Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Giant cell tumor adalah tumor yang relatif jarang terjadi, ditandai dengan
adanya sel giant multinuklear. Giant cell tumor (GCT) sering juga disebut dengan
Osteoklastoma. GCT merupakan tumor tulang yang besifat jinak, mempunyai sifat
dan kecenderungan untuk agresif lokal dan destruktif. GCT tersusun atas lapisan sel
neoplastik berupa sel mononuclear yang tersebar, sebagian tersusun dalam
kelompokan kecil dan diselingi oleh sel-sel besar dengan inti banyak yang dikenal
sebagai Osteoclast Like Giant Cell. Sifat khas dari tumor ini adalah adanya stroma
vaskular dan selular yang terdiri dari sel-sel berbentuk oval yang mengandung
sejumlah nukleus lonjong, kecil dan berwarna gelap. Sel raksasa ini berupa sel besar
dengan sitoplasma yang berwarna merah muda, mengandung sejumlah nukleus yang
vesikular dan menyerupai sel-sel stroma. Walaupun tumor ini biasanya dianggap
jinak, tetapi tetap memiliki berbagai derajat keganasan, tergantung pada sifat
sarkomatosa dari stromanya. Pada jenis yang ganas, tumor ini menjadi anaplastik
dengan daerah-daerah nekrosis dan perdarahan.1
GCT paling sering terjadi pada epifisis tulang panjang, tibia proksimal, distal
femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal. Tumor ini biasanya muncul di
metafisis dari lempeng epifisis. Penyebab dari tumor ini belum diketahui pasti. Pada
umumnya tumor ini menyebabkan destruksi tulang, lokal metastasis, metastasis ke
paru-paru, jarang ke kelenjar getah bening, dan jarang bertransformasi kearah
keganasan.2
Cooper adalah orang yang pertama kali melaporkan kasus giant cell tumor pada
abad ke 18, pada tahun 1940. Abad ke 19 tumor ini dikenal sebagai Myeloid
Sarcoma dimana lesinya tidak mematikan seperti sarcoma tulang primer yang lain.
Pada tahun 1853, Paget menyebutkan Brown or Myeloid Tumor. Ahli bedah
Perancis menyatakan bahwa secara klinis dan histologis, tumor ini hanya lokal
agresif. Virchow menyebutkan bahwa tumor ini bukan hanya bisa rekuren namun bisa

1
menjadi ganas. Pada tahun 1910, Bloodgood menyebut tumor ini bukan hanya bisa
rekuren namun bisa menjadi ganas dengan sebutan Benign Giant Cell Tumor. Pada
tahun 1922, Stewart memperkenalkan dengan Osteoklastoma yang dipakai hingga
sekarang.2
Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo dalam kurun
waktu 1990-1997 tercatat angka kejadian GCT dari keseluruhan tumor tulang baik
jinak maupun ganas sebesar 13%. Usia yang paling banyak didapat pada golongan
umur 21-40 tahun. Pasien GCT yang datang ke RSUPNCM sering pada stadium ke-2
dengan keluhan di daerah lesi. Rekurensi GCT biasanya dalam kurun waktu 3 tahun
setelah tindakan terapi. Di RSUPNCM, lokasi terjadinya GCT terbanyak secara
berurutan pada proksimal tibia, distal radius, distal femur, distal ulna, proksimal
humerus, distal humerus, vertebra servikal, proksimal femur. Berbagai modalitas
pencitraan akan sangat membantu untuk diagnosis GCT dan membedakannya dari
tumor jinak tulang lainnya. Penatalaksanaan untuk giant cell tumor hampir selalu
memerlukan pembedahan untuk mengangkat tumor dan mencegah kerusakan pada
tulang serta sendi didekat tumor berada.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Giant cell tumor merupakan sebuah lesi yang bersifat jinak tetapi secara lokal
dapat bersifat agresif dan destruktif yang ditandai dengan adanya vaskularisasi yang
banyak pada jaringan penyambung termasuk proliferasi sel-sel mononuklear pada
stroma dan banyaknya sel datia yang tersebar serupa osteoklas.3

2.2 Anatomi
Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat
tekanan. Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel-sel (osteosit,
osteoblas, dan osteoklas), serabut-serabut, dan matriks. Tulang bersifat keras oleh
karena matriks ekstraselularnya mengalami kalsifikasi, dan mempunyai derajat
elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut organik.4

