Skripsi
Diajukan dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th. I)
Oleh:
Hairus Saleh
109033100052
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Hairus Saleh
ii
FILSAFAT MANUSIA
Antara Abdurrahman Wahid dan Murtadl Muthahhar
Skripsi
Diajukan dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan
untuk Memeroleh Gelar Sarjana Theologi Islam
Oleh
Hairus Saleh
NIM: 109033100052
Di Bawah Bimbingan
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Juli 2014. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam
Sidang Munaqasyah
Anggota,
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
= a = f
= b = q
= t = k
= ts = l
= j = m
= = n
= kh = w
= d = h
= dz =
= r = y
= z
= s Untuk Madd dan Diftong
= sy =
= sh =
= dl =
= th = aw
= zh = ay
=
= gh
v
ABSTRAK
Hairus Saleh
Filsafat Manusia (Studi Komparatif antara Pemikiran Abdurrahman Wahid dan
Murtadl Muthahhar)
vi
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang amat sangat mendalam, penulis serahkan jiwa dan raga ini
kepada Allah SWT. atas segala rahmat dan kuasa-Nya yang diberikan kepada
penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
Pada dasarnya, penulisan skripsi ini merupakan suatu respon atas konflik
tajam antara pengikut sunni dan syiah di Sampang Madura yang kemudian
terhadap teks-teks agama. Oleh karena itu penulis begitu tertarik untuk
pemikiran kedua tokoh tersebut difokuskan pada pembahasan tentang filsafat manusia.
Tentunya, proses penulisan skripsi ini melibatkan banyak kalangan, untuk itu saya
merasa perlu menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
jajarannya.
2. Dr. Edwin Syarif, MA. (Ketua Jurusan Aqidah Filsafat dan juga sebagai
vii
dengan baik. Dra. Tien Rohmatin, MA (Sekretaris Jurusan Aqidah Filsafat),
yang baik hati dan ramah, terima kasih atas nasihat dan bantuannya, akhirnya
3. Tak akan lupa dan tak akan pernah terlupakan oleh penulis, menghaturkan
penulis Ayahanda Abd. Munim Siraj dan Ibunda Hamidah, yang tak henti-
hentinya memberikan doa demi lancarnya studi dan penulisan skripsi ini.
Juga kepada kakak-kakakku, Siti Maryamah, Siti Hafsoh dan Siti Hasanah
menyelesaikan skripsi.
dan birokrasi.
Fitri M, Ali Humaini, Dwi Astrianingsih dan teman-teman yang lain yang tak
Hairus Saleh
viii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Batasan Masalah ...................................................................................... 6
C. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
D. Metode Penelitian ..................................................................................... 6
E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................................ 8
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................... 9
G. Sistematika Pembahasan ....................................................................... 10
ix
BAB IV KOMPARASI PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID DAN
MURTADL MUTHAHHAR TENTANG FILSAFAT MANUSIA
A. Pandangan mengenai Ayat-ayat tentang Manusia ............................. 57
B. Pandangan tentang Manusia secara Utuh ........................................... 61
1. Manusia yang Hakiki ........................................................................ 61
2. Dimensi-dimensi Manusia ................................................................. 65
3. Tentang Kebebasan Manusia ........................................................... 69
C. Refleksi Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Murtadl Muthahhar
................................................................................................................... 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 81
B. Saran-saran ............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 83
x
BAB I
PENDAHULUAN
definisi Plato dalam Pengantar Filsafat bahwa filsafat ialah ilmu yang berupaya
untuk memahami hakikat realitas ada dengan mengandalkan akal budi. 1 Karena
filsafat mencoba memahi segala realitas yang ada, sehingga objeknya melingkupi
manusia secara mendalam, baik dari unsur dan fungsi hidupnya. Jika dikaitkan
dengan suatu tokoh, itu berarti mengacu pada pemikiran tokoh tersebut mengenai
manusia itu sendiri secara mendalam. Maka dari itu, kajian menganai filsafat
kecil yang merupakan bagian dari alam besar yang ada di atas alam. Ia adalah
menyusui, akan tetapi juga merupakan makhluk yang dapat mengetahui dan
maupun batin.2
1
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2010), Cet. Ke-14, h. 15.
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1987), Cet. Ke-1, h. 291.
1
2
insn dan ns. Istilah basyar mempunyai arti bahwa manusia merupakan makhluk
yang terdiri dari karakteristik fisiologis, biologis dan psikologis.3 Istilah insn
totalitasnya, yaitu jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan
yang lain akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan.4 Maka aspek jiwa dan
raga inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang memang benar-benar
manusia yang akan dibahas dalam kajian ilmiah ini. Dalam membahas tentang
manusia (insn dalam bahasa al-Quran), para tokoh Islam mempunyai beragam
merupakan unsur pokok dalam hidupnya. Unsur pokok tersebut yang menjadikan
manusia memiliki potensi untuk meneladani sifat-sifat Tuhan.6 Dengan usaha ini,
3
Charles Kurzman, Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu
Glogal, terj. Bahrul Ulum dan Heri Junaidi (Jakarta: Paramadina, 2003), h. 300.
4
M. Qurash Shihab, Wawasan al-Quran (Bandung: Mizan 1997), h. 278.
5
Bahruddin, Paradigma Psikologi Islam: Studi tentang Elemen Psikologi dari al-Quran
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 76.
6
Abdul Karm Ibnu al-Jl, Insn Kmil: Ikhtisar Memahami Kesejatian Manusia dengan
Sang Khliq hingga Akhir Zaman, terj. Misbah el-Majid (Surabaya: Pustaka Hikma Perdana, 2006), h.
319.
3
Keintiman antara manusia dan Tuhan merupakan titik akhir dari pengembaraan
pernah mencapai realitasnya, karena antara manusia dan Tuhan selalu terdapat
berada dalam proses menuju realitasnya.7 Jadi meskipun dengan segala unsur-
unsur individunya ia berpotensi untuk mencapai taraf yang lebih tinggi dari
7
Al Syariat, Tugas Cendikiawan Muslim, terj. Muhammad Faishol Hasanuddin (Jakarta:
YAPI, 1990), h. 68-69.
8
Al, Tugas Cendikiawan Muslim, h. 64.
4
keilmuan.10
Latar belakang dari penulisan skripsi ini adalah berawal dari konflik Sunni
dan Syiah yang terjadi di Sampang pada 26 Agustus 2012. Berdasarkan MUI Jawa
Timur konflik tersebut lahir karena perbedaan aliran, yaitu Sunni dan Syiah.
masyarakat itu bergerak atas nama membela Islam dari kesesatan Syiah.
dianggap sesat antara lain ialah anggapan Syiah yang memposisikan Imam seperti
nabi, anggapan Syiah tentang selainnya adalah pelacur, menghalalkan darah Sunni,
9
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi
Kebudayaan (Jakarta: The Wahid Institute, 2007), Cet. Ke-1, h. 30.
10
Murtadl Muthahhar, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama, terj. Haidar
Bagir (Bandung: Mizan, 1992), Cet. Ke-6, h. 30.
5
melecehkan Nabi dan Ummul Muminin dan lainnya.11 Ajaran-ajaran ini yang
membakar jiwa jihat Sunni Sampang, sehingga mereka menganggap ajaran Syiah
sebagai ajaran yang bertentangan dengan Islam. Mereka menjadi tak lagi mampu
hadis.
Dari faktor inilah, penulis terpanggil untuk mencari titik persamaan dari
kedua tokoh tersebut hidup di masa yang sangat dekat, umurnya hanya selisih 20
yang cukup besar di Sunni dan Syiah dan bahkan di dunia pemikiran. Kemudian,
Islam, tetapi juga membaca dan mengkaji secara mendalam buku-buku karya
filosof barat.
menarik ketika pemikiran keduanya tersebut dibahas untuk kemudian mencari titik
temu yang tepat sekaligus perbedaannya dalam suatu kajian komparasi. Maka
untuk mencapai hal itu, penulis mengangkat tema tersebut dalam sebuah penelitian
11
MUI Jawa Timur, Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Jawa Timur, No.
Kep-01/SKF-MUI/JTM/I2012, Tentang kesesatan ajaran Syiah.
6
B. Batasan Masalah
kebebasan manusia.
istilah filsafat manusia itu sendiri ialah kajian yang mendalam mengenai hakikat
manusia itu sendiri. Pengertian mengenai filsafat sebagai kajian yang mendalam
diambil dari buku Kamus Filsafat yang ditulis oleh Loren Bagus. Tepatnya, ia
C. Rumusan Masalah
D. Metode Penelitian
12
Loren Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2005), Cet. Ke-4, h. 242.
