BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dengan terjadinya kerusakan jaringan dan sel-sel oleh auto antibodi patogen dan
sebagai lesi kulit seperti kupu-kupu di wajah, perikarditis, kelainan ginjal, artritis,
anemia dan gejala-gejala susunan saraf pusat. Penyakit ini telah dikenal 150 tahun yang
lalu dengan berbagai nama yang merupakan sinonim dari lupus, seperti yang
Lusitanus (1510-1568). Hebra pada tahun 1845 telah menemukan adanya suatu
seborhea kongestif yang diyakini adalah suatu lupus eritematosus dengan gambaran
seperti kupu-kupu (butterfly rash) pada daerah pipi dan hidung. Adanya
endokarditis mural dilaporkan oleh Libman dan Sacks (1923), sedangkan gambaran
patologi glomelurus ginjal diperkenalkan oleh Baehr, Klemperer dan Schifrin serta
Gross, Keith dan Rowntree 2. Insiden tahunan LES di Amerika serikat sebesar 5,1 per
100.000 penduduk, dengan rasio jender wanita dan laki-laki antara 9-14:13 . Belum
terdapat data epidemiologi LES yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun
2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus LES dari
2
Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien LES atau 10.5% dari total pasien yang
Manifestasi klinik dari LES beragam tergantung organ yang terlibat, dimana
dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia dengan perjalanan 1 klinis yang
kompleks, sangat bervariasi dapat ditandai oleh serangan akut, periode aktif, terkendali
ataupun remisi. Berdasarkan berat-ringannya gejala yang muncul, LES dibagi menjadi 3
Morbititas dan mortalitas pasien LES masih cukup tinggi, berdasarkan data yang
diperoleh dari RSCM dari tahun 1990-2002 diperoleh angka kematian pasien dengan
LES hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Pada tahun pertama
mortalitas LES berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi (termasuk infeksi M.
tuberculosis, virus, jamur dan protozoa, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan
risiko kematian yang tinggi maka diperlukan upaya pengenalan dini serta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya, memiliki sebaran
gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam. Kekeliruan
dalam mengenali penyakit ini sering terjadi. Terkait dengan kemampuan diagnosispara
dokter umum, internis maupun ahli reumatologi dan ahli lainnya dengan latar belakang
yang sangat berbeda, maka diperlukan suatu rekomendasi yang diawali bagaimana
ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
(berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan akan
mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari
penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari
jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit
LES sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian. Karenanya LES harus
4
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila anak mengalami demam yang tidak
terjadinya LES belum diketahui. Berbagai faktor dianggap berperan dalam disregulasi
sistem imun.
B. Epidemiologi
Dalam 30 tahun terakhir, LES menjadi salah satu penyakit rematik utama
didunia. Prevalensi LES diberbagai negara sangat bervariasi dan lebih sering ditemukan
pada ras tertentu seperti Negro, Cina dan Filipina. Faktor ekonomi dan geografi tidak
mempengaruhi distribusi penyakit. Peyakit ini dapat ditemukan pada semua usia, tetapi
paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa reproduksi). Frekuensi pada wanita
Beberapa data yang diperoleh di Indonesia dari pasien yang dirawat dirumah
sakit. Dari 3 peneliti di RSCM Jakarta yang melakukan penelitian pada periode 1969-
1990 didapatkan rerata insidensi ialah 37,7 per 10.000 perawatan. Insidensi di
Yogyakarta antara tahun 1983-1986 ialah 10,1 per 10.000 perawatan, sedangkan di
C. Patogenesis
Patogenesis dari LES masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat
banyak bukti bahwa patogenesis LES bersifat multifaktoral seperti faktor genetik, faktor
lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor genetik memegang
peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat pada saudara
kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen
5
yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Diduga
kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang
berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2)
telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode
Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan
HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwagen MHC (Major
(kira-kira 6%) mewarisi defisiensikomponen komplemen, seperti C2, C4, atau C1q14-
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam tergantung organ yang terlibat
dimana dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia denganperjalanan klinis
yang kompleks, sangat bervariasi, dapat ditandai oleh serangan akut, periode aktif,
kompleks, atau remisi dan seringkali pada keadaan awal tidak dikenali sebagai LES. Hal
ini dapat terjadi karena manifestasi klinis penyakit LES ini seringkali tidak terjadi
secara bersamaan. Seseorang dapat saja selama beberapa tahun mengeluhkan nyeri
manifestasi klinis lainnya seperti fotosensitivitas dan sebagainya yang pada akhirnya
1. Manifestasi konstitusional1
Kelelahan merupakan keluhan umum yang dijumpai pada penderita LES dan
biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya, kelelahan ini sulit dinilai
karena banyak kondisi lain yang mennyebabkan kelelahan seperti pada anemia,
meningkatya beban kerja, konflik kejiwaan, serta pemakaian obat seperti prednison.
penunjang lain yaitu kadar C3 serum yang rendah. Kelelahan akibat penyakit ini
memberikan respons terhadap pemberian steroid atau latihan. Penurunan berat badan
juga dijumpai pada penderita LES dan terjadi dalam beberapa bulan sebelum diagnosis
ditegakan. Penurunan berat badan ini disebabkan oleh menurunnya nafsu makan atau
akibat gejalagastrointestinal.
