Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


2.1.1 Definisi
Pada awalnya berat bayi lahir rendah (BBLR) pada bayi dari 2.500 gram
atau sama dengan 2.500 disebut bayi prematur. Pada tahun 1961 World
Health Organization (WHO) menyatakan semua bayi yang baru lahir
dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram disebut low birth weight infants
atau BBLR (Maryanti, Sujianti dan Budiarti, 2011).
BBLR adalah keadaan dimana bayi dengan berat badan bayi pada saat
lahir kurang dari 2.500 gram (Arief, 2009 dalam Pantiawati 2010).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram tanpa
memandang dari masa kehamilan bayi tersebut (Pusdilatnakes, 2013).
Kesimpulan bayi BBLR merupakan bayi yang berat badanya kurang dari
2500 gram.

2.1.2 Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah adalah:
1. Faktor ibu
Faktor-faktor ibu yang dapat menyebabkan BBLR menurut Proverawati
dan Ismawati, 2010 :
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
b. Ibu
1) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

7
Poltekkes Kemenkes Palembang
8

2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1


tahun).
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

c. Keadaan sosial ekonomi


1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
2) Aktivitas fisik yang berlebihan.
3) Pengawasan antenatal yang kurang.
4) Kehamilan yang tidak diinginkan.
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar (Proverawati dan Ismawati, 2010).
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),
ketuban pecah dini (Proverawati dan Ismawati, 2010).
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di
dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun (Proverawati
dan Ismawati, 2010).

2.1.3 Klasifikasi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR diantaranya adalah :
1. Harapan hidup
Menurut Harapan hidup BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500
gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-
1500 gram.

Poltekkes Kemenkes Palembang


9

c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang
dari 1000 gram.
2. Masa gestasinya
Menurut masa gestasi BBLR (Maryanti, Sujianti dan Budiarti, 2011) :
a. Prematuritas murni
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan
untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai
Masa Kehamilan (NKBSMK).
b. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam
paterm, term, dan posterm. Dismatur ini dapat juga Neonatus
Kurang Bulan Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-KMK).
Neonatus Cukup Bulan Kecil Masa Kehamilan (NCB-KMK),
Neonatus Lebih Bulan Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).

Poltekkes Kemenkes Palembang


10

2.1.4 Patofisilogi
Gambar 2.1 Patofisiologi BBLR
(Menurut Nurarif dan Kusuma, 2013)
Premature Dismature

Faktor Gangguan
Faktor ibu Faktor Faktor janin Pertukaran zat antara ibu
plasenta dan janin

IUGR
Dinding otot rahim bagian
bawah rahim lemah. BBLR BB <2500

Permukaan Jaringan Fungsi organ


tubuh lemak Prematuritas belum baik
relatif lebih subkutan
luas lebih tipis
Penurunan Hati
daya tahan
Pemaparan
dengan suhu Kehilangan Kekurangan Konjungasi bilirubiin
panas melalui cadangan Resiko infeksi belum baik
luar
kulit energi
Kehilangan Resiko ikterus Hiperbilirubin
Malnutrisi
panas neonatus
Kulit
Resiko ketidakseimbangan Hipoglikemia Mudah lecet
suhu tubuh
Paru
Resiko infeksi - Pertumbuhan
sepsis piodermal dinding dada
yang belum Otak
Insuf Pernafasan sempurna
Penyakit membrane hialin
- Vaskuler paru
imatur
Ketidakefektifan pola Imaturitas sentrum-senrum vital Usus
nafas

Reflek menelan Peristaltik Dinding


Regulasi pernafasan belum lambung
belum sempurna
sempurna lunak
Ketidakseimbangan
Pernafasan periodic
nutrisi kurang dari Pengosongan Mudah
Pernafasan biot
kebutuhan lambung belum baik kembung

Diskontuinitas
pemberian ASI Disfungsi mortalitas
gastrointestinal

Poltekkes Kemenkes Palembang


11

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pada BBLR dibagi 2


kategori yaitu prematuritas dan dismaturitas, dimana pada prematuritas
terdapat tiga faktor yang menyebabkan BBLR yaitu faktor ibu,faktor
janin, dan faktor plasenta. Sedangkan pada dismaturitas yang
menyebabkan BBLR yaitu faktor gangguan yang menyebabkan redertasi
pertumbuhan intra uterin sehingga bayi yang dilahirkan berat badanya
kurang dari 2500gram sedangkan pada ketiga faktor prematuritas
menyebabkan dinding otot rahim bagian bawah rahim lemah keempat
faktor inilah yang menyebabkan bayi lahir prematur atau yang biasa
disebut dengan bayi BBLR. Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
mnyebabkan permukaan kulit tubuh bayi relative lebih luas dan jaringan
lemak subcutan pada bayi lebih tipis. Pada bayi prematuritas
menyebabkan fungsi organ-organ pada bayi yang dilahirkan belum baik
dan penurunan daya tahan tubuh yang menyebabkan terjadinya resiko
infeksi pada bayi tersebut. Selanjutnya pada bayi permukaan tubuh lebih
luas menyebabkan penguapan berlebihan dimana akan mengakibatkan
kehilangan cairan dan dapat terjadi dehidrasi pada bayi , bayi bblr juga
tidak bisa terpapar suhu diluar karena dapat menyebabkan kehilangan
suhu tubuh yang panas. pada jaringan lemak yang tipis bayi akan
kehilangan panas melalui kulit yang menyebabkan bayi terkena resiko
ketidakseimbangan suhu tubuh dan kekurangan cadangan energi
menyebabkankan bayi malnutrisi dan terjadi hipoglikemia.pada bayi bbrl
semua fungsi organ belum berfungsi dengan matang seperti hati yang
menyebabkan kojungkasi bilirubin belum baik terjadinya bilirubun dan
menyebabkan resiko ikterus neonatus pada kulit bersifat halus dan mudah
lecet yang menyebabkan resiko infeksi pada kulit dan dapat terjadinya
sepsis, selanjutnya pada paru menyebabkan pertumbuhan dinding dada
yang belum sempurna terjaidnya insuf pernafasan dan berakibat
ketidakefektifan pola nafas, pada otak terjadinya imaturitas sentrum-
sentrum vital hal ini menyebabkan dua hal yaitu regulasi pernafasan dan
reflek menelan yang belum sempurna hal tersebut menyebbakan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dan diskontituinita

Poltekkes Kemenkes Palembang


12

pemberian ASI dan terakhir pada usus menyebabkan gerak peristaltik


pada usus belum sempurna terjadinya pengosongan lambung dinding
menjadi lunak dan mudah kembung mnyebabkan disfungsi motilitas
gastrointestinal.