7
Islamku, Islam Anda dan Islam Kita, Prisma Pemikiran Gus Dur dan lain-lain.
dijadikan kajian utama ialah Insn Kmil, yang diterjemahkan oleh Abdillh
mid Baabud menjadi Manusia Seutuhnya, Man and Universe, Bedah Tuntas
Fitrah, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama karya Murtadl yang
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Thesis, dan Disertasi), Jakarta, Ceqda,
Paramadina.
8
E. Tinjauan Kepustakaan
Abdurrahman Wahid dan Murtadl Muthahhar, tetapi tidak satu pun dari
Pertama, skripsi yang berjudul Kebebasan Manusia dalam Persepektif John Stuart
Mill dan Murtadl Muthahhar (Sebuah Studi Komparasi) yang ditulis oleh Yuli
Astuti pada tahun 2001. Yuli memfokuskan pada kebebasan manusia yang
Murtadl Muthahhar yang merupakan skripsi Izkar Sobah pada tahun 2006.
Skripsi ini difokuskan pada keadilan Tuhan dan kejahatan yang tidak membuatnya
untuk tidak adil. Ketiga Konsep Fitrah Murtadl Muthahhar yang ditulis oleh
Muniroh pada tahun 2008. Dalam skripsi ini ia membahas fitrah yang berkaitan
bersifat fitrah.
ditulis oleh Muslim pada tahun 2011. Skripsi ini difokuskan pada filsafat sejarah
9
Reformasi yang ditulis oleh asep hikmatillah tahun 2006. Penelitian ini membahas
Negara yang ditulis oleh Warno pada tahun 2009. Skipsi ini mengaji tentang
hubungan antara agama dan negara. Hal ini dilakukan untuk menemukan makna
Pancasila dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari
banyak suku, ras, agama serta budaya. Dan Demokrasi dalam Pandangan
Abdurrahman Wahid yang ditulis oleh Ato Sugiarto pada tahun 2010. Skipsi ini
Sunni dan Murtadl Muthahhar sebagai tokoh berpengaruh Syiah tentang filsafat
manusia.
10
akademis. Kegunaan praktis dari penelitian ini yaitu: Pertama, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan solusi terhadap pertikaian antara aliran Sunni dan
yang dengan hal itu kedua aliran tersebut dapat hidup berdampingan dengan
ialah penelitian ini berguna untuk memperkaya khazanah intelektual Islam dan
Indonesia.
G. Sistematika Penulisan
Murtadl Muthahhar. Dalam bab ini penulis akan membahas biografinya yang
perlu diangkat dalam penelitian ini. Di dalam biografi tersebut, terdapat sub
pembahasan yang terdiri dari riwayat hidup dan kedudukan kedua tokoh tersebut
aspek kemanusiaan itu perlu dilindungi. Tetapi tidak hanya itu, hal-hal yang
berkaitan dengan konsep manusia akan penulis ungkapkan dalam bab ini.
Bab III akan dijelaskan tentang pemikiran kedua tokoh yang penulis
bahas mengenai filsafat manusia. Filsafat manusia tersebut terdiri dari kajian
mengenai filsafat manusia beserta analisis terhadap pemikiran kedua tokoh tentang
filsafat manusia. Sedangkan Bab V adalah penutup yang meliputi kesimpulan dan
saran-saran.
BAB II
BIOGRAFI
ABDURRAHMAN WAHID DAN MURTADL MUTHAHHAR
A. Abdurrahman Wahid
1. Riwayat Hidup
Indonesia. Abdurrahman Wahid dikenal juga dengan nama Gus Dur. Gus
adalah panggilan kehormatan untuk putra dari keluarga Kiai. Gus itu sendiri
adalah kependekan dari kata bagus. Di Madura, gus (bagus) dikenal dengan
istilah lora. Dia adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan priyai
ibunya, Nyai Sholehah, adalah putri dari tokoh besar NU dan juga seorang Kiai
12
Tim Institute of Culture and Religion Studies (INCRES), Beyond the Symbols: Jejak
Antropologis Pemikiran dan Gerakan Gus Dur (Bandung: INCRES, 2000), Cet. Ke-1, h. 4.
12
13
kelahiran Gus Dur berdasarkan pada penanggalan Islam, yaitu 4 Syaban yang
Tetapi Greg Barton dan Tim Institut of Culture and Religion Studies
(INCRES) sepakat bahwa Gus Dur adalah keturunan dari Lembu Peteng (raja
Brawijaya VI) melalui Jaka Tingkir (putera Lembu Peteng), pangeran Bawana
(putera Jaka Tingkir).14 Jaka tingkir adalah tokoh yang pertamakali dianggap
sebagai orang yang memperkenalkan Islam di daerah pantai timur laut pulau
Sejak belajar bersama kakeknya, Gus Dur memang sudah terbiasa hidup
SMEP Yogyakarta. Di samping itu ia juga belajar ilmu agama kepada Kiai
pengasuh pondok pesantren seperti KH. Maksum Ali, KH. Fatah, KH. Masduki
hal, terutama dalam hal pluralitas dan toleransi. Karena Gus Dur adalah orang
lainnya. Sejak kecil ia sudah terbiasa berbaur dengan berbagai golongan dan
ia juga menyuguhkan musik klasik ala Eropa.19 Inilah modal awal Gus Dur
Dari aspek intelektual, Gus Dur juga merupakan sosok yang mempunyai
surat kabar, novel, filsafat, dokumen sejarah manca negara, cerita silat hingga
fiksi sastra.20 Hal itu didukung oleh anjuran ayahnya untuk membaca buku apa
saja yang disukai dan kemudian secara terbuka membicarakan ide-ide yang
mereka temukan.21
18
Greg, Biografi Gus Dur, h. 35.
19
Tim INCRES, Beyond the Symbols, h. 6.
20
Tim INCRES, Beyond the Symbols, h. 7.
21
Greg, Biografi Gus Dur, h. 40.
15
Maka dari itu, menjadi sangat wajar jika dalam usia 15 tahun saja ia
sudah membaca buku-buku berat seperti Das Kapital karya Karl Marx, buku-
lainnya.23 Tetapi yang tidak kalah bahwa ia juga belajar dengan tekun tentang
22
INCRES, Beyond the Symbols, h. 9.
23
Greg Barton, Liberalisme: Dasar-dasar Progresivitas Pemikiran Abdurrahman Wahid
dalam Greg Barton dan Greg Fealy (ed), Tradisionalisme Radikal: Persinggungan Nahdlatul Ulama-
Negara, terj. Ahmad Suaedy dkk (Yogyakarta: LKiS, 1997), h. 170.
24
Ibid, h. 168.
25
Budi Hadrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia Pengusung Ide Sekulerisme, Pluralisme,
dan Liberalisme Agama (Jakarta: Hujjah Press, 2007), h. 18.
16
Islam tradisional dan menghormati kebudayaan lokal. Hal itu yang menjadikan
Gus Dur tidak terbatasi oleh ideologi, sehingga ia mempunyai ruang yang lebih
presiden, ia tetap tidak gengsi untuk terus belajar pada orang-orang yang
dianggap lebih hebat darinya. Orang yang dijadikannya guru selain guru di
pesantren ialah Presiden Kim Dae Jung yang merupakan Presiden Seoul dan
Sulakhshi Bharaksa dari Thailand. Keduanya ialah guru Gus Dur yang masih
Ialah Sun Yat Sen, Jose Rizal, Jawaharal Nehru, Mahatma Gandhi dan
Soekarno.27
Tempo, Jurnah Prisma, Kompas dan Pelita.28 Kemudian dia mendirikan Forum
Diskriminasi (Gandi).
Gus Dur juga pernah menjadi salah seorang presiden pada Konfrensi
juga pernah menjadi anggota Pembina Simon Pereze untuk Perdamaian yang
26
Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Yogyakarta: al-Ruzz, 2004), h. 71.
27
Tim INReS, Beyond the Symbols, h. 22.
28
Ibid, h. 19.
17
Bermarkas di Tel Aviv, Israel dan menjadi dewan penasehat pada Internasional
satunya ialah penghargaan Nobel Asia yang disebut Hadiah Ramon Magsaysay
bahwa Gus Dur adalah orang yang sepanjang hidupnya berjuang untuk
kemanusiaan.31
2. Karya-Karya
Gus Dur memang terkenal sebagai akademisi yang produktif dalam tulis
dimuat di Tempo dari tahun 1970-an sampai 1990-an. Dalam buku ini, Gus Dur
29
Ahmad, Biografi Kiai Politik Abdurrahman Wahid, h. 37.
30
Mujamil Qamar, NU Liberal dari Tradisionalisme ke Universalisme Islam (Bandung:
Mizan, 2002), h. 167.