Demam sebagai salah satu gejala konstitusional sulit dibedakan dari sebab lain
seperti infeksi, karena suhu tubuh dapat lebih dari 40C tanpa adanya bukti infeksi lain
2. Manifestasi Muskuloskeletal1
pada penderita LES, lebih dari 90%. Keluhan dapat terjadi berupa nyeri otot (myalgia),
nyeri sendi (atralgia) atau merupakan suatu artitis dimana tampak jelas bukti inflamasi
sendi. Keluhan ini sering kali dianggap sebagai manifestasi Artritis Rematoid karena
keterlibatan sendi yang banyak dan simetris. Pada LES tidak ditemukan adanya
deformitas, kaku sendi yang berlangsung beberapa menit dan sebagainya. Osteoporosis
juga ditemukan dan berhubungan dengan aktifitas penyakit dan terapi steroid.
7
3. Manifestasi Kulit9
butterfly rash, ruam malar, lesi diskoid kronik, alopesia, panikulitis, lesi psoriaform dan
lain sebagainya. Selain itu, pada kulit juga dapat ditemukan tanda-tanda vaskulitis kulit,
4. Manifestasi Paru9
Berbagai manifestasi klinik pada paru-paru dapat terjadi baik berupa radang
perdarahan paru. Pneumonitis lupus dapat terjadi secara akut dan berlanjut secara
kronik, pada keadaan akut biasanya penderita akan merasa sesak, batuk kering dan
mulai dijumpai ronkhi di basal. Keadaan ini sebagai akibat deposisi kompleks imun
pada alveolus atau pembuluh darah paru, baik disertai vaskulitis atau tidak. Pneumonitis
5. Manifestasi Kardiologis1,9
Kelainan kardiovaskular pada LES antara lain penyakit perikardial, dapat berupa
ditemukan pada 15% kasus, ditandai oleh takikardia, aritmia, interval PR yang
memanjang, kardiomegali sampai gagal jantung. Penyakit jantung koroner dapat pula
dijumpai pada penderita LES dan bermanifestasi sebagai angina pectoris, infark
miokard atau gagal jantung kongestif. Keadaan ini semakin banyak dijumpai pada
penderita LES usia muda dengan jangka penyakit yang panjang serta penggunaan
6. Manifestasi Renal1
Gejala dan tanda keterlibatan ginjal pada umumnya tidak nampak sebelum
terjadi kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik. Untuk menilai keterlibatan ginjal pada
7. Manifestasi Gastrointestinal1,9
inflamantory bowel disease (IBS), pankreatitis dan penyakit hati. Dapat berupa
hepatomegali, nyeri perut yang tidak spesifik, splenomegali, peritonitis aseptik. Selain
itu, ditemukan juga peningkatan SGOT dan SGPT harus dievaluasi terhadap
8. Manifestasi Hemopoetik9
Pada LES, terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai dengan
anemia normositik normokrom yang terjadi akibat anemia akibat penyakit kronik,
penyakit ginjal kronik, gastritis erosif dengan perdarahan dan anemia hemolitik
autoimun. Selain itu, ditemukan juga lekopenia dan limfopenia pada 50-80% kasus.
neuropati perifer, sampai kejang dan psikosis. Kelainan tromboembolik dengan antibodi
LES. Neuropati perifer, terutama tipe sensorik ditemukan pada 10% kasus. Keterlibatan
saraf otak, jarang ditemukan. Kelainan psikiatrik seringditemukan, mulai dari anxietas,
depresi sampai psikosis. Kelainanpsikiatrik juga dapat dipicu oleh terapi steroid.
E. Penegakan Diagnosis
Kecurigaan akan penyakit LES perlu dipikirkan bila dijumpai 2 (dua) atau lebih
2. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat
badan.
