuensi (jumlah peserta didik yang tuntas)
N= jumlah keseluruhan objek (jumlah seluruh peserta didik)

43
Kriteria persentase tanggapan peserta didik dapat dilihat pada Tabel 3.8

berikut:

Tabel 3.5. Pendeskripsian Tanggapan Peserta Didik

No Persentase (%) Kategori


1 0 10 Tidak Tertarik
2 11 40 Sedikit Tertarik
3 41 60 Cukup Tertarik
4 61 90 Tertarik
5 91 100 Sangat Tertarik
(Sumber: Sudijono, 2008)

44

Anda mungkin juga menyukai

  • SKB 1
    SKB 1
    Dokumen11 halaman
    SKB 1
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Translat ELM
    Translat ELM
    Dokumen10 halaman
    Translat ELM
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Pemikiran Politik Dan Konstitusional
    Pemikiran Politik Dan Konstitusional
    Dokumen9 halaman
    Pemikiran Politik Dan Konstitusional
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Translat ELM
    Translat ELM
    Dokumen10 halaman
    Translat ELM
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Zaman Modern
    Zaman Modern
    Dokumen4 halaman
    Zaman Modern
    Afwa Setiawan Jodi
    100% (1)
  • SKB 3
    SKB 3
    Dokumen9 halaman
    SKB 3
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Tabel KPS Kak Cha
    Tabel KPS Kak Cha
    Dokumen2 halaman
    Tabel KPS Kak Cha
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • SKB 2
    SKB 2
    Dokumen9 halaman
    SKB 2
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • SKB 2
    SKB 2
    Dokumen9 halaman
    SKB 2
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Tabel KPS Kak Cha
    Tabel KPS Kak Cha
    Dokumen2 halaman
    Tabel KPS Kak Cha
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • SKB 1
    SKB 1
    Dokumen11 halaman
    SKB 1
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Mengenang Sahabatku
    Mengenang Sahabatku
    Dokumen1 halaman
    Mengenang Sahabatku
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • SKB 3
    SKB 3
    Dokumen9 halaman
    SKB 3
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Kirem Loket
    Kirem Loket
    Dokumen1 halaman
    Kirem Loket
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Syarat Daftar Sekolah BIN
    Syarat Daftar Sekolah BIN
    Dokumen7 halaman
    Syarat Daftar Sekolah BIN
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • SUBLIMASI DAN ENTRAINER
    SUBLIMASI DAN ENTRAINER
    Dokumen2 halaman
    SUBLIMASI DAN ENTRAINER
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tabel Fix
    Daftar Tabel Fix
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tabel Fix
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Fix
    Kata Pengantar Fix
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Fix
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Essay Data Print
    Essay Data Print
    Dokumen1 halaman
    Essay Data Print
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Mengenang Sahabatku
    Mengenang Sahabatku
    Dokumen1 halaman
    Mengenang Sahabatku
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Perspektif Guru Tentang Pengawasan Dan Evaluasi
    Perspektif Guru Tentang Pengawasan Dan Evaluasi
    Dokumen10 halaman
    Perspektif Guru Tentang Pengawasan Dan Evaluasi
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan Fix
    Lembar Pengesahan Fix
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pengesahan Fix
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Lampiran Fix
    Daftar Lampiran Fix
    Dokumen1 halaman
    Daftar Lampiran Fix
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Tran 1
    Tran 1
    Dokumen20 halaman
    Tran 1
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Tran 3
    Tran 3
    Dokumen29 halaman
    Tran 3
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Peringkat Dan Capaian PISA Indonesia Mengalami Peningkatan
    Peringkat Dan Capaian PISA Indonesia Mengalami Peningkatan
    Dokumen6 halaman
    Peringkat Dan Capaian PISA Indonesia Mengalami Peningkatan
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Gambar Fix
    Daftar Gambar Fix
    Dokumen1 halaman
    Daftar Gambar Fix
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Fix
    Daftar Isi Fix
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Fix
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat
  • Tran 2
    Tran 2
    Dokumen8 halaman
    Tran 2
    Afwa Setiawan Jodi
    Belum ada peringkat