2.1.5 Tanda dan Karakteristik


Tanda dan karakteristik dari pada BBLR adalah :
1. Sebelum bayi lahir
Tanda dan karateristik pada BBLR sebelum bayi lahir (Nurarif dan
Kusuma, 2013) :
a. Pada anamneses sering di jumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus dan lahir mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usianya kehamilan.
c. Pergerakan janin yang pertama terjadi lambat, gerakan janin lebih
lambat walaupun kehamilannya sudah lanjut.
d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang
sebenarnya, biasanya di jumpai pada kehamilan-kehamilan dengan
komplikasi seperti, iligradramion gravidarum atau perdarahan
antepartum.
2. Prematuritas murni
Tanda dan karateristik BBLR pada prematuritas murni (Pantiawati,
2010) :
a. Berat badan kurang dari angka 2500 gram, panjang badan kurang dari
45cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, dan lingkar dada kurang dari
30 cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin.
d. Kepala lebih besar dari badan.
e. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan.
f. Lemak subkutan kurang.
g. Ubun-ubun sutura lebar.
h. Rambut tipis, halus.

Poltekkes Kemenkes Palembang


13

i. Tulang rawat dan daun telinga imamature.


j. Putting susu belum terbentuk dengan baik.
k. Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltic usus dapat terlihat.
l. Genetalia belum sempurna, dimana labia minora belum tertutup oleh
labia mayora.
m. Bayi masih posisi fetal.
n. Pergerakan kurang dan lemah.
o. Otot masih hipotonik.
p. Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan resiko
terjadi apnoe.
q. Reflek tonic neck lemah.
r. Reflek menghisap dan menelan lemah.

3. Dismaturitas
Tanda dan Kraterisitik pada BBLR pada dismatur (Pantiawati,2010) :
a. Pada keadaan Pre term tanda dan krateristik BBLR sama dengan
prematuritas murni.
b. Post term :
1) Kulit pucat / bernod, Mekonium kering keriput, tipis .
2) Vernix caseosa tipis atau bahkan tidak ada.
3) Jaringan lemak di bawah kulit tipis.
4) Bayi tampak gesit, aktif dan kuat.
5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan.

2.1.6 Komplikasi
1. Kerusakan bernafas ; fungsi organ belum sempurna
2. Pneumonia, aspirasi ; refleks menelan dan batuk belum sempurna
3. Perdarahan intraventrikuler ; perdarahan spontan di ventrikel otak lateral
disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat
menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik. (Maryanti,
Sujianti, Budiarti, 2011)
4. Hipotermia ; suhu tubuh dibawah normal, kulit dingin, dan sianosis.

Poltekkes Kemenkes Palembang


14

5. Hipoglikemia ; gemetar, apatis, kejang, tangisan lemah, keringat dingin.


6. Perdarahan intracranial ; kegagalan umum untuk bergerak normal, refleks
moro menurun atau tidak ada, tonus otot menurun, letargi/lumpuh,
muntah , pucat dan sianosis (Pantiawati,2010).
7. Hiperbilirubinemia ; hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi
hepar yang menyebabkan kurangnya enzim glukorinil transferase
sehingga konjungsi bilirubin belum sempurna kadar bilirubin normal
pada bayi hepat yaitu 10mg/dL.
8. Rentan terhadap infeksi ; bayi prematur mudah terkena infeksi karena
imatunitas humoral dan seluler masih kurang hingga bayi mudah infeksi.
9. Kerusakan intergritas kulit ; lemak subcutan yang kurang, struktur kulit
yang belum matang dan rapuh dan sensitivitas yang kurang menyebabkan
terjadinya kerusakan intergritas kulit. (Surasmi, Handayani & Kusuma,
2003).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukkan menurut (Pantiawati, 2010)
antara lain:
1. Pemeriksaan ballard score.
2. Tes kocok (Shock test), di anjurkan pada untuk bayi kurang bulan.
3. Darah rutin, glukosa darah bila perlu dilakukkan pemeriksaan kadar
elektroilit dan analisa gas darah.
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai
23.000 24.000/mm3, hari pertama setelah lahir menurun bila ada
sepsis.
b. Hamtokrit (Ht) : 43% - 61%, peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukan anemia atau
hemoragic parenatal/perinatal.
c. Hemoglobin (Hb) : 15 20 gr/dl, kadar lebih rendah berhubungan
dengan anemia atau hemolisis berlebihan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


15

d. Biliribubun total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1


2 hari kehidupan, dan 12 mg/dl pada 3 5 hari kehidupan (Maryanti,
Sujianti dan Budiarti, 2011).
4. Foto dada atau babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat atau
diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
5. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam setelah kelahiran rata-
rata 40-50 mg/dl biasanya akan meningkat pada hari ketiga menjadi 60-
70 mg/dl.

2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Arief dan Kristiyanasari, 2009 penatalaksanaan BBLR yaitu
sebagai berikut :
1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di
dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati suhu dalam rahim.
Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan
2000 gram adalah 35C dan untuk bayi dengan berat badan 2250 gram
adalah 33C sampai 34C. Bila inkubator tidak ada bayi dapat dibedong
dengan kain dan disampingnya diletakkan botol yang berisi air panas,
sehingga suhu tubuhnya dapat dipertahankan.
2. Makanan bayi prematur
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein
banyak sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum
bayi diberikan sesegera mungkin setelah lahir. Refleks menghisap masih
lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi
frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling
utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


16

3. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan
tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif
sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi
persalinan prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan
pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.

2.1.9 Pencegahan
Pada kasus BBLR pencegahan atau tindakan preventif adalah
merupakan suatu suatu langkah yang penting agar, sehingga angka kematian
bayi yang mengalami stagnasi dapat berkurang. Hal-hal yang dapat
dilakukkan menurut pantiawati, (2010) adalah :
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala, minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda.
Sehingga ibu hamil dengan resiko mengarah ke kelahiran BBLR dapat
segera dilaporkan, di pantau atau bahkan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap apabila tinggal di daerah pedesaan.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, tanda dan bahaya selama kehamilan dan perawatan diri
selama kehamilan, agar bukan hanya ibu yang sehat tetapi janin yang di
kandungnya juga tumbuh dengan sehat.
3. Hendaknya keluarga dapat merencanakan persalinan dalam kurun waktu
reproduksi sehat (20-35 tahun).
4. Perlu dukungan dari sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meingkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil.

