Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi, anak, balita, ibu
hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan
produktivitas kerja.

Berdasarkan data dari WHO, terjadi 212 juta kasus malaria dan 429.000 kematian
akibat malaria di seluruh dunia pada tahun 2015. Sebagian besar kematian disebabkan oleh P.
falciparum (99%), dan 3100 kematian disebabkan oleh P. Vivax (1%). Kasus terbanyak
terjadi di wilayah Afrika (90%), Asia Tenggara (7%), dan wilayah timur Mediterania (2%).

Data dari WHO tahun 2015 menunjukkan angka kejadian malaria telah mengalami
penurunan 41% sejak tahun 2000 hingga 2015, dan 21% dari tahun 2010 hingga 2015.

Di Indonesia penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang


multi kompleks. Penyakit ini sebagian besar penderitanya berasal dari pedesaan dan golongan
ekonomi rendah. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2011, terdapat 15 juta
kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Menurut API (Annual Parasite
Incidence) tahun 2015, kasus malaria lebih banyak terkonsentrasi di wilayah timur dengan
API tertinggi di wilayah Papua (31,93%) diikuti wilayah Papua Barat (31,29%).

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 mununjukkan bahwa penduduk
dengan karakteristik tertentu memiliki prevalensi malaria yang lebih tinggi dibandingkan
penduduk pada kelompok lainnya. Menurut karakterisitik tempat tinggal, penduduk yang
tinggal di pedesaan memiliki prevalensi yang lebih tinggi (7,1%) terhadap prevalensi
penduduk perkotaan (5%). Hal ini sesuai dengan fakta bahwa habitat vektor malaria adalah
wilayah pedesaan. Berdasarkan karakteristik pekerjaan, menunjukkan bahwa populasi dengan
pekerjaan petani/nelayan/buruh memiliki prevalensi tertinggi (7,8%). Berdasarkan kelompok
umur, diketahui bahwa kelompok umur 25-34 tahun memiliki prevalensi tertinggi.

Pada tahun 2016, penyakit malaria tepatnya malaria falciparum masih termasuk dalam
10 penyakit terbesar di Puskesmas Waena yaitu sebanyak 825 kasus.

1
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan
cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuannya ditujukan untuk
memutus mata rantai penularan malaria.

Upaya pencegahan penularan malaria telah banyak dilakukan seperti gebrak malaria
sebagai gerakan nasional memberantas malaria di Indonesia. Gerakan malaria ini belum
mampu menanggulangi penyakit malaria, terutama di daerah endemis. Kasus kesakitan juga
masih selalu ada karena masalah pencegahan (preventif) penularan belum cukup efektif
mengeliminasi permasalahan secara tuntas. Pengetahuan masyarakat yang terbatas
merupakan determinan penting bagi munculnya penyakit malaria, dan berpengaruh terhadap
partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana karakteristik penderita malaria di PUSKESMAS Waena periode 5


Desember 2016 13 Januari 2017 ?

2. Bagaimana gambaran pengetahuan penderita malaria tentang penyakit malaria di


PUSKESMAS Waena periode 5 Desember 2016 13 Januari 2017 ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui karakteristik penderita malaria di PUSKESMAS Waena periode 5


Desember 2016 13 Januari 2017.

2. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita malaria tentang penyakit malaria


di PUSKESMAS Waena periode 5 Desember 2016 13 Januari 2017.

1.4 MANFAAT
1. Masyarakat
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang malaria.
2. PUSKESMAS Waena dan Dinas Kesehatan
- Sebagai informasi bagi PUSKESMAS Waena dan Dinas Kesehatan terkait dalam
melakukan intervensi selanjutnya dalam program pemberantasan dan pencegahan
penyakit malaria.

2
- Sebagai tambahan data dasar untuk penelitian lebih lanjut khususnya yang
berkaitan dengan penyakit malaria.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oeleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles betina.

2.2 Epidemiologi
Spesies Plasmodium pada manusia adalah :
- Plasmodium Falcifarum (jenis plasmodium yang paling banyak ditemukan di
Indonesia)
- Plasmodium Vivax (jenis plasmodium yang paling banyak ditemukan di Indonesia)
- Plasmodium Ovale (pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua)
- Plasmodium malariae (dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain :
Lampung, Nusa Tenggaraa Timur, dan Papua)
- Plasmodium Knowlessi (pernah ditemukan di pulau Kalimantan dan sampai saat ini
masih terus diteliti)

2.3 Etiologi

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya yaitu, manusia dan
nyamuk anopheles betina.

Gambar 1. Siklus hidup plasmodium

3
a. Siklus pada manusia

Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit


yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah lebih kurang
jam. Setelah itu sporozoit akan masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 30.000 merozoit
hati (tergantung spesiesnya).

Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kuraang
2 minggu. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormaan yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit tersebut daapaat tinggal didalam sel hati selama berbulan bulan
sampai bertahun tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi
aktif sehingga dapatmenimbulkan relaps (kambuh).

b. Siklus pada nyamuk anopheles betina

Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung


gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan
menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding
lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista
dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektifdan siap ditularkan ke
manusia.

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya
gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies
plasmodium.

Masa propaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit
dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.

Tabel 1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa inkubasi ( hari )


P. falcifarum 9 14 (12)
P. vivaks 12 17 (15)
P. ovale 16 18 (17)
P. malariae 18 40 (28)
2.4 Faktor Lingkungan

4
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria antara lain
adalah Faktor Lingkungan fisik disekitar rumah. Rumah adalah struktur fisik, orang
menggunakannyauntuk tempat berlindung yang dilengkapi beberapa fasilitas yang
berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani baik untuk keluarga maupun individu.
Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria, terutama yang
berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke dalam rumah adalah
ventilasi yang tidak dipasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk masuk
kedalam rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari
anyaman bambu kasar ataupunkayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm
akanmempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah.
Selain itu, lingkungan fisik sekitar rumah yang diperhatikan dalam kejadian
malariaadalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi
nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar
matahari menembus permukaan tanah, sehinggaadanya semak-semak yang rimbun
berakibat lingkungan menjadi teduhserta lembab dan keadaan ini merupakan tempat
istirahat yangdisenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk
pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan
kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di
sekitar rumah bertambah .