Gambar 1: Klasifikasi tulang berdasarkan bentuk

3
Gambar 2: Histologi tulang panjang
Berdasarkan bentuknya tulang dapat di klasifikasikan sebagai tulang panjang
(berbentuk silindris) berfungsi untuk menahan berat tubuh, tulang pendek (kuboid)
seperti tulang pergelangan tangan/kaki, tulang pipih (lempeng) yang berfungsi untuk
perlindungan, tulang irreguler (tidak beraturan) seperti tulang vertebra, dan tulang
sesamoid (kecil dan bulat) seperti patella. Tulang panjang mempunyai corpus
berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai epifisis pada ujung-ujungnya.
Selama masa pertumbuhan, diafisis dipisahkan dari epifisis oleh kartilago epifisis.
Bagian diafisis yang terletak berdekatan dengan kartilago epifisis disebut metafisis.4
Tulang termasuk organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat
dalam tubuh, permukaan tubuh, metabolisme kalsium dan mineral dan organ
hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu
diperbarui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses resorpsi formasi.
Dengan proses resorpsi, bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan
diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi.5

4
2.3 Epidemiologi
Giant cell tumor terjadi dalam 4-5% kasus dari keseluruhan tumor tulang
primer dan sekitar 20% tumor tulang primer jinak. Puncak insiden tumor ini pada
umur 20-50 tahun, sekitar 80% kasus terjadi diantara usia 20-50 tahun, kurang dari
3% pada usia di bawah 14 tahun dan hanya 13 % pada usia lebih dari 50 tahun.
Tumor ini jarang tumbuh pada tulang immature dan sangat jarang terjadi pada anak-
anak umur kurang dari 10 tahun atau pada orang dewasa umur lebih 65 tahun.
Terdapat perbedaan prevalensi antara laki-laki dan perempuan dengan rasio 1 : 1,5.
Tidak ada predileksi ras, namun ada sedikit variasi geografis. Predileksi paling sering
yaitu distal femur, proximal tibia, dan distal radius. Tulang lain yang dapat menjadi
predileksi adalah tengkorak, sakrum, pelvis, dan anterior corpus vertebra. GCT juga
dapat berhubungan dengan Paget Disease.6
GCT tidak sering menyebar ke tempat yang jauh, tetapi cenderung kembali
pada tempat awal setelah tindakan operasi (kekambuhan lokal). Hal ini dapat terjadi
beberapa kali, sehingga tumor menjadi lebih mungkin untuk menyebar ke bagian lain
dari tubuh. GCT menyebar ke bagian lain dari tubuh tanpa terlebih dahulu berulang
secara lokal dapat terjadi dalam bentuk (kanker) ganas dari tumor.6

2.4 Etiologi
Penyebab dari tumor ini belum diketahui dengan pasti, namun dari studi ultra
struktur diketahui bahwa sel neoplastik tumor ini merupakan sel-sel stroma yang
berbentuk bulat, oval atau spindel merupakan sel mononuclear. Osteoclast Like
Giant Cell yang terbentuk dianggap akibat reaktivitas dari sel-sel mononuclear.7
Studi sitogenetik menunjukkan adanya asosiasi telomer akibat abrasi
kromosom. Terjadi pemendekan panjang telomer (kehilangan sekitar 500 pasang
basa) yang ditunjukkan oleh sel-sel tumor pada pasien GCT dibandingkan dengan sel
leukosit pada pasien yang sama.7

5
2.5 Patofisiologi
Dalam beberapa penelitian pembentukan GCT terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi, pertama yaitu adanya perubahan siklin, dimana siklin memiliki peran
penting dalam mengatur perjalanan membagi sel. Akibat perubahan dari beberapa
siklin, terutama siklin D1, terlibat dalam perkembangan neoplasma.8
Kedua, adanya evaluasi immunohistokimia yang terkait dengan ekspresi
microphtalmia yang merupakan faktor transkripsi dalam lesi giant cell.
Microphtalmia terkait dengan faktor transkripsi (Mitf), anggota subfamili heliks-
loop-helix faktor transkripsi, biasanya dinyatakan dalam oesteoklas mononuklear dan
multinuklear, terlibat dalam differensiasi terminal oesteoklas. Disfungsi aktivitas
oesteoklas menghasilkan ekspresi Mitf yang abnormal serta telah terlibat
oesteoporosis. Sejumlah sel giant lainnya dari berbagai jenis, termasuk oesteoklas
terlihat seperti sel-sel giant dalam berbagai tumor.8
Ketiga adalah sel stroma. Sel stroma fibroblast like, selalu hadir sebagai
komponen dari tumor sel raksasa pada tulang (GCT), dapat diamati pada kedua
sampel in vivo dan kultur. Meskipun mereka diasumsikan untuk memicu proses
kanker di GCT, histogenesis sel stroma GCT masih belum jelas. Hal ini diketahui
bahwa sel batang mesenchymal (MSC) dapat berkembang ke oesteoblas. Bukti telah
disajikan bahwa sel-sel stroma GCT juga dapat mengembangkan untuk oesteoblas.
Sebuah koneksi antara MSC dan sel stroma GCT yang dicari dengan menggunakan 2
pendekatan laboratorium yang berbeda.8