Poltekkes Kemenkes Palembang


17

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Upaya
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis
sehinggah, masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik
fisik, mental, sosial maupun spritual dapat ditentukan. (Putra, 2012)
Tahapan dalam proses pengkajian di antaranya :
1. Pengumpulan data
a. Data subjektif
1) Identifikasi informasi
Data pasien biasaya sudah ada dalam rekam medik, Jika belum
lengkap dapat dilakukkan wawancara langsung. Karena kasusnya
pada bayi maka kita satu elemen penting dalam hal ini informan,
yaitu orang yang memberikan informasi saat pengkajian dilakukkan
(Panitia LTA, 2014).
2) Keluhan utama
Merupakan alasan spesifik (utama) yang menyebabkan klien
dibawa ke tempat pelayanan kesehatan (Panitia LTA, 2014).
3) Penyakit saat ini
Merupakan penjelasan tentang keluhan utama dari awal mula
terjadi sampai berkembang menjadi penyakit yang terjadi saat ini
dan sedang terjadi. Ada 4 komponen yaitu :
a) Detail awal terjadi.
b) Proses perkembangan penyakit.
c) Status saat ini.
d) Alasan mencari bantuan pada saat ini.
Fokus pengkajian penyakit saat ini adalah semua faktor yang relevan
pada masalah utama (Panitia LTA, 2014).
4) Riwayat kesehatan
Fokus pengkajian riwayat keperawatan pada kasus bayi BBLR
menurut Pusdilatnakes, 2013 yaitu :

Poltekkes Kemenkes Palembang


18

a) Riwayat prenatal biasanya pemeriksaan kehamilan yang tidak


teratur, gizi buruk saat kehamilan, jarak kehamilan yang dekat,
kehamilan ganda, obat-obatan yang digunakan pada masa
kehamilan.
b) Riwayat persalinan muda pada ibu, berat badan lahir kurang dari
2500 gram.
c) Riwayat kesehatan sekarang (ditemukan saat pemeriksaan fisik).
d) Riwayat kesehatan keluarga.
5) Status ekonomi keluarga
Status ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatn seluruh
anggota keluarga baik dari kepala keluarga maupun anggota
keluarga lainya. Selain itu status ekonomi keluarga ditentukan pula
oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan keluarga.

b. Data objektif
1) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus yang dilakukkan adalah pemeriksaan apgar score.
Tabel 2.2 Apgar skor pada bayi baru lahir
No Tanda 0 1 2
1 Appearance Pucat Badan merah Seluruh tubuh
(warna kulit) Ekstremitas biru. kemerah-
merahan.
2 Pulse rate Tidak ada Kurang dari Lebih dari
(frekuensi 100x/menit. 100x/menit.
nadi)
3 Grimance Tidak ada Gerakan sedikit. Batuk atau
(reaksi bersin.
rangsangan)
4 Activity Tidak ada Ekstremitas fleksi Gerakan aktif.
(tonus otot) sedikit.
5 Respiration Tidak ada Lemah atau tidak Menangis kuat
(pernafasan) teratur. atau baik.

Poltekkes Kemenkes Palembang


19

(Wiknjosastro, 2007)

2) Pemeriksaan umum
a) Kondisi umum
Pemeriksaan keadaan umum pada bayi meliputi pengukuran
antopometri, aktifitas, kejadian sianosis, infeksi dan lain
sebagainya.
b) Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital menurut (Matondang, 2003 dalam
Purnamasari, 2013) meliputi :
1. Pernafasan
Pemeriksaan mencakup frekuensi pernafasan, irama
(keteraturan), kedalaman beserta pola nafas.
2. Suhu
Pada umumnya dilakukkan pengukuran suhu pada area
aksila. Dapat pula diukur di rektum, lipat paha, atau bawah
lidah. Dalam keadaan normal suhu pada aksila 360C -370C.
3. Denyut jantung
Penilaian mencakup frekuensi, kualitas, dan ekualitas nadi.
Pada bayi normal frekuensi nadi 100-160x/menit.

3) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukkan setelah riwayat kesehatan
di kumpulkan. Untuk mempermudah proses pengumpulan data.
Kunci dalam memeperoleh data yang benar dalam waktu yang
sesedikit mungkin dengan cara melakukkan pemeriksaan yang
terorganisir dan sistematis (Smeltezer dan Bare, 2002).

Poltekkes Kemenkes Palembang


20

4) Pemeriksaan Reflek
Tabel 2.3 pemeriksaan reflek pada bayi baru lahir
No Refleks Menimbulk Respon yang Keterangan
an refleks khas
1 Menghisa Sentuh Bayi menoleh Sulit atau tidak
p bibir, pipi, ke arah mungkin
dan atau sudut stimulus, menghasilkan
membuka mulut bayi membuka refleks jika bayi
mulut dengan mulutnya, telah diberi
(rooting) puting. memasukan minum ; jika
puting dan lemah atau tidak
menghisap. ada,
pertimbangkan
premturitas atau
kelainan
neurologis
2 Menelan Beri bayi Menelan Jika lemah atau
(swallowi minum ; biasanya diatur tidak ada, dapat
ng) menelan oleh menunjukan
biasanya menghisap dan prematuritas atau
menyertai biasanya defek neurologis.
menghisap terjadi tanpa Menghisap dan
dan tersedek, menelan sering
mendapat batuk, atau tidak
cairan muntah terkoordinasi
pada bayi
prematur.
3 Menggeng Tempatkan Jari-jari bayi Respon menurun
am telapak jari pada menggengam pada usia 3
tangan telapak jari-jari sampai 4 bulan
(palmar tangan pemeriksa.
grasp)