2.5 Patogenesis
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara
lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang
merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada
keempat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda beda, P. Falcifarum
memerlukan waktu 36 48 jam, P. Vivax/ovale 48 jam, dan P. Malariae demam
timbul selang waktu 2 hari.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang
tidak terinfeksi. Plasmodium falcifarum menginfeksi semua jenis sel darah merah,
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan
plasmodium ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya
2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae

5
menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah
merah. Sehingga anemia yang disebabkan P. Vivak, P. Ovale dan P. Malariae
umumnya terjadi pada keadaan kronis,.

Splenomegali. Limpa merupakan organ retikuler, dimana Plasmodium


dihancurkan oleh sel sel makrofag dan limfodit. Penambahan sel sel radang ini
akan menyebabkan limpa membesar.

Malaria berat akibat Plamodium falcifarum mempunyai patogenesis yang


khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. Falcifarum akan mengalami proses sekuestrasi
yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam
tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang
terisi berbagai antigen Plasmodium Falcifarum. Pada saat terjadinya proses
sitoadherensi, knob akan berikatan dengan reseptor antigen sel endotel kalpiler.
Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh darah
kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemik jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga
didukung oleh proses terbentuknya rosette bergerombolnya sel darah merah yang
berparasit dengan sel darah merah lainnya.

Pada proses sitoadherensi ini juga diduga juga terjadi proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator mediator antara sitokin (TNF, interleukin), dimana mediator
tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungdi pada jaringan tertentu.

2.6 Gambaran Klinis


A. Anamnesis
1) Pada anamnesa sangat penting diperhatikan :
a. Keluhan utama : demam, mengigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria.
c. Riwayat tinggal didaerah endemik malaria
d. Riwayat sakit malaria
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
f. Riwayat mendapat transfusi darah.
2) Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan
dibawah ini :
a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derejat
b. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
c. Kejang kejang
d. Panas sangat tinggi

6
e. Mata atau tubuh kuning
f. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
g. Nafas cepat dan atau sesak nafas
h. Muntah terus meneru dan tidak dapat makan dan minum
i. Warna air seni seperti teh tua dan sampai kehitaman
j. Jumlah air seni kurang (oligouria) sampai tidak ada (anuria)
k. Telapak tangan sangat pucat

B. Pemeriksaan fisik
1) Demam (pengukuran dengan termometer 37,5 C
2) Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3) Pembesaran limpa (splenomegali)

4) Pembesarann hati (hepatomegali)


Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda tanda klinis sebagai berikut :
1) Temperatur rektal 40 C
2) Nadi cepat dan lemah/kecil
3) Tekanan darah sitolik < 70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak anak < 50
mmHg
4) Frekuensi nafas > 35 x per menit pada dewasa atau > 40 x per menit pada balita,
anak di bawah 1 tahun > 50 x per menit
5) Penurunan, derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) < 11
6) Manifestasi perdarahan (ptekie, purpura, hematom)
7) Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor kulit dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi air seni berkurang)
8) Tanda tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat,
dan lain lain)
9) Terlihat mata kuning/ikterik
10) Adanya ronki pada kedua paru
11) Pembesaran limpa dan atau hepar
12) Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria
13) Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik)

C. Pemeriksaan laboratorium
I. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesma/lapangan/rumah sakit
untuk menentukan :
1) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
2) Spesies dan stadium plasmodium
3) Kepadatan parasit :
a. Semi kuantitatif
(-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100
LPB/Lapangan Pandang besar
(+) = positif 1 ( ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)

7
(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
b. Kuantitaif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sedian darah tebal (leukosit)
atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit
8.000/Ul maka hitung parasit = 8000/200 x 1500 parasit = 60.000 parasit/Ul.
Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 450.000/1000 x 50 = 225.000
parasit/Ul.

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal hal


sebagai berikut :

1) Bila pemeriksaan sedian darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam
sampai 3 hari berturut turut.
2) Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut turut tidak
ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
II. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test).

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malari, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat
bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan didaerah
terpencil yang tudak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu.
Tes yang tersedia dipasaran saat ini mengandung :
1) HRP 2 (Histidine Rich Protein 2) yang di produksi oleh tropozoit, skizon dan
gametosit muda P. Falcifarum
2) Enzim parasite lactate dehydrogenase (p LDH) dan aldolase di produksi oleh
parasit bentuk aseksual atau seksual P.falcifarum, P. Vivax, P. Ovale, dan P.
Malariae
Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis, yaitu :
a. Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksi P. Falcifarum
b. Combo yang mampu mendiagnosis infeksi P. Falcifarum dan non falcifarum
III. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat :
1) Hemoglobin dan hematokrit
2) Hitung jumlah leukosit, trombosit
3) Kimia darah lain (gula darah, serum billirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah)

8
4) EKG
5) Foto thoraks
6) Analisis cairan serebrospinal
7) Biakan darah dan uji serologi
8) Urinalisis

2.7 Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sedian darah secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat
(RDT Rapit Diagnostic Test).

Malaria

Bagan 1. Alur Penemuan Penderita Malaria

2.8 Diagnosa banding


Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat.
1) Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain
sebagai berikut :
a. Demam tifoid
b. Demam dengue
c. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
d. Leptospirosis

9
e. Infeksi virus akut lainnya
2) Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit infeksi
lain sebagai berikut :
a. Radang otak (meningitis/encephalitis)
b. Stroke (gangguan serebrospinal)
c. Tifoid ensefalopati
d. Hepatitis
e. Leptospirosis berat
f. Glomerulonefritis akut atau kronik
g. Sepsis
h. Demam berdarah dengue atau dengue syok syndrome

2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan


membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan
pengobatan radikal untuk mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik serta
memutuskan rantai penularan.

Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
serta bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu
setiap akan minum obat anti malaria.

