Anda di halaman 1dari 17

0

Laporan Kasus

NYONYA J DENGAN DUGAAN KISTA OVARIUM

Disusun Oleh :
Wajarsi Pratami, S.Ked

Pembimbing :
dr. Fonda Octarianingsih, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA
2015
1

I. REKAM MEDIK
A. Anamnesis
1. Identifikasi :
Nama : Ny. J
No RM : 049703
Umur : 33 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pembantu rumah tangga
Alamat : Rejo mulyo pasir sakti, lampung selatan
MRS : 18 Agustus 2015 ( Pkl 15.30 WIB)
2. Riwayat Perkawinan :
Pernah menikah 1 kali selama 3 tahun dan sekarang sudah berpisah
3. Riwayat Reproduksi :
Riwayat menarche 11 tahun, siklus haid tidak teratur, lama haid 2 hari, dalam
sebulan 2 kali
4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan :
1. Tahun 2007, melahirkan anak ♂, berat 2700gr, lahir spontan, hidup
5. Riwayat Penyakit Dahulu :
Tak ada
6. Riwayat Gizi / Sosioekonomi :
Sedang/Cukup
7. Keluhan Utama :
Nyeri perut menjalar ke panggul
8. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Os datang dengan keluahan nyeri perut yang sudah dirasakan sejak 1 tahun.
Awalnya nyeri perut di bagian bawah kemudian menjalar kepanggul dan
semakin memberat. Os mengaku tidak ada keluhan nyeri haid, gangguan
BAK (-) dan gangguan BAB juga (-)
2

B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Presens
a. Keadaan Umum : baik
Kesadaran : kompos mentis
Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 150 cm
Tekanan darah : 130 / 80 mmHg
Nadi : 82 x / menit
Pernafasan : 20 x / menit
Suhu : 36,7 °C
b. Keadaan Khusus
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tekanan vena jugularis tidak meningkat, massa tidak ada
Toraks : jantung→murmur tidak ada, gallop tidak ada
paru-paru→sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada,
wheezing tidak ada
Abdomen : teraba massa ukuran 7 x 6 cm, batas limfa dan hepar
normal
Ekstremitas : edema pretibial -/-, varises tidak ada, refleks fisiologis
+/+, refleks patologis -/-
2. Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan ginekologi saat masuk rumah sakit tanggal 18 Agustus
2015 pukul 15.30 WIB didapatkan :
a. Pemeriksaan Luar
Fundus uteri tidak teraba, terdapat masa 3 jari dibawah pusat dan 2 jari ke
arah lateral sinistra dari linea nigra ukuran 7 x 6cm , permukaan rata,
mobilisasi terbatas, nyeri tekan positif.
b. Inspekulo
Porsio tidak livide, OUE tertutup, fluor (-), fluksus (+), erosi (-), laserasi
(-), polip (-)
3

c. Pemeriksaan Dalam
Porsio kenyal, mukosa licin, OUI tertutup, teraba massa pada adnexa
sinistra, cavum Douglas tidak menonjol.

C. Pemeriksaan Penunjang
(USG) -

Hasil USG : Uterus dalam batas normal, pada adnexa sinistra terdapat massa
kistik dengan ukuran 8,2cm x 7,9cm dengan gambaran hipoechoic.
D. Diagnosa Kerja :
Kista ovarium sinistra
E. Prognosis:
Dubia
F. Terapi :
1. Rencana laparatomi
2. Persiapan alat, izin, obat dan darah
3. IVFD RL XX gtt/mnt
4. Cek laboratorium pre operasi
5. Pasang kateter
6. Puasa mulai pukul 07.00 WIB
7. Inj.Cefuroxime 750 mg/12 jam (skin test)
4

Hasil Laboratorium Pre Operasi (keluar tanggal 18 Agustus 2015 pukul


20.00 WIB)
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 11,7
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 5.700 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
 Basofil 0 0-1 %
 Eosinofil 0 1-3%
 Batang 0 2-6 %
 Segmen 49 50-70 %
 Limposit 44 20-40 %
 Monosit 7 2-8 %
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 4.7 jt
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 37%
Wn: 38-47 %
Trombosit 264.000 159-400 ul
MCV 78 80-96
MCH 25 27-31 pg
MCHC 32 32-36 g/dl
Masa Perdarahan (BT) 3’ 1-7 menit
Masa Pembekuan (CT) 14’ 9-15 menit

