Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

HIDROSALPING

Oleh : Vicki Jessika, S.Ked

Pembimbing:
dr. Bambang Kurniawan, sp.OG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

BANDAR LAMPUNG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

HIDROSALPING

Bandar lampung, Juli 2017

Penyaji pembimbing

Vicki jessika, S.Ked dr. Bambang Kurniawan sp.OG


I. IDENTIFIKASI

Nama Pasien : Y S

Usia : 30 THN

Alamat : Desa Kalisari, Natar

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Suku Bangsa : Indonesia

No RM : 88907

Masuk RS : 10 Mei 2017 pukul 10.00 WIB melalui Poliklinik

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autonamnesa pada tanggal 12 Mei 2017.

A. Keluhan Utama

Nyeri perut bawah

B. Riwayat Perjalan Penyakit Sekarang

Os datang ke poliklinik OBGYN RSPBA dengan keluhan nyeri perut

bawah, nyeri terutama dirasakan pada perut kanan bawah.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Os mengaku tidak memiliki riwayat hipertensi, tidak menderita asma,

dan kencing manis (DM).

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Os mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi,

diabetes melitus maupun asma.


E. Riwayat Haid

Menerche umur 15 tahun, teratur, nyeri haid (+), lama 7 hari, siklus

haid 28 hari.

F. Riwayat Perkawinan

Kawin ke 1, masih kawin, sudah 10 tahun

G. Riwayat Obstetri

A1 pada tahun 2007 dilakukan tindakan kuretase dikarenakan

abortus inkomplit, P1 pada tahun 2008 lama hamil 9 bulan, lahir

normal dengan dibantu bidan. Sejak hamil kedua sampai sekarang

pasien tidak hamil lagi padahal pasien berhubungan sex secara teratur.

Os pernah menggunakan KB suntik 3 bulan sekali dan KB pil

sebanyak 2 kaplet, setelah itu Os mengaku tidak pernah menggunakan

kontrasepsi apapun.

H. Riwayat Alergi

Alergi debu, cuaca dingin, makanan dan obat disangkal.

I. Riwayat Operasi

Os mengaku tidak ada riwayat operasi

J. Riwayat Psikososial

Makan 3x sehari, minum 8 gelas/ hari, bak 100 cc / jam, merokok dan

mengonsumsi alkohol disangkal.

III. Pemeriksaan

A. Pemeriksaan fisik umum

1. Keadaaan umum : tampak sakit ringan


2. Kesadaran : composmentis

3. Tanda vital : - Tekanan darah :110/70 mmHG

- Nadi :80 x/ menit

- Respiratory rate : 23 x/ menit

- Suhu :36,1 oC

B. Status generalis

Kepala: normocephal

Rambut: hitam, tidak rontok

Alis: madarosis (-)

Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya

(+/+), pupil isokor

Leher: pembesaran kgb (-), penyakit thyroid (-).

Pulmo: - inspeksi : pergerakan dinding dada simetris

- Palpasi : vokal premitus sama di kedua lapang paru

- Perkusi : sonor

- Auskultasi : vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Cor : - inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : ictus cordis tidak teraba

- Perkusi : - Batas jantung kanan: ICS IV linea parasternalis

dextra

- Batas jantung kiri : ICS IV linea midclavicularis

sinistra.
- Auskultasi : bunyi jantung i&ii murni, reguler, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen : - inspeksi: perut simetris

- Palpasi: nyeri tekan epigastrium (-), tidak teraba adanya

benjolan, hepar dan lien tidak teraba

- Perkusi: timpani

- Auskultasi: bising usus dalam batas normal

Ekstremitas Atas : - Akral : Hangat

- RCT : < 2 detik

- Edema : (-)

Ekstremitas bawah : - Akral : Hangat

- Rct : < 2 detik

- Edema : (-)