I. Malaria Falciparum
Lini pertama pengobatan malaria falcifarum adalah seperti yang tertera dibawah ini :
Lini pertama pengobatan malaria falcifarum adalah Artemisinin Combination Therapy
(ACT). Pada saat ini pada program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu :
a. Artesunate Amodiaquin
b. Dihydroartemisin Piperaquin (saat ini khusus digunakan
1) Lini Pertama

Artesunat + Amodiakuin + Primakuin


Kemasan artesunate amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria.
a. Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blister amodiakuin
terdiri dari 12 tablet @ 200 153 mg amodiakuin basa, dan blister artesunat
terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan peroral selama tiga hari
dengan dosis tunggal sebagai berikut :
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb
Artesunat = 4 mg/kgbb
b. Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri diri dari 3 blister (setiap hari 1 blister
untuk dosis dewasa), setiap blister terdiri dari :
4 tablet artesunate @ 50 mg
4 tablet amodiakuin @ 150 mg

10
Primakuin yang beredar di Indonesia dalam bentuk tablet berwarna coklat kecoklatan
yang mengandung 25 mg garam yang setara 15 mg basa. Primakuin diberikan per-oral
dengan dosis tunggal 0.75mg basa/kgbb yang diberikan pada hari pertama. Primakuin
tidak boleh diberikan kepada :

Ibu hamil
Bayi < 1 tahun
Penderita defisiensi G6-PD

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan


penderita, pemberian dosis dapat diberikan berdasarkan golongan umut seperti tertera
pada tabel 2. Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan untuk artesunat
dan amodiakuin masing masing 4 tablet dan primakuin 3 tablet.

Tabel 2. Pengobatan lini pertama malaria falciparum menurut kelompok umur


dengan Artesunat - Amodiakuin

Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
bulan bulan tahun tahun tahu tahu
n n
Artesunat 1 2 3 4
Amodiakuin 1 2 3 4
1
Primakuin - - 1 2 2-3
2 Artesunat 1 2 3 4
Amodiakuin 1 2 3 4
3 Artesunat 1 2 3 4
Amodiakuin 1 2 3 4
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb
Primakuin = 0,75 mg/kgbb
Atau
Lini pertama lainnya :
Dihydroatemisinin + Piperaquin + Primakuin
(saat ini khusus digunakan untuk daerah Papua)

Tabel 3. Pengobatan lini pertama malaria falciparum menurut kelompok umur


dengan Dihydroartemisinin + Piperaqui (DHP)

11
Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut golongan umur
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun
1 DHP 1 1 3 3-4
Amodiakui 1 2 2-3
n
2-3 DHP 1 1 2 3-4
Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgbb
Piperaquin = 16 32 mg/kgbb
Primakuin = 0,75 mg/kgbb
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan, jika pengobatan lini pertama
tidak efektif dimana ditemukan : gejala klinis tidak memburu tetapi parasit aseksual
tidak berkurang (persiten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
2) Lini kedua

Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin


Kina tablet
Tablet Kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina
fosfat atau sulfat. Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali
selama 7 hari.
Doksisiklin
Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50
mg dan 100 mg Doksisiklin HCL. Doksisiklin diberikan 2 kali per hari selama 7 hari,
dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8- 14
tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak
usia < 8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin.
Tetrasiklin
Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung 250 mg atau
500 mg tetrasiklin HCL. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari, dengan
dosis 4 5 mg/kgbb/kali. Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan
pada anak umur di bawah 8 tahun dan ibu hamil.

Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Apabila pemberian
dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat
dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal penderita dewasa yang
dapat diberikan untuk kina 9 tablet, dan primakuin 3 tablet.

12
Tabel 4. Pengobatan lini kedua untuk Malaria Falciparum (Doksisiklin)

Har Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-11 1-4 5-9 10-14 15
i
Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
1 Kina *) 3x 3x1 3x1 3 x (2-3)
Doksisiklin - - - 2 x 1 **) 2 x 1 ***)
Primakuin - 1 2 23
2-7 Kina *) 3x 3x1 3x1 3 x (2-3)
Doksisiklin - - - 2 x 1 **) 2 x 1 ***)
*) Dosis diberikan kg/BB
**) 2 x 50 mg Doksisiklin
***) 2 x 100 mg Doksisiklin

Tabel 5. Pengobatan lini kedua untuk Malaria Falciparum


Har Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
i 0-11 1-4 5-9 10-14 15
Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
1 Kina *) 3x 3x1 3x1 3 x (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 x 1 **)
Primakuin - 1 2 23
2 Kina *) 3x 3x1 3x1 3 x (2-3)
7 Tetrasiklin - - - *) 4 x 1 **)
Penderita
*) Dosis diberikan kg/BB
**) 4 x 250 mg Tetrasiklin

II. Pengobatan Malaria Vivaks, Malaria Ovale, Malaria Malariae


A. Malaria Vivaks dan Ovale
Pengobatan malaria vivax dan ovale saat ini menggunakan ACT (Artemisinin
Combination Therapy) yaitu Artesunate dan Amodiaquin atau Dihydroartemisinin
Piperaquin (DHP), yang mana DHP saat ini digunakan di Papua.
Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falcifarum,dimana
perbedaannya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25
mg/kgBB.
Pengobatan efektif apabila sampai hari ke-28 setelah pemberian obat,
ditemukan keadaan sebagai berikut : klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak
ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7.
Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat :
a. Gejala klinis memburuk dan parassit aseksual positif, atau

13
b. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang
(persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke-14 (kemungkinan
resisten).
c. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbulkembali antara hari
ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru)
B. Pengobatan lini kedua Malaria Vivaks/Ovale

Kina + Primakuin
Kina tablet
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina
fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10
mg/kgBB/kali selama 7 hari.
Dosis kina adalah 30 mg/kgBB/hri. Pemberian kina pada anak usia dibawah 1 tahun
harus dihitung berdasarkan berat badan.
Primakuin
Dosis primakuin adalah 0,25 mg/kgBB per hari yang diberikan selama 14 hari.
Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan
kepada : Ibu hamil, bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Kombinasi ini
digunakan untuk pengobatan Malaria vivax yang resisten terhadap pengobatan
ACT.
Tabel 6. Pengobatan lini kedua Malaria vivaks/malaria ovale

Hari Jenis obat Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
Bulan Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
H1-7 Kina *) *) 3x 3x1 3x1 3x3
H1-14 Primakuin - - 1
*) Dosis diberikan kg/BB

C. Pengobatan Malaria Vivaks yang relaps


Pengobatan kasus Malaria Vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen
sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14
hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari.
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yand dapat diketahui melalui
anamnesis adalah keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum
obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain lain ), maka pengobatan
diberikan secara mingguan.

