Anda di halaman 1dari 7

Minimnya Tenaga Kesehatan di Nusa Tenggara Barat

Oleh: Abelina Nabila Lestein Wohon

Salah satu aspek penting dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah


tersedianya sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan. Masalah SDM kesehatan
terutama dokter, bidan dan perawat di Indonesia saat ini memiliki jumlah yang tidak
memadai dikarenakan oleh distribusi tidak merata. Ketersediaan tenaga kesehatan
memang harus diakui jauh dari kata ideal. Penyediaan tenaga kesehatan harusnya
menjadi tugas dan target utama pemerintah sebagai komitmen pelaksanaan pasal 28
UUD 1945. Jika kesehatan menjadi hak asasi bagi tiap warganegara maka pemerintah
harus memenuhi kewajibannya termasuk penyediaan tenaga kesehatan. Kebutuhan
mendesak tenaga kesehatan terutama sangat dibutuhkan oleh daerah terpencil,
tertinggal dan wilayah perbatasan. Ini dapat dilihat dari data Departemen Kesehatan
(Depkes) yang mengatakan bahwa hanya terdapat 364 puskesmas di daerah terpencil
tertinggal dan area perbatasan (Dacilgatas) yang tersebar di 64 kabupaten pada 17
provinsi, 184 puskesmas dimana 51% belum memiliki dokter. Dari sisi jumlah, rasio
tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk yang harus dilayani masih rendah. Pada
tahun 2002,untuk setiap 100.000 penduduk hanya tersedia 3 sampai 5 puskesmas dan
sebagian penduduk yang bertempat tinggal di daerah terpencil tidak memanfaatkan
puskesmas karena keterbatasan sarana transportasi dan kendala geografis. Ini tentu
memprihatinkan mengingat bahwa kebutuhan kesehatan yang kian meningkat.
Tingginya disparatis status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi dan antar kawasan
perkotaan dengan perdesaan menjadi permasalahan utama mengenai pelayanan
kesehatan. Hal ini berdampak terhadap kualitas dan aksesbilitas layanan kesehatan
yang diberikan kepada masyarakat. Kualitas pelayanan menjadi kendala karena
tenaga medis sangat terbatas dan peralatan yang kurang memadai. Peningkatan
kualitas menjadi titik penting bagi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarkat.
Tanpa kualitas memadai sulit rasanya kita mengharapkan terjadi perubahan terhadap
indeks kesehatan masyarakat. Maka diperlukan upaya untuk terus mencetak tenaga
kesehatan yang berkualitas, baik itu dokter, bidan dan perawat harus menjadi prioritas
utama pemerintah.

Dewasa ini tingkat pelayanan kesehatan di Nusa Tenggara Barat masih


tergolong cukup rendah dikarenakan oleh minimnya tenaga kesehatan. Seperti yang
dilansir oleh VIVAnews pada tanggal 7 September 2010, mantan menteri kesehatan,
Endah Sedyaningsih, menghimbau kepada kepala daerah di NTB untuk lebih
meningkatkan kualitas tenaga kesehatan. Khususnya di Kabupaten Bima dan Dompu
yang masih marak dengan kasus penyakit menular seperti demam berdarah, valarisis,
dan kaki gajah. Disamping itu, kasus gizi buruk yang akhir-akhir ini masih ditemui di
NTB telah berhasil menjadi sorotan, maka dari itu Endang Sedyaningsih menekankan
kepada pemerintah untuk lebih mengoptimalkan dan memaksimalkan dana yang
diberikan. Dan yang terpenting, komitmen dari kepala daerah juga dibutuhkan untuk
dapat mengatasi hal tersebut.

Untuk masalah gizi buruk, penyebab terjadinya gizi buruk di NTB adalah
penyakit penyerta seperti infeksi saluran pernafasan, kelainan jantung, dan diare.
Sebaran jumlah penduduk yang cukup luas berpengaruh terhadap akses pelayanan
kesehatan. Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan
kesehatan keluarga. Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan
pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi
masyarakat, jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis.

Meski telah menorehkan sejumlah prestasi dan penghargaan, NTB masih


menghadapi berbagai kendala dan tantangan dalam mewujudkan masyarakat yang
sehat dan sejahtera. Permasalahan besar yang masih membelenggu adalah indeks
penduduk dan derajat kesehatan yang masih rendah. Akibatnya berdampak pada
menurunnya peluang pada dimensi yang lebih kompleks. Selama tahun 2009
pemerintah telah berupaya melaksanakan program pelayanan kesehatan gratis dari
dana APBD provinsi maupun kabupaten dan kota. Pelaksanaan tersebut tak luput dari
tantangan dan kendala teknis seperti halnya NTB masih kekurangan tenaga
kesehatan.