4. Kulit: butterfly atau malar rash, fotosensitivitas, lesi membrana mukosa, alopesia,
11kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan 4 kriteria, maka diagnosisLES
No Kriteria Batasan
nasolabial.
dokter pemeriksa.
efusia.
ketidak-seimbanganelektrolit). atau
ketidak-seimbanganelektrolit).
hematologi atau
Atau
atau
berdasarkan pemeriksaan
85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteriadan salah satunya ANA
positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosisbergantung pada pengamatan klinis.
Bila hasil tes ANA negatif, makakemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes ANA
positif dan manifestasiklinis lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan observasi
jangka panjangdiperlukan.
14
F. Pemeriksaan Penunjang
Sistemik (LES ) adalah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan urin. Hasil
meningkat selamapenyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG mungkin
peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast,heme granular atau sel darah merah
pada urin.
2. Pemeriksaan imunologik
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis LES adalah
tes ANA generik. (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANAdikerjakan/diperiksa hanya
pada pasien dengan tanda dan gejala mengarahpada LES. Pada penderita LES
ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat
positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai LES
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan, tetapi
mungkin diperlukan pengulangan tesANA pada waktu yang akan datang terutama jika
15
didapatkan gambaranklinis yang mencurigakan. Bila tes ANA dengan menggunakan sel
diagnosis LES dapat disingkirkan. Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes
antidsDNA,Sm,nRNP,Ro(SSA),La(SSB),Scl-70dananti-
Jo.PemeriksaaninidikenalsebagaiprofilANA/ENA.Antibodianti-
dsDNAmerupakantesspesifikuntuk
LES,jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-
dsDNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis LES dibandingkan dengan
titer yang rendah. Jika titernya sangatrendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang
bukan LES.
diagnosis LES sementara bila anti ds-DNA negatif tidakmenyingkirkan adanya LES.
Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15% 30%pasien LES, tes ini jarang dijumpai pada
penyakit lain atau orangnormal. Tes anti-Sm relatif spesifik untuk LES, dan dapat
digunakan untukdiagnosis LES. Titer anti-Sm yang tinggi lebih spesifik untuk LES.
2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan
kreatinin urin.
menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan
efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upayayang dilakukan untuk
tingkat keparahan LES. Penyakit LES dapat dikategorikan ringan atau berat sampai
mengancamnyawa.
c. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan
saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.Contoh LES dengan manifestasi arthritis dan
kulit.
17
c. Serositis mayor
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
1. Edukasi
penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang baruterdiagnosis. Hal ini
penderita harus selaludiingatkan untuk tidak terlalu banyak terpapar oleh sinar matahari.
lengan panjang, topi atau payung bila akan berjalan di siang hari.Pekerja di kantor juga
harus dilindungi terhadap sinar matahari darijendela. Selain itu, penderita LES juga
harus menghindari rokok. Karena infeksi sering terjadi pada penderita LES, penderita
sitotoksik, penderita dengan gagal ginjal, vegetasi katup jantung,ulkus di kulit dan
kehamilan sangat penting pada penderita LES, terutama penderita dengan nefritis, atau
eksaserbasi akut LESdan memiliki risiko tersendiri terhadap fetus. Oleh sebab itu,
pengawasan aktifitas penyakit harus lebih ketat selama kehamilan. Sebelum penderita
penderita LES yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan kerusakan
2. Program Rehabilitasi
Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan pada pasien dengan LES
tergantung maksud dan tujuan dari program ini. Salah satu halpenting adalah
pemahaman akan turunnya masa otot hingga 30% apabilapasien dengan LES dibiarkan
dalam kondisi immobilitas selama lebih dari2 minggu. Disamping itu penurunan
kekuatan otot akan terjadi sekitar 15%per hari dalam kondisi imobilitas. Berbagai
(TENS) memberikan manfaatyang cukup besar pada pasien dengan nyeri atau kekakuan
otot.
3. Terapi Konservatif
Arthritis, Arthralgia, dan Mialgia merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
penderita LES. Pada keluhan yang ringan dapatdiberikan analgetik sederhana atau obat
terhadap sistem gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, misalnya dengan
antimalaria, misalnya hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Bila dalamwaktu 6 bulan, obat ini
tidak memberikan efek yang baik, harus segeradistop. Pemberian klorokuin lebih dari 3
20
karena obat inimempunyai efek toksik terhadap retina. Pada beberapa penderita yang
tidak menunjukkan responsadekuat dengan analgetik atau obat antiinflamasi non steroid
dengan dosis tidak lebih dari 15 mg, setiap pagi. Metotreksatdosis rendah (7,5-15
b) Lupus Kutaneus
LES dapat timbul bila penderita terpapar oleh sinarultraviolet, sinar inframerah, panas
besar sunscreen topikal berupakrem, minyak, lotion atau gel yang mengandung PABA
dan B. Sunscreen ini harus selalu dipakai ulang setelah mandi atau berkeringat.