Tabel 7. Pengobatan Malaria Vivaks penderita defisiensi G6PD

Lama Jenis Obat Jumlah tablet perminggu menurut kelompok umur


14
Minggu 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
Bulan Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
8 s/d 12 Artesunate 1 2 3 34
8 s/d 12 Amodiaqui 1 2 3 34
n

III. Pengobatan Malaria Malariae


Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali per-hari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya.

IV. Pengobatan malaria mix (P. Falcifarum + P. Vivax) dengan Artemisinin


Combination Therapy (ACT)

Tabel 8. Pengobatan Malaria mix ( P. Falcifarum + P.Vivax) dengan


Artesunate + Amodiaquin

Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
Bulan Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
1 Artesunat 1 2 3 4
Amodiakui 1 2 3 4
n
Primakuin - - 1 2 23
2 Artesunat 1 2 3 4
Amodiakui 1 2 3 4
n
Primakuin 1
Artesunat 1 2 3 4
Amodiakui 1 2 3 4
n
Primakuin - - 1
4 14 Primakuin - - 1
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb
Atau
Tabel 9. Pengobatan malaria mix (P. Falciparum + P. Vivax) dengan
Dihydroartemisinin + Piperaquin (DHP)
Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0 1 2 11 1 4 5 9 10 14 15

15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun
1 DHP 1 1 2 34
Primakui - - 1 2 23
n
2 DHP 1 1 2 34
Primakui - - 1
n
3 DHP 1 1 2 34
Primakui - - 1
n
4 14 Primakui - - 1
n
Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgbb
Piperaquin = 16 32 mg/kgbb

Bagan 2. Algoritme Pemantauan Respon Pengobatan

H1 H3
Pasien diobati dengan ACT

H4 Periksa darah dan klinis

Klinis membaik Klinis


Klinis membaik
(demam -) memburuk

Parasit tidak Parasit Parasit


Rujuk ke RS
ditemukan ditemukan/>>> ditemukan/<<<

Pindah lini-2 Lanjutkan FU

H7 & H14 periksa


darah dan klinis

Klinis membaik Klinis


(demam -) Klinis membaik memburuk

Parasit tidak Parasit Parasit


ditemukan ditemukan/>>> ditemukan/<<< Rujuk ke RS

Pindah lini-2 Lanjutkan FU


16

H28 periksa darah


Parasit tidak Klinis membaikParasit Parasit Klinis
dan klinis
ditemukan
Sembuh (demam ditemukan/>>>
-) Pindah lini-2 Klinis membaik
ditemukan/<<< memburuk
Rujuk ke RS
2.10 Prognosa

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, syarat pengobatan


serta pengendalian faktor predisposisi, maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi
prognosis yang baik.

17
BAB III

HASIL KEGIATAN

3.1 Gambaran Umum Lokasi Kegiatan

Puskesmas Waena merupakan lokasi kegiatan yang terletak di wilayah distrik heram
yaitu di kelurahan waena, wilayah kerjanya meliputi kelurahan Waena, kelurahan Yabansai
dan kampung Waena. Luasnya adalah 41.6 km2 dengan ketinggian 75-100 m di atas
permukaan laut dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun.

Secara geografis letak wilaah puskesmas Waena berada di sebelah utara Desa
Nolokla, sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Yoka, sebelah barat berbatasan dengan
Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura, dan sebelah timur berbatasan dengan kelurahan
Hedam Distrik Heram.

Jumlah penduduk pada tahun 2015 yaitu 17.380 jiwa di kelurahan Waena, 11.112 jiwa
di kelurahan Yabansai, dan 1.909 jiwa di Kampung Waena.

3.2 Alur Kegiatan

Kegiatan mulai dilaksanakan di Puskesmas Waena sejak tanggal 5 Desember 2016


dengan memulai penemuan penderita malaria. Hingga tanggal 15 Desember 2016 didapatkan
30 penderita malaria yang telah terdiagnosa positif malaria melalui pemeriksaan mikroskop
dan RDT. Jenis RDT yang digunakan di Puskesmas Waena mengandung HRP2 dan p-LDH
yang memiliki kemampuan combo yang mampu mendiagnosis infeksi P. Falcifarum dan non
falcifarum.

Dari 30 responden tersebut, hanya 25 orang yang dapat di follow-up, 5 responden


yang tidak di follow up disebabkan oleh berbagai hal yaitu alamat tempat tinggal yang tidak
jelas, pasien tidak dapat dihubungi, pasien sedang tidak berada di Jayapura dan pasien sudah
tidak tinggal di alamat yang diberikan.

Pada tanggal 16-17 Desember 2017 dilakukan kunjungan ke 25 rumah responden.


Dalam kegiatan ini kami melakukan pembagian kuesioner sederhana malaria, pembagian
kelambu berinsektisida, obat anti nyamuk oles dan obat anti nyamuk bakar serta melakukan
observasi keadaan rumah serta lingkungan rumah responden.

18
Pada tanggal 12-13 Januari 2017, dilakukan pembagian undangan kepada 25
responden untuk menghadiri penyuluhan malaria dan pengobatan masal yang akan
dilaksanakan pada tanggal 13 januari 2017 di Kampwolker, namun hanya 17 responden yang
dapat dikunjungi dan memperoleh undangan tersebut. Hal ini dikarenakan 8 responden
lainnya tidak dapat dihubungi dan sedang tidak berada di rumah.