Minimnya tenaga kesehatan di NTB salah satunya dapat dipicu dari faktor
rendahnya gaji atau upah yang diberikan. Gaji tenaga kesehatan, khususnya perawat
di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dinilai sangat rendah. Bahkan lebih rendah dari
gaji pembantu rumah tangga (PRT), yakni kisaran Rp.500.000 per bulan dengan
beban kerja yang sangat berat. Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) ,
Mahulil Ulil Amri, menjelaskan lewat Suara NTB pada tanggal 7 Januari 2017,
bahwa gaji para tenaga kesehatan ini perlu dievaluasi karena risiko yang dihadapi
para perawat cukup besar. Upah yang diterima seluruh perawat sangat jauh dari Upah
Minimum Provinsi (UMP). Mahulil Ulil Amri berharap ada penyesuaian dari
pemerintah, sehingga perawat bisa mendapatkan upah yang layak. Hal penting
lainnya yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah uji sertifikasi, uji
kompetensi, pelatihan magang, tugas lapangan dan lainnya agar bisa menjadi alat
ukur tentang seberapa jauh kualitas tenaga kesehatan dan juga untuk menghindari
perawat yang bekerja secara illegal khususnya di Kabupaten Lombok Timur.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, mulai dari undang-undang kesehatan
dan keperawatan mengharuskan seluruh perawat harus mengantongi STR dulu
sebelum bekerja memberikan pelayanan kesehatan.

Seperti yang dilansir oleh Suara NTB pada tanggal 9 Januari 2017, Kabupaten
Lombok Timur masih kekurangan ratusan tenaga medis, terutama tenaga dokter.
Idealnya, jumlah dokter itu 1 : 5000 jumlah penduduk. Namun, yang ada sekarang 1 :
20.000-30.000. Setidaknya, pembagian di puskesmas ada 3 dokter tetapi yang ada
saat ini baru 1-2 orang saja. Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Lotim, drg. Asrul Sani,
mengaku, total jumlah dokter di Lotim saat ini baru mencapai 140 orang. Sementara
yang dibutuhkan dengan perbandingan jumlah penduduk di Lotim yang seharusnya
ada 240 dokter. Selain dokter, jumlah puskesmas di Lotim juga masih sangat terbatas.
Pada tahun 2016 ada penambahan puskesmas sebanyak 3 unit, sehingga jumlahnya
menjadi 32 unit. Untuk wilayah Kabupaten Lotim yang dengan jumlah penduduk
terbesar dan terpadat, maka jumlah ideal puskesmas sebanyak 40 unit. Diharapkan 5
unit lainnya bisa segera terbangun, sehingga wilayah Lotim bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan yang merata.

Sebagian besar tenaga kesehatan banyak terfokus di daerah perkotaan


sehingga menyulitkan masyarakat yang berada di daerah pedesaan dan daerah
terpencil lainnya untuk mengakses layanan kesehatan. Meski berbagai upaya telah
dilakukan untuk mendorong agar tenaga kesehatan khususnya dokter bersedia
ditempatkan di daerah tersebut namun hingga kini masih banyak daerah di Indonesia
khususnya NTB yang mengalami defisit SDM kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah
terutama Depkes memang harus bekerja keras menyiasati pemenuhan kebutuhan
tenaga kerja kesehatan terutama bagi daerah dacilgatas. Pemerintah juga perlu untuk
mengintensifkan program-program pengabdian oleh tenaga kesehatan seperti program
wajib profesi untuk mengatasi masalah yang rentan terhadap berbagai macam
penyakit yang dialami masyrakat karena kondisi terbatas. Ini bukan saja menegaskan
komitmen pemerintah dalam melayani kesehatan masyarakat secara merata tetapi
juga untuk memberi kesempatan yang sama bagi semua masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan secara optimal.