31
Yenny Zannuba Wahid, Gus Dur: Seorang Pejuang Kemanusiaan, Rumadi (ed), Damai
Bersama Gus Dur (Jakarta: Kompas, 2010), h. xix.
18
Prisma Pemikiran Gus Dur merupakan kumpulan tulisan Gus Dur yang
dimuat di jurnal Prisma yang dicetak dalam bentuk buku. Spektrum yang
dianggap aktual sejak 1980-an hingga 1990-an. Selain itu, buku ini berisi
kumpulan tulisan-tulisan Gus Dur yang telah berserakan di media lokal maupun
nasional. Dalam buku itu, ia menjelaskan tentang Islam yang multi wajah,
wajah manusiawi. Islam, dalam buku tersebut, adalah agama yang tampil sejuk,
pluralis, serta demokratis. Agama Islam menjadi agama yang melindungi umat
manusia, bukan agama yang menebar ketakutan kepada umat agama lain.
kebudayaan. Karena kebudayaan merupakan seni hidup (the art of living) atau
kehidupan sosial manusiawi (human social life) yang terbangun dari interaksi
Karya Gus Dur yang berjudul Kiai Nyentrik: Membela Pemerintah ini
dikumpulkan dari kolom-kolom yang dia tulis di majalah Tempo era 1970-an
dan 1980-an. Esai-esai ini bertutur tentang rasionalitas yang penuh warna, yang
berlangsung.
kumpulan essai Gus Dur tentang pesantren, yang mengambil format hubungan
pengertian antara pihak luar dan pihak dalam pesantren. Tawaran pembaruan
Buku selanjutnya ialah Islamku, Islam Anda, Islam Kita. Dalam buku ini
Gus Dur menjelaskan tentang apa yang ia lihat mengenai kejayaan Islam yang
Dalam hal ini, ia menulak konsep mengenai negara Islam. Karena menurutnya
Islam merupakan jalan hidup yang tak memiliki konsep jelas tentang negara.
20
yang cukup tinggi dan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
pemikiran Islam pada masa itu dan sesudahnya. Hal ini tidak mengherankan,
karena kapasitas keilmuan Gus Dur yang tidak diragukan lagi kehebatannya,
baik mengenai keilmuan agama maupun keilmuan lain. Tidak hanya itu, yang
Islam Indonesia ialah posisinya sebagai cucu dari pemimpin besar kelompok
Hal yang tidak dapat dilupakan ialah Gus Dur merupakan bagian dari
32
Tim INCReS, Beyond the Symbols, h. 55.
33
Greg, Biografi Gus Dur, h. 134.
21
Gus Dur dikenal dengan seorang pemikir Islam yang sangat bijak.
masyarakat lain.
dengan Socrates, keagungan Gus Dur dalam ranah akademis sudah sewajarnya
Bapak Humanis Islam adalah sebutan yang tidak berlebihan untuk Gus
Tak pernah ada rasa ragu dan takut dalam memperjuangkan Hak Asasi
34
Abdurrahman Wahid, Pemikiran Islam yang Brilian, dalam Badiatul Rozikin, dkk, 101
Jejak Tokoh Islam Indonesia (Yogyakarta: E-Nusantara, 2009), h. 38.
35
M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur (Yogjakarta: LKiS, 2010), h. 126.
36
Abdurrahman Wahid, Tuhan tidak Perlu Dibela, h. 92.
37
M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesarans Gus Dur, h. 22.
22
terus menghantui kaum muda untuk berpikir kritis, Gus Dur tampil sebagai
pahlawan yang cukup gagah dan sukses dalam mendorong dan memupuk
tumbuhnya intelektual umat Islam Indonesia. Dialah, Gus Dur yang melahirkan
dan menumbuh suburkan kultur kaum muda NU. Kaum muda yang melahirkan
Djohan Efendi juga memberikan penilaian yang sama mengenai hal ini,
bahwa era kepemimpinan Gus Dur di organisasi Islam terbesar dunia itu telah
melahirkan banyak intelektual muda yang punya kompetensi yang hebat dan
kreatif dalam merespon problematika zaman yang datang silih berganti. Hal
di antaranya mengenai isu tentang Islam dan negara, Islam dan budaya lokal,
Islam dan modernisme, Islam dan kemanusiaan. Gus Dur sangat aktif merespon
isu-isu tersebut dengan dasar-dasar yang sangat kuat, dan mampu memberikan
38
Iip D. Yahya, Gus Dur: Berbeda Itu Asyik (Yogyakarta: Kanisius, 2008), Cet. Ke-5, h. 60.
39
Djohan Efendi, Gus Dur: Sang Presiden yang Humanis, dalam Ahmad Gaus AF, Sang
Pelintas Batas: Biografi Djohan Efendi (Jakarta: ICRP, 2009), h. 191.
40
Hanif, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, h. 30.
23
Islam untuk tetap tidak gentar menghadapi arus globalisasi. Karena mereka
sudah menemukan jalan terbaik untuk dilalui di tengah hantaman arus budaya-
budaya dunia yang siap mengikis ajaran dan budaya mereka. Gus Dur juga
Islam tanpa harus menghilangkan hakikat Islam itu sendiri. Tetapi dengan
catatan selama apa yang ada di luar Islam itu dapat memberikan manfaat
Dur.41 Bahkan Gus Dur tidak hanya berteori, ia juga tidak segan-segan
Dalam wacana Hak Asasi Manusia, Gus Dur tidak hanya memberikan
hak kaum Konghucu yang terpasung selama Orde Baru. Atas kerja keras
tersebut Gus Dur mendapatkan penghargaan dari sebuah yayasan yang bergerak
di bidang penegakan Hak Asasi Manusia, Simon Wiesenthal Center, dan dri
41
Mohammad, Gus Dur, h. 54-55.
24
keunggulan Gus Dur yang patut dijuluki sebagai pendekar intelektual yang
handal. Bahkan sampai saat ini tampaknya belum ada tokoh Islam yang mampu
B. Murtadl Muthahhar
1. Riwayat Hidup
42
Abdurrahman Wahid, http://id.wikipedia.org.
43
Ibid.
44
Haidar Baqir, Murtadl Muthahhar, Sang Mujahid Sang Mujahid (Bandung: Yayasan
Muthahhar, 1998), h. 25.
45
Syamsuri, Manusia Sempurna Perspektif Murtadl Muthahhar (Laporan Penelitian
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2001), h. 8.
46
Haidar, Murtadl Muthahhar, h. 26.
25
sang ayah bukan hanya sekedar orang tua darinya, tetapi juga menjadi seorang
minat besar terhadap filsafat dan Irfan. Selama di Masyhad, beliau banyak
terinspirasi oleh kepribadian seorang filsuf Islam tradisional ternama kala itu,
47
Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), h.
313.
48
Muhsin Labib, Filosof Sebelum dan Sesudah Mulla Shadra (Jakarta: Lentera, 2005), h. 278.
49
Jamaluddin Rahmat, Kata Pengantar, dalam Murtadl Muthahhar, Perspektif al Quran
tentang Manusia dan Agama (Bandung: Mizan, 1992), h. 8.
26
yang menjadi curahan perhatiannya, Mirza Mehdi Syahidi Razawi wafat pada
adanya tekanan-tekanan destruktif dari pemerintah tirani yaitu raja Reza Khan,
Kerajaan Persia kala itu menganggap bahwa eksistensi berbagai institusi Islam
irfannya meninggalkan bekas yang amat kuat dalam hati Muthahhar. Bahkan
Thabatthaba yang juga merupakan ulama besar di masanya juga menjadi guru
50
Muhsin, Filosof, h. 279.
51
Murtadl Muthahhar, Mutiara Wahyu, terj. Syekh Al al-amd (Bogor: Cahaya, 2004), h.
155-156.
27
Pada tahun 1950 Murtadl konsentrasi lebih keras lagi pada studi
dari karya George Pulizer yang berjudul Introduction to Philosophy dan mulai
ini berlangsung dari tahun 1950-1953 dan menghasilkan lima jilid buku Ushul-
luas (lebih besar dari naskah aslinya sendiri) dan secara bertahap
Behesti
filosofis, dan mistis yang amat sophisticated. Dari kitab ini (di samping ucapan-
ucapan para imam lain) kaum Syiah menggali banyak dasar-dasar filsafat dan
52
Haidar Baqir, Membincang Metodologi Ayatullh Murtadl Muthahhar (Yogyakarta:
UGM, 2004), h. 2.