2.6 Lokasi
Lokasi yang tepat dari GCT masih menjadi kontroversi, dan menurut beberapa
ahli lesi tumor muncul di metafisis dari tulang skeletal yang matur dan meluas ke
epifisis. Enam puluh persen dari tumor ini terjadi pada tulang panjang, dan hampir
selurunya terletak pada ujung tulang di persendian. Umumnya tumor ini terjadi pada
proksimal tibia, distal femur, distal radius, dan proksimal humerus. Di dapatkan juga
kasus GCT pada tulang pubis, kalkaneus, dan tulang-tulang kaki. GCT dapat terjadi

6
di tulang-tulang vertebra, sebagian besar terjadi di sakrum. Tumor ini kadang meluas
sampai meliputi sendi sakroilliaka dan juga dapat menenai diskus intervetrebralis L5-
S1 bahkan sampai pada posterior dari L5. Kadang-kadang tumor ini terdapat di tulang
rahang, proksimal humerus, proksimal femur, proksimal fibula, distal tibia, patela,
ujung tulang metakarpal, dan juga tulang jari-jari. GCT dapat juga terjadi
multisentrik/lebih dari satu dan biasanya bersifat agresif secara klinis. Pada beberapa
kasus GCT terjadi di metafisis skeletal tulang yang belum matur dan sering meluas ke
diafisis daripada ke epifisis karena adanya lempeng epifisis yang bertindak sebagai
barrier terhadap pertumbuhan tumor.9

Gambar 3: Lokasi GCT pada epifisis

2.7 Klasifikasi
Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium GCT berdasarkan
klinis-radiologis-histopatologis sebagai berikut:11
Stage 1 (inaktif/laten)
- Klinis: tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara kebetulan, bersifat
menetap/tidak ada proses pertumbuhan.
- Radiologis: lesi berbatas tegas tanpa kelainan korteks tulang.
- Histopatologi: didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio sel terhadap
matriks rendah.

7
Stage 2 (aktif)
- Klinis: didapat keluhan, ada proses pertumbuhan.
- Radiologis: lesi berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran septa di
dalam tumor. Didapati adanya bulging korteks tulang
- Histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks berimbang.
Stage 3 (agresif)
- Klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat.
- Radiologis: didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar dari
tulang dan tumbuh ke arah jaringan lunak secara cepat; didapati reaksi
periosteal segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur patologis.
- Histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap matriks
yang tinggi, bisa didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang didapat proses
mitosis.

2.8 Diagnosis dan Gejala Klinis


Untuk menetapkan diagnosis tumor tulang diperlukan beberapa hal, seperti
anamnesis penting untuk mengetahui riwayat kelainan atau trauma sebelumnya.
Riwayat keluarga apakah ada yang menderita penyakit yang serupa (bersifat
herediter). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalan anamnesis:10
Umur
Umur pendertita sangat penting untuk diketahui karena banyak tumor tulang yang
mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya giant cell tumor jarang
ditemukan dibawah umur 20 tahun.
Lama dan perkembangan (progresifitas) tumor
Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan apabila terjadi
perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor yang jinak tiba-
tiba menjadi besar maka perlu dicurigai adanya keganasan.
Nyeri
Pasien biasanya merupakan dewasa muda yang datang dengan keluhan nyeri

8
dalam dan persisten di ujung tulang panjang, paling sering di daerah lutut. Nyeri
juga bisa keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri menunjukkan tanda
ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan
atau degenerasi.
Pembengkakan
Kadang-kadang penderita mengeluhkan adanya suatu pembengkakan dimana
pembengkakan ini bisa timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang
lama dan bisa juga secara tiba-tiba. Bengkak juga sering menyertai keluhan nyeri.
Selain disebabkan tumor itu sendiri, pembengkakan dapat disebabkan oleh efusi
yang reaktif. Lebih dari tiga per empat pasien tercatat mengalami pembengkakan
pada lokasi tumor.
Mungkin juga penderita datang berobat dengan gejala-gejala fraktur. Fraktur
patologis terjadi pada sekitar 11 sampai 37 % kasus.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan benjolan atau massa yang keras, dan
nyeri ditemukan pada lebih dari 80% pasien, dapat juga disertai kelemahan dan
keterbatasan gerak sendi. Disuse Atrophy, efusi pada persendian atau hangat pada
lokasi tumor. Bila lesi tumor terletak di tulang-tulang vertebra dapat timbul gejala
neurologis. Nyeri tekan pada pemeriksaan palpasi juga didapatkan pada pasien. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan atrofi otot. GCT pada sakrum sering menimbulkan
gejala low back pain yang meluas di kedua ekstremitas bagian bawah dan dapat
disertai gejala neurologis, gangguan berkemih atau buang air besar.10

2.9 Pemeriksaan Penunjang


2.9.1 Radiologi
Dengan foto polos GCT sudah dapat diketahui karena mempunyai gambaran
yang sangat khas. Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk mendeteksi
adanya perubahan pada jaringan lunak, perluasan ke intra-artikular, dan adanya
perubahan sumsum tulang. MRI merupakan metode yang terbaik untuk mencari
adanya perluasan ke subkondral dan perluasan tumor ke jaringan sekitar sendi.

