PENDAHULUAN
Diare akut adalah diare yang berlangsung 14 hari. Penyebab diare akut dapat
berupa infeksi ataupun noninfeksi. Secara patofisiologi, diare akut dapat dibagi
menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Berbagai patogen spesifik dapat
menimbulkan diare akut. Diare juga dapat terjadi pada pasien immunocompromised
dan pasien yang di rawat di rumah sakit. Untuk mendiagnosis diare akut diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Terapi
terpenting pada diare akut adalah rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan
larutan yang mengandung air, garam, dan gula. Terapi antimikrobial empiris hanya
diperlukan pada keadaan khusus.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2
Tabel 1. Penyebab penyakit diare
2.3 Epidemiologi
3
KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73
orang (CFR 1,64 %) dengan penyebab utama kematian akibat diare adalah tata
laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai berikut:
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik, 2) Sekresi cairan
dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3) Malabsorbsi asam empedu,
malabsorbsi lemak, 4) Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di
enterosit, 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6) Gangguan permeabilitas
usus, 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik, 8) Infeksi dinding usus
disebut diare infeksi.
4
Diare osmotik, diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/ zat kimia yang
hiperosmotik ( MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi
mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.
Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara
klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan
tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare
tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau
Escherichia coli, reseksi ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek obat
laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).
Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan
pada gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-penyakit saluran
bilier dan hati.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus,
pasca vagotomi, hipertiroid.
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi
air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri
Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn).
5
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.
Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak
mukosa), dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare
karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut, yang disebut diare
toksigenik. Contoh diare toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan
kuman Vibrio cholera merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus,
yang lalu membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus
dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan
kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme
pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium dapat dikompensasi oleh meningginya absorpi
ion natrium diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat dan klorida.
Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi
secara aktif oleh dinding sel usus.
2.6 Patogenesis
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare
akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna
yaitu keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora
usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa,
kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus
serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi bakteri / parasit terdiri
atas:
6
kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus,
sehingga meningkatkan kadar adenosine 3,5-siklik monofosfat (siklik AMP)
dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang
diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
7
menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S. enterriditis, S.
choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E. histolitika dan G.lambia.
Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang
adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik
atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Pasien yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah
kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
8
Tabel 4. Korelasi patogenesis dan gejala diare
9
Untuk mengidentifikasi penyebab diare diperlukan juga data tambahan
mengenai masa inkubasi, riwayat perjalanan sebelumnya, riwayat mengkonsumsi
makanan tertentu, risiko pekerjaan, penggunaan antibiotik dalam 2 bulan terakhir,
riwayat perawatan, binatang peliharaan, serta risiko terinfeksi HIV. Waktu
timbulnya gejala setelah paparan terhadap makanan yang dicurigai juga dapat
mengarahkan penyebab infeksi, seperti berikut ini:
1. Gejala yang timbul dalam waktu < 6 jam kemungkinan disebabkan oleh
toksin bakteri Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus.
2. Gejala yang timbul sesudah 6-24 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin
bakteri Clostridium perfringens atau Bacillus cereus.
3. Gejala yang timbul lebih dari 16-72 jam mengarahkan infeksi oleh virus,
terutama bila muntah merupakan gejala yang paling prominen; atau
kontaminasi bakterial dari makanan oleh enterotoxigenic/enterohemorrhagic
E. coli, Norovirus, Vibrio, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Giardia, Cyclospora, atau Cryptosporidium.