28
Muthahhar, berikut ini adalah topik-topik yang terutama dibahas kitab ini
suluk (tasawuf) dan ibadah, kuliah-kuliah mengenai akhlak, serta dunia dan
terhadapnya).
pikir Muthahhar menjadi seorang pemikir Syi yang dapat memadukan antara
filsafat dan agama serta menanggapi setiap persoalan secara rasionalitas dan
2. Karya-Karya
mempunyai karya yang cukup banyak, yaitu sekitar enam puluhan. Tulisan
tersebut terdiri dari tulisan sendiri dan juga banyak akumulasi dari pidato-
ini menjelaskan tentang konsep keadilan, baik keadilan Ilahi maupun keadilan
29
manusia. Bis Guftr, buku ini merupakan kumpulan 20 ceramah yang secara
akal, hati dan tentang cara berpikir yang ideal dalam kehidupan.
menjelaskan tentang persoalan Tuhan, manusia dan alam semesta. Goal of Life.
Buku ini menjelaskan tentang tujuan penciptaan, landasan etika personal dan
etika sosial, agama, madzhab pemikiran dan pendangan dunia Islam serta
ideologi Islam di hadapan pandangan dunia dan ideologi lain, buku ini
sedang berkembang.
Inna al-Dn Inda Ilh al-Islm, buku ini menjelaskan tentang cara
melihat kebenaran ajaran Islam yang murni sebagai bentuk filsafat sosial dan
konfrehensif. Dan cara mengenal kondisi umat Islam harus senantiasa cemat
Ramadhan.
terhadap teologi. Man and Universe, buku ini merupakan akumulasi poin-poin
kepada al-Quran.
tentang penguatan landasan filsafat Islam yang pada waktu itu penganut
itu dengan cara memperbaiki kerangka pemikiran umat Islam dalam ranah
53
Haidar Bagir, Murtadl Muthahhar Sang Mujahid (Bandung: Yayasan Muthahhar, 1988),
h. 56-58.
31
dan memperluas wawasan berpikir generasi muda Islam Iran dan meningkatkan
Beliau adalah seorang filosof besar yang tidak hanya menguasai filsafat
Islam, namun juga filsafat Barat. Meskipun ia juga menguasai filsafat Barat,
tetapi ia tetap menjadi cendikiawan yang sangat gagah dan tidak pernah rendah
diri terhadap ilmuwan Barat, bahkan ia tidak malu untuk mengutip pemikiran-
pemikiran ilmuwan Islam. Tidak sama dengan kebanyakan ilmuan yang merasa
termasuk dalam kategori pemikiran Islam atau islamic thought (al-fikr al-
pemikirannya, namun di samping itu juga beliau masih berada dalam lingkaran
sebagai seorang muslim yang taat terhadap agama Islam sekte Syiah, sebagai
kecenderungan yang kuat pada filsafat Islam. Kecenderungannya itu dipicu oleh
menghadapi ide-ide sekular yang tersebar cepat di Iran pada waktu itu.
54
Syamsuri, Manusia Sempurna Perspektif Murtadl Muthahhar, h. 15.
32
dengan ilmuan barat yang terkenal seperti Sartre, Heidegger atau Buber. Karena
dan analitis.55
filosofis para filosof muslim yang dianggap tidak ortodoks. Sedangkan yang
55
Jalaluddin Rahmat, Mutahhari: Sebuah Model Buat Para Ulama,, h. 8.
56
Mulyadi Kartanegara, Renungan-renungan Filosofis Murtadl Muthahhar (Makalah
Seminar Internasional Pemikiran Murtadl Muthahhar di Auditorium Adhiyana Wisma Antara lt.2,
2004), h. 4.
33
sumber yang bisa ia dapatkan dalam bahasa Persia, baik pamplet-pamplet oleh
kaum Marxis yang tergabung dalam partai Tudeh, atau terjemahan karya Marx
filsafat merupakan prioritas utama dalam skala makna di antara semua cabang
ilmu pengetahuan.
Maka dari itu Murtadl dikenal sebagai pemikir filosofis juga dikenal
kekuatan ilmu dan pemberian kebebasan terhadap ide-ide yang muncul. Oleh
karena itu, ajaran Islam yang dipercayai dan diyakini kebenarannya harus
57
Haidar Bagir, Resensi Buku Murtadl Muthahhar : Pengantar Epistemologi Islam: Sebuah
Pemetaan dan Kritik Epistemologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi
Pandangan Dunia (Jakarta: Sadra Press, 2010), h. ii.
58
Mulyadi, Renungan-Renungan Filosofis Murtadl Muthahhar, h. 2.
34
kebenaran agama.
pula dengan menyesuaikan ajaran Islam pada kerangka pemikiran Barat (seperti
59
Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, terj: Luqman
Hakim (Bandung: Penerbit Pustaka, 1994), Cet. Ke-1, h. 195.
BAB III
Gus Dur dalam memberikan apresiasi luas terhadap segala hal, baik dalam
pada tempat yang sebenarnya. Terbukti dalam setiap langkahnya Gus Dur
kedudukan yang tinggi dalam tatanan kosmologi sehingga setiap individu harus
memperoleh perlakuan dan hak-hak dasar yang sama.64 Karena posisi manusia
yang tinggi itu menuntut pula penghargaan kepada nilai-nilai dasar kehidupan
63
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 30.
64
Samsul Bakri dan Udhofir, Jombang-Kairo, Jombang Chicago: Sintesis Pemikiran Gus
Dur dan Cak Nur dalam Pembaharuan Islam di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2004), Cet. Ke-1, h.
49.
35
36
manusia yang sesuai dengan martabatnya. Hal itu menuntut agar manusia
Hak-hak dasar itu tidak lain ialah nilai-nilai dasar manusia. Nilai-nilai
dan rasionalitasnya. 66
gerak yang cukup bagi dirinya sendiri di luar dan di dalam dirinya sendiri.67
65
Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan (Depok: Desantara,
2001), Cet. Ke-2, h. 180.
66
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 8-11.
67
Ibid, h. 36
68
Wawan Kurniawan, Menolak HAM atau Mengubah Fiqh?: Pemikiran Gus Dur tentang
Islam dan HAM, Kajian Kebudayaan dan Demokrasi, Weltanscauung Gus Dur, Edisi. vi (Juni 2010),
h. 40.
37
sebagai manusia.
manusia yang dimaksud Gus Dur tidak lain ialah kebebasan yang dibatasi oleh
kebebasan manusia lainnya. Itulah yang disebut Gus Dur sebagai kebebasan
tumbuh dari hati nurani manusia. Karena kesadarannya akan hakikat manusia
itu sendiri merupakan hal yang sangat penting demi terciptanya saling
kebebasan yang juga harus memerhatikan kebebasan orang lain, yang oleh
69
Abdurrahman Wahid, Pengembangan Ahlussunah wal Jamaah di Lingkungan Nahdlatul
Ulama, dalam Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wa al-Jamaah: Sebuah Kritik Historis (Jakarta: Pustaka
Cendekia Muda, 2008), Cet. Ke-1, h. viii.
70
Lili Tjahjadi, Ateisme Sartre: Menulak Tuhan Mengiyakan Manusia, dalam Filsafat
Eksistensialisme Jean-Paul Sartre (Yogyakarta: Kanisius, 2003), Cet. Ke-3, h. 131.
38
manusia yang sesuai dengan hakikat dirinya sebagai manusia yang mulia.71
Nya. Kepercayaan Tuhan akan diri manusia merupakan derajat yang sangat
spesial yang tidak satu pun makhluk lain mendapatkannya. Jabatan itu
Tuhan tidak akan pernah salah pilih dalam menentukan suatu pilihan,
bumi. Menurut Gus Dur, Tuhan memilih manusia sebagai pengganti-Nya tidak
Gus Dur mengatakan bahwa tugas utama manusia sebagai khalfah tidak lain
71
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 368-369.
72
Abdurrahman, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan, h. 153.
39
Dalam teks di atas, Gus Dur ingin menjelaskan bahwa urutan pesan
yang harus tertanam dalam diri manusia untuk menjadi diri yang sempurna.
merupakan suatu tanda bahwa seseorang itu bertauhid. Tidak hanya itu,
alam semesta.
73
Ibid, h. 153.
40
merupakan modal awal yang sangat penting untuk menuju pada derajat
Gus Dur tidak hanya menyusun teori tentang hakikat manusia. Tetapi ia
juga memberikan contoh yang sangat baik mengenai teorinya tentang manusia
pemerintannya.74
2. Dimensi-dimensi Manusia
Terdapat beberapa dimensi yang menurut Gus Dur harus diasah jika
74
Franz Magnis Suseno, Gus Dur: Bangsa Mana di Dunia Mempunyai Presiden seperti
Kita, dalam Gila Gus Dur: Wacana Pembaca Abdurrahman Wahid (Yogyakarta: LKIS, 2000), Cet.