Pada tanggal 13 Januari 2017 dilakukan kegiatan penyuluhan tentang malaria dengan
menggunakan media x-banner dan pembagian leaflet malaria serta kegiatan pengobatan
masal di Kampwolker. Dalam kegiatan ini kami melakukan penyuluhan pembekalan materi
dengan topik malaria. Pembekalan mengenai malaria terdiri dari pengertian malaria,
penyebab malaria, cara penularan dari malaria, tanda dan gejala apabila mengidap penyakit
malaria, perjalanan penyakit dari malaria itu sendiri, pengobatan malaria, dan cara
pencegahan penyakit malaria, serta terdapat sesi tanya jawab. Jumlah keseluruhan masyarakat
yang hadir pada kegiatan ini ada 91 orang yang terdiri dari 11 pasien malaria (7 pasien lama
dan 4 pasien baru) dan 80 orang yang bukan penderita malaria. Dari 17 responden yang kami
undang, hanya 7 responden yang hadir pada kegiatan tersebut.

3.3 Karakteristik Responden

Dari tabel 10, penyakit malaria paling banyak terjadi pada responden yang bertempat
tinggal di perumnas III tepatnya kampwolker. Responden paling banyak dalam kelompok
usia 20-40 tahun dan responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Paling banyak
responden tidak bekerja termasuk didalamnya IRT dan pelajar. Untuk status pendidikan
terbanyak responden yang tidak bersekolah dan paling sedikit tamatan perguruan tinggi.
Responden paling banyak memiliki penghasilan kurang dari satu juta per bulan.

Tabel 10. Karakteristik responden


Karakteristik Responden N %
Usia Responden
<20 tahun 8 32
20 40 tahun 14 56
>40 tahun 3 12
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 40
Perempuan 15 60
Tempat Tinggal
Perumnas I 1 4
Perumnas II 4 16
Perumnas III 14 56

19
Lain-lain (Buper) 6 24
Pekerjaan
Petani 2 8
Pedagang 2 8
Pegawai Swasta 1 4
Lain-lain (IRT, Pelajar) 20 80
Pendidikan
Tidak sekolah 7 28
Tamat SD 6 24
Tamat SMP 4 16
Tamat SMA 5 20
Tamat Perguruan Tinggi 3 12
Penghasilan/bulan
<1.000.000 20 80
1.000.000-3.000.000 5 20
>3.000.000 0 0

Tabel 11. Jenis Malaria yang diderita Responden

Jenis Malaria N %
Malaria Falciparum 14 56
Malaria Vivaks 4 16
Mix Malaria 7 28
Lain-lain 0 0
Jumlah 25 100
Pada tabel 11, jenis malaria terbanyak yang diderita responden adalah malaria
falciparum sebesar 56%, diikuti mix malaria 28%, dan malaria vivaks 16%.

Tabel 12. Jumlah responden pada saat penyuluhan dan pengobatan masal

Jenis penyakit N %
Malaria
- Responden baru 4 4,3
- Responden lama
7 7,6
Bukan malaria 80 88,1
Jumlah 91 100
Tabel 12 menunjukkan jumlah responden yang hadir saat pengobatan masal yaitu 91
responden. 91 responden tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan ada tidaknya penyakit
malaria ke dalam kategori responden yang sakit malaria dan responden yang bukan sakit
malaria. Dari data tersebut diperoleh 80 responden yang bukan sakit malaria dan 11
responden yang sakit malaria. 11 responden tersebut terdiri dari 7 responden lama yaitu
pasien malaria yang telah mendapat undangan sebelumnya, dan 4 responden baru yang baru
terdiagnosa saat itu.

20
3.4 Pengetahuan Responden tentang Penyakit Malaria

Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan terhadap penyakit malaria

Kategori N %
Kurang (1 3) 10 40
Cukup (4 6) 9 36
Baik (7 10) 6 24
Total 25 100
Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden dinilai kurang, cukup
atau baik berdasarkan jumlah jawaban benar dari 10 pertanyaan yang terdapat dalam
kuesioner. Dikategorikan kurang bila responden hanya mampu menjawab 1-3 pertanyaan
dengan benar. Dikategorikan cukup bila responden mampu menjawab 4-6 pertanyaan dengan
benar. Dikategorikan baik bila mampu menjawab 7-10 pertanyaan dengan benar. Dari data
tersebut responden terbanyak masih memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang
penyakit malaria.

Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang pengertian malaria

Pengertian Malaria N %
Penyakit menular yang dapat menyerang semua orang 9 36
Penyakit menular dari orang ke orang 9 36
Penyakit tidak menular 7 28
Jumlah 25 100
Tabel 14 menunjukkan bahwa responden yang mampu menjawab dengan tepat tentang
pengertian malaria hanya 36%, 36% lainnya sudah mengetahui bahwa malaria merupakan
penyakit menular namun masih berpendapat jika penularannya dari orang ke orang, dan 28%
lainnya masih belum mengetahui tentang malaria itu sendiri.

Tabel 15. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang cara penularan


penyakit malaria

Cara penularan N %
Gigitan nyamuk anopheles 3 12
Gigitan nyamuk 19 76
Udara 3 12
Jumlah 25 100
Tabel 15 menunjukkan bahwa responden terbanyak sebesar 76% mengetahui cara
penularan penyakit malaria adalah melalui gigitan nyamuk namun tidak mengetahui jenis
nyamuk apa yang berperan pada penularan tersebut. Hanya 3% yang mengetahui jenis

21
nyamuk penyebab malaria, dan 3% lainnya masih tidak mengetahui tentang cara penularan
malaria dan jenis nyamuk penyebabnya.

Tabel 16. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang tanda dan gejala
penyakit malaria

Tanda dan Gejala N %


Demam, panas, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mula, 14 56
muntah
Demam panas menggigil 10 40
Demam panas bintik-bintik di kulit 1 4
Jumlah 25 100
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui tanda dan gejala
penyakit malaria dengan baik.