Berbagai patogen spesifik dapat menimbulkan diare akut. Berikut ini akan
dibahas secara garis besar :
10
penyebab tersering ke-2 dari diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar
27,3%. Dari keseluruhan Shigella spp tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri;
15,0% adalah S. sonnei; dan 2,2% merupakan S. dysenteriae. Hanya dibutuhkan 10
kuman untuk menginisiasi timbulnya penyakit ini dan penyebaran dari orang ke
orang amat mudah terjadi. Infeksi S. sonnei adalah yang teringan. Paling sering
terjadi di negara-negara industri. Infeksi S. flexneri akan menimbulkan gejala
disentri dan diare persisten. Paling sering terjadi di negara-negara berkembang. S.
dysenteriae tipe 1 (Sd1) menghasilkan toksin Shiga, sehingga dapat menimbulkan
epidemi diare berdarah (bloody diarrhea) dengan case fatality rate yang tinggi di
Asia, Afrika, dan Amerika Tengah. Infeksi Shigella dapat menimbulkan komplikasi
hemolytic-uremic syndrome (HUS) dan thrombotic thrombocytopenic purpura
(TTP).
11
biasanya disertai demam. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dapat menimbulkan
bloody diarrhea, dan Enteroaggregative E. coli (EAggEC) dapat menimbulkan
diare persisten pada pasien dengan human immunodeficiency virus (HIV).
Parasit. Berbagai spesies protozoa dan cacing dapat menimbulkan diare akut.
Di negara-negara maju, parasit jarang menjadi penyebab diare akut, kecuali pada
wisatawan. Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica,
dan Cyclospora cayetanensis paling sering menimbulkan diare akut pada anak-
anak.
12
Diare pada pasien immunocompromise. Individu dengan penyakit
immunocompromise, seperti limfoma, transplantasi sumsum tulang, atau infeksi
HIV berisiko lebih tinggi untuk mengalami infeksi yang disebabkan oleh patogen
usus dibandingkan individu sehat. Diare dilaporkan terjadi pada 60% dari pasien
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) di negara-negara industri
dan 95% pasien AIDS di negara-negara berkembang. Patogen yang paling sering
dijumpai adalah Cryptosporidium parvum, Isospora belli, Cyclospora,
Microsporidium, Salmonella enteritidis, Campylobacter, Shigella spp,
Mycobacterium avium complex, Cytomegalovirus, Herpes simplex, dan
Adenovirus. Prevalensi diare akibat berbagai patogen tersebut pada pasien AIDS
dilaporkan terus menurun dengan semakin luasnya pemberian terapi antiretroviral,
walaupun diare masih sering dijumpai pada kelompok pasien tersebut.
Infeksi oleh Cryptosporidium tampil sebagai penyakit diare dengan dehidrasi berat,
namun dapat sembuh sendiri pada pasien dengan hitung CD4 >150 sel/mm3 sama
seperti pada individu dengan fungsi imun yang normal. Sebaliknya, pada pasien
HIV dengan fungsi imun yang lebih buruk terjadi penyakit yang lebih berat dan
tidak dapat mengalami remisi. Cyclospora dan Microsporidium merupakan patogen
usus kecil. Gambaran klinis diare yang disebabkan oleh Cyclospora khas dengan
lamanya yang rerata >3 minggu, disertai rasa letih dan lemah yang kuat. Dehidrasi
pada diare akibat infeksi Microsporidium biasanya lebih ringan dibandingkan pada
diare yang disebabkan oleh Cryptosporidium. Gejala inflamasi, seperti perut
kembung, kram, dan banyak flatus biasa dijumpai. Microsporidium jarang
menyebabkan diare pada pejamu yang immunocompetent.
13
difficile. Organisme ini juga menjadi penyebab dari 20% diare tanpa kolitis akibat
pemakaian antibiotik. Kolitis pseudomembranosa berkisar dari diare ringan-sedang
hingga kolitis berat. Sebenarnya semua antibiotik telah dihubungkan dengan infeksi
C. difficile, akan tetapi penyebab tersering adalah golongan penisilin berspektrum
luas, cephalosporin, dan clindamycin. Sebagian besar pasien mengalami gejala
selagi masih memakai antibiotik, tetapi diare dapat juga baru timbul 1-3 minggu
sesudah antibiotik dihentikan. Infeksi C. difficile juga dapat timbul pada pasien-
pasien yang mendapat kemoterapi.