Ke-1, h. 21.
41
Manusia berposisi sebagai makhluk yang terdiri dari aspek materi, yaitu
susunan fisik yang disebut tubuh. Aspek materi manusia merupakan suatu alat
untuk merealisasikan segala apa yang ada dalam pikiran dan hati seseorang.
hak dan derajat akan melahirkan saling menghormati segala potensi manusia
yang memang sudah melekat dalam diri manusia. Keyakinan inilah yang
menangkap eksistensi Tuhan itu oleh Gus Dur disebut sebagai bagian dari fitrah
manusia. Hal tersebut yang menjadikan Gus Dur tidak ragu untuk mengatakan
bahwa manusia dituntut memiliki landasan berupa bekal keyakinan yang kuat,76
karena hal itu merupakan bagian dari penyempurna hakikat diri manusia itu
sendiri.
75
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 5.
76
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren (Yogyakarta: LKIS,
2007), Cet. Ke-2, h. 184.
42
sangat unik, yaitu keberadaannya di antara alam semesta dan Tuhan. 77 Sebagai
yang menjadi perantara yang amat baik untuk menyatukan alam semesta
dengan Tuhan.
sebagian dari unsur dasar manusia ialah hakikatnya sebagai makhluk bermoral.
Moral oleh Gus Dur diartikan sebagai kerangka etis yang utuh maupun dalam
arti kesusilaan.79 Dimensi moralitas ini yang oleh Gus Dur disebut sebagai
Dimensi moral ini merupakan suatu bekal manusia dalam hidup berdampingan
77
R.A. Nicholson, Tasawuf Cinta: Studi atas Tiga Sufi: Ibn Ab al-Khair, al-Jl dan Ibn al-
Farid, terj. Uzair Faizan (Bandung: Mizan, 2003), h. 144.
78
Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius: Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia
(Jakarta: Erlangga, 2009), h. 12.
79
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 6.
80
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 6.
81
Abdurrahman, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, h. 25.
43
manusia. Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.82 Antara yang
satu dengan yang lainnya terjadi hubungan timbal balik yang saling
lainnya. Hubungan yang baik itu akan melahirkan perkembangan segala potensi
Menurutnya, hasrat mengabdikan diri kepada sesama merupakan suatu hal yang
dalam bukunya mengenai pemikiran Gus Dur tentang manusia sebagai makhluk
bermoral.
82
Ibid, h. 161.
83
Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur (Yogyakarta: LKIS, 2010), h. 90.
84
Hamdan, Dari Teologi Profesional ke Teologi Praktisi, h. 131.
44
manusia sebagai makhluk yang sangat tinggi ketika manusia mampu hidup
yang utuh. Jika hal tersebut tidak dicapai, manusia tidak dapat dikatakan
hidup dalam suatu interaksi dengan sesama. Menurutnya, manusia tidak akan
hidup manusia tersebut juga akan menjadikan dunia sebagai tempat yang
manusiawi.86
menjadikannya sebagai makhluk yang unggul. Terdapat hal lain yang juga
kepemilikan. Manusia menurut Gus Dur tidak bisa tidak memiliki sesuatu
dalam hidupnya. Itu berarti, memiliki adalah salah satu kodrat manusia yang tak
bisa dihilangkan.
85
Syamsul Bakri dan Mudhofir, Jombang Kairo, Jombang Chicago: Sintesis Pemikiran Gus
Dur dan Cak Nur dalam Pembaruan Islam di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2004), Cet. Ke-1, h.
65.
86
Adelbert Snijders, Manusia dan Kebenaran: Sebuah Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta:
Galang Press, 2010), Cet. Ke-5, h. 217.
45
bukan miliknya, tetapi milik seluruh umat manusia.87 Konsep itu sudah pernah
dicoba diterapkan di negara polisnya, dan dicoba dihidupkan kembali oleh Karl
Marx. Tetapi sampai sekarang konsep itu tidak dapat diterapkan dengan
sempurna. Hal itu terjadi karena konsep mengenai ketidak pemilikan manusia
adalah bertentangan dengan hakikat manusia itu sendiri dan merupakan konsep
individu, dan kalau setiap individu sudah maju, maka kelompok (masyarakat)
yang individu yang terdapat dalam suatu negara akan maju seiring dengan
Tidak dapat dipungkiri pula bahwa akal merupakan salah satu potensi
manusia yang sangat penting. Kinerja dari akal disebut berpikir. Maka
yang berpikir, akal dapat memberikan pencerahan pada manusia agar dapat
dan membahayakan.88
87
Driyarkara, Karya Lengkap Driyarkara: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh
dalam Perjuangan Bangsanya (Jakarta: Kompas Gramedia, 2006), h. 116.
88
Ibrahim Amini, Risalah Tasawuf: Kitab Suci para Pesuluk, terj. Ahmad Subandi dan
Muhammad Ilyas (Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2001), h. 61.
46
terus menerus mencari sisi-sisi yang paling tidak masuk akal dari kebenaran
yang ingin dicari dan ditemukan. Apa yang terkait dengan kemampuan akal
manusia itu sebenarnya sangat terkait dengan metafisika. Hasil dari berpikir
Tetapi manusia tidak hanya membutuhkan suatu konsep. Lebih dari itu,
akalnya. Maka realisasi itulah yang disebut dengan berkreasi. Lebih dalam lagi
Gus Dur menjelaskan bahwa kreatif mempunyai arti mengambil inisiatif untuk
boleh mempunyai seribu konsep mengenai hidup yang sejahtera, tetapi ia tidak
akan mampu bertahan hidup tanpa berkreasi, atau tanpa merealisasikan apa
89
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 30.
90
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 11.
91
Ibid.
47
menyoroti tentang manusia, yaitu buku yang berjudul Insone Komel yang dialih
sebagaimana banyak orang pahami dari pelopor konsep insn kmil, Ibn Arabi,
yang ada pada malaikat dan apa yang ada di hewan.93 Dengan demikian, dalam
diri manusia terdapat unsur yang tidak dimiliki malaikat yaitu unsur kehewanan
meliputi nafsu, amarah dan lainnya dan juga terdapat unsur yang tidak dimiliki
92
Soerjanto Poespowardojo, Menuju Manusia Seutuhnya, dalam Sekitar Manusia (Jakarta:
Gramedia, 1983), Cet. Ke-4, h. 5.
93
Murtadl Muthahhar, Manusia Seutuhnya: Studi Kritis berbagai Pandangan Filosofis, terj.
Abdillh mid Baabud (Jakarta: Sadra Institute, 2012), Cet. Ke-1, h. 27.
48
dan keburukan. Karena kebaikan dan keburukan memang sudah tertanam dalam
diri manusia, maka meskipun tanpa belajar atau tanpa guru manusia sebenarnya
potensi-potensi tersebut adalah suatu hal yang khas, maka makhluk selainnya
lebih manusia dibandingkan dengan makhluk lain, yaitu memiliki potensi yang
94
Murtadl Muthahhar, Islam dan Tantangan Zaman: Rasionalitas Islam dalam Dialog Teks
yang Pasti dan Konteks yang Berubah, terj. Ahmad Sobandi (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2011), Cet.
Ke-1, h. 321.
49
lima bagian, yaitu dimensi intelektual, dimensi moral, dimensi estetis, dimensi
Sehingga tak satu pun dari nilai-nilai itu yang berkembang tidak selaras dengan
dari perkembangan tersebut. Bahwa suatu perkembangan pasti diawali oleh titik
rendah dan kemudian bergerak menuju arah yang lebih sempurna. Sama halnya
tidak lain ialah berpangkal pada aspek kehewanannya yang kemudian terus
95
Syamsuri, Manusia Sempurna Perspektif Murtadl Muthahhar, h. 36.
96
Murtadl, Manusia Seutuhnya, h. 28.
97
Murtadl, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama, h. 68.
50
Individu yang hakiki ialah yang terbebaskan dari ikatan internal maupun
eksternal dan mengikatkan diri pada suatu keimanan dan keyakinan.98
Perbedaan yang paling penting dan mendasar antara manusia dan
makhluk-makhluk lainya terletak pada iman dan ilmu yang merupakan
kriteria kemanusiaannya.99
jika individu tersebut bebas dari segala ikatan internal dan eksternal yang
Keimanan dan keilmuan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia.
Karena keimananlah yang mengilhami manusia tentang apa yang mesti kita
kerjakan. Sedangkan keilmuan menunjukkan kepada kita apa yang ada di sana.
98
Ibid, h. 68.
99
Ibid, h. 65.
51
keilmuannya.