Poltekkes Kemenkes Palembang


21

4 Telapak Tempatkan jari-jari kaki Respon telapak


kaki jari pada menekuk ke kaki berkurang
(plantar) pangkal jari bawah pada usia 8 bulan
kaki
5 Menjulurk Sentuh atau Bayi Respon hilang
an lidah tekan ujung menjulurkan pada usia 4 bulan
(ekstrusi) lidah lidahnya
6 Reflek Ketuk dahi, Bayi baru lahir Kedipan yang
mengedip batang akan terus menerus
kan mata hidung, atau mengejapkan pada ketukan
(Glabellar) maksila mata pada 4 berulang
pada saat sampai 5 menunjukan
matanya ketukan adanya gangguan
sedang pertama ekstrapiramidal
terbuka
(Bobak, Lowdermik, dan Jensen, 2004)

5) Data Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukkan untuk mendapatkan data
penunjang pada pada bayi dengan BBLR adalah (Pantiawati, 2010) :
a) Pemeriksaan ballard score.
b) Tes kocok (Shock test)
c) Pemeriksaan darah rutin
d) Foto dada atau babygram
e) Destrosix (tes glukos pertama selama 4-6 jam setelah kelahiran)

2. Analisa Data
Analisis meliputi pemeriksaan temuan pengkajian, pegelompokan
temuan yang berhubungan, dan membandingkan temuan terhadap
parimeter normal yang di buat. Kuncinya, untuk membuat diagnosa
keperawatan menjadi akurat adalah identifikasi masalah yang
memfokuskan perhatian pada respon fisik atau prilaku saat ini, atau

Poltekkes Kemenkes Palembang


22

beresiko tinggi yang mempengaruhi hasrat hidup klien atau pada apa
yang menjadi kebiasaan (Doenges dan Moorhouse, 2001).
Adapun identifikasi masalah yang umum terjadi pada BBLR menurut
Pusdiklatnakes, 2013 antara lain :
a. Sistem respirasi
Masalah pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada
premature adalah serangan apnue, hal ini disebabkan oleh kekurangan
surfaktan. Surfaktan berperan untuk tegangan alveoli yang berkaitan
erat degan penurunan tegangan permukaan alveoli dan akan
mengurangi resistesi terhadap pengembangan pada saat waktu inspirasi
dan mencegah pada waktu kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Pada
bayi prematur surfaktan belum sepenuhnya sempurna dihasilkan,
pertumbuhan dan pengembangan paru juga belum sempurna, serta otot
pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung
(pliable thorak) sehingga bayi mudah terserang sindroma gawat nafas.
Penyakit membran hialin dan aspirasi pneumoni.

b. Masalah termogulasi
Terjadi karena kulit tipis dan dekat dengan permukaan. Lemak
subkutan sedikit, sehingga panas cepat hilang, pusat control
temperature di otak belum matur, biasanya lebih lanjut menyebabkan
asfiksia. Suhu tubuh tidak stabil karena sulit memperthankan suhu
tubuh disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari
kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan permukaan tubuh relative
lebih luas, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh
karena lemak coklat (brown fat) yang belum cukup serta pusat
pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya, dan
kemampuan metabolisme panas masih rendah. Komplikasi dapat
terjadinya hipoglikemi dan masalah respirasi.
c. Gangguan pencernaan dan problem nutrisi
Aktivitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna
menyebabkan fungsi gastrointestinal belum sempurna, sehingga

Poltekkes Kemenkes Palembang


23

penyerapan makanan kurang maksimal, terjadi distensi abdomen


akibat dari motilitas usus berkurag, volume lambung berkurang
sehingga waktu pengososngan lambung bertambah, daya untuk
mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin, yang larut
dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Kerja dari
sfingter kardio esophagus yang belum sempurna memudahkan
terjadinya regurgitasi isi lambung ke esophagus dan mudah terjadi
aspirasi peumonie. Immaturitas hati memudahkan terjadinya defisiensi
vitamin K dan hiperbilirubinemia sampai ikterus.
d. Masalah integument
Kulit lebih mudah robek, rusak dan permeable. Tindakan yang
sering dilakukkan seperti cairan endotrakeal, IV, dan lamanya sangat
merusak kulit. Begitu juga dengan tindakan desinfektan seperti
alkohol, betadine sebelum tindaka invasive dapat merusak kulit dan
mudah menyerap.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
kehidupan yang aktual respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok. Secara akuntabilitas,
perawat dapat mengindentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, atau mengubah status
kesehatan (Putra, 2012).
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada BBLR antara lain :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot
pernafasan dan penurunan ekspansi paru (NANDA, 2013 dalam
Nurarif dan Kusuma, 2013).
a. Tujuan :
1) Kebutuhan Oksigen Terpenuhi.
2) Mempertahankan pernafasan Normal (Pusdiklatnakes, 2013)
b. Kriteria hasil :
1) Jalan nafas tetap paten.

Poltekkes Kemenkes Palembang


24

2) Pernafasan memberikan oksigenasi dan pembuangan C02 yang


yang adekuat.
3) Gas darah arteri dan keseimbangan asam basa dalam batas
normal.
4) Oksigenisasi jaringan adekuat (Wong, 2003).
5) Frekuensi pernafasan 40-60x/menit (Pusdiklatnakes, 2013).

2. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kegagalan


mempertahankan suhu tubuh, penurunan jaringan lemak subkutan
(NANDA, 2013 dalam Nurarif dan Kusuma, 2013).
a. Tujuan : Pasien mempertahankan suhu tubuh tetap stabil.
b. Kriteria hasil :
1) Mempertahankan suhu kulit/aksila 35,50 37,30 .
2) Bebas dari tanda-tanda stress dingin (Doenges dan Moorhouse,
2001).
3) Denyut jantung dalam batasan normal.
4) Pasien tidak menunjukan adanya komplikasi yang berhubungan
dengan hipotermia seperti cedera jaringan lunak, dehidrasi,
syok hivovolemik (Taylor dan Ralph, 2010).

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan imaturitas peristaltik gastrointestinal (NANDA, 2013 dalam
Nurarif dan Kusuma, 2013).
a. Tujuan : Terpenuhunya kebutuhan nutrisi pasien.
b. Kriteria hasil :
1) Memperthanakan pertumbuhan dan peningkatan.
2) Berat badan dalam kurva normal.
3) Penambahan berat badan minimal 20-30 gram/hari.
4) Mempertahankan serum DBN dan keseimbangan nitrogen
positif (Doenges dan Moorhouse, 2001).