Pemerintah NTB diharapkan untuk terus berupaya memperbaiki pelayanan


kesehatan dan membangun fasilitas kesehatan masyarakat, terutama dalam
meningkatkan tenaga kesehatannya. Sasaran pembangunan kesehatan di provinsi
NTB antara lain program peningkatan sarana prasarana alat rumah sakit rujukan
regional di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB dan rumah sakit
Provinsi di Sumbawa. Penyediaan fasilitas dan tenaga kesehatan merupakan bagian
dari pembangunan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan
berhubungan dengan kemudahan penduduk dalam mengakses layanan kesehatan.
Pemerintah telah menyusun beberapa program peningkatan kualitas pelayanan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang kesehatan dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan status kesehatan penduduk khusunya pada kelompok
rentan seperti bayi, balita, ibu hamil, ibu bersalin dan menyusui. Khususnya pada ibu
hamil, pemerintah harus mengupayakan agar para ibu hamil dapat melahirkan dengan
bantuan tenaga kesehatan dengan mendistribusikan ke berbagai wilayah termasuk
wilayah terpencil sehingga persalinan balita banyak dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Dalam buku Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), dalam Paritas
Pembangunan Kesehatan yang disusun oleh Kementerian Kesehatan RI, 2010, NTB
dinyatakan sebagai wilayah yang paling banyak mendapatkan mitra kerjasama, bukan
artian jumlah besaran dana yang dialokasikan ke daerah. Sepanjang NTB berlabelkan
Daerah Bermasalah Kesehatan tidak menutup kemungkinan jumlah mitra yang
berminat untuk mendukung pembangunan di NTB, khususnya pembangunan
kesehatan akan tetap banyak. Kondisi ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah daerah seharusnya memiliki kebijakan dan
sistem yang kuat untuk mengelola mitra yang menyediakan dukungan di wilayah
NTB agar sumber daya baik yang berasal dari mitra kerja maupun pemerintah daerah
dan pusat dapat dikelola dengan efektif dan efisien. Dalam konteks ini, Pemerintah
Provinsi hendaknya memikirkan untuk memiliki sebuah sistem yang mengelola mitra
untuk mendukung pembangunan kesehatan masyrakat di NTB. Pemerintah Provinsi
juga diharapkan untuk memberi perhatian khusus pada kebijakan sumber daya
manusia di NTB dan dalam prosesnya untuk membangun sistem pengelolaan ilmu
pengetahuan di NTB diperlukan pemerintah untuk menyediakan dukungannya,
lembaga atau mitra pembanguan proyek yang seringkali ingin memperlihatkan hasil
dukungannya secara cepat dan terlihat dengan kasat mata untuk selalu menghasilkan
inovasi baru atau best practice yang akan menjadi label atau pencapaian proyek.

Peningkatan upaya pemeliharaan, perlindungan dan peningkatan derajat


kesehatan dan status gizi terutama penduduk miskin merupakan salah satu cara
mengatasi permasalahan kesehatan yang terjadi di NTB. Peningkatan kualitas,
keterjangkauan, dan pemerataan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar dan peningkatan kualitas kuantitas tenaga kesehatan terutama untuk pelayanan
kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan. Peningkatan pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan antara lain melalui
penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan
jaringannya. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, upaya yang
akan dilakukan adalah pengangkatan dan penempatan tenaga kesehatan, seperti
dokter dan tenaga keperawatan di daerah terpencil. Peningkatan proporsi puskesmas
yang memiliki tenaga dokter di rumah sakit kabupaten/kota yang memiliki tenaga
dokter spesialis dasar dan peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan juga penting dalam upaya meningkatkan kualitas tenaga kesehatan di NTB.
Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan juga harus menjadi perhatian tersendiri
bagi pemerintah terutama Direktorat PSDM Depkes. Kompetensi tenaga kesehatan
perlu terus ditingkatkan melalui serangkaian kursus, pelatihan studi banding, dan
sejenisnya sehingga mereka mampu melakukan tugas-tugas pelayanan kesehatan
secara memadai, aplikatif dan sistematis sesuai perkembangan teknologi dunia
kesehatan. Jika kuantitas dan distribus tenaga kesehatan yang berkualitas dan
kompeten ini terus dipantau secara intensif oleh pemerintah maka diyakini akan
terjadi peningkatan derajat pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Minimnya tenaga kesehatan di NTB telah membuktikan bahwa adanya


penyebaran tenaga kesehatan yang tidak merata. Oleh sebab itu, diperlukan upaya
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan serta mengoptimalkan
penyebaran tenaga medis ke daerah-daerah yang terpencil khususnya di daerah Bima
dan Dompu. Lewat upaya tersebut, diharapkan NTB mampu mewujudkan daerah
yang memiliki masyarakat mandiri sehingga dalam hal ini NTB lebih mudah untuk
mencapai tujuannya.
REFERENSI:

http://dzulfkmundip.blogspot.co.id/2010/10/maslah-kesehatan-di-ntb.html?m=1

http://simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/02.%20Analisis%20P
rovinsi%20Nusa%20Tenggara%20Barat%202015_ok.pdf

http://www.suarantb.com/news/2017/01/09/20088/lotim.masih.kekurangan.ratus
an.dokter

https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=314774841876513&id=29
2709180749746

http://www.suarantb.com/news/2017/01/07/19892/gaji.perawat.lotim.lebih.renda
h.dari.prt

http://fdwiyanto.blogspot.co.id/2011/10/masalah-mendasar-pelayanan-
kesehatan-di.html

Anda mungkin juga menyukai