Tabel 3. Gejala klinis diare berdasarkan sumber infeksi (Source: WHO guideline
practice guidelines)
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi
diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
14
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang
atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi
yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak
ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis,
kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang
( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan,
temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata,
serta mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi
volume ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi
postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan
lembab. Pemeriksaan abdomen merupakan sesuatu yang sangat penting pada kasus
diare. Kualitas bising usus dan ada tidaknya distensi abdomen serta nyeri tekan
dapat membantu klinisi dalam menentukan etiologi. Tanda-tanda peritonitis juga
perlu dicari karena merupakan petunjuk adanya infeksi oleh patogen enterik invasif.
15
Pasien dengan kecurigaan infeksi virus biasanya akan memperlihatkan
jumlam dan hitung leukosit yang normal atau limfositosis. Pada infeksi bakteri,
terutama pada infeksi bakteri yang ivasif ke mukosa akan memperlihatkan
leukosistosis dengan tingakat blast yang lebih tinggi. Neutropenia dapat timbul
pada infeksi salmonella.
16
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Pencegahan
Menurut dinas kesehatan tahun 2004, terdapat 3 cara yang dapat dilakukan
untuk mencegah diare trutama pada anak yaitu:
1. Minumlah air yang direbus hingga mendidih dan makanan yang sudah
dimasak hingga matang.
2. Susuilah atau beri ASI anak anda selama mungkin, disamping makanan
lainnya yang dapat diberikan sesuai dengan umur si kecil agar jika anak
sudah besar memiliki daya taha tubuh yang kuat.
3. Tetaplah memberikan ASI walaupun anak anda menderita diare.
Selain hal di atas, menyediakan sanitas dasar yang sehat seperti air bersih,
jamban yang representatif, mencuci tangan dengan sabun antiseptik akan
mengurangi insiden penyakit diare.
2.8.2 Rehidrasi
Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan
hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi Oral
(URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau
mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO
dapat menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut. Oralit
dengan osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala muntah,
BAB yang cair serta menurunkan kebutuhan pasien akan pemberian cairan secara
intravena dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO juga
direkomendasikan sebagai cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan kolera.
Dalam memberikan URO pada pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat dehidrasi
pasien. Prinsip dalam menentukan jumlah cairan harus disesuaikan dengan jumlah
17
cairan yang keluar dari tubuh. Terdapat beberapa macam perhitungan kehilangan
cairan, diantaranya:
1. BJ plasma dengan rumus :
Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena.
Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara
intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian
18
URO secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan rehidrasi
terbagi atas:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan
cairan selama 2 jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau skor
Daldiyono < 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan IWL.
2.8.3 Diet
Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak,
penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang
dapat digunakan diantaranya:
19
Antisekretory. Bistmuth subsalicylate bisa menurunkan pengeluaran BAB
pada anak atau gejala seperti diare, mual dan nyeri abdomen diare pada traveler.
Bistmuth subsalisilat 30 ml atau 2 tablet tiap 30 menit sebanyak 8 dosis bermanfaat
pada beberapa pasien.
2.8.5 Antibiotika
Kebanyakan pasien memiliki gejala penyakit yang ringan, self limited disease
karena virus atau bakteri noninvasif, sehingga pengobatan empiris tidak dianjurkan
pada semua pasien diare. Pengobatan empiric diindikasikan pada pasien-pasien
yang diduga mengalami infeksi bakteri invasive (feses berdarah/mucoid, terdapat
darah samar atauleukosit pada feses), diare turis (travelers diarrhea) atau
imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon (siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama
20
5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri pathogen invarsif termasuk Campylobacter,
Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternative yaitu
kotrimoksazol (trimetropin/sulfametoksazol), 160/800 mg/hari, atau erotromisin
250-500 mg 4 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis,
tetracyclin (doksisiklin 2 x 100 mg) pada kecurigaan kolera, serta pada amebiasis
dapat digunakan tetraciclin atau metronidazole.