Poltekkes Kemenkes Palembang


25

4. Ketidakefektifan pola makan (menyusu) pada bayi berhubungan


dengan premturitas
a. Tujuan : Terpenuhnya kebutuhan makan (menyusu) pada
bayi.
b. Kriteria hasil :
1) Bayi tidak kehilangan berat badan lebih dari 10% dari berat
badan lahir dalam minggu pertama.
2) Bayi mengalami kenaikan berat badan 119 gram sampai 198
gram per minggu setalah minggu pertama kehidupan.
3) Faktor-faktor yang memperngaruhi pembentukan pola
menyusu yang efektif dan dapat di identifikasi.
4) Orang tua pasien dapat mengungkapkan peningkatan percaya
pada kemampuan mereka untuk melakukkan teknik menyusui
yang tepat.
5) Bayi menunjukan respon menghisap dan menelan yang efektif,
yang memungkinkan asupan nutrient yang tepat (Taylor dan
Ralph, 2010).

5. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis tidak


adekuat (NANDA, 2013 dalam Nurarif dan Kusuma, 2013).
a. Tujuan : Pasien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi.
b. Kriteria hasil :
1) Hasil pemeriksaan darah lengkap, trombosit, Kadar pH, dan
tada vital DBN dalam batas normal.
2) Tidak terdapat tanda-tanda rubor, dolor, color tumor,
Funktiolaesa.
3) Luka tali pusat kering dalam waktu 7-10 hari (Pusdiklatnakes,
2013).

6. Diskontinuitas pemberian ASI berhubungan dengan prematuritas


(NANDA, 2013 dalam Nurarif dan Kusuma, 2013).
a. Tujuan : Terpenuhinya kontinuitas meyusui pada bayi.

Poltekkes Kemenkes Palembang


26

b. Kriteria hasil :
1) Ibu menyatakan pemahamannya tentang faktor-faktor yang
menuntut diskontiunitas menyusui.
2) Ibu menyatakan merasa nyaman dengan keputusannya untuk
kembali menyususi.
3) Ibu mengeluarkan dan menyimpan ASI dengan benar.
4) Suplai Asi ibu adekuat.
5) Ibu merasa pulih dari ketidaknyamanan akibat pembekakan.
(Taylor dan Ralph, 2010).

2.2.3 Perencanaan keperawatan


Semua tindakan yang dilakukkan oleh perawat bertujuan untuk
membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan
yang di uraikan dalam hasil yang diharapkan. Rencana keperawatan
merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien (Putra, 2012).
Perencanaan dibuat dan diformulasikan untuk memberikan arahan
pada asuhan keperawatan. Hasil yang diharapkan pada klien bertumpu dari
pernyataan diagnostik dan didefinisikan sebagai hasil dari intervensi
keperawatan dan respon pasien yang dapat dicapai, diinginkan oleh klien
dan perawat, serta dapat dicapai dalam periode tertentu, berdasarkan situasi
dan sumber-sumber yang ada (Doenges dan Moorhouse, 2001).

Tabel 2.3
Intervensi keperawatan dan rasional pada BBLR
(Nurarif dan Kusuma, 2013 ; Doenges dan Moorhouese, 2001 ; Taylor danRalph).
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
1 Ketidakefektifan 1. Kaji prekuensi pernapasan 1. Membantu dalam
pola nafas dan pola pernapasan. membedahkan periode
berhubungan Perhatikan adannya apnea perputaran pernafasan
dengan imaturitas dan perubahan frekuensi normal dari serangan
otot-otot jantung, tonus otot, dan apneik sejati, yang
pernafasan dan warna kulit berkenaan terjadi sebelum getasi
penurunan dengan prosedur atau ke-30 minggu
ekspansi paru. perawatan. Lakukan
(NANDA, 2013) pemantauan jantung dan

Poltekkes Kemenkes Palembang


27

pernapasan kontinu.

2. Hisap jalan napas sesuai 2. Menhgilangkan mucus


kebutuhan. yang menghambat jalan
nafas

3. Tinjau ulang riwayat ibu 3. Magnesium sulfat


terhadab obat-obatan yang (MgSO4) dan narkotik
dapat memperberat menekan pusat
depresi pernapasan pada pernafasan dan aktivitas
bayi. SSP

4. Posisikan bayi pada 4. Posisi ini dapat


abdomen atau posisi memeudahkan
telentang dengan pernafasan dan
gulungan popok dibawah menurunkan episode
bahu untuk menghasilkan apneik, khususnya pada
sedikit adanya hipoksia, asidosis
hiperekstensi. metabolic, atau
hiperkapnia
5. Pertahankan suhu tubuh 5. Peningkatan atau
optimal penurunan suhu tubuh
( rujuk pada DK: dapat menyebabkan
termogilasi, tidak efektif apnea
resiko tinggi terhadap.)
6. Berikan rangsang tektil 6. Merangsang SSP untuk
yang segera ( mis., meningkatkan gerakan
gosokan punggung bayi) tubuh dan kembalinya
bila terjadi apnea pernafasan spontan.
perhatikan adannya Biasanya, bayi
sianosis, bradikardia, atau mengalami apnea lebih
hipotonia. Anjurkan sedikit bila orang tua
kontak orangtua menyentuh mereka.
7. Tempatkan bayi pada 7. Gerakan memberikan
matras bergelombang. rangsangan, yang dapat
menurunkan kejadian
apneik
8. Tindakan kolaborai dalam 8. Hipoksia, asidosis
pemeriksaan laboratorium metabolic, hiperkapnia,
(mis.,GDA,glukosa hipoglikemia,
serum, elektrolit, kultur hipokalsemia, dan sepsis
dan kadar obat) sesuai dapat memperberat
indikasi. serangan apneik
9. Tindakan kolaborasi 9. Perbaikan kadar oksigen
pemberian oksigen, sesuai dan karbon dioksida
indikasi dapat meningkatkan
fungsi pernafasan

