Pendidikan Kewarganegaraan
Nasionalisme Demokrasi Masyarakat Madani (Civil
Sociaty)
Dibuat oleh :
Maharani Rahmafitri (16053015)
Indra Sahputra (16053013)
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang
mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan,
dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang
mendalam terhadap bangsa itu sendiri.
Konsep ummah, civil society dan mayarakat madani mempunyai definisi dan
penjelasan yang cenderung mempunyai beberapa persamaan. Ketiganya mempunyai
landasan yang sama yakni menekankan pada prinsip prinsip toleransi, desentralisasi,
kewarganegaraan, aktivisme dalam ruang publik, sukarela, swasembada, swadaya,
otonom, dan konstitusionalisme dan sebagainya. Meskipun demikian, pemahaman dan
aplikasi tentang ketiga konsep tersebut tidak bisa dikerucutkan kedalam satu pemikiran
yang seragam. Civil society lebih menginduk dari proses sejarah masyarakat Barat.
Dalam hubungannya dengan sejarah panjang umat Islam, pola-pola seperti yang
tercermin dalam konsep civil society tersebut sudah dibangun oleh Rasullullah ketika di
Madinah dengan konsep Ummah, yang tercatat dalam Piagam Madinah. Sementara
konsep Masyarakat Madani merupakan suatu istilah untuk memudahkan dan
memaknai konsep civil society dan konsep ummah dalam konteks Islam dan Indonesia.
Dalam bahasa Arab konsep masyarakat Madani dikenal dengan istilah Al-mujtama
Al-madani, dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah civil society. Selain kedua
istilah tersebut, ada dua istilah yang merupakan istilah lain dari masyarakat madani
yaitu masyarakat sipil dan masyarakat kewargaan. Civil society berasal dari proses
sejarah masyarakat Barat. Cicero yang memulai menggunakan istilah Societas Civilis
dalam filsafat politiknya, yang berarti komunitas politik yang beradap, dan didalamnya
termasuk masyarakat kota yang memiliki kode hukum tersendiri. Masyarakat Madani
merupakan konsep yang merujuk pada masyarakat yang pernah berkembang di
Madinah pada zaman Nabi Muhammad saw., yaitu masyarakat yang mengacau pada
nilai-nilai kebijakan umum, yang disebut al-khair.
Berkenaan dengan pengertian masyarakat Madani atau civil society, para pakar
banyak mengemukakan pandangannya yang berbeda, diantaranya sebagai berikut :
c. Menurut Gallner, menunjuk konsep civil society sebagai masyarakat yang terdiri
atas berbagai institusi non-pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk
mengimbangi negara.
d. Menurut Victor Perez-Diaz, menyatakan bahwa civil society lebih menekankan
pada keadaan pada keadaan masyarakat yang telah mengalami pemerintahan yang
terbatas, memiliki kebebasan, mempunyai sistem ekonomi pasar dan timbulnya
asosiasi-asosiasi masyarakat yang mandiri serta satu sama lain saling menompang.
e. Menurut Nicos Mouzelis, mendefinisikan civil society sebagai sebuah tatanan
sosial, di mana ada perbedaan yang jelas antara bidang individu dan bidang publik
dan terjadi tingkat mobilitas sosial dari warga masyarakat.
f. Menurut Eisenstadl, mengatakan bahwa civil society adalah sebuah masyarakat
baik secara individual maupun secara kelompok, dalam negara yang mampu
berinteraksi dengan negara secara independen.
g. Menurut Cohen dan Arato, CS atau Masyarakat Madani adalah suatu wilayah
interaksi sosial diantara ekonomi, politik dan negara yang didalamnya mencakup
semua kelompok-kelompok sosial yang bekerja sama membangun ikatan-ikatan
sosial diluar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan dan mengejar
kebaikan bersama (publik good).
h. Menurut Syamsuddin Haris, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi
sosial yang berada di luar pengaruh negara dan model tersusun dari lingkungan
masyarkat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan
dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat.
i. Menurut kelompok kami, masyarakat madani adalah suatu perkumpulan
masyarakat yang memiliki jiwa kesadaran yang tinggi, toleransi, rasa mandiri yang
tinggi serta memiliki rasa kebersamaan dalam rasa sat kesatuan di negaranya.
Menurut A.S Hikam ada empat ciri utama dari masyarakat madani, yaitu sebagai
berikut :
a. Kesukarelaan artinya tidak ada paksaan, namun mempunyai komitmen
bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama
b. Keswasembadaan, setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi, mandiri
yang kuat tanpa menggantungkan pada negara atau lembaga-lembaga negara
atau organisasi lainnya.
c. Kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-
kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara.
d. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang berdasarkan hukum dan bukan
negara kekuasaan.