9
Dengan MRI, ketepatan diagnostiknya sangat baik, terutama bila diinterpertasikan
bersama dengan foto polos. Kekurangan dari MRI adalah harganya yang relatif
mahal, kadang diperlukan sedasi pada pasien yang claustrophobia, dan MRI
kontraindikasi pada pasien dengan cardiac pacemakers, orbital foreign bodies.12.13
X-Ray
Foto polos sangat penting untuk menemukan lokasi lesi, keadaan matriks
tulang, tepi lesi, reaksi periosteal, dan keadaan jaringan lunak. Gambaran radiologis
dari GCT tulang pada foto polos menurut Campanacci mempunyai gambaran yang
sangat khas, yaitu:12,13
a. Stadium I
Lesi osteolitik berbatas tegas tanpa deformasi korteks tulang dan dapat disertai
reaksi sklerotik di sekitar lesi.
b. Stadium II
Lesi osteolitik berbatas tegas disertai gambaran septa/trabekulasi di dalam
tumor yang terlihat membagi lesi tumor dalam beberapa kompartemen disertai
deformitas korteks tulang berupa bulging/ekspansif dan penipisan/erosi
korteks serta terlihat perluasan lesi tumor ke subartikular dan ke metafisis.
c. Stadium III
Telah didapatkan adanya erosi dan destruksi korteks tulang disertai perluasan
tumor ke metafisis, subartikular dan keluar dari tulang masuk ke jaringan
lunak secara cepat yang terlihat sebagai soft tissue mass (massa jaringan
lunak). Dapat terlihat reaksi periosteal berupa segitiga Codman bila terdapat
fraktur patologis.
Gambaran septa mungkin dapat dilihat di lesi pada 3357% pasien, sebenarnya
septa ini merupakan pertumbuhan non-uniform dari tumor tersebut. Tumor ini
biasanya sudah membesar pada waktu ditemukan, dengan diameter kurang lebih 57
cm. Sebanyak 85% GCT tulang yang didiagnosis melalui foto polos terdapat di
bagian akhir dari tulang panjang; dan kurang lebih 50% terjadi pada tulang sekitar
lutut. Lokasi dari tumor ini sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Kebanyakan

10
letaknya eksentrik dan biasanya sampai ke subartikular.12,13

a) b)
Gambar 4: a) Giant cell tumor, memperlihatkan lesi geographic yang radiolusen
dengan batas sklerotik (panah) pada metafise dan epifise tibia proksimal. b) GCT
pada radius distal dengan pseudotrabeculation, foto AP dari pergelangan tangan
terlihat sebuah lesi litik di metaepiphyseal yang meluas ke subkondral dengan sebuah
fraktur patologis (panah) dan terlihat trabekulasi internal
GCT yang didiagnosis pada vertebra sangatlah jarang terjadi (5%). Sakrum
adalah tulang belakang yang sering terkena. Tumor ini biasanya sampai meliputi
korpus vertebra. Pada foto polos daerah destruksi GCT pada korpus vertebra terlihat
di bagian posterior dan tumor ini dapat menyebabkan hancurnya korpus vertebra dan
kompresi saraf-saraf tulang belakang. Ketepatan untuk diagnosis GCT pada tulang-
tulang ekstremitas dengan menggunakan foto polos sangat tinggi. Pada tulang
belakang ketepatan diagnosis tidak terlalu tinggi karena GCT sulit dibedakan dengan
tumor tipe lain.12,13

11
Gambar 5: Terlihat gambaran GCT yang khas pada tulang radius.
CT Scan
Pemeriksaan CT Scan membantu menentukan luas dekstruksi korteks secara
tepat dan lokasi optimal untuk cortical window. Pada CT Scan dapat ditemukan
gambaran gambaran karakteristik yang sama dengan foto polos. Marginal sklerosis,
destruksi korteks, dan massa jaringan lunak dapat terlihat lebih jelas pada CT Scan
dibandingkan foto polos. Gambaran dari fluid-fluid level kadang-kadang dapat
terlihat. Pada CT Scan akan terlihat adanya lesi heterogen dengan area berukuran
kecil, berbentuk bulat dengan densitas yang rendah di dalamnya.14
Tepi lesi tumor licin dikelilingi oleh expanded shell yaitu berupa lapisan tipis
dari tulang atau periosteum, disertai gambaran trabekulasi di dalam tumor disertai
kelainan korteks tulang berupa bulging/ekspansif dengan penipisan/erosi korteks dan
terlihat perluasan lesi tumor ke metafisis dan subartikular dan bila dibiarkan lesi akan
meluas ke intraartikular disertai adanya erosi dan destruksi korteks tulang (blow out)
dan pertumbuhan jaringan tumor ke luar dari tulang masuk ke jaringan lunak dengan
batas tumor yang suram (karena sudah bercampur dengan jaringan lunak) yang
disebut sebagai massa ekstraosseus.14