Poltekkes Kemenkes Palembang


28

10. Berikan obat-obat sesuai 10.


indikasi : a. Memperbaiki
a. Natrium bikarbonat. asidosis
b. Antibiotik. b. Mengatasi infeksi
c. Kalsium glukonat. pernafasan atau
d. Aminofilin. sepsis
(Doenges dan Moorhouse, c. Hipokalasemia
2001) mepredisposisikan
bayi pada apnea
d. Dapat meningkatkan
aktivitas pusat
pernafasan dan
menurunkan
sensitivitas terhadap
C02, menurunkan
frekuensi apnea
(Doenges dan
Moorhouse, 2001)
2 Resiko 1. Kajian suhu dengan 1. Hiportermia membuat
ketidakseimbanga sering, periksa suhu rektal bayi cendrung pada stres
n suhu tubuh pada awalnya; dingin, pengunaan
berhubungan selanjutnya, periksa suhu simpanan lemak yang
dengan kegagalan aksila atau gunakan alat tidak dapat diperbaharui
mempertahankan termosat dengan dasar bila ada dan penurunan
suhu tubuh, terbuka dan penyebar sesitivitas untuk
penurunan hangat. Ulang setiap 15 meningkatkan kadar
jaringan lemak mnt selama penghangatan karbondioksida (
subcutan tulang. hiperkapnia ) atau
(NANDA, 2013) penurunan kadar oksigen
( hipoksia ).
2. Tempat bayi pada 2. Mempertahankan
penghangat, isolette, lingkungan termonetral,
inkubator, tempat tidur membantu
terbuka dengan penyebar
hangat, atau tempat tidur
bayi terbuka dengan
pakaian tepat untuk bayi
yang lebih besar atau
lebih tua. Gunakan
bantalan pemanasan
dibawah bayi bila perlu,
dalam hubungannya
dengan tempat tidur
isolette atau terbuka.
3. Gunakan lampu pemanas 3. mencegah stress dingin
selama prosedur tutup
penyebar hangat atau
kertas almunium bilat

Poltekkes Kemenkes Palembang


29

tepat objek panas


berkontak dengan tubuh
bayi, seperti stetoskop,
linen, dan pakaian 4. Menurunkan kehilangan
4. Kurangi pemajaan pada panas karena
aliran udara hindari konveksi/konduksi
pembukaan pagar isolotte membatasi
yang tidak semestinya kehilanganpanas melalui
radiasi
5. Ganti pakaiana atau linen 5. Menurunkan kehilangan
tempat tidur bila basah melalui evaporasi
pertahankan kepala bayi
tertutup
6. Pantau sistem pengaturan 6. Hipertermia dengan
suhu tubuh, penyebar akibat peningkatan pada
hangat atau inkubator laju metabolisme
(pertahankan batas atas kebutuhan oksigen dan
pada 98,6f tergantung glukosa dan kehilangan
pada ukuran atau usia bayi air tidak kasatmaat dapa
terjadi bila suhu
lingkungan yang dpat
dikontrol, terlalu tinggi
7. Pertahankan kelembaban 7. Mencegah evaporasi
relatif 50%-80% oksigen berlebihan , menurunkan
lembab hangat 88-93 kehilangan cairan tidak
(31-34) kasatmata
8. Perhatikan adanya 8. Tanda-tanda ini
takipnea atau apnea menandakan stres dingin
sianosis umum yang meningkatkan
akrosianosis atau kulit kopnsumsi oksigen dan
belang bradikardi, kalori serta membuat
menangis buruk atau bayi cenderung pada
letargi evaluasi derajat asisdosis berkenaan
dan lokasi ikterik dengan metabolisme
anaerobik
9. Berikan penghangatan 9. Peningktan suhu tubuh
bertahap untuk bayi yang cepat
dengan stres dingin menyebabakan konsumsi
oksigen berlebihan dan
apnea
10. Kaji aluaran dan berat 10. Penurunan haluaran
jenis urin dan peningktan berat
jenis urin dihubungkan
dengan penurunan perfus
ginjal selama periode
11. Pantau penambahan berat stres dingin
badan berturut-turut bila 11. Ketidakadekuatan
penambahan berat badan penambahan berat badan

Poltekkes Kemenkes Palembang


30

tidak adekuat tingkatkan meskipun masukan


suhu lingkungan sesuai kalori adekuat dapat
indikasi menandakan bahwa
kalori digunakan untuk
mempetahankan suhu
tubuh memerlukam
peningktan suhu
lingkungan
12. Perhatikan perkembangna 12. tanda-tanda hiperterma
takikardi warna ini suhu bedar dari 99
kemerahan, diaforesis, (37,2) dapat berlanjut
letargu, apnea, koma, atau pada kerusakaan otak
aktivitas kejang bila tidak teratasi
13. stres dingin
13. Kolaborasi dalam meningkatkan kebutuhan
Pemantauan pemeriksaan terhadap glukosa dan
laboratorium, sesuai oksigen serta dpaat
indikasi (mis : GDA, mengabikabatkan
glukosa serum, elektrolit, maslaah asam-basa bila
dan kadar bilirubin) (rujuk bayi mengalami
pada DK pertukaran gas, metabolisme anaerobik
kerusakan) bila kadar oksigen yang
cukup tidak tersedia
peningkatan kadar
bilirubin indirek dapat
terjadi karena pelepasan
asam lemak coklat
dengan sam lemak
bersaing dengan
bilirubin pada bagian
ikatan dialbumin asidosis
metabolik dapat terjadi
14. Kolaborasi dalam pada hipertermia
pemberian D10W dan 14. pemberian dekstrosa
ekspander volume secara mungkin perlu untuk
intravena bila diperlukan memperbaiki
(Doenges dan Moorhouse, hipoglikemia hipotensi
2001) karena vaspdilatasi
perifer mungkin
memerlukantingkatan
pada bayi yang
mengalami stres paans
hipertermia dapat
menyebabkan
peningkatan dehidrasi
tinga sampai empat kali
(Doenges dan
Moorhouse, 2001)