Glukokortikoid lokal, seperti krem, salep atau injeksi dapat dipertimbangkan pada
topikal, terutama yang bersifat diflorinasi dapat menyebabkan atrofi kulit, depigmentasi,
kulit badan dan lengan dapat digunakan steroid topikal berkekuatan sedang, misalnya
daerah palmar dan plantar pedis, dapat digunakan glukokortikoid topikal berkekuatan
21
lebih rendah.
Obat-obat antimalaria sangat baik untuk mengatasi lupuskutaneus, baik lupus kutaneus
lupus diskoid,vaskulitis dan lesi LES berbula. Efek toksik obat ini terhadap
demikian juga penurunan berat badan dan demam. Kelelahan juga dapat timbul akibat
mengatasimasalah ini. Seringkali hal ini tidak memerlukan terapi spesifik, cukup
menambah waktu istirahat dan mengatur jam kerja. Pada keadaayang berat dapat
d) Serositis
Nyeri dada dan nyeri abdomen pada penderita LES dapatmerupakan tanda
serositis. Pada beberapa penderita, keadaan ini dapatdiatasi dengan salisilat, obat
mengontrolpenyakitnya
4. Terapi Agresif
a) Kortikosteroid
dan farmakokinetiknya.
Dosis rendah sampai sedang digunakan pada LES yang relatif tenang. Dosis sedang
sampai tinggi berguna untuk LES yangaktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse
diberikan untuk krisis akutyang berat seperti pada vaskulitis luas, nephritis lupus, lupus
mengancam nyawa, induksi atau pada kekambuhan. Dosis tinggi ini biasanya diberikan
turut.
Istilah ini digunakan untuk obat yang diberikan untuk memudahkan menurunkan
dosis kortikosteroid dan berfungsi juga mengontrol penyakit dasarnya. Obat yang sering
23
metrotrexate.
1) Siklofosfamid
a. Penderita LES yang membutuhkan steroid dosis tinggi (steroid sparing agent).
c. Penderita LES kambuh yang telah diterapi dengan steroid jangka lama atau
berulang.
diberikan selama 6 bulan dengan interval 1 bulan, kemudian tiap 3 bulan selama
2) Azatioprin
terhadap siklofosfamid dengan dosis 1-3 mg/kgBB/haridan diberikan secara per oral.
Obat ini dapat diberikan selama 6-12bulan pada penderita LES, setelah penyakitnya
dapat dikontrol dandosis steroid sudah seminimal mungkin, maka dosis azatioprin
3) Siklosporin
Siklosporin dosis rendah (3-6 mg/kgBB/hari). Obat inidapat digunakan pada LES baik
Keterangan :
TR : tidak respon
RS : respon sebagian,
RP : respon penuh
CYC : siklofosfamid,
AZA : azatioprin
MP : metilprednisolon
26
I. Prognosis
Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana yang terlibat. Apabila
mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi. Mortalitas pada pasien dengan LES
telah menurun selama 20 tahun terakhir. Sebelum 1955, tingkat kelangsungan hidup
penderita mencapai 5 tahun pada LES kurangdari 50%. Saat ini, tingkat kelangsungan
hidup penderita pada 10 tahun terakhir rata-rata melebihi 90% dan tingkat kelangsungan
hidup penderita pada 15 tahun terakhir adalah sekitar 80%. Tingkat kelangsungan hidup
penderita pada 10 tahun terakhir di Asia dan Afrika secara signifikan lebih rendah,
mulai dari 60-70%. Penurunan angka kematian yang berhubungandengan LES dapat
J. Diagnosis Banding
akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratorium yang serupa,
yaitu:26,28
b. Sindroma Sjgren
h. Vaskulitis
27
DAFTAR PUSTAKA
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Ilmu Penyakit Dalam
http://digilib.unsri.ac.id/download/Lupus%20eritematosus.pdf
http://www.research.ui.ac.id/v1/images/stories/lupus/Lupus%20dan%20penatala
ksanaannya.pdf
5. Urowitz MB, Bookman AAM, Koehler BE, Gordon DA, Smythe HA, Ogryzlo
Am J Med;60:221-225.
6. Mok CC, Lau CS. 2003. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus page.
8. McMurry RW, May W . 2003. Sex hormones and systemic lupus erythematosus.
Available from
http://www.eular.org/myuploaddata/files/Compendium_sample_chapter.pdf
11. Tan EM, Cohen AS, Fries JF, Masi AT, McShane DJ, Rothield NF, et al.1982.