G. Follow Up:
Tanggal Waktu Pemeriksaan Tindakan
19-8-15 06.00 WIB Kel : Teraba benjolan di perut dan  Rencana
nyeri laparatomi
Status Presens: KU baik, CM,  Persiapan alat,
TD 120/80 mmHg, N 83x/m, RR
izin, obat dan
21 x/m, T 370C
darah
D/: Kista ovarium sinistra
 IVFD RL XX
gtt/mnt
 Pasang kateter
 Puasa mulai
pukul 07.00 WIB
 Inj.Cefuroxime
750 mg/12 jam
5

LAPORAN OPERASI

(Tanggal 19 Agustus 2015)

 Pukul 01.42 WIB Operasi dimulai

 Dilakukan dalam stadium narkose

 Dilakukan incisi pfannensteil, incisi diperdalam lapis demi lapis sampai

peritoneum parietale

 Saat peritoneum parietal dibuka, dilakukan identifikasi dan eksplorasi.

Tampak ovarium sinistra berubah menjadi masa kistik ukuran ±7 x 8 cm,

permukaan rata, berat ±500gr, pecah dan mengeluarkan cairan berwarna

coklat, lengket di dinding posterior pelvis dan tuba sinistra → diputuskan

dilakukan salpingooforektomi sinistra

 Uterus : ukuran dan bentuk dalam batas normal, tuba dan ovarium kanan

dalam batas normal

 Dilakukan reperitonealisis parietal, dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

sampai subcutis, cutis dijahit intrakutan

 KU ibu sebelum, selama, sesudah operasi baik

 Pukul 14.00 WIB operasi selesai

 Jumlah perdarahan ±500ml

Intruksi Post Operasi


Observasi tanda vital ibu Imobilisasi
Diet biasa IVFD RL XX tpm
Inj.Asam traneksamat 50mg/8jam Ketoprofen suppositoria
Inj.Cefuroxime 750mg/8 jam (2hari) Cek laboratorium
6

Hasil Laboratorium Post Operasi (keluar tanggal 19 Agustus 2015 pukul 16.00
WIB)
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 10,9
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 4.100 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
 Basofil 0 0-1 %
 Eosinofil 0 1-3%
 Batang 1 2-6 %
 Segmen 65 50-70 %
 Limposit 27 20-40 %
 Monosit 7 2-8 %
Lk: 40-54 %
Hematokrit 33%
Wn: 38-47 %
Trombosit 276.000 159-400 ul
Follow Up Post Operasi
Tanggal Waktu Pemeriksaan Tindakan
20-8-15 06.00 Kel : Nyeri luka setelah operasi  Inj. Asam traneksamat 50mg/ 8
WIB Status Presens: KU baik, CM, TD jam
110/70 mmHg, N 80x/m, RR 20 x/m,
 Ketoprofen suppositoria
T 36,80C
100mg/ 8 jam
D/: Post SOS 1 hari dengan indikasi
kista endometriosis sinistra  Inj. Cefuroxime 750 mg/ 8jam
 IVFD RL 20 gtt/mnt
20-8-15 14.00 Kel : Nyeri luka setelah operasi  Asam traneksamat dan
WIB Status Presens: KU baik, CM, TD ketoprofen suppositoria di
110/80 mmHg, N 80x/m, RR 19 x/m, hentikan
T 370C
 IVFD RL 20 gtt/mnt
D/: Post SOS 1 hari dengan indikasi
kista endometriosis sinistra  Inj. Cefuroxime 750 mg/ 8jam
 Asam mefenamat tab 500gr/8
jam
 Inbion 1x1 tab
 Aff kateter
 Mobilisasi
21-08-15 06.00 Kel : Nyeri luka setelah operasi  Aff infus pukul 14.00 WIB
WIB Status presens: KU baik, CM, TD  Ganti perban
110/80 mmHg, N 80x/m, RR 21 x/m,
 Pasien boleh pulang
T 36,90C
D/: Post SOS 2 hari dengan indikasi  Terapi pulang:
kista endometriosis  Sefalosporin tab 500 gr/ 8jam
 Asam mefenamat tab
7

500gr/8jam
II. PERMASALAHAN :
1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat?

2. Apakah yang menjadi penyebab dan faktor resiko kasus ini?

3. Kista endometriosis pada kasus ini sudah termasuk stadium berapa?

4. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?

III. ANALISIS KASUS


1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat?

Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan nyeri perut sejak 1 tahun

yang lalu, awalnya dirasakan di perut bagian bawah kemudian mejalar ke panggul.