C. Pemeriksaan penunjang

a. USG
b. Laboratorium

HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Hasil pre op Hasil post op Normal
(10/05/2017) (12/05/2017)
1 Hemoglobin 13.4 12 Lk 14-18 wn 12-16
2 Leukosit 10.300 15.500 4.500-10.700
3 Hit. Jenis leukosit 0 0 0-1
basofil
4 Hit. Jenis leukosit 0 0 0-3
eosinofil
5 Hit. Jenis leukosit 1 2 2-6
batang
6 Hit. Jenis leukosit 53 68 50-70
segmen
7 Hit. Jenis leukosit 32 22 20-40
limfosit
8 Hit. Jenis leukosit 14 8 2-8
monosit
9 Eritrosit 5.4 5.0 Lk 4.6-6.2 wn 4.2-
6.4
10 Hematokrit 40 36 Lk 50-54 wn 38-47
11 Trombosit 296.000 244.000 159.000-400.000
12 Mcv 80 79 80-96
13 Mch 25 24 27-31
14 Mchc 31 31 32-36
15 Ct ( masa 12 11 9-15
pembekuan)
16 Bt (masa 2 2 1-7
perdarahan)

Diagnosis pra bedah : Kista ovarium

Diagnosis pasca bedah : Hidrosalping


Laporan Operasi :

Operasi dilakukan pada tanggal 12/05/2017

17.15 Persiapan pasien

17.25 Dilkukan anestesi spinal

17.30 Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan alkohol +

povidone iodine dan dilakukan pemasangan duk steril kecuali pada

daerah yang di insisi.

17.33 dilakukan insisi transversal pfannensteil 2 jari diatas simfisis pubis

17.34 dilakukan insisi pada lapisan abdomen ( subcutis, fascia, otot, dan

perineum). Dilakukan ekspolari dan didapatkan pembesaran pada

tuba kanan dan perlengketan tuba pada tuba kiri sehingga dilakukan

insisi dan pengeluaran cairan pada tuba kanan dan dilakukan

salpingektomi pada tuba kiri.

Merawat perdarahan dan cuci dengan Nacl

Dilakukan penjahitan pada plica vesicouretra dengan benang plain

2.0

Dilakukan penjahitan pada peritoneum dan otot dengan

menggunakan benang plain 2.0

Dilakukan penjahitan pada fascia, otot, subcutis, dan cutis secara

menjelujur dengan menggunakan benang plain 2.0

18.08 operasi selesai


Follow up:

S O A P

10/05/2017 TD : 110/70 Kista ovarium USG


N : 80 Cek Hb pre op
Nyeri perut bawah RR : 80 Rc laparotomi pada tanggal
T : 36.1 12/05/2017
12/05/2017 TD :110/80 Hidrosalping Puasa dari rumah
N : 79 Laparotomi pukul: selesai
Nyeri luka post RR: 20 pukul:
laparotomi T : 36.0 Cek Hb post op
Immobilisasi 24 jam
Kalnex 1 ampul / IV
Pronalges supp 1 / rectal
Cellocid 750 mg / IV
13/05/2017 TD : 110/70 Post op Pronalges supp 1 / rectl
Nyeri post N : 84 hidrosalping Asam traneksamat 1 ampul /
laparotomi mulai RR : 22 IV
berkuraang T : 36.3 Cellocid 750 mg / IV
Up kateter + infus

14/05/2017 TD : 100/70 Post op Pasien BLPL


N : 84 hidrosalping Cefadroxil 3x1 tab / oral
Nyeri luka post RR : 22 Asam mefenamat 3x1 tab /
laparotomi T : 36.3 oral
berkurang Metergin 3x1 tab / oral

IV. Resume Medis

Pasien perempuan usia 30 tahun P1A1, datang dengan keluhan

nyeri pada perut bagian bawah, nyeri tekan (+) kadang-kadang nyeri, nyeri

haid (+) namun haid lancar. A1 pada tahun 2007, dilakukan tindakan

kuretase dikarenakan abortus inkomplit, P1 pada tahun 2008 lama hamil 9

bulan, lahir normal dengan dibantu bidan. Sejak hamil kedua sampai

sekarang pasien tidak hamil lagi padahal pasien berhubungan sex secara

teratur. Os pernah menggunakan KB suntik 3 bulan sekali dan KB pil

sebanyak 2 kaplet, setelah itu OS mengaku tidak pernah menggunakan

kontrasepsi apapun. Pemeriksaan fisik TD: 110/70 mmHg, N: 80 X/menit,


RR: 22X/menit, T: 36,1 oC. Pemeriksaan abdomen : supel, TFU tidak

teraba, nyeri tekan pada abdomen (+). USG : kista ovarium sebesar 6

cm. Tindakan yang dilakukan adalah lapaotomi. Laporan operasi :