Poltekkes Kemenkes Palembang


31

3 Ketidakseimbang 1. Kaji reflek berkenaan 1. Menentukan metode


an nutrisi kurang dengan pemberian pemberian makan yang
dari kebutuhan makanan (Menghisap, tepat untuk bayi
tubuh menelan, gag, dan batuk)
berhubungan 2. Auskultasi terhadap 2. Bila distress pernafasan
dengan adanya bising usus. Kaji maka cairan parentral di
ketidakmampuan status fisik dan status indikasikan dan cairan
menerima nutrisi pernafasan per-oral harus di tunda
kurang dari 3. Pemberian maka per
imaturitas 3. Mulai pemberian selang mungkin perlu
peristaltik makanan sementara atau untuk memberikan
gastrointestinal menggunakan selang nutrisi yang adekuat
(NANDA, 2013) sesuai indikasi pada bayi yang telah
mengalami kordinasi
menghisap yang buruk
dan reflek menelan atau
yang menjadi lelah
selama pemberian
makan.
4. Masukkan ASI/PASI 4. Pemasukan makanan ke
dengan perlahan selama dalam lambung yang
20 menit pada kecepatan terlalu cepat dapat
20 ml/menit mengakibatkan respon
balik cepat dengan
regurgitasi, peningkatan
resiko aspirasi, dan
distensi abdomen, semua
ini menurunkan status
pernafasan
5. Catat pertumbuhan 5. Pertumbuhan dan
dengan membuat peningkatan berat badan
pengukuran berat badan adalah kriteria untuk
setiap hari penentuan kebutuhan
kalori , untuk
meyesuaikan formula
dan untuk menentukan
frekuensi pemberian
makan. Pertumbuhan
mendorong peningkatkan
kebutuhan kalori dan
protein
6. Kolaborasi dalam 6. Pemberian makan dini
pemberian air steril, mencegah terjadinya
glukosa dan ASI/PASI penurunan cadangan
dengan cepat makanan
7. Kolaborasi dalam 7. Bayi kurang dari 1250
pemberian makanan gram di beri makan
berdasarkan berat setiap 2 jam, bayi 1500-

Poltekkes Kemenkes Palembang


32

badan dan perkiraan 1800 gram di beri makan


kapasitas lambung setiap 3 jam.
(Doenges dan Moorhouse, (Doenges dan
2001) Moorhouse, 2001)

4 Ketidakefektifan 1. Dengan menggunakan 1. Menyakinkan


pola makan bayi skala yang sama timbang pengenalan kehilangan
berhubungan berat badan bayi setiap berat badan yang
dengan hari berlebihan
premturitas 2. Kaji pola menghisap bayi 2. Memantau
(NANDA, 2013) perkembangan pola yang
tidak efektif
3. Kaji pengetahuan orang 3. Membantu
tua tentang teknik mengidentifikasi dan
menyusui menjelaska kesalahan
konsep

Poltekkes Kemenkes Palembang


33

4. Kaji ansietas orang tua 4. Ansietas dapat


yang berkaitan dengan berpengaruh pada
kesulitan menyusi pada kemampuan seseorang
bayi untuk mepelajari hal
baru
5. Tetaplah bersama orang 5. Mengidentifikasi
tua dan bayi selama kesalahan dan
menyusui memberikan intervensi
langsung
6. Ajarkan untuk menyusi 6. Mencegah terjadinya
bayi dalam posisi tegak aspirasi

7. Ajarkan kepada orang tua 7. Menyakinkan bahwa


untuk mebuka dan bayi bangun dan terjaga
mengatur posisi neonatal untuk menghisap secara
yang mengantuk sebelum memadai
menyusui

8. Berikan penguatan positif 8. Reinforcement positif


pada orang tua dapat Meningkatkan
harga diri dan
mengurangi ansietas
sehingga teknik
menyusui meningkat
9. Berikan alternative 9. Memudahkan neonates
putting, seperti putting mendapatkan formulaya
preemie memiliki lubang
lebih besar dan tekstur
lebih lembut
10. Untuk pemberian ASI, 10. Penghisapan yang
yakinkah bahwa posisi adekuat berasal dari
lidah bayi tepat berada posisi yang tepat
dibwah putting ibu

11. Pantau adanya turgor kulit 11. Mendeteksi ada atau


bayi yang buruk, tidaknya dehidrasi
membrane mukosa kering,
penurunan jumlah urin
memekat, fontanel dan
kelopak mata cekung
12. Catat jumlah feses dan 12. Perubahan pola eliminasi
jumlah urin yang usus dapat
dikeluarkan mengindikasikan
penurun asupan
makanan, penurunan
jumlah urin yang pekat
dapat mengindikasikan
dehidrasi

Poltekkes Kemenkes Palembang


34

13. Kaji defisit neurologis 13. Mengindentifikasi


pada bayi atau penyebab kebutahan untuk evaluasi
patofisiologis yang lain yang lebih ekstensif
terhadap pengisapan (Taylor dan Ralph,
(Taylor dan Ralph, 2010) 2010)
5 Resiko infeksi 1. Tinjau ulang catatan 1. Faktor-faktor maternal
berhubungan kelahiran seperti persalinan dan
dengan kelahiran preterm
pertahanan kemungkinan disebabkan
imunologis tidak oleh infeksi yang
adekuat mempredisposisikan bayi
(NANDA, 2013) preterm pada infeksi
asenden.
Bayi yang di resuitasi
dan mendapat intervensi
invasive lebih cenderung
kemasukan patogen dan
infeksi
2. Tentukan usia gestasi 2. Kelahiran sebelum getasi
janin dengan minggu ke-28
menggunakan kriteria meningkatkan
Dubowitz kerentenan terhadap
infeksi.
3. Tingkatkan cara-cara 3. Mencuci tangan adalah
mencuci tangan pada staf, praktik yang paling
orang tua dan pekerja lain penting untuk mencegah
per protocol. kontaminasi silang serta
mengontrol infeksi
dalam ruang perawatan
4. Pantau staff dan 4. Penularan pada neonates
pengunjung dapat terjadi secara
langsung dan cepat
5. Berikan jarak anatara unit 5. Memberikan jarak 4-6
isolasi atau unit individu kaki dengan bayi
membantu penyebaran
droplet atau infeksi
melalui udara
6. Kaji bayi terhadap tanda- 6. Agar dapat mendapatkan
tanda infeksi diagnosis segera infeksi
7. Lakukkan perawatan tali 7. Penggunaan alkohol
pusat sesuai prosedur local dan berbagai
mikroba dapat mecegah
kolonisasi
8. Pantau bayi terhadap 8. Awitan lanjut baru akan
tanda-tanda awitan lanjut tampak setelah hari ke 5
penyakit atau infeksi kelahiran, faktor terjadi
awitan dapat terjadi oleh
bakteri dari saluran

Poltekkes Kemenkes Palembang


35

genital ibu, kontak


manusia atau alat dan
bahan yang
terkotaminasi setelah
lahur
9. Berikan ASI untuk 9. ASI egandung IgA,
pemberian makan makrofag, limfosit, yang
memberikan
perlindungan terhadap
infeksi