Pasien mengaku tidak merasakan nyeri saat menstruasi namun menstruasi tidak

teratur, dalam sebulan bisa 2 kali menstruasi dengan durasi 2 hari. Gangguan BAK

dan BAB disangkal. Dari pemeriksaan fisik semua dalam batas normal namun,

dari pemeriksaan ginekologi teraba massa ukuran 7 x 6cm, dengan permukaan

rata, nyeri tekan positif, tinggi fundus uteri tidak teraba dan mobilisasi terbatas.

Pemeriksaan inspekulo didapati portio tidak livide, OUE tertutup, flour (-), fluxus

(-), erosi (-), laserasi (-) dan polip (-). Serta dari pemeriksaan VT didapati portio

kenyal, mukosa licin, OUI tertutup, teraba massa tumor pada adnexa sinistra dan

pada cavum Douglas tidak teraba nodul.

Kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG. Dari hasil USG

didapati massa kistik dengan ukuran 8,2cm x 7,9cm dengan gambaran hipoechoic

pada adnexa sinistra. Pemeriksa membuat diagnosis kerja dengan kista ovarium

sinistra. Dengan diagnosis kerja ini maka direncanakan dilakukan tindakan


8

laparatomi. Persiapan izin, alat, obat dan darah serta pemeriksaan laboratorium.

Pada laparatomi didapati ovarium sinistra berubah menjadi masa kistik ukuran ±7

cm x 8 cm berat ±500gr permukaan rata , lengket di dinding posterior pelvis dan

tuba sinistra serta mengeluarkan cairan berwarna coklat maka disimpulkan ini

merupakan suatu kista endometriosis kemudian diputuskan untuk dilakukan

salpingoofarektomi sinistra.

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang

masih berfungsi terdapat diluar kavum uteri. Menurut urutan tempat- tempat yang

paling sering ditemukan endometrium adalah sebagai berikut : 1) ovarium; 2)

peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglas, dinding belakang

uterus, tuba Fallopii, plika vesikouterina, ligamentum rotundum dan sigmoid; 3)

septum rektovaginal; 4) kanalis inguinalis; 5) apendiks; 6) umbilikus ; 7) serviks

uteri, vagina, kandung kencing, vulva, perineum; 8) parut laparatomi; 9) kelenjar

limfe; dan 10) walaupun sangat jarang endometriosis dapat ditemukan dilengan,

paha, pleura dan perikardium. Seperti pada kasus ini, terdapat kista endometriosis

pada ovarium.

Walaupun tidak semua gejala klinis kista endometriosis kita temukan

dalam kasus ini namun beberapa keluhan seperti nyeri pelvik yang kronik serta

menjalar ke panggul merupakan keluhan utama dalam kasus ini. Nyeri pelvik

dapat terjadi akibat perlengketan dari endometriosis. Pasien juga mengeluh nyeri

haid (disminore) dan gangguan siklus haid. Sebab dari disminore ini memang

belum diketahui secara pasti, tetapi mungkin ada hubungannya dengan

vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan
9

selama masa haid selain itu dapat juga disebabkan oleh reaksi peradangan akibat

sekresi sitokin dalam rongga peritoneum, akibat perdarahan lokal pada sarang

endometriosis dan oleh adanya infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf pada

rongga panggul. Gangguan siklus haid dapat terjadi pada endometriosis apabila

kelainan pada ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium terganggu.

Adapun gejala-gejala endometriosis yang tidak ditemukan dalam kasus ini

adalah diskezia yaitu defekasi yang sukar dan sakit terutama pada saat haid

disebabkan oleh karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid,

gangguan miksi dan hematuria waktu haid dapat terjadi bila endometriosis sudah

melekat pada kandung kemih, dispareunia (nyeri saat berhubungan) disebabkan

oleh karena adanya endometriosis di sekitar kavum Douglasi serta ligamentum

sakrouterina dan terjadi perlengketan sehingga uterus dalam posisi retrofleksi, kita

tidak dapat mengetahui hal tersebut karena status pasien sudah berpisah.