hidrosalping bilateral, sehingga tindakan yang diambil yaitu salpingektomi

dan salpingotomi.
BAB PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Hidrosalping adalah gabungan kata dari bahasa Yunani yang terdiri

dari kata hidro yang berarti air dan salpinx yang berarti terompet.

Hidrosalping secara sederhana diartikan sebagai perlengketan

disaluran tuba di tempat terjadinya fertilisasi. Pada hidrosalping

terdapat penutupan ostium tuba abdominalis, tuba fallopi bisa

mengalami pembengkakan dan bergelembung berisikan air toxic.

Kondisi ini dapat bilateral maupun unilateral.

B. Etiologi & faktor risiko

Penyebab utama untuk oklusi tuba distal adalah penyakit radang

panggul (PID), atau salpingitis kronik (peradangan tuba fallopi), yang

dipicu oleh infeksi klamidia atau gonore. Namun tidak semua infeksi

panggul akan menyebabkan oklusi distal. Tuba tuberkulosis

merupakan penyebab umum pembentukan hidrosalping, sehingga

dapat dijelaskan bahwa etiologi dari hidrosalping antra lain:

a. Penyakit radang panggul (PID), atau salpingitis kronis (

peradangan tuba fallopi), yang dipicu oleh infeksi klamidia atau

gonore.

b. Gonore (PMS) , yang disebabkan oleh bakteri Niesseria

gonorrheae.
c. Chlamydia (PMS), yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia

Trachomatis yang dapat merusak organ reproduksi wanita.

d. IUD, endometriosis, operasi yang dapat merusak organ

reproduksi. Sebagai reaksi terhadap cedera, tubuh akan bergegas

mengirimkan sel-sel inflamasi kedaerah peradangan dan

kemudian hasil penyembuhan menyebabkan hilangnya fimbrae

dan terjadi penutupan tabung.

e. kehamilan

f. Abortus

C. Gejala

a. Nyeri perut bawah, namun sebagian besar asimtomatik

b. Infertilitas seringkali dikeluhkan oleh pasangan suami istri

c. Keputihan yang abnormal dikarenakan infeksi

d. Nyeri pevic pada PID (pelvic inflammatory disease).

D. Patofisiologi

Pada hidrosalping terdapat penutupan ostium tuba abdominalis.

Sebagian tuba masih berfungsi dan mengeluarkan cairan akibat

retensi cairan didalam tuba. Hidrosalping sering kali ditemukan

bilateral , berbenuk seperti pipa tembaku dan dapat sebesar jeruk

keprok. Hidrosalping dapat berupa hidrosalping simpleks dan

hidrosalping follikularis. Pada hidrosalping simpleks terdapat satu

ruangan berdinding tipis, sedangkan hidrosalping follikularis terbagi

dalam ruangan kecil.


Proses peradangan dan penyembuhan akibat infeksi tersebut

menghancurkan jari-jari halus fimbrae yamg mana seperti diketahui

bahwa fimbrae ikut berperan dalam proses fertiliasi. Ketika fimbrae

terluka, fimbrae akan menyatu sehingga menutup tabung tuba yang

kemudian menyebabkan terjadinya penumpukan cairan pada saluran

tuba.

E. Diagnosis

a. Palpasi Bimanual

Pada pemeriksaan ginekologi terdapat gerakan uterus yang

terbatas dan bisa juga terdapat retrofleksio uteri fiksata. Dapat

teraba massa tumor hidrosalping lebih kistik, terdapat nyeri tekan

dan sukar digerakkan.

b. USG

USG yang digunakan adalah USG transvaginal. Normalnya

tuba fallopi biasanya tidak terlihat pada usg, sebuah tabung yang

berisi cairan akan terlihat lebih besar dan berbentuk sosis.