Tabel 17. Distribusi responden berasarkan pengetahuan tentang pencegahan gigitan


nyamuk malaria

Pencegahan gigitan nyamuk N %


Kawat kasa, kelambu, obat nyamuk bakar/semprot/oles, 9 36
hindari keluar malam hari
Kawat kasa, obat nyamuk bakar/semprot 11 44
Menutup tempayan, mengubur barang-barang bekas, 5 20
menimbun air tergenang
Jumlah 25 100
Tabel 17 menunjukkan bahwa responden yang dapat menjawab dengan tepat
pencegahan gigitan nyamuk sebesar 36%, 44% lainnya hanya mengetahui beberapa dari
pencegahan tersebut, sedangkan 20% lainnya masih salah dalam menjawab.

Tabel 18. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang pengobatan penyakit


malaria

Pengobatan N %
Obat malaria dari petugas kesehatan 23 92
Obat malaria yang dijual di warung 1 4
Pengobatan sendiri/dukun 1 4
Jumlah 25 100
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki pengetahuan
dan kesadaran yang baik dalam mengobati penyakit malaria yaitu dengan memeriksakan diri
dan mendapatkan pengobatan dari petugas kesehatan.

22
Tabel 19. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang risiko pengobatan
yang tidak teratur

Risiko pengobatan N %
Tidak sembuh sempurna dan bisa kambuh 10 40
Tidak akan sembuh 15 60
Cacat 0 0
Jumlah 25 100
Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang
cukup baik terhadap risiko pengobatan yang tidak teratur.

Tabel 20. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang pencegahan penyakit


malaria agar tidak terjadi kekambuhan.

Pencegahan kekambuhan N %
Minum obat malaria teratur dan sesuai dosis, hindari gigitan 6 24
nyamuk
Kebersihan lingkungan dan kelambu 17 68
Pantang makanan tertentu 2 8
Jumlah 25 100
Tabel 20 menunjukkan bahwa responden terbanyak masih belum mengetahui dengan
baik tentang pencegahan kekambuhan penyakit malaria.

23
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik responden

Hasil kegiatan dari 25 responden untuk menilai karakteristik responden


dikelompokkan berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan,
pendidikan dan penghasilan per bulan.

Berdasarkan usia didapatkan penyakit malaria banyak terjadi pada responden yang
berusia 20 hingga 40 tahun sebesar 56%. Hal ini sejalan dengan hasil analisis data Riskesdas
2013 yang menunjukkan bahwa umur 25-34 tahun merupakan yang paling beresiko terkena
malaria. Hal ini diduga karena biasanya penduduk pada usia tersebut memiliki aktivitas lebih
pada malam hari. Sementara hasil penelitin lain di daerah endemis di wilayah Indonesia
bagian timur menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara usia dengan kejadian
malaria dan penelitian lain yang menyatakan bahwa penyakit malaria menyerang semua
kelompok umur, hal ini sehubungan dengan variasi keterpaparan terhadap gigitan nyamuk.

Berdasarkan jenis kelamin didapatkan penyakit malaria banyak terjadi pada


perempuan yaitu sebesar 60%. Hal ini tidak sesuai dengan data Riskesdas 2013 yang
menyatakan bahwa laki-laki lebih beresiko 2,36 kali dibandingkan perempuan. Laki-laki
lebih memungkinkan beresiko terkena malaria sebab aktivitasnya berhubungan dengan
lingkungan, bertani, beternak, mengelola tambak yang merupakan habitat dari nyamuk
vektor. Namun ada penelitian lain yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian malaria, proporsi malaria baik pada laki-laki
maupun perempuan relatif sama karena pada dasarnya kesempatan untuk terkena malaria
antara laki-laki dan perempuan pada umumnya tidaklah berbeda. Adapula penelitian lain
yang menyebutkan bahwa di kawasan miskin, angka infeksi pada perempuan bisa menjadi
lebih berat akibtanya karena ada tekanan sosial, ekonomi, dan psikologis.

Berdasarkan tempat tinggal didapatkan penyakit malaria banyak terjadi di wilayah


perumnas III tepatnya di kampwolker sebesar 56%, diikuti wilayah buper 24% lalu perumnas
II 16%, perumnas I 4%. Kampwolker dan buper menjadi tempat dengan angka kejadian
malaria yang tinggi dikarenakan banyak rumah responden kami yang berada didaerah
tersebut yang berdekatan dengan hutan, sungai dan rawa yang mana menjadi tempat yang

24
baik untuk perindukan nyamuk. Begitu pula untuk tempat tinggal responden kami di
perumnas II tepatnya di jalan proyek dan kampung buton, dan perumnas I di belakang asrama
memberamo raya di sekitar rumah mereka juga dikelilingi oleh hutan, sungai dan rawa.
Penelitian lain menyatakan bahwa responden yang disekitar rumahnya terdapat tempat
perindukan nyamuk mempunyai resiko 5 kali lebih besar untuk terkena malaria dibandingkan
dengan responden yang disekitar rumahnya tidak terdapat tempat perindukan nyamuk.
Tingkat penularan yang tinggi terutama terjadi karena jarak pemukiman dengan tempat
perindukan nyamuk anopheles cukup dekat.

Berdasarkan pekerjaan, angka kejadian malaria tertinggi terjadi pada responden yang
tidak bekerja (ibu rumah tangga) dan pelajar sebesar 80%, diikuti petani 8%, pedagang 8%,
dan pegawai swasta 4%. Hal ini tidak sesuai dengan hasil riskesdas tahun 2007 yang mana
pekerjaan yang sesuai dengan aktivitas gigitan vektor nyamuk, seperti pergi ke hutan atau ke
kebun terutama pada malam hari akan meningkatkan risiko penularan. Namun jika melihat
dari responden kami yang sebagian besar merupakan IRT dan pelajar, hal ini mungkin
berkaitan dengan tempat tinggal mereka. Ibu rumah tangga hanya beraktifitas sepanjang hari
di sekitar rumah mereka yang dekat dengan tempat perindukan nyamuk sehingga
kecenderungan untuk terkena malaria lebih besar. Begitu pula dengan pelajar yang sebagian
besar adalah anak-anak yang berhubungan dengan aktivitas bermain mereka yang tinggi di
sekitar lingkungan rumah.