Dalam sudut pandang lain, Nurcholis madjid mengemukakan ciri-ciri masyarakat
madani sebagai berikut :
a. Semangat egalitarianisme atau kesetaraan.
b. Penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi, bukan prestise seperti
keturunan kesukuan, ras, dan lain-lain.
c. Keterbukaan.
d. Partisipasi seluruh anggota masyarakat.
e. Penentuan kepemimpinan melalui pemilihan.
Dari zaman orde lama sampai era reformasi saat ini, permasalahan perwujudan
masyarakat madani di Indonesia selalu menunjukkan hal yang sama. Berikut ini
beberapa permasalahan yang bisa menjadi hambatan sekaligus tantangan dalam
mewujudkan masyarakat madani model Indonesia, yaitu sebagai berikut :
a. Semakin berkembangnya kelas menengah.
b. Perkembangan Lembaga Swadaya Masyarakat.
c. Pertumbuhan pers sangat pesat dari segi kuantitas maupun teknologi.
d. Kaum cendikiawan makin banyak yang merasa aman ketika dekat dengan pusat-
pusat kekuasaan.
Proses pemberdayaan itu dapat dilakukan dengan tiga model strategi sebagaimana
dikemukakan oleh Dawam Rahardjo, yaitu sebagai berikut :
a. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
b. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi.
c. Strategi yang memilih pembangunan masyarakat madani sebagai basis yang kuat
ke arah demokratisasi.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Masyarakat madani merupakan cita-cita bersama bangsa dan negara yang sadar
akan pentingnya suatu keterikatan antar komponen pendukungnya dalam terciptanya
bangsa dan negara yang maju dan mandiri. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut
masyarakat madani sadar dan peduli terhadap lingkungan hidup sebagai tonggak
pembangunan yang berkelanjutan (yang berwawasan lingkungan) yang
menyejahterakan kehidupan antar generasi, disamping upaya pegentasan kemiskinan,
peningkatan daya saing, dan kesiapan menghadapi kecenderungan globalisasi.
Dalam contoh kasus yang kami angkat adalah mengenai kasus illegal logging di
Indonesia yang semakin marak dieksploitasi oleh berbagai kalangan, baik kalangan luar
negeri maupun luar negeri. Sebenarnya kasus illegal logging bukan dalam sejarah kelam
rusaknya lingkungan negara ini. Awal mula terjadinya kasus illegal logging ketika pada
masa penjajahan kolonial dimana kayu dijadikan komoditas penting dalam mencukupi
kebutuhan pihak-pihak tertentu yang terkait pada masa itu untuk menjadikan kayu
sebagai produk pemenuh kebutuhan yang berharga. Melihat kondisi tersebut, beberapa
kalangan yang belum mempunyai kesadaran lingkungan yang tinggi kemudian
memanfaatkan keadaan atas kebutuhan atas ketersedianya kayu untuk kepentingan
pribadi maupun kelompok dengan cara-cara melakukan penebangan yang tidak
terkendali dan tidak sesuai standar baku, diluar kemampuan sumber daya alam tersebut
mulai tumbuh dan berkembang kembali. Inilah yang menjadi awal terjadinya kasus
illegal logging di Indonesia.
Melihat semakin menipisnya pasokan sumber daya tersebut, membuat para ahli
dan pejabat pemerintahan menetapkan regulasi-regulasi yang mengatur pemanfaatan,
pengolahan, distribusi, dan pelestarian sumber daya hutan yang khususnya kayu di
Indonesia demi menjaga agar pasukan kayu tetap terkontrol dan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka akan sumber daya hutan tersebut. Dengan ditetapkannya
sistem rehulasi yang ketat warisan masa penjajahan tersebut mengabibatkan jumlah
penebangan hutan untuk diambil commodities kayunya semakin terkontrol dan kasus
illegal logging cenderung menurun meskipun tetap terjadi penebangan liar dalam skala
kecil.
Tetapi selepas masa penjajahan tersebut, pemanfataan sumber daya kayu hutan
di Indonesia mulai berangsur-angsung naik kembali akibat tidak ditetapkannya kembali
regulasi-regulasi yang bersifat ketat masa penjajahan tersebut, demi memenuhi
kebutuhan dalam maupun luar negeri serta permintaan akan kayu hutan serta produk-
produk turunan. Hal tersebut dilakukan pemerintah dalam usahanya menaikkan devisa
negara yang baru saja merdeka tersebut. Tetapi meskipun demikian pemerintah pada
masa itu (hingga saat ini) masih berusaha membuat dan menerapkan peraturan-
peraturan pengganti yang sifatnya dirasakan oleh beberapa kalangan, baik masyarakat,
akademisi, para ahli dan pengamat kebijakan tidak tegas dan tidak mampu memberi
efek jera bagi para pelaku kejahatan lingkungan tersebut. Dan pada akhirnya kasus yang
sama kembali menimpa bangsa ini. Permintaan akan kebutuhan kayu yang besar
menimbulkan keinginan beberapa pihak memanfaatkan dan menggunakan cara-cara
ilegal yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam usaha mendapat
keuntungan-keuntungan semata dan melupakan dampak ekologis yang terjadi akibat
penebangan dan pemanfaatan hasil hutan khususnya kayu yang tidak terkendali dan
tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dari gambaran dan contoh kasus yang telah dipaparkan, terlihat betapa
lemahnya mekanisme peraturan serta kesadaran semua pihak akan isu lingkungan
hidup khususnya mengenai ilegal logging di Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi
bagaikan lingkaran setan yang saling berputar-putar dalam konteks keterkaitan yang
saling berhubungan. Di satu sisi pemeritah sebagai pengambil kebijakan menginginkan
terciptanya suatu kondisi lingkungan hutan yang lestari (sustainable forest),tetapi di
lain sisi pemerintah harus memenuhi kebutuhan akan ketersediaan kayu dan usaha
menaikkan pendapatan negara. Dan hal ini makin menjadi dilema ketika pemerintah
kesulitan dalam mengawasi dan menerapka peraturan perundang-undangan yang tegas
dalam rangka menciptakan suatu management hutan lestari (sustainable forest
management) pada pihak-pihak yang terkait khususnya bagi para pelaku ilegal logging
dan di luar komponen pemerintahanpun kesadaran akan pentingnya menjaga
lingkunganpun juga masih rendah,yang memperparah bangsa ini.