12
Gambar 6: GCT pada tibia proksimal, terlihat mild ekspansi dan sclerosis yang ringan
sekitar GCT (panah) tapi tidak ada massa jaringan lunak.
Densitas jaringan lesi tumor terlihat heterogen dengan fokal area yang tidak
mengalami penyangatan dengan kontras bila sudah terdapat nekrosis, kista, maupun
perdarahan di dalamnya. Pada jaringan tumor sendiri bila diberikan kontras akan
tampak penyangatan dengan terlihatnya peningkatan nilai atenuasi sebesar 2060 H
akibat adanya hipervaskularisasi. Ketepatan diagnosis dari CT Scan sangat tinggi bila
dipakai sebagai tambahan dengan foto polos. CT Scan akan lebih berguna dipakai
pada bentuk tulang yang kompleks, seperti vertebra atau tulang pelvis, dimana
gambaran lesi tidak dapat terlihat jelas pada foto polos. CT Scan juga sangat berguna
untuk rencana tindakan operasi.13
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
GCT pada MRI memberikan gambaran yang tidak spesifik, dari yang hipo,
iso, dan hiper intensitasnya dibandingkan dengan otot pada T1-weighted image dan
meningkat secara heterogen pada T2-weighted image.15
Pada lesi tumor yang terletak intraosseus dan tanpa disertai adanya kelainan
korteks akan terlihat pada T1-weighted image adanya lesi hipointens berbatas tegas
sedangkan pada T2-weighted image menunjukan adanya peningkatan intensitas signal
yang homogeny (hiperintens). Bila lesi telah meluas disertai kelainan korteks berupa
bulging serta penipisan korteks dan adanya area nekrosis dan perdarahan di dalam
lesi tumor, maka pada T1-weighted image tampak lesi tumor dengan intensitas

13
heterogen (isohipo intens hingga hiperintens) serta terlihat pula perluasan tumor ke
daerah metafisis dan subartikular, pada T2-weighted image tampak adanya intensitas
lesi yang meningkat heterogen.15
Bila telah terdapat perluasan lesi tumor ke jaringan lunak akan tampak pada
T1-weighted image lesi dengan intensitas heterogen (dengan lebih luasnya area
nekrosis dan perdarahan) disertai adanya destruksi korteks dan perluasan lesi tumor
ke metafisis, intraartikular dan jaringan lunak sebagai massa ekstraosseus. Destruksi
korteks dapat terlihat dengan jelas karena adanya intensitas yang heterogen dari lesi
tumor sedangkan korteks tulang mempunyai intensitas yang rendah (yang terlihat
hitam). Pada T2-weighted image tampak intensitas lesi meningkat heterogen (rendah
sampai sedang yang terlihat pada daerah solid tumor).15

T2

T1 T2
Gambar 7. Sagittal T1-weighted dari MRI terlihat sebuah giant cell tumor dengan
intensitas signal rendah. Sagittal T2-weighted dari MRI terlihat giant cell tumor
dengan intensitas signal menengah tinggi.
Pada pemberian kontras akan tampak penyangatan lesi tumor, kecuali pada
daerah yang telah mengalami nekrosis maupun perdarahan. Signal intensitas
perdarahan pada GCT tinggi/hiper baik pada T1 maupun T2 weighted image. Daerah

14
dengan signal intensitas rendah dapat pula disebabkan adanya nekrosis dan
hemosiderin yang dapat dilihat baik di T1 maupun T2 weighted image. Hemosiderin
didapatkan pada lebih dari 63% kasus giant cell tumor yang mungkin ada akibat
ekstravasasi sel darah merah bersama dengan sel fagosit dari sel tumor.15
Daerah kistik umumnya terlihat sebagai daerah yang signal intesitasnya
rendah pada T1 weighted image dan tinggi pada T2-weighted image. Gambaran fluid-
fluid level dapat terlihat. Oedema peritumoral jarang didapat bila tidak ada fraktur.13
Dengan MRI dapat ditemukan GCT pada lower spine yang dapat overlap dengan
tumor lainnya seperti aneurysmal bone cyst. MRI sangat sensitive untuk mendeteksi
kelainan jaringan lunak, penyebaran intra-artikular, dan kelainan sumsum tulang.
MRI merupakan cara yang terbaik untuk melihat subartikular dan perluasan tumor
pada intraartikular.15 Untuk diagnostik, MRI akurasinya sangat tinggi terutama bila
digabungkan dengan gambaran foto polos.13
Bone Scan
Bone scan akan menunjukkan penurunan ambilan radioisotop di tengah lesi
(doughnut sign).13