21
Tabel 4. Penggunaan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber:
PAPDI
22
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
BAB cair
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diperiksa di Ruang Canigara RS Balimed dengan keluhan
mencret sejak 1 hari yang lalu (23/11/2014) sekitar pukul 10.00 wita sebanyak
+ 5 kali/hari. BAB dikatakan berwarna kuning, konsistensi cair, ampas (+)
sedikit, lendir (+), dan darah (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang
hilang timbul dikatakan seperti melilit terutama saat akan BAB. Pasien juga
mengeluhkan mual sejak 1 hari yang lalu + pukul 17.00 wita disertai muntah
sebanyak 3 kali dengan volume 30 50 cc tiap muntah, isi sisa makanan dan
air, tanpa darah maupun lendir. Selain itu pasien juga dikatakan demam sejak
pukul 07.00 wita (24/11/2014) namun tidak dilakukan pengukuran suhu
tubuh. Makan dan minum dikatakan berkurang karena pasien mual, dan sejak
pukul 07.00 wita (24/11/2014) pasien tidak makan apapun namun minum
23
dikatakan hanya sedikit karena takut muntah. BAK dikatakan sedikit dan
terakhir pukul sekitar pukul 11.00 wita.
Saat di ruangan Canigara RS Balimed, pasien mengatakan badannya
lemas, mual sudah berkurang, muntah (-), BAB (+) 1 kali dikatakan masih
cair, minum baik namun makan hanya sedikit.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak ada mengkonsumsi obat sebelumnya. Pasien mengatakan
dirinya tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makanan
tertentu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan dirinya memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun
yang lalu namun hanya minum obat (pasien lupa nama obat) 2x1 saat nyeri
kepala dan berhenti saat obat tersebut habis. Saat ini pasien tidak sedang
mengkonsumsi obat tersebut. Riwayat DM dan penyakit kronis disangkal.
Riwayat operasi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien diketahui bahwa ayah pasien pernah menderita
hipertensi selama 10 tahun kemudian meniggal. Riwayat penyakit jantung,
penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes dan asma pada keluarga disangkal oleh
keluarga pasien.
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya
membersihkan rumah dan membuat banten untuk upacara keagamaan. Pasien
mengatakan dirinya jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Makanan di rumah biasanya dimasak sendiri dan untuk minum menggunakan
air mineral dalam kemasan galon. Riwayat makan makanan pedas maupun
berminyak disangkal.
24
Tekanan darah : 100/60 mmHg pasien sempat didapatkan TD 150/80 saat
di UGD
Nadi : 90 kali/menit, regular, isi cukup
Pernapasan : 20 kali/menit, tipe torakoabdominal
Suhu aksila : 37,7 oC, pada saat di UGD suhu tubuh pasien 38,4C
Nyeri : 4-5, Reg. epigatrium dan umbilikal
Berat badan : 55 Kg
Tinggi badan : 155 Cm
BMI : 22,89 Kg/m2
Status General
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterus (-/-), reflex
pupil (+/+) isokor, mata cowong (+)
THT :
Telinga : bentuk normal (+/+), inflamasi (-/-), discharge (-/-)
Hidung : bentuk normal, discharge (-/-), deviasi septum (-)
Tenggorokan : mukosa bibir kering (+),atropi papil lidah (-),
tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-)