Dalam hal inilah peran masyarakat madani sangat dibutuhkan. Kita menyadari
bahwa Masyarakat Madani identik dengan masyarakat yang sadar dan peduli akan
suatu hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama dan dalam cakupan antar
generasi, yang dalam hal ini difokuskan mengenai lingkungan hidup. Maka untuk itu,
masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya arti kelestarian lingkungan diharapkan
mampu menjadi salah satu faktor penggerak dan turut berpartisipasi mewujudkan
transformasi bangsa menuju masyarakat yang kita dambakan tersebut. Dan kita bisa
melihat usaha-usaha menuju ke arah tersebut semakin terbuka lebar. Tapi itu semua
harus dilandasi juga dengan kesadaran semua komponen bangsa, beberapa diantaranya
adalah komitmen dalam menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan tanpa
pandang bulu, turut berperan aktif dalam mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah yang dirasa perlu untuk dikritisi tanpa ada suatu niatan buruk, serta selalu
mendorong berbagai pihak untuk turut berperan serta dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan demi masa depan kita semua.
BAB III
KESIMPULAN
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang
mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan,
dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang
mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme
sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut.
Untuk menuju masyarakat madani Indonesia tidak ditempuh melalui proses yang
radikal dan cepat (revolusi), tetapi proses yang sistematis dan berharap serta cenderung
lambat (evolusi), yaitu melalui upaya pemberdayaan masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan.
1. Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh iman dan
tegnologi.
4. Free Public sphere (ruang publik yang bebas) . ruang publik yang diartikan
sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh
terhadap setiap kegiatan publik, warga negara berhak melakukan kegiatan secara
merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta
mempublikasikan kepada publik.
Pada permasalahan Illegal Logging, perlu diberikannya sanksi sanksi yang serupa
agar masyarakat sadar akan manfaat sumber daya alam yang berguna untuk masa
depan kelak, dan menjadikan salah satu kegiatan melindungi alam. Namun, tidak hanya
orang lokal saja yang mengolah bahan baku kayu tersebut, tetapi ada juga kegiatan
ekspor impor kayu yang ditebang tanpa izin tersebut.
Untuk itu perlu adanya kesadaran dalam masyarakat madani, dan masyarakat
Indonesia sadar akan kebutuhan dan kepedulian akan sesuatu yang berkaitan dengan
kepentingan bersama dan dalam cakupan antar generasi. Maka untuk itu, masyarakat
yang mulai sadar akan pentingnya arti kelestarian lingkungan diharapkan mampu
menjadi salah satu faktor penggerak dan turut berpartisipasi mewujudkan transformasi
bangsa menuju masyarakat yang kita dambakan tersebut. Dan kita bisa melihat usaha-
usaha menuju ke arah tersebut semakin terbuka lebar. Tapi itu semua harus dilandasi
juga dengan kesadaran semua komponen bangsa, beberapa diantaranya adalah
komitmen dalam menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan tanpa pandang
bulu, turut berperan aktif dalam mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
yang dirasa perlu untuk dikritisi tanpa ada suatu niatan buruk, serta selalu mendorong
berbagai pihak untuk turut berperan serta dalam menjaga dan melestarikan lingkungan
demi masa depan kita semua.
Daftar Pustaka :
1. http://kompasmadura.blogspot.co.id/2016/03/pengertian-masyarakat-
madani.html
2. http://wahyuagungriyadiblog.blogspot.co.id/2011/06/masyarakat-madani-di-
indonesia.html
3. https://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Historia
%20Vitae/vol23no2oktober2009/NASIONALISME%20sutarjo%20adisusilo.pdf
4. http://journal.uny.ac.id/index.php/humanika/article/view/3199