Berdasarkan pendidikan didapatkan angka kejadian malaria tertinggi pada responden


dengan tingkat pendidikan yang rendah yaitu responden yang tidak pernah bersekolah (28%)
dan tamatan SD (24%). Sedangkan tamatan SMA sebesar 20%, tamatan SMP 16% dan
tamatan perguruan tinggi 12%. Dari penelitian dikatakan bahwa ada hubungan antara
pendidikan yang rendah dengan kejadian malaria. Orang berpendidikan rendah (SMP) akan
beresiko terkena malaria 2,8 kali daripada orang yang berpendidikan tinggi. Tingkat
pendidikan yang tinggi akan meningkatkan pengetahuan responden tentang pentingnya
kesehatan di sekitar rumah. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan
semakin rendah juga pola pikirnya dalam menghadapi lingkungan rumah serta enggan untuk
mendapatkan informasi tentang penyakit malaria.

Berdasarkan tingkat penghasilan didapatkan angka kejadian malaria tertinggi pada


responden yang berpenghasilan rendah (< 1 juta per bulan) sebesar 80%. Status ekonomi

25
merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria, dimana status ekonomi
menengah ke bawah lebih beresiko menderita malaria.

Berdasarkan jenis malaria yang diderita responden, malaria falciparum menempati


urutan tertinggi sebesar 56% lalu diikuti mix malaria sebesar 28% dan malaria vivaks 16%.
Hal ini sesuai dengan epidemiologi malaria berdasarkan WHO tahun 2015 yaitu sebagian
besar disebabkan oleh P. falciparum (99%), dan 1% oleh P. Vivax.

Pada tabel 12 menunjukkan jumlah responden yang hadir saat pengobatan masal
tanggal 13 Januari 2017 pukul 10.00 13.00 WIT yaitu sebanyak 91 responden. 91
responden tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan ada tidaknya penyakit malaria ke
dalam kategori responden yang sakit malaria dan responden yang bukan sakit malaria. Dari
data tersebut diperoleh 80 responden yang bukan sakit malaria dan 11 responden yang sakit
malaria. 11 responden tersebut terdiri dari 7 responden lama yaitu pasien malaria yang telah
mendapat undangan sebelumnya, dan 4 responden baru yang baru terdiagnosa saat itu. 7
responden lama terdiri dari 3 responden yang bertempat tinggal di kampwolker, 2 responden
dari buper, 1 responden dari kampung buton, dan 1 responden dari jalan proyek. Sebelum
melakukan pengobatan masal, didahului dengan kegiatan penyuluhan tentang malaria
menggunakan media X-banner dan leaflet. Pembekalan mengenai malaria terdiri dari
pengertian malaria, penyebab malaria, cara penularan dari malaria, tanda dan gejala apabila
mengidap penyakit malaria, perjalanan penyakit dari malaria itu sendiri, pengobatan malaria,
dan cara pencegahan penyakit malaria, serta terdapat sesi tanya jawab. Pada sesi Tanya jawab
kami memberikan waktu bertanya untuk masyarakat kemudian dilakukan kuis Tanya jawab.
Pada kuis Tanya jawab, kami memberikan 3 pertanyaan kepada masyarakat. Dan memberikan
hadiah bagi yang mampu menjawab pertanyaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
pemahaman masyarakat tentang malaria setelah diberikan penyuluhan sebelumnya dengan
cara yang menarik. Dari kuis Tanya jawab tersebut, didapatkan 3 orang yang mampu
menjawab dengan benar, 2 orang ibu-ibu dan seorang anak.

4.2 Pengetahuan Responden tentang Malaria

Tabel 13 menilai pengetahuan responden tentang penyakit malariasecara umum. Pada


tabel 13, tingkat pengetahuan responden dinilai kurang, cukup atau baik berdasarkan jumlah
jawaban benar dari 10 pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Dikategorikan kurang bila
responden hanya mampu menjawab 1-3 pertanyaan dengan benar. Dikategorikan cukup bila
responden mampu menjawab 4-6 pertanyaan dengan benar. Dikategorikan baik bila mampu

26
menjawab 7-10 pertanyaan dengan benar. Dari data tersebut 40% responden masih memiliki
pengetahuan yang kurang tentang malaria, 36% memiliki cukup pengetahuan dan 24%
memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan yang kurang memiliki hubungan dengan
tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan
pengetahuan responden tentang pentingnya kesehatan di sekitar rumah. Semakin rendah
tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin rendah juga pola pikirnya dalam
menghadapi lingkungan rumah serta enggan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit
malaria.

Tabel 14 menilai tentang pengetahuan responden terhadap pengertian malaria. Tabel


ini menunjukkan bahwa responden yang mampu menjawab dengan tepat tentang pengertian
malaria hanya 36%, 36% lainnya sudah mengetahui bahwa malaria merupakan penyakit
menular namun masih berpendapat jika penularannya dari orang ke orang, dan 28% lainnya
masih belum mengetahui tentang malaria itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden masih belum mengetahui dengan baik tentang pengertian malaria
itu sendiri.

Tabel 15 menilai pengetahuan responden tentang cara penularan penyakit malaria.


Hasil menunjukkan bahwa responden terbanyak sebesar 76% mengetahui cara penularan
penyakit malaria adalah melalui gigitan nyamuk namun tidak mengetahui jenis nyamuk apa
yang berperan pada penularan tersebut. Hanya 3% yang mengetahui jenis nyamuk penyebab
malaria, dan 3% lainnya masih tidak mengetahui tentang cara penularan malaria dan jenis
nyamuk penyebabnya. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui
jenis nyamuk penyebab malaria.

Tabel 16 menilai pengetahuan responden tentang tanda dan gejala malaria. Hasil
menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui tanda dan gejala penyakit malaria
dengan baik sebesar 56%, 40% responden hanya mengetahui beberapa dari tanda dan gejala
saja sedangkan 4% lainnya masih belum mengetahui. Dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanda dan gejala penyakit
malaria.