2. Dimensi-Dimensi Manusia
manusia sebenarnya sudah tertanam dalam diri manusia sejak lahir. Dimensi
100
Murtadl Muthahhar, Neraca Kebenaran dan Kebatilan, (Bogor: Ebook yang
dipublikasikan oleh www.al-shia.org, 2001), h. 45.
101
Syamsuri, Manusia Sempurna Perspektif Murtadl Muthahhar, h. 38-43.
102
Murtadl Muthahhar, Bedah Tuntas Fitrah: Mengenal Hakikat dan Potensi Kita, terj. Afif
Muhammad (Jakarta: Citra, 2011), h. 49.
52
Dalam kajian Sidi Gazalba, otak diposisikan sebagai organ yang tak
memiliki jiwa yang mendorong otak untuk berpikir. Maka keunikan manusia
sebagai makhluk berpikir ini yang Murtadl sebut dengan dimensi intelektual.
kebaikan spiritual. Dalam diri manusia sebenarnya yang pertama muncul adalah
103
Sidi Gazalba, Ilmu, Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama (Jakarta: Bulan
Bintang, 1992), Cet. Ke-3, h.12.
104
Mujtaba Misbah, Daur Ulang Jiwa, terj. Jayadi (Jakarta: al-Huda, 2008), Cet. Ke-1, h. 16.
105
Murtadl, Bedah Tuntas Fitrah, h. 53.
106
Murtadl, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama, h. 95.
53
sosial.107
senang membantu, bekerjasama, kerja sosial, berbuat baik dan berkorban untuk
orang lain, baik dengan jiwa maupun harta. Bahkan, ketergantungan kebaikan
107
Ibid, h. 53.
108
Jalaluddin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di Atas Fiqih (Bandung: Mizan, 2007), Cet. Ke-1,
h. 150.
109
Murtadl Muthahhar, Dasar-dasar Epistemologi Pendidikan Islam, terj. Muhammad
Bahruddin (Jakarta: Sadra, 2011), Cet. Ke-1, h. 251.
54
manusia akan terus memburu keindahan tersebut. Arahnya yang tak dapat
dipisahkan dari keindahan itulah yang disebut dengan dimensi estetis. Itulah
keunikan manusia.
mampu menangkap keindahan yang tertuang di balik benda itu sendiri sehingga
benda atau alam sekitar itu menjadi mengagumkan. Suatu bentuk (keindahan)
fitrah dan fitrah dapat ditafsirkan. Penafsirannya ialah dalam diri manusia
110
W. Poespoprodjo, Filsafat Moral: Kesusilaan dalam Teori dan Praktek (Bandung: Pustaka
Grafika, 1999), Cet. Ke-1, h. 28.
111
Soerjanto Poespowardojo, Menuju Manusia Seutuhnya, h. 5.
55
berasal dari kerinduan yang tertanam dalam diri manusia karena kerinduan
hakiki manusia menyatu dengan roh manusia, setelah roh itu sampai dan
yang dicintainya sebagai tuhan (sesuatu yang dipuja) dan dirinya sebagai
hambanya. Sehingga yang dicintai disebut sebagai yang mutlak ada dan dirinya
sebagai tidak ada. Maka kerinduan itu sendiri yang Murtadl sebut sebagai ritus
atau ibadat.112
kecenderungan untuk dekat dengan Tuhan, mengapa tidak sedikit orang yang
112
Murtadl, Bedah Tuntas Fitrah, h. 55.
113
Murtadl, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama, h. 118.
114
Ibid, h. 118.
56
ketertarikan yang mendasar untuk membuat sesuatu yang belum ada dan belum
dibuat orang.115 Membuat sesuatu yang belum ada atau kata lain menciptakan
benar sadar akan dirinya. Pada saat itu manusia paham bahwa dirinya mampu
115
Murtadl, Bedah Tuntas Fitrah, h. 54.
BAB IV
tidak akan lepas dari dasar utama agama yang mereka anut, al-Quran. Keduanya
yang berbeda.
dengan ragam penafsiran yang tidak sama. Misalkan dalam menafsirkan surat al
Kata khalfah merupakan fil yang berarti yang menggantikan atau yang
datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Tetapi dalam memahami istilah ini,
57
58
menerapkan ketetapan-ketetapannya.114
kedudukan tertinggi setelah Tuhan dan lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan
Ungkapan ini memberikan gambaran kepada penulis bahwa inti dari status
manusia sebagai makhluk nomor satu di jagat raya adalah tidak lain kecuali sebagai
rahmat atau kesejahteraan bagi seluruh alam. Syaiful Arif116 mengatakan bahwa
dalam hal ini Gus Dur memaknai rahmat tidak hanya sebagai kasih sayang, tetapi
114
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, V. I
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. Ke-5, h. 142.
115
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi
Kebudayaan (Jakarta: The Wahid Institute, 2007) Cet. Ke-1, h. 30.
116
Pengamat pemikiran Gus Dur lulusan Sekolah Tinggi Filsafat (STF) sekaligus tutor kuliah
pemikiran Gus Dur di The Wahid Institute.
59
tidak sejahtera.117
diukur dengan peranannya dalam ranah sosial, karena menurut Gus Dur pesan-
pesan Islam untuk umatnya tidak lain kecuali untuk memberikan kontribusi besar
upayanya dalam merangsang pembaca yang beriman untuk kembali mengaji al-
Quran dengan lebih manusiawi. Tampaknya Gus Dur ingin menunjukkan bahwa
tuntunan dalam al-Quran tidak mengajarkan umat Islam tentang kekerasan, tetapi
jurus handal Gus Dur untuk memupuskan seluruh bentuk diskriminasi dan
disebut dengan istilah khalfatullh. Manusia diciptakan khusus untuk diuji oleh
dijelaskan Allah dalam surat al-Anam/6: 165, yaitu Wa huwa al-ladz jaalakum
117
Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur: Pergumulan Islam dan Kemanusiaan (Jakarta: The
Wahid Institute, 2013), h. 169.
118
Abdurrahman, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan, h. 153.
119
Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama, Masyarakat, Negara dan
Demokrasi (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), Cet. Ke-1, h. xix.
60
dimiliki makhluk lain. Tetapi keunggulan itu bukanlah kriteria manusia sebagai
wakil Tuhan. Justru yang menjadikannya sebagai wakil Tuhan yang sesungguhnya
Dengan demikian, jelaslah bahwa makluk Allah, yang dipujikan oleh para
malaikat dan yang berlimpahan dengan segala sesuatu serta kesempurnaan
adalah manusia yang berkeyakinan, bukan manusia tanpa keyakinan.120
dalam al-Quran.121
ketika ia nilai-nilai tauhid tertanam dengan baik dalam dirinya. Alasannya, tauhid
120
Murtadl Muthahhar, Perspektif al-Quran tetanng Manusia dan Agama, terj. Haidar Baqir
(Bandung: Mizan, 1992), Cet. Ke-6, h. 123.
121
Ibid, h. 123.
61
merupakan langkah dasar menuju kealiman, amal saleh, dan bekerja keras di jalan
Allah.122
masing mempunyai konsep yang menarik. Manusia oleh Gus Dur dipandang
sebagai makhluk Tuhan yang sangat mulia. Kemuliaan itu tercermin pada
diciptakan untuk diuji. Sehingga wajar jika ia dibekali oleh Tuhan kemampuan-
kemampuan yang tidak dimiliki makhluk lain yang tidak diciptakan untuk diuji.
menitik tekankan hakikat manusia itu kepada penggunaan segala daya upaya
manusia untuk kesejahteraan manusia. Daya upaya di sini lebih pada potensi
aktivitasnya hanya untuk kesejahteraan manusia.123 Jadi, manusia itu akan tampil
umat.
Apa yang diungkapkan Gus Dur itu sangat menarik, karena dalam
122
Ibid, h. 123.
123
Syaiful, Humanisme Gus Dur, h. 12.
62
manusia.
Gus Dur dan Murtadl sama-sama berlandaskan al-Quran dan Hadis. Itu
artinya, bahwa konsep kedua tokoh tersebut bersumber dari al-Quran dan
Hadis. Karena memang, al-Quran dan hadis merupakan bagian dari sumber
pemikiran keduanya tentang manusia pun tidak akan pernah lepas dari nilai-nilai
landasan tersebut.
digunakan dan mempunyai dampak sosial yang positif bagi umat manusia. Itulah
untuk dibebaskan dari diskriminasi itu. Karena Tuhan itu sendiri tidak perlu
dibela. Tuhan itu Mahakuasa, jika manusia memilih membela Tuhan, itu sama
124
Dinar Dewi Kania, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu, dalam Filsafat Ilmu: Perspektif
Barat dan Islam, Adian Husaini et al (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 93-101.
63
pertolongan manusia.