2. Apakah yang menjadi penyebab dan faktor resiko kasus ini?

Hingga kini penyebab pasti endometriosis belum diketahui seperti hal nya

pada kasus ini, namun beberapa teori berupaya untuk menjelaskan tentang

penyebab endometrisis:

1. Teori Menstrusi Retrograde

Teori ini menyatakan bahwa darah menstrusi pada saat haid oleh sebab

kontraksi rahim yang tidak normal masuk kedalam kavum peritoneum melalui

tuba. Fragmen endometrium tersebut kemudian terimplantasi ke dalam

mesotelium. Namun teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa endometriosis

juga dapat timbul di rongga pleura dan organ lain diluar peritoneum.
10

2. Teori Penyebaran limfatik atau vaskuler

Konsep ini menjelaskan tentang bagaimana endometriosis dapat ditemui di

jaringan lain, di luar peritoneum. Endometriosis sering ditemukan di daerah

retroperitoneal yang merupakan daerah yang kaya akan limfatik, sehingga hal

tersebut diduga terjadi sebagai akibat penyebaran limfatik.

3. Teori Coelomic Metaplasia

Teori ini menyatakan bahwa peritoneum parietal merupakan jaringan

pluripoten yang dapat mengalami transformasi metaplastik. Karena ovarium

dan progenitor endometrium, duktus mullerian berasal dari epitel coelemik,

maka metaplassia mungkin dapat menjelaskan tentang perkembangan

endometriosis pada ovarium.

4. Teori Induksi

Teori ini menyatakan bahwa beberapa faktor biologis termasuk hormonal dan

inflamasi menjadi penyebab penyakit ini. Teori ini coba menjelaskan tentang

faktor-faktor komunikasi antar sel berhubungan dengan kejadian

endometriosis.

5. Pengaruh Genetik

Pada kasus ini diduga faktor genetik yang berperan sebagai faktor predisposisi

karena kakak kandung pasien pernah mengalami hal yang sama. Pola

penurunan penyakit endometriosis terlihat berperan secara genetik, resiko

menjadi 7 kali lebih besar bila ditemukan endometriosis pada ibu atau saudara

kandung.
11

3. Kista endometriosis pada kasus ini sudah termasuk stadium berapa?


Kista endometriosis memiliki klasifikasi tingkat berdasarkan Revised

American Fertility Society (AFS) serta memiliki 4 tingkatan (minimal, ringan,

sedang dan berat), namun pada kasus ini tidak dilakukan laparaskopi sehingga kita

tidak mengetahui tingkatan derajat kista endometriosis pada kasus ini. Adapun

kriteria penilaian ASF tersebut adalah :

Gambar 1. Klasifikasi Endometriosis


(Dikutip dari www.repository.usu.ac.id.tesis.edward)
12

Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostic (LD) didapatkan jumlah skor :


Stadium I (minimal) :1–5
Stadium II (mild) : 6 – 15
Stadium III (moderate) : 16 – 20
Stadium IV (serve) : bila berkisar 40
4. Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah tepat?

Dilakukannya tindakan operasi dengan pengangkatan tuba beserta ovarium

kiri atau salfingoofarektomi sinistra menurut saya sudah tepat karena dilihat dari

massa kista endometriosis pada kasus ini sudah cukup besar yaitu 7cm x 8 cm

serta rasa nyeri terus-menerus yang dirasakan pasien sangat menganggu. Dalam

kasus kista endometriosis memang banyak pertimbangan yang harus kita pikirkan,

seperti:

1. Usia penderita

2. Keinginan untuk punya anak

3. Lamanya fertilitas (singkirkan terlebih dahulu faktor suami dan faktor lainnya

penyebab infertilitas pada wanita)

4. Lokasi dan luas endometriosis

5. Berat ringannya gejala

6. Lesi-lesi pelvis yang berkaitan

Pada kasus ini pasien berstatus berpisah dengan memiliki 1 anak dan masih

berusia 33 tahun maka tidak menutup kemungkinan jika pasien masih ingin

menikah dan memiliki keturunan kembali, sehingga dengan dilakukan

salpingoofarektomi sinistra pasien masih memiliki 1 indung telur lagi dan masih

bisa memiliki keturunan. Algoritma untuk penatalaksanaan pada endometriosis


13

dapat kita lihat pada bagan ini :

Gambar 2. Algoritma Penanganan Endometriosis


(Dikutip dari www.pogi.or.id> algoritma penanganan endometriosis)

Selain dari pada algoritma diatas, ada beberapa terapi medikamentosa yang dapat

digunakan dalam menangani endometriosis, seperti :

1. Agonis GnRH

Pajanan GnRH yang terus menerus ke hipofisis akan mengakibatkan down-

regulation reseptor GnRH yang akan mengakibatkan berkurangnya sensitifitas

kelenjar hipofisis. Kondisi ini akan mengakibatkan keadaan hipogonadotropin

hipogonadisme yang akan mempengaruhi lesi endometriosis yang sudah ada.