Hidrosalping kecil mungkin terlewatkan pada USG.

c. Hysterosalpingogram (HSG)

Ialah suatu pemeriksaan diagnostik untuk memeriksa kedalam

rahim, saluran tuba dan daerah sekitarnya. Pemeriksaan ini

menggunakan x-ray dan biasa dilakukan pada wanita yang

mengalami kesulitan hamil. Zat kontras (flouroscopy) dimasukan

melalui vagina ke dalam rahim dan kemudian akan diambil


gambar melalui sinar x-ray, dan kemudian akan terlihat zat kontas

melewati rahim dan saluran tuba. Hasil pemeriksaan akan

memperlihatkan apakah ada blockage (pembuntuan) pada saluran

tuba yang mana dapat menghambat pertemuan sel sperma dengan

sel telur, dan juga menghambat sel telur melewati saluran tuba.

Selain itu dapat jga dianalis adakah kelainan pada rahim , yang

mungkin bisa menghambat implantasi hasil konsepsi pada

dinding rahim.

Histerosalpingogram (HSG) biasanya dilakukan untuk:

1) Menemukan Suatu Penyumbatan Pada Saluran Tuba

Biasa dilakukan pada wanita yang sulit hamil

Infeksi kadang dapat menyebabkan scarring yang

menyebabkan saluran terbuntu

Zat kontras dapat membuka blockge

2) Melihat Kondisi Rahim

Apakah ada struktur raahim yang abnormal, ada tumor,

atau ada benda asing didalam rahim

Tes ini dilakukan 2-5 hari setelah menstruasi berhenti

Menanyakan riwayat alergi (beberapa pasien dapat

menglami alergi terhadap zat kontras yang

dimasukkan), dan riwayat penyakit lainnya.

Pemeriksaan memakan waku selama kurang lebih 15-30

menit
Pasien dengaan posisi litotomi, kemudian dimasukkan

spekulum untuk melihat porsio sserviks lalu

dibersihkan, setelah itu melalui suatu tube, cairan

kontras akan dimasukkan kedalam rahim. Jika tidak

terjadi pembuntuan maka cairan akan mengalir

kesaluran tuba, dan nantinya zat kontras akan diserap

oleh tubuh.

Efek smaping , jika ada, mungkin melibatkan nyeri

panggul atau kram.

Ibuprofen dapat diberikan sebelum prosedur dilakukan

agar dapat mengurangi efek saamping yang timbul.

d. Laparoskopi

a. Digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis sebelumnya.

b. Prosedur bedah invasif minimal (sayatan kecil) menggunakan

alat-alat berdiameter kecil untuk menggantikan tangan dokter

bedah melakukan prosedur bedah didalam perut.

c. Melalui sayatan dokter memasukkan sejenis selang kecil

(laparoscope) yang dilengkapi dengan kameradan beberapa

perangkat diujungnya.

d. Laparoscope bisa menjangkau organ dalam yang akan di

operasi dengan akurat.


F. Penatalaksanaan

1. Terapi operatif biasanya dilakukan, indikasi terapi ini adalah:

a. Apabila keluhan tetap ada dan mengganggu kehidupan

sehari-hari

b. Apabila tiap kali timbul reaktivasi dari proses peradangan

c. Apabila ada infertilitas yang sebabnya terletak pada tuba,

dalam hal ini dilakukan laparoskopi dahulu untuk mengetahui

apakah ada harapan yang cukup besar dengan pembedhn tuba

yang dapat dibuka secara sempurna dan perlengketan dapat

dilepaskan.

Terapi operatif kadang-kadang mengalami kesulitan

sehubungan dengan adanya perlekatan yang erat antara tuba /

ovarium dengan uterus, omentum dan usus, yang memberi

harapan terbaik untuk menyembuhkan penderita ialah operasi

radikal, yang terdiri dri histerektomi dan salpingo-ooperektomi.