Gus Dur menjadikan Manusia yang ramatan lil lamn itu sebagai
muka bumi. Manusia diturunkan ke muka bumi untuk mengolah dengan baik
baik isi alam demi rahmat untuk seluruh alam termasuk kesejahteraan manusia.
manusia dari segala penindasan, diskriminasi dan lain sebagainya. Maka hakikat
aspek ketauhidan. Bahwa manusia yang esensial ialah dia yang beriman.
cara-cara yang harus ia lalui. Maka yang menjadikan manusia manusia yang
utuh itu tampil pada keimanannya.125 Tetapi diredaksi lain ia juga menambahkan
Seseorang yang beriman, dalam tiap tindakannya tentu tidak akan pernah
lepas dari ajaran-ajaran Tuhan, yaitu yang tertuang dalam al-Quran. Bahwa
125
Murtadl, Perspektif al-Quran tetanng Manusia dan Agama, h. 123.
126
Ibid, h. 68.
64
potensinya untuk kebaikan dan demi ridha Allah.127 Tentu keimanan yang
dimaksud harus dilandaskan pada ilmu, sehingga objek yang diimani tidak salah
sasaran.
kepada Tuhan.
Yang menarik dari Gus Dur ialah untuk mendekatkan diri dengan Tuhan,
merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Tuhan, atau dalam rangka
merupakan fitrah yang terdapat dalam diri manusia.129 Kalau mengambil contoh
127
Ibid, h. 65.
128
Abdurrahman Wahid, Tuhan tidak Perlu Dibela (Yogyakarta: LKIS, 2010), Cet. Ke-4, h.
85.
129
Murtadl Muthahhar, Bedah Tuntas Fitrah: Mengenal Hakikat dan Potensi Kita, terj. Afif
Muhammad (Jakarta: Citra, 2011), 135.
65
seluruh alam demi ridha-Nya. Jadi keimanan bagi Murtadl merupakan segala-
galanya bagi manusia itu sendiri. Karena imanlah yang menunjukkan bahwa
Tetapi hal yang tidak dapat dipungkiri ialah persamaan anjuran kedua
tokoh agar terus berprilaku baik antar sesama dan berlaku arif terhadap
2. Dimensi-dimensi Manusia
Mengenai dimensi-dimensi manusia yang ditawarkan kedua tokoh
tersebut, penulis akan mengalisisnya dengan baik. Gus Dur tidak serta-merta
130
Mulyadi Kartanegara, Renungan-Renungan Filosofis Murtadl Muthahhar (Makalah
Seminar Internasional Pemikiran Murtadl Muthahhar di Auditorium Adhiyana Wisma Antara lt.2,
2004), h. 2.
66
antara keduanya. Gus Dur menentukan nilai-nilai dasar tersebut menjadi enam,
Gus Dur merupakan dorongan yang lahir dalam diri manusia untuk meyakini
131
Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan Kebudayaan (Depok:
Desantara, 2001), Cet. Ke-2, h. 180.
132
Syamsuri, Manusia Sempurna Perspektif Murtadl Muthahhar (Laporan Penelitian
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2001), h. 36.
133
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, h. 6.
67
alam material dan hasrat untuk menguasai cakrawala yang lebih tinggi dan luas.
menjadi makhluk beragama. Hal ini telah disinggung dengan baik oleh Syamsuri
dalam penelitiannya, bahwasanya dalam lubuk hati manusia telah tertanam suatu
Dalam kaitannya dengan dimensi moral menurut Gus Dur dan dimensi
keduanya tentang kedua hal tersebut. Bahwa manusia tidak akan pernah mampu
hidup dengan baik dan tidak akan hidup dalam suatu masyarakat tanpa
moralitas itu yang dibingkai dengan istilah etika sosial. Bahkan Gus Dur
dekat dengan Tuhan, manusia tidak boleh memisahkan diri antara kepentingan
membahas aspek moralitas manusia tidak pernah lepas dari ranah sosial
134
Murtadl, Perspektif al-Quran tetanng Manusia dan Agama, h. 131.
135
Abdurrahman, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, h. xix.
136
Abdurrahman Wahid, Tuhan tidak Perlu Dibela, h. 85.
137
Murtadl Muthahhar, Dasar-dasar Epistemologi Pendidikan Islam, terj. Muhammad
Bahruddin (Jakarta: Sadra, 2011), Cet. Ke-1, h. 251. Lihat juga Murtadl Muthahhar, Manusia dan
Alam Semesta: Konsep Islam tentang Jagat Raya (Ebook yang dipublikasikan oleh www.al-shia.org), h.
93.
68
Manusia juga mempunyai dimensi kreativitas. Dalam hal ini, Gus Dur
memandang dimensi kreativitas ini sebagai sisi manusia yang begitu penting
hal baru yang begitu bermanfaat untuk kepentingan hidup manusia itu sendiri.138
Maka di sinilah letak persamaan pembahasan istilah bekerja ala Gus Dur dengan
mengetahui, tetapi juga mampu menemukan tentang hukum alam semesta dan
berpikir manusia yang oleh Gus Dur disebut sebagai fungsi akal. Maka manusia
kepemilikan dalam pandangan Gus Dur tidak terdapat dalam segenap susunan
138
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, h. 11.
139
Murtadl, Bedah Tuntas Fitrah, h. 54.
140
Ibid, h. 49.
141
Murtadl Muthahhar, Manusia dan Alam Semesta: Konsep Islam tentang Jagat Raya
(Bogor: ebook yang dipublikasikan oleh www.al-shia.org), h. 4.
142
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 30.
69
yang menurut Murtadl merupakan bagian dari unsur dasar kemanusian, ternyata
kemanusiaan.
dan keilmuan.
baru dalam dunia pemikiran. Tetapi tema ini akan tetap menjadi kajian yang
menarik karena perdebatan mengenainya tidak pernah tuntas dan menjadi lebih
membenarkan pengalaman lainnya, karena apa yang dialami dan dipikirakan tiap
rasional.143
orang lain yang tak bisa dapat disalahkan dan dipaksakan oleh orang lain. Dalam
Seseorang yang sudah mencapai taraf ini akan merasa bahagia dan bangga atas
yang tidak dipaksa oleh segala kehendak di luar dirinya. Dalam artian,
kehendaknya adalah keputusan yang dilakukan oleh diri sendiri secara sadar.
Tetapi kebebasan itu tidak didasarkan pada egoisme, tetapi lebih tepat harus
kemerdekaan berpikir ala Gus Dur, kita harus melanjutkannya pada suatu titik
143
Abdurrahman, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, h. 67.
144
Ibid, h. 307.
145
Ibid, h.143.
71
kemerdekaan yang sempurna kerena yang sempurna itu hanyalah Allah. Maka
akan kebebasan individu, bahwa setiap individu memiliki kebebasan yang sama
antara yang satu dan yang lainnya. Tiap individu mempunyai peluang
berpendapat yang sama, sehingga tiap individu juga berpeluang yang sama untuk
146
Ibid, h. 145.
147
Ibid, h. 307.
148
Ibid, h. 335.
149
Abdurrahman, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan, h. 102.
72
bagi kaum mulimin kehinaan dan kemiskinan). Menurut Gus Dur, ayat ini
dan tetap. Maka dari itu, manusia mempunyai kebebasan untuk tetap
menentukan.151
Tuhan menyerahkannya kepada akal sehat manusia.152 Itu berarti pilihan agama
atas manusia itu. Tetapi kalau melihat latar belakang Gus Dur, konsep itu sama
150
Abdurrahman, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, h. 215.
151
Abdurrahman, Tuhan tidak Perlu Dibela, h. 91.
152
Abdurrahman, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, h. 14.
153
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 35.
154
Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 81.
73
suatu hukum yang pasti mengenai suatu kejadian seperti hukum kausalitas.
Manusia memang bebas dari pengaruh taqdir Tuhan secara langsung mengenai
tindakannya dan kehendaknya, tetapi ia tidak akan pernah bebas dari hukum-
tersebut yang mengahruskan manusia agar memiliki kehendak bebas dan sifat
yang penuh kearifan. Sedangkan kebebasan itu sendiri ialah tidak adanya
dalam bukunya.
155
Murtadl, Perspektif al-Quran tetanng Manusia dan Agama, h. 143.
156
Murtadl Muthahhar, Wacana Spiritual, terj. Strio Pinandito (Jakarta: Firdaus, 1991), h. 39.