10. Pantau pemeriksaan 10.


laboratorium sesuai a. Prematuritas
indikasi menurunkan respon
a. Seri jumlah SDM dan imun pada infeksi
diferensial b. Sepsis menyebabkan
b. Trombosit jumlah trombosit
c. Glukosa dan pH dalam darah
dalam darah menurun
c. Hipoglikemia,
Hiperglikemia atau
asidosis metabolic
dapat menjadi tanda
infeksi
11. Kolaborasi dalam 11. Antibiotik spektrum luas
pemberian antibiotik jika biasanya diindikasihkan,
diperlukan menunggu hasil tes
(Doenges dan Moorhouse, kultur dan sensitivitas.
2001) (Doenges dan
Moorhouse, 2001)

1. 6. Diskontinuitas 1. Kaji pemahaman ibu 1. Mengevaluasi apakah


pemberian ASI tentang diskontinuitas perlu pemberian
berhubungan pemberian ASI. instruksi lebih lanjut.
dengan 2. Yakinkan pada ibu bahwa 2. Mengurangi tingkat
prematuritas kebutuhan nutrisi pada anisetas pada ibu.
(NANDA, 2013 bayi akan terpenuhi
dalam Nurarif dan dengan metode lain.
Kusuma, 2013). 3. Kaji keinginan ibu untuk 3. Keingan Ibu untuk
menyusui. menyusui dapat dinilai
dan membantu dalam
penyusunan perencanaan

Poltekkes Kemenkes Palembang


36

keperawatan.
4. Berikan materi pendidikan 4. Alat bantu audiovisual
yang sesuai, meliputi alat mendomenstrasikan
bantu audiovisual dan teknik pelepasan dan
materi tertulis. penyimpanan ASI yang
tepat dan materi tertulis
dapat membuat ibu
mempelajari informasi
sesuai dengan
kemampuanya..
5. Rekomendasikan ibu 5. memaksimalkan
untuk menggunakan stimulasi dan produksi
pompa payudara sesuai prolaktin.
dengan petunjuk sebagai
berikut :
a) Mulailah memopa 24
jam 48 jam dri
kelahiran.
b) Lakukkan
pemompahan untuk
memunuhi kebutahan
makan bayi min :
5x/hari.
c) Lakukkan pemompaan
100 menit perhari.
d) Lakukkan pemompaan
cukup lama untuk
melunakkan payudara.
6. Dorong ibu untuk 6. Pengawetan ASI yang
menampung ASi-nya tepat dan benar dapat
dalam wadah yang steril . menjamin suplai antibodi
baik pada ibu dan bayi

Poltekkes Kemenkes Palembang


37

serta melibatkan ibu


dalam perawatan bayi.
7. Apabila ibu telah bisa 7. Terhindarnya ibu dari
menyusui bayinya secara ketidaknyamanan pada
langsung ajarkan cara saat menyusi serta
mengurangi pembekakan pembekakakan pada
pada payudara. payudara dapat
mengganggu bayi pada
proses peghisapan.
8. Pelajari kebiasaan ibu 8. Kebiasaan ibu dapat
(Taylor dan Ralph, 2010). dijadikan Sebagai bahan
untuk memberikan saran
dalam kegiatan
menyusui (Taylor dan
Ralph, 2010).

2.2.4 Implementasi keperawatan


Menurut Putra, 2012 implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaa
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan di tujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Ada beberapa tahap dalam tindakan keperawatan, yaitu sebagai berikut :
1. Persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawata untuk
mengevaluasi hasil yang teridentifikasi pada tahap perencanaan.
2. Intervensi
Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik
da emosional. Pedekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan
independen, dependen, dan interdependen.
3. Dokumentasi

Poltekkes Kemenkes Palembang


38

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang


lengkap dan akurat suatu kejadian dalam proses keperawatan.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian
hasil yang diharapkan (yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan
didokumentasikan dalam rencana keperawatan) adalah tahap akhir dari
proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk menentukan seberapa baik
rencana asuhan tersebut berjalan, dan bagaimana selama proses yang terus
menerus. Revisi rencana perawatan adalah komponen yang penting dari fase
evaluasi (Doenges dan Moorhouse, 2001).

1. Sasaran Evaluasi (Putra, 2012) :


a. Proses asuhan keperawatan, yang berdasarkan kriteria dalam rencana
keperawatan yang telah disusun.
b. Hasil tindakan keperawatan, yang berdasarkan kriteria keberhasilan
yang telah dirumuskan dalam rencana evaluasi.
2. Mengenali hasil evaluasi yang dilakukkan
Menurut Putra, 2012 ada 3 kemungkinan dari hasil evaluasi, yaitu :
a. Tujuan tercapai apabila pasien telah menunjukan perbaikan atau
kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara
maksimal, sehingga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai apabila klien tidak menunjukan perubahan atau
kemajiuan sama sekali, bahkan timbuk masalah baru. Dalam hal ini
perawat perlu mengkaji secara lebih mendalam sehingga diketahui
kemungkinan terdapat data, analisis, diagnosis, tindakan dan faktor-
faktor yang salah yang menjadi dasar penyebab tidak tercapainya
tujuan.

2.2.6 Pendokumentasian

Poltekkes Kemenkes Palembang


39

Menurut Doengus dan Moorhouse, 2001 pada umumnya tujuan sistem


pendokumentasian adalah sebagai berikut :
1. Memudahkan kualitas perawatan klien.
2. Menjamin pendokumentasian kemajuan di hubungkan dengan hasil
yang berfokus pada kilen.
3. Memudahkan konsistensi antar disiplin dan monkomunikasikan tujuan
tindakan dan kemajuan.
Mempertahankan penulisan catatan adalah salah satu kebutuhan esensial
untuk akreditasi pelayanan kesehatan oleh Joint Commission on
Acreditation of Health Care Organizations (JCAHO) dan badan pemberi
surat kepercayaan lain. Pendokumentasian tidak hanya sebagai syarat
akreditasi, tetapi juga merupakan catatan permanen tentang apa yang terjadi
pada setiap klien dan merupakan kebutuhan hukum dalam suatu lingkungan
pelayanan kesehatan. Pada masyarakat dengan berbagai kondisi hukum dan
tekanan malpraktik agresif, semua aspek catatan medis dapat menjadi
dokumen hukum penting.

Poltekkes Kemenkes Palembang

Anda mungkin juga menyukai