Akan tetapi, prosedur ini hanya dapat dilakukan pada wanita yang

hampir menopause. Pada wanita yang lebih muda salah satu

ovarium atau seluruhnya ditinggalkan, kadang-kadang uterus

harus ditinggalkan dan hanya adneksa dengan kelainan yang

diangktat. Jika operasi dilakukan atas dasar indikasi infertilitas,

maka tujuannya adalah untuk mengusahakan fungsi tuba pulih

kembali. Perlu dipikirkan kemungkinan dilakukan in vitro

fertilization (IVF).
Dalam beberapa kasus, terutama pada hidrosalping kecil,

penyumbatan dapat diperbaiki sehingga kehamilan secara alami

dapat terjadi. Hal ini diperlukan prosedur bedah yang disebut

neosalpingostomy, pemulihan dari prosedur ini relatif cepat dn

aktivitas normal dapat dilakukan dalam beberapa hari. Untuk

hidrosalping besar biasanya dilakukan salpingektomi.

Pasien hamil setelah operasi tuba harus di pantau karena

kemungkinan besar berisiko untuk kehamilan ektopik,

kebanyakan pada pasien yang mengalami kerusakan tuba yang

signifikan disarankan untuk melakukan IVF.

2. In vitro fertilization (IVF).

Pada pasien yang mengalami kerusakan tuba yang

signifikan disarankan untuk melakukan IVF atau dikenal

dengan istilah bayi tabung. IVF diakukan dengan menyuntikan

obat yang merangsang kesuburan sehingga dapat menghasilkan

beberapa sel telur yang matang, sekitar kurang lebih 36 jam

setelah di suntik kemudian sel telur yang matang akan di

panen dan disatukan dengan sperma dan di inkubasi selama

semalaman di laboratorium. Pada hari ketiga setelah telur

diambil,beberpa telur yang berhasil dibuahi berkembang

menjadi embrio bersel 6 hingga 10. Pada hari kelima, beberapa

embrio akan menjadi blastocysts dengan rongga- rongga cairan

dan jaringan yang mulai memisah menjadi masing-masing


plasenta dan bayi. Embriolog akan memilih embrio yang paling

layak di tanam kembali kerahim, sedangkan jika ada embrio

yang berlebih dapat dibekukan dan digunakan untuk silus IVF

berikutnya. Dokter akan menanam satu hingga lima embrio

kedalam rahim Anda dengan cara memasukkan kateter melalui

leher rahim, Anda akan merasakan kram ringan, sekitar 20 %

bayi yang lahir melalui bayi tabung adalah kembar dua, kembar

3, bahkan kembar lima.

Umumnya peneliti mendapatkan rendahnya angka

keberhasilan IVF pada wanita dengan hidrosalping, hal ini di

duga karena adanya cairan hidrosalping yang masuk kerahim.

Cairan pada hidrosalping dipercaya memiliki efek toksik pada

lapisan dalam rahim (endometrium), atau langsung meracuni

embrio, atau bahkan dapat terjadi keduanya. Diduga juga

adanya efek flushing dari cairan hidrosalping, yang mana dapat

menyebabkan embrio yang sempat menempel dengan erat

hanyut duluan. Peneliti memperlihatkan bahwa dengan

melakukan pembedahan pada tuba yang rusak meningkatkan

angka keberhasiln IVF, cara lainnya adalah dengan

memisahkan tuba dari rahim tanpa di angkat.


3. Diathermy

Diathermy merupakan suatu teknik fisioterapi yang


o
menonjolkan suhu panas atau hangat (38-40 C) untuk

mencapai target organ. Diathermi disarankan berdasarkan dosis

yang dikehendaki, bisa 10 hari berturut-turut atau bahkan

sampai 20 hari berturut-turut, namun kebanyakan dr. SpOG

menyarankan diatrhermy selama 10 hari berturut-turut.

Diathermy dimulai ketika dalam keadaan tidak haid, hal ini

dilakukan untuk menghindari terjadinya bleeding. Ada 3 jenis

diathermy yang dikenal dan sering digunakan :

a. SWD (short wave diathermy / diatermi gelombang pendek),

adalah tknik dietermi dengan gelombang pendek yang

diubah menjadi suhu panas untuk mencapi kedalaman 4-5

cm. Teknik ini digunakan untuk mencapai jaringan dalam

seperti otot dengan kedalamaan tertentu atau jaringan yang

dilingkupi oleh jaringan lunak padat seperti pada daerah

panggul.

b. Ultrasound diathermy, ialah teknik yang menggunakan

gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk

menghasilkan panas dan dapat mencapai target organ yang

diharapkan.
c. Microwave diathermy, teknik ini menggunakan panjang

gelombang yang lebih pendek dari swd, sehingga daya

paparannya kejaringan rendah.

Dari ketiga jenis diathermy ini yang paling sering

digunakan adalah SWD, hal ini dikarenakan manfaat dan

kemampuan suhu panas masuk kedalam jaringan tubuh lebih

besar dibandingkan diathermy lainnya. Beberapa manfaat

SWD adalah :

1) Membantu penyembuhan radang

2) Meningkatkan sirkulasi darah pada target organ

3) Mengurangi nyeri

4) Meningkatkan daya tahan jaringan

5) Membantu mengurangi ketegangan otot sehingga

diharapkan proses pemulihan dapat dicapai.


ANALISIS KASUS

1. Apakah Diagnosis Pada Pasien Ini Sudah Tepat.

Pada kasus ini diagnosa awal adalah kista ovarium berdasarkan

hasil USG perabdominal, diagnosa ini tidak sesuai dengan kasus. Pada

kasus hidrosalping diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan literatur.

Gejala hidrosalping tidak selalu jelas, penyakit ini bisa didahului oleh

gejala akut dengan panas, rasa nyeri cukup berat pada perut bagian bawah,

akan tetapi bisa pula dari permulaan sudah subakut atau menahun.

Umumnya penderita merasa nyeri perut bagian bawah sebelah kiri atau

kanan yang bertambah keras pada pekerjaan berat disertai dengan penyakit

pinggang. Leokorea sering terdapat, hal ini disebabkan oleh servisitis

kronik. Haid umunya lebih banyak dari siklus biasanya dengan siklus yang

sering kali tidak teratur. Penderita sering mengeluh dispareunia dan

infertilitas, disminore dapat ditemukan pula.

Dari anamnesis di dapatkan pasien datang kerumah sakit dengan

keluhan nyeri perut bagian bawah sejak yang lalu, nyeri dirasakan pada

perut bagian kiri bawah dan kemudian menyebar kebagian kanan bawah.

Pasien mengaku merasakan nyeri pada saat menstruasi dan tidak hamil

lagi setelah persalinannya yang pertama pada tahun 2008 meskipun sudah

berhubungan sex secara teratur. Gangguan BAK disangkal, BAB nyeri

disangkal, mual (-), muntah (-), demam (-).


Pemeriksaan fisik untuk diagnosis hidrosalping yaitu berdasarkan

pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologi. Pada pemeriksaan umum

didapatkan penderita tampak sakit sedang dengan skala nyeri 6.

Pemeriksaan penunjang pada hidrosalping yaitu meliputi palpasi bimanual,

USG, Histerosalpingogram (HSG), dan laparoskopi.

Dari pemeriksaan fisik vital sign, didapatkan semua dalam batas

normal dan didapatkan nyeri tekan pada perut bagian bawah dengan skala

nyeri 6, yang kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG

perabdominal. Dari hasil USG perabdominal didapatkan kista pada

ovarium kiri dengan ukuran 6 cm. Pemeriksa membuat diagnosis kerja

dengan kista ovarium. Dengan diagnosis kerja ini maka direncanakan

dilakukan tindakan laparotomi. Persiapan izin, alat, obat, dan darah jika

diperlukan serta pemeriksaan laboratorium.

Penyebab utama dari kasus ini adalah disebabkan oleh penyakit

radang panggul (PID), atau salpingitis kronik (peradangan tuba fallopi),

yang dipicu oleh infeksi klamidia atau gonore (PMS). Faktor risiko yang

dapat menyebabkan hidrosaalping adalah riwayat penyakit radang panggul

(PID), riwayat penyakit menular seksual ( PMS), IUD, endometriosis,

riwayat operasi yang dapat merusak organ reproduksi, abortus dan

kehamilan.

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?

Penanganan pada kasus hidrosalping umumnya dilakukan

laparotomi yang dilanjutkan dengan salpingektomi atau salpingotomi.


Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan

dipertimbangkan, yaitu : kondisi pasien saat itu dan keinginan penderita

akan fungsi reproduksinya.

Pada kasus ini dilakukan laparotomi yang dilanjutkan dengan

dilakukan salpingektomi sinistra, yaitu dilakukan pengangkatan atau

pemotongan pada bagian tuba sebelah kiri dikarenakan kondisi tuba sudah

tidak mungkin untuk dipertahankan yaitu tuba dalam keadaan sudah

terjadi perlengketan. Sedangkan pada tuba bagian kanan dilakukan

salpingotomi, yang mana pada tuba bagian kanan hanya dilakukan

pemecahan untuk mengeluarkan cairan pada tuba kiri . Sebelum dilakukan

tindakan operatif dilakukan stabilisasi terhadap pasien dengan pemberian

infus. Pada kasus hidrosalping, pasien hamil setelah operasi tuba harus di

pantau karena kemungkinan besar berisiko untuk kehamilan ektopik,

kebanyakan pada pasien yang mengalami kerusakan tuba yang signifikan

disarankan untuk melakukan IVF .


KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien ini yaitu Hidrosalping bilateral yang didapatkan dari

hasil post laparotomi.

2. Untuk penyebab pada kasus ini belum diketahui secara jelas, karena

jaringan yang diangkat (salpingektomi) tidak dilakukan pemeriksaan

Patologi Anatomi, namun kemungkinan besar penyebab pada kasus ini

adalah dikarenakan riwayat abortus dan riwayat kehamilan.

3. Pemilihan penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat. Dengan adanya

hidrosalping (melengket dan akumulasi cairan) dapat menyebabkan

infertilitas. Salpingektomi dilakukan pada tuba kanan dikarenakan tuba

sudah tidak dapat berfungsi lagi, sedangkan pada tuba bagian kiri dilakukan

salpingostomi dikarenakan kondisi tuba masih bagus dan memungkinkan

untuk terjadinya fertilisasi mengingat usia pasien masih dalam usiia

reproduktif dan baru memiliki satu orang anak.


DAFTAR PUSTAKA

Arsanto. Short Wave Diathermy Rs Panti Waluyo Yakkum Di Surakarta.


Surakarta : 2012. Diakses Melalui: http://www.rspantiwaluyo.com/berita-
154-short-wave-diathermy.html. Diakses pada 03/06/2017

Chu J, Harb HM, Gallos LD, Dhillon R, Al-Rshound FM, Et All. Salpingosomy
In The Treatment Of Hydrosalpinx: A Systemic Riview And Metaanalysis.
Oxford Journal. 2015; 10.1093/Humrep/Dev135. Diakses Pada 25/05/2017

David L MD, Phillip E, Pattorn MD. Tubal Surgery and Treatment of Infertility.

Departement of Obstetric and Gynecology, Division of Reproductive

Endocrinology and Infertility, Oregon Health Science University, Portland,

Oregon. 2017. Diakses melalui :

https://www.glowm.com/section_view/heading/Tubal%20Surgery%20and%

20Treatment%20of%20Infertility/item/369

DArpe S, Frnceschetti S, Caccetta J, Pietrangali D, Muzi L, Et All. Management


Of Hydrosalpinx Before IVF : A Lierature Review. Journal Of Obstetric
And Gynecology. 2014; 10.3109/01443615.2014.985768. Diakses Pada
25/05/2017

Yuranga W, Dr & Radswiki. Hydrosalpinx|Radiology Reference Of


Hydrosalpinx|. Diakses Melalui http://radiopaedia.org/articles/hydrosalpinx.
Pada 03/06/2017

Anda mungkin juga menyukai