Tabel 17 menilai pengetahuan responden tentang pencegahan gigitan nyamuk. Hasil


menunjukkan bahwa responden yang dapat menjawab dengan tepat pencegahan gigitan
nyamuk sebesar 36%, 44% lainnya hanya mengetahui beberapa dari pencegahan tersebut,
sedangkan 20% lainnya masih salah dalam menjawab. Dapat disimpulkan bahwa sebagian

27
besar responden belum mengetahui dengan baik tentang pencegahan terhdap gigitan nyamuk
ini.

Tabel 18 menilai pengetahuan responden tentang pengobatan malaria. Hasil


menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki pengetahuan dan kesadaran
yang baik dalam mengobati penyakit malaria yaitu dengan memeriksakan diri dan
mendapatkan pengobatan dari petugas kesehatan.

Tabel 19 menilai pengetahuan responden tentang risioko pengobatan yang tidak teratur.
Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup baik
terhadap risiko pengobatan yang tidak teratur.

Tabel 20 menilai pengetahuan responden tentang pencegahan kekambuhan penyakit


malaria. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih belum mengetahui
dengan baik tentang pencegahan kekambuhan penyakit malaria.

Berdasarkan hasil-hasil tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit malaria itu sendiri
namun sudah memiliki pengetahuan dan kesadaran yang baik untuk memeriksakan diri ke
dokter jika mereka sakit dan untuk memperoleh pengobatan dari dokter.

Upaya pencegahan penyebaran malaria bisa berjalan dengan efektif apabila kita dapat
memberikan kesadaran dan pemahaman kepada masyarakat tentang penyakit malaria dan
cara pencegahan. Pemberian bekal kepada masyarakat dapat memberi pengetahuan yang
memadai, sehingga masyarakat bisa mengerti bahwa penyakit malaria ditularkan melalui
perantaraan vektor nyamuk malaria maka untuk pencegahannya antara lain perilaku hidup
bersih dan sehat perlu ditingkatkan. Pemberian pengetahuan dan pemahaman kepada
masyarakat ini bisa diberikan dengan kepada setiap individu, masyarakat, maupun petugas
yang bekerja di daerah endemis. Adapun materi yang dapat diberikan adalah memberikan
pemahaman tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, pengenalan tentang tanda
dan gejala malaria, pengobatan malaria, serta pencegahan terhadap gigitan nyamuk,
pengetahuan tentang upaya untuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk, seperti
membuat drainase yang efektif dan menyingkirkan tempat perkembangbiakan nyamuk
terutama rawa atau tempat air tergenang.

28
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan yang dilakukan pada wilayah kerja Puskesmas Waena
Distrik Heram Kelurahan Waena kota Jayapura Propinsi Papua tahun 2016-2017 yang
telah diuraikan pada bab hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Karakteristik Responden, yaitu :


- Berdasarkan usia, lebih banyak penderita malaria pada kategori usia 20-40 tahun.
- Penderita malaria banyak diderita oleh perempuan dibandingkan laki-laki.
- Penderita malaria banyak terdapat di wilayah perumnas III tepatnya Kampwolker.
- Penderita malaria tertinggi terjadi pada penderita yang tidak bekerja (ibu rumah
tangga) dan pelajar.
- Penderita malaria tertinggi terjadi pada kelompok penderita yang berpendidikan
rendah.
- Penderita malaria tertinggi terjadi pada penderita yang berpenghasilan rendah.
- Jenis malaria yang banyak diderita adalah malaria falciparum.
2) Gambaran pengetahuan responden tentang penyakit malaria, yaitu :
- Sebagian besar responden masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang
penyakit malaria namun sudah memiliki pengetahuan dan kesadaran yang baik
untuk memeriksakan diri ke dokter jika mereka merasakan sakit dan mengetahui
pentingnya mendapatkan pengobatan malaria dari dokter.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, beberapa saran yang dipandang berguna untuk


mengurangi risiko kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waena Distrik Heram
Kelurahan Waena Kota Jayapura Propinsi Papua adalah :

1. Masyarakat
- Dapat memahami tentang penyakit malaria, bagaimana terjadinya transmisi
penularan malaria sehingga dapat mencegah sedini mungkin dari aktifitas yang
dapat beresiko dapat menimbulkan penyakit malaria.
- Dapat memahami pentingnya kebersihan lingkungan sehingga lingkungan di
sekitar rumah tidak menjadi tempat perkembangbiakan atau peristirahatan nyamuk
malaria.
2. Puskesmas Waena

29
- Lebih intensif melakukan promosi kesehatan dengan cara memberikan pendidikan
dan penyuluhan kesehatan tentang penyakit malaria, bahaya penyakit malaria, dan
pencegahan penyakit malaria serta membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat.
Serta perlunya evaluasi tingkat pengetahuan masyarakat setelah pemberian
penyuluhan.
- Melibatkan posyandu, bidan desa, kader dan perangkat kelurahan untuk mendeteksi
secara dini kasus penularan malaria, serta melakukan observasi terhadap penderita
malaria melalui bidan atau kader.
3. Dinas Kesehatan
- Dinas kesehatan agar memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat
dengan memberdayakan tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) agar berperan serta dalam kegiatan pemberantasan dan pencegahan penyakit
malaria.
- Bekerja sama dengan stake holder dalam upaya penanganan malaria terutama dalam
sektor pekerjaan (pemberdayaan ibu rumah tangga) dan pendidikan di daerah
endemis malaria (program duta malaria di tingkat sekolah).

5.3 Keterbatasan Penelitian


Selama kegiatan adapun kendala yang kami hadapi adalah sebagai berikut :
- Keterbatasan waktu serta waktu pelaksanaan yang kurang tepat yakni bertepatan
dengan libur Natal dan tahun baru sehingga follow up terhadap responden kurang
maksimal.
- Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menilai pengetahuan tentang malaria pada
jumlah responden yang lebih besar dan perlu dilakukan pula pada masyarakat umum.

30

Anda mungkin juga menyukai