157
Murtadl, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama, h. 143
74
kebebasan manusia itu tidak hanya dipandang dari kebebasannya dari belenggu
kekuatan Tuhan yang absolut itu. Tetapi juga dilihat dari aspek sosial. Bahwa
manusia yang bebas adalah manusia yang tidak patuh terhadap lingkungan dan
kekuatan fisik dan mentalnya demi berbagai kepentingannya sendiri, yang dapat
kemampuan pemikiran dan fisiknya untuk kepentingan mereka. Satu dari tujuan
lain.
bebas dari belenggu diri sendiri.159 Tidak berhenti di situ, ia melanjutkan lagi
158
Murtadl, Wacana Spiritual, h. 40.
159
Murtadl, Perspektif al-Quran tetanng Manusia dan Agama, h. 68.
75
Tampaknya mengikatkan diri pada keimanan dan keyakinan itulah yang disebut
berarti bebas dari rakus, ketamakan, syahwat, marah dan hawa nafsu dapat
dunia ini adalah mereka yang pada awalnya telah membebaskan dirinya dari
spiritual, manusia yang mendapat didikan ajaran para nabi, pasti menghormati
160
Ibid, h. 68.
161
Murtadl, Wacana Spiritual, h. 54.
162
Ibid, h. 61.
76
keduanya, manusia mampu menjadi orang berilmu atau menjadi orang bodoh
Tuhan yang mengiyakan segala keputusan manusia. Hanya saja, usaha manusia
bahwa kebebasan manusia itu dibatasi oleh kepastian hukum alam. Manusia bisa
menjadi orang pintar jika ia melalui proses-proses alam yang telah ditentukan
Tuhan. Misalkan jika ia mempunyai otak untuk berpikir, dan berusaha untuk
manusia yang harus dikembangkan dengan optimal dan seimbang untuk mencapai
hakikat dirinya sebagai rahmat bagi seluruh alam, atau untuk menciptakan
kesejahteraan. Salah satu unsur universal itu ialah unsur rohani yang dengannya
paling tinggi ialah keyakinan kepada Tuhan sesuai dengan agama masing-
masing.163
pada keyakinan umat Islam (keyakinan kepada Allah). Maka keyakinan kepada
Tuhan bermakna kepercayaan tiap pemeluk agama kepada Tuhan sesuai dengan
ajaran agamanya. Karena seluruh Tuhan agama pasti akan selalu mengajarkan
makhluk tertinggi setelah Tuhan. Dalam Islam, makhluk yang mencapai derajat
tertinggi tersebut ialah Nabi Muhammad. Bahkan Gus Dur menjadikan Nabi
seluruh umat manusia dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas.
163
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan, h. 4.
79
Konsep ini menjadi sangat menarik ketika dihadapkan pada era kontemporer
yang menuntut umat manusia selalu ikut arus globalisasi. Alasannya, konsep Gus
Dur tentang manusia ingin membetuk manusia yang berkarakter dan beridentitas
Tetapi konsep ini hanya bisa dipahami kalangan tertentu seperti akadimisi.
Jika disajikan kepada khalayak ramai, konsep ini akan disalah artikan. Jika ini
terjadi, yang tercipta bukan malah manusia yang beridentitas, tetapi malah tercipta
Di sisi lain, pengakuan terhadap kebenaran agama lain sebagai bentuk saling
bahwa terdapat banyak kebenaran dalam satu individu. Sehingga, satu orang orang
awam yang tidak paham dapat menganut enam agama sekaligus. Jika ini terjadi
yang lahir bukan kedamaian dan kesejahteraan, justru pertikaian yang akan
yang melekat dalam diri manusia merupakan aspek terpenting dalam mencapai
manusia hakiki. Seseorang akan tampak sebagai manusia hakiki jika ia benar-benar
dengan ilmu. Manusia memang makhluk yang berkeyakinan, tetapi keyakinan harus
melahirkan keyakinan terhadap objek yang salah. Sedangkan keyakinan yang benar
kesempatan untuk mencapai hakikat manusia hanyalah umat yang beriman kepada
intelektualnya dengan baik dan seimbang. Kalau digunakan dengan baik dan
seimbang, orang tersebut pasti akan menemukan keyakinan yang benar, yaitu
Nah, yang perlu dipertanyakan ialah Di mana letak universalitas dari ajaran
Murtadl tentang hakikat manusia jika pada akhirnya yang berhak menjadi manusia
PENUTUP
A. Kesimpulan
untuk diuji, karena di dalamnya terdiri dari apa yang terdapat di malaikat dan
potensi tersebut antara lain ialah kebenaran, moral, estetika, kreasi dan penciptaan,
kerinduan dan ibadah. Keseimbangan dari potensi-potensi itu adalah tanda bahwa
seseorang tersebut telah berada pada tingkat hakikatnya sebagai makhluk ciptaan
tetap sama-sama tidak akan keluar dari nilai-nilai al-Quran. Sehingga keduanya
sama-sama ingin membawa manusia pada keadaan yang lebih baik. Tidak hanya
manusia. Misalkan, dimensi keyakinan yang dikonsep Gus Dur dan dimensi ibadat
81
82
dalam konsep Murtadl dipertemukan dalam bingkai agama. Bahwa bahwa tidak
akan pernah lepas dari fitrahnya sebagai manusia yang beragama. Beragama yang
menitik beratkan pada ranah yang berbeda. Gus Dur menitik beratkan pada aspek
B. Saran-Saran
lebih mendalam mengenai tema tersebut, karena kajian ini menyangkut hakikat
muka bumi, ia akan hidup dengan benar, yaitu hidup sesuai dengan keharusan-
keharusan sebagaimana
kehidupan sehari-hari segala hasil penelitian ini. Sehingga konsep ini benar-benar
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Amini, Ibrahim. Risalah Tasawuf: Kitab Suci Para Pesuluk, terj. Ahmad Subandi
dan Muhammad Ilyas. Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2001.
Bahruddin. Paradigma Psikologi Islam; Studi tentang Elemen Psikologi dari al-
Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Barton, Greg. Bografi Gus Dur, terj. Lia Hua. Yogyakarta: LKiS, 2003.
Dewan Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997.
83
84
Efendi, Djohan. Gus Dur: Sang Presiden yang Humanis, dalam Ahmad Gaus
AF, Sang Pelintas Batas: Biografi Djohan Efendi. Jakarta: ICRP,
2009.
Gazalba, Sidi. Ilmu, Filsafat dan Islam Tentang Manusia dan Agama. Jakarta:
Bulan Bintang, 1992.
al-Jl, Abdul Karm Ibnu. Insn Kml: Ikhtisar Memahami Kesejatian Manusia
dengan Sang Khaliq hingga Akhir Zaman. terj. Misbah el-Majid,
Surabaya: Pustaka Hikma Perdana, 2006.
Kania, Dinar Dewi. Objek Ilmu dan Sumber-sumber Ilmu, dalam Filsafat Ilmu:
Perspektif Barat dan Islam, Adian Husaini et al. Jakarta: Gema Insani,
2013.
Kurniawan, Wawan. Menolak HAM atau Mengubah Fiqh?: Pemikiran Gus Dur
tentang Islam dan HAM, Kajian Kebudayaan dan Demokrasi,
Weltanscauung Gus Dur. Edisi. vi, Juni 2010.
Labib, Muhsin. Filosof Sebelum dan Sesudah Mulla Shadra. Jakarta: Lentera,
2005.
Misbah, Mujtaba. Daur Ulang Jiwa, terj. Jayadi. Jakarta: al-Huda, 2008.
85
Muthahhar, Murtadl. Bedah Tuntas Fitrah: Mengenal Hakikat dan Potensi Kita,
terj. Afif Muhammad. Jakarta: Citra, 2011.
Nasr, Seyyed Hossein. Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, terj:
Luqman Hakim. Bandung: Penerbit Pustaka, 1994.
Nicholson, R.A.. Tasawuf Cinta: Studi atas Tiga Sufi; Ibn Ab al-Khair, al-Jl
dan Ibn al-Farid, terj. Uzair Faizan. Bandung: Mizan, 2003.
Siroj, Said Aqil. Tasawuf sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai
Inspirasi, bukan Aspirasi. Bandung: Mizan, 2006.
Suseno, Franz Magnis. Gus Dur: Bangsa Mana di Dunia Mempunyai Presiden
seperti Kita, dalam Gila Gus Dur: Wacana Pembaca Abdurrahman
Wahid. Yogyakarta: LKIS, 2000.
Tiahidi, Simon Petrus L.. Tuhan Para Filsuf dan Ilmuwan. Yogyakarta: Kanisius,
2011.
Tim Institut of Culture and Religion Studies (INCRES). Beyond the Symbols:
Jejak Antropologis Pemikiran dan Gerakan Gus Dur. Bandung:
INCRES, 2000.
Yahya, Iip D.. Gus Dur: Berbeda Itu Asyik. Yogyakarta: Kanisius, 2008.