Leher : JVP PR + 0 cmH2O, pembesaran kelenjar getah
bening (-/-)
Aksila : pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thoraks :
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba 2 jari MCL S ICS VI
Perkusi : batas atas MCL S ICS II, batas kanan PSL D, batas
bawah MCL S ICS V, batas kiri 2 jari MCL S ICS
VI
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
25
Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus N N
N N
N N
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), denyut epigastrial (-)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Palpasi : nyeri tekan (+) epigastrium dan umbilikal, hepar &
lien tidak teraba, ginjal kanan & kiri tidak teraba,
vesika urinaria kosong, turgor kulit agak kurang
Perkusi : timpani (+), shifting dullnes (-), undulating wave
(-)
+ + - -
+ + - -
26
3.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Darah Lengkap (24 November 2014)
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks
3
WBC 8,99 10 L 4,80 - 10,80
% Neut 88,5 % 37,00 - 72,00
% Lymph 5,6 % 20,00 - 50,00
% Mono 5,8 % 0,00 - 14,00
% Eos 0,0 % 0,00 - 5,00
% Baso 0,1 % 0,00 - 1,00
3
# Neut 7,96 10 L 1,50 - 7,00
3
# Lymph 0,50 10 L 1,00 - 3,70 Rendah
3
# Mono 0,52 10 L 0,00 - 0,70
3
# Eos 0,00 10 L 0,00 0,40
3
# Baso 0,01 10 L 0,00 - 0,10
6
RBC 4,65 10 L 4,40 - 5,90
Hemoglobin 12,30 g/dL 11,70 - 15,50
Hematokrit 36,90 % 35,00 47,00
MCV 79,4 fL 80,00 - 100,00
MCH 26,5 Pg 26,00 - 34,00
MCHC 33,3 g/dL 31,00 - 36,00
RDW-SD 39,6 fL 37,0 54,0
RDW-CV 14,1 % 11,00 - 16,00
3
PLT 175 10 L 150,00 - 450,00
MPV 12,2 fL 9,00 - 13,00
PCT 0,21 % 0,17 0,35
PDW 16,9 fL 9,0 17,0
Kesan : Normal
27
Pemeriksaan Hasil Normal
MAKROSKOPIS
Warna Coklat Coklat muda -
coklat
Bau Khas Khas
Konsistensi Cair Agak lunak dan
berbentuk
Lendir Positif (+) Negatif
Darah Neg Negatif
MIKROSKOPIS
Leukosit 4-6/lpb Negatif
Eritrosit 0-2/lpb Negatif
Epitel Normal Normal
Lemak 3-5/lpb 2-7
Sisa Makanan
Serat Daging Negatif Negatif
Serat Tumbuhan 0-2/lpb 0-4
Amoeba
Tropozoit Negatif Negatif
Kista E. coli (+) Negatif
Parasit & Telur Cacing
- Ascaris Negatif Negatif
- Tricuris trichura Negatif Negatif
- Enterobius vermicularis Negatif Negatif
- Ancylostoma Negatif Negatif
Bakteri Positif 2 (++) Negatif
Sel Ragi Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Lain-lain Negatif
b. Radiologi
Thorax PA (24 November 2014)
28
Corakan bronkovaskularparu kesan agak kasar
Tidak tampak sarang-sarang spesifikaktif kedua paru
Cor: membesar dengan CTR : 13/22,5= 0,57
Diaphragma dan sinus costophrenicus kesan baik
Tulang tulang costa, kesan intak, fraktur (-)
Soft tissue kesan normal
Kesan : Cardiomegali
Tidak tampak proses spesifik aktif kedua paru
29
Irama : sinus
Rate : 100 kali/menit
Axis : normal
Gelombang P : positif
Kompleks QRS : < 0,12 s
Gelombang ST : T inversi pada lead I, AvL, V5 dan V6
R di V5/6 + S di V1 > 35
Kesan : LVH
3.5 Assesment
Diagnosis Utama :
1. Gastroenteritis akut ec bakterial infection
Diagnosis Komplikasi :
1. dehidrasi ringan sedang dengan hipokalemia ringan dan
hiponatremia
Diagnosis Penyerta :
1. HHD
3.6 Penatalaksanaan
Rencana Terapi
MRS
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
Interdoxin 2 x 100 mg
Lacidofil 3 x 1
Ondancentron 2 x 4 mg
Sumagesic 3 x 500 mg
30