2.9.2 Histopatologi
GCT tulang mempunyai gambaran yang khusus dengan mikroskopis, dan
untuk menegakkan diagnosis biasanya tidak sulit. Tumor ini secara makroskopis
biasanya terlihat sebagai massa yang coklat dan lunak (Gambar 8). Pada daerah
pembuluh darah terlihat gambaran merah gelap, dan daerah kolagen terlihat gambaran
warna ungu. Pada pemotongan tumor, biasanya terlihat gambaran nekrosis dan ruang
yang berisi darah. Secara mikroskopik GCT terdiri dari sel mononuklear yang bulat
sampai oval yang biasanya bercampur dengan banyak osteoklas yang menyerupai sel
datia yang berukuran besar dan mempunyai inti 50100 (Gambar 9). Terlihat adanya
sedikit atau beberapa mitosis disertai adanya sel datia dengan pembentukan kolagen,
kadang berbentuk atypia (Gambar 10). Osteoid sering ditemukan pada tumor di mana
terdapat fraktur patologis. Nekrosis fokal sering pula terjadi. Beberapa GCT dapat

15
rekuren dan menjadi ganas yang secara histologis mempunyai gambaran serupa
dengan lesi primer tulang.13

Gambar 8: Gambaran makroskopis dari giant cell tumor pada distal radius. Tumor
didomonasi oleh foam cells, yang menyebabkan warna kuning terang.

a) b)
Gambar 9: Gambaran patologis yang khas dari GCT. (a) Foto dengan potongan
coronal dengan pewarnaan (hematoxylin-eosin [H-E] stain) memperlihatkan
gambaran GCT yang menggantikan sumsum tulang dari tulang radius distal (*) dan
meluas ke subkondral (panah besar). Lesinya berupa zona lancip antara batas tumor
dengan trabekula tulang yang normal (panah kecil). (b) Dengan pembesaran (x250;
H-E stain) terlihat multinucleated giant cells (panah).

16
Gambar 10: Gambaran tumor giant cell dengan aktivitas mitosis dan bentuk sel atypia
yang jarang.

2.10 Penatalaksanaan
Intervensi pembedahan adalah terapi primer dari GCT, tindakan pembedahan
tergantung dari stadium (berdasarkan Eneking) dan lokasi lesi tumor. Tindakan
bedah terhadap GCT dapat berupa:16
Stadium I
Kuretase di mana setelah tindakan kuret dapat disusul dengan pengisian rongga
tumor dengan bone graft dan atau dengan bone cement.
Stadium II
Reseksi, tindakan ini dilakukan pada tulang yang expendable seperti tulang distal
ulna, proksimal fibula.
Stadium III
Reseksi yang disusul dengan tindakan rekonstruksi dapat dilakukan dengan cara:
- Atrodesis sendi, biasanya dilakukan terhadap sendi lutut untuk tumor yang
berlokasi di distal femur/proksimal tibia dan disebut sebagai tindakan juvara.
- Penggantian dengan protese, dilakukan terhadap tumor di proksimal femur, di
mana setelah reseksi dipasang protese.
- Penggantian dengan autograft proksimal fibula, dilakukan terhadap tumor di
distal radius atau proksimal humerus.
- Sentralisasi ulna, dilakukan terhadap lesi di distal radius, bila tidak dilakukan
penggantian dengan proksimal fibula.

17
Pengobatan standar GCT adalah kuretase dan bone graft atau bone cement, di
mana angka rekurensi dilaporkan sampai mencapai 50% atau lebih bila reseksi intra
lesi tidak dilakukan dengan baik. Terapi menggunakan ajuvan pada GCT di daerah
sakrum seperti phenol, hidrogen peroksidase maupun nitrogen cair harus digunakan
dengan hati-hati untuk meminimalkan trauma pada nerve root di sakrum, sehingga
diperlukan pengawasan terhadap nerve root dalam pengerjaannya. Embolisasi
preoperatif haru dipertimbangkan karena tumor ini hipervaskular. Embolisasi dapat
merupakan terapi paliatif dan atau menyembuhkan pada kasus di mana tidak dapat
dilakukan reseksi.11
Amputasi dilakukan terhadap GCT dengan stadium 3 yang lanjut, di mana
secara teknis sulit untuk mendapatkan daerah yang bebas tumor, sehingga satu
satunya tindakan yang dapat menjamin jaringan bebas tumor adalah amputasi.
Rekurensi pasca tindakan paling banyak disebabkan oleh kuretase dan dapat
mencapai hingga 85%.17
Untuk dapat menekan angka rekurensi paska kuret maka dianjurkan tindakan
kauterisasi thermal dengan menggunakan fenol 5%, alkohol 7090%, bone cement
ataupun dengan nitrogen cair dengan tujuan untuk membersihkan dinding rongga
tunor dari selsel tumor yang mungkin masih tertinggal. Dengan cara ini, maka angka
rekurensi paska tindakan kuret dapat ditekan hingga mencapai 20%. Rekurensi paling
sering terjadi dalam jangka waktu 2-3 tahun paska tindakan/pembedahan. Terapi
radiasi paska tindakan bedah dilakukan pada penderita GCT yang berlokasi di tulang
vertebra dan pelvis. Tindakan radiasi dapat mengakibatkan terjadinya degenerasi
maligna di kemudian hari. Angka kejadian degenerasi maligna berkisar antara 10
30% dengan interval antara radiasidan terjadinya proses keganasan lebih dari 10
tahun.13

2.11 Prognosis
Pemeriksaan lanjutan (follow up) GCT dalam jangka waktu lama sangat
diperlukan untuk memantau keberhasilan terapi, karena proses ke arah keganasan

18
dapat terjadi setelah 40 tahun perawatan primer tumor. Angka rekurensi tergantung
pada stadium tumor dan jenis tindakan yang dilakukan. Makin tinggi stadium tumor,
makin tinggi angka rekurensinya. Didapatkan angka rekurensi pada stadium I sebesar
42%, stadium II 67%, sedangkan pada stadium III besarnya 90%. Timbulnya
rekurensi dari GCT, biasanya terjadi 2-3 tahun setelah terapi. Namun, rekurensi dapat
terlihat paling lama dalam jangka waktu 7 tahun. Transformasi maligna Pada 5 -10 %
kasus mengalami transformasi maligna.11

2.12 Diagnosis Banding


Aneurysma bone cyst
Giant cell tumour sering berhubungan dengan aneurysmal bone cyst sekunder.
Pemeriksaan radiologi kedua lesi sering tumpang tindih sehingga tidak dapat
dibedakan. Namun demikian, keterlibatan epifisis pada ABC sangat jarang. Batas dari
lesi ABC tegas dan sering kali disertai tepi skelerotik, berbeda dengan giant cell
tumor yang mempunyai batas tidak tegas.10

Gambar 11: Aneurysma bone cyst tibia

19
Non-ossifying Fibroma (Fibroxanthoma)
Non-ossifying Fibroma atau Fibroxanthoma adalah tumor jinak yang
asimtomatik umumnya terjadi pada anak-anak. Gambaran mikroskopik, suatu
fibroma nonossifying terdiri dari sel spindle (fibrous). Sekitar 20% dari semua anak
memiliki lesi ini, paling sering di tulang paha posterior distal.
Jika seorang anak beranjak dewasa, lesi cenderung menghilang. Radiografi
menunjukkan lesi distal tibia metafisis dengan scalloping endosteal minimal, yang
tidak jarang pada tumor jinak laten. Namun, itu mencerminkan pertumbuhan episode
sebelumnya. Margin antara lesi dan tulang di sekitarnya berbeda. Tepi sklerotik yang
di definisikan dengan baik menunjukkan bahwa tumor sekarang minimal aktif.
Kurangnya mineralisasi internal yang menunjukkan bahwa lesi baik di jaringan cairan
atau fibrosa.17

Gambar 12: Radiografi anteroposterior tibia distal menunjukkan fibroma


nonossifikasi terlokalisasi dengan baik yang secara eksentrik terletak pada
metadiapisis distal tibia. Perbatasan sklerotik perifer dengan lucency sentral khas lesi
ini.

20
BAB III
KESIMPULAN

GCT tulang merupakan tumor tulang primer yang bersifat jinak tetapi secara
lokal dapat bersifat agresif dan destruktif. Penyebabnya belum dapat ditentukan.
Tumor ini sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan usia 20-40 tahun,
karena biasanya tumor ini terjadi tulang yang sudah matur. Enam puluh persen dari
tumor ini terjadi pada tulang panjang, dan hampir seluruhnya terletak pada ujung
tulang di persendian. Umumnya tumor ini terjadi pada proksimal tibia, distal femur,
distal radius, dan proksimal humerus.
Berbagai modalitas pencitraan akan sangat membantu untuk diagnosis GCT dan
membedakannya dari tumor jinak tulang lainnya. Dengan foto polos GCT sudah
dapat dikenali karena mempunyai gambaran yang sangat khas. MRI digunakan untuk
deteksi perubahan pada jaringan lunak, perluasan ke intra-artikular dan adanya
perubahan sumsum tulang. Dengan MRI, ketepatan diagnostiknya sangat baik,
terutama bila diinterpertasikan bersama dengan foto polos.
CT Scan dipakai pada bentuk tulang yang kompleks, seperti vertebra atau
tulang pelvis, di mana gambaran lesi tidak dapat terlihat jelas pada foto polos. CT
scan juga sangat berguna untuk rencana tindakan operasi. Ketepatan diagnosis dari
CT Scan sangat tinggi bila dipakai sebagai tambahan foto polos. Intervensi
pembedahan merupakan terapi primer dari GCT, dan tindakan pembedahan yang
dilakukan tergantung dari stadium (berdasarkan Eneking) serta lokasi lesi tumor.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Doa Rosario
    Doa Rosario
    Dokumen4 halaman
    Doa Rosario
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • 182 315 1 SM
    182 315 1 SM
    Dokumen13 halaman
    182 315 1 SM
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • (Kelompok 3) Makalah
    (Kelompok 3) Makalah
    Dokumen13 halaman
    (Kelompok 3) Makalah
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Data Srikuncoro
    Data Srikuncoro
    Dokumen1 halaman
    Data Srikuncoro
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Jantung Koroner
    Jurnal Jantung Koroner
    Dokumen4 halaman
    Jurnal Jantung Koroner
    Istania Puspita Rini Suyono
    Belum ada peringkat
  • Data Srikuncoro
    Data Srikuncoro
    Dokumen7 halaman
    Data Srikuncoro
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Cover Kesmas
    Cover Kesmas
    Dokumen3 halaman
    Cover Kesmas
    Khariza Fadhila Syahnaz
    Belum ada peringkat
  • Tugas Dr. Chen 26 Ags 2017 5 Kasus Awal
    Tugas Dr. Chen 26 Ags 2017 5 Kasus Awal
    Dokumen11 halaman
    Tugas Dr. Chen 26 Ags 2017 5 Kasus Awal
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Doa Rosario
    Doa Rosario
    Dokumen2 halaman
    Doa Rosario
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Isi Perbaikan
    Isi Perbaikan
    Dokumen59 halaman
    Isi Perbaikan
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • 1.16 Uji Beda Mean 2 Kelompok
    1.16 Uji Beda Mean 2 Kelompok
    Dokumen23 halaman
    1.16 Uji Beda Mean 2 Kelompok
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Biasya SIK
    Biasya SIK
    Dokumen6 halaman
    Biasya SIK
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Bengkulu
    Bengkulu
    Dokumen2 halaman
    Bengkulu
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Data Srikuncoro
    Data Srikuncoro
    Dokumen1 halaman
    Data Srikuncoro
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Doa Rosario
    Doa Rosario
    Dokumen2 halaman
    Doa Rosario
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • NISA Jurding Anestesi
    NISA Jurding Anestesi
    Dokumen69 halaman
    NISA Jurding Anestesi
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Kespro KB Klp3
    Kespro KB Klp3
    Dokumen21 halaman
    Kespro KB Klp3
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Ika Mbak in
    Ika Mbak in
    Dokumen9 halaman
    Ika Mbak in
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Neonatus Bunda Diah
    Neonatus Bunda Diah
    Dokumen26 halaman
    Neonatus Bunda Diah
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fisik Balita
    Pemeriksaan Fisik Balita
    Dokumen20 halaman
    Pemeriksaan Fisik Balita
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • C
    C
    Dokumen6 halaman
    C
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • RPP Komunikasi
    RPP Komunikasi
    Dokumen42 halaman
    RPP Komunikasi
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir Koas Modul Kulit Dan Kelamin
    Daftar Hadir Koas Modul Kulit Dan Kelamin
    Dokumen2 halaman
    Daftar Hadir Koas Modul Kulit Dan Kelamin
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi
    Imunisasi
    Dokumen22 halaman
    Imunisasi
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen17 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • 11 12 Jadi Ah
    11 12 Jadi Ah
    Dokumen3 halaman
    11 12 Jadi Ah
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Jadi Ah
    Jadi Ah
    Dokumen15 halaman
    Jadi Ah
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Akg 2013
    Akg 2013
    Dokumen3 halaman
    Akg 2013
    schailichs
    Belum ada peringkat
  • Psikologi Anak Sesuai Tahap Perkembangan
    Psikologi Anak Sesuai Tahap Perkembangan
    Dokumen32 halaman
    Psikologi Anak Sesuai Tahap Perkembangan
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Gizi Gaky
    Gizi Gaky
    Dokumen3