Amenore yang timbul akibat kondisi tersebut akan mencegah pembentukan

lesi baru. GnRH juga akan meningkatkan apoptosis susukan endometriosis.

Selain itu GnRH bekerja langsung pada jaringan endometriosis. Hal ini
14

dibuktikan dengan adanya reseptor GnRH pada endometrium ektopik. Kadar

mRNA reseptor estrogen (ERa) menurun pada endometriosis setelah terapi

jangka panjang. GnRH juga menurunkan VEGF yang merupakan faktor

angiogenik yang berperan untuk mempertahankan pertumbuhan

endometriosis. Interleukin 1A (IL-1A) merupakan faktor imunologi yang

berperan melindungi sel dari apoptosis.

2. Danazol

Danazol adalah androgen sintetik dan merupakan derivate 17a-ethynyl

testosterone. Danazol mempunyai beberapa mekanisme kerja diantaranya

menginduksi amenorea melalui supresi terhadap aksis Hipotalamus-

PituitariOvarium (HPO), inhibisi steroidogenesis ovarium dan mencegah

proliferasi endometrium dengan mengikat reseptor androgen dan progesteron

pada endometrium dan implan endometriosis. Cara kerja lainnya termasuk

menurunkan produksi High Density Lipoprotein (HDL), penurunan produksi

Steroid Hormone Binding Globulin (SHBG) di hati, dan menggeser posisi

testosteron dari SHBG menyebabkan peningkatan konsentrasi testosteron

bebas. Atrofi dari endometrium dan implan endometriosis terjadi sebagai

konsekuensi dari kadar estrogen yang rendah dan androgen yang tinggi.

3. Aromatase Inhibitor

Beberapa penelitian menunjukkan potensi mitogenik estradiol yang

mendorong pertumbuhan dan proses inflamasi di lesi endometriosis. Estrogen

lokal dari lesi endometriosis berkaitan erat dengan ekspresi enzim aromatase

sitokrom P450. Kadar mRNA aromatase yang meningkat ditemukan pada lesi
15

endometriosis dan endometrioma ovarium. Karena peran penting enzim

aromatase dan estrogen lokal pada endometriosis, maka aromatase inhibitor

dipikirkan menjadi pilihan terapi yang potensial pada pasien dengan

endometriosis.

4. Anti prostaglandin

Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kadar prostaglandin di cairan

peritoneum dan lesi endometriosis pada wanita dengan endometriosis.

Sehingga di obat anti inflamasi non steroid banyak digunakan dalam

penatalaksanaan nyeri terkait endometriosis.

Terapi setelah operasi diberikan injeksi asam traneksamat yang mana

kegunaan obat ini adalah untuk menghentikan perdarahan pasca operasi,

ketoprofen suppositoria digunakan untuk analgesik merupakan golongan anti-

imflamasi non-steroid (AINS) dan injeksi cefuroxime yang merupakan antibiotik

sebagai profilaksis sebelum dan sesudah tindakan bedah terhadap surgical site

infection (SSI) atau infeksi di tempat operasi. Pasien dirawat dua hari, keadaan

membaik dan pasien diperbolehkan pulang dengan terapi pulang antibiotik dan

analgesik oral.
16

IV. KESIMPULAN
1. Diagnosis kasus ini sudah tepat.

2. Kuat dugaan yang menjadi faktor resiko pada kasus ini adalah genetik.

3. Pada kasus ini tidak diketahui stadium dari pada kista endometriosis karena tidak

dilakukan penilaian.

4. Pemilihan penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat. Dengan adanya kista

besar seperti pada kasus ini perlu untuk dilakukan tindakan konsevatif yaitu

laparatomi dilanjutkan dengan salpingoofarektomi sinista. Namun pasien masih

dapat memiliki keturunan dengan masih memiliki 1 ovarium.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H, Prawiroharjo S. Endometriosis. Buku Ilmu Kandungan Edisi 3.


Jakarta. Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011; 239-249.
2. HIFERI Algoritma Penanganan Endometriosis. Diunduh dari www.pogi.or.id
pada tanggal 16 September 2015.
3. Wiknjosastro H, Prawiroharjo S. Endometriosis. Buku Ilmu Kandungan Edisi 2.
Jakarta. Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008; 314-326.
4. HIFERI , Nyeri Endometriosis. Panduan Nasional Pelanayan Kedokteran.
Diunduh dari www.pogi.or.id pada tanggal 21 September 2015.

Anda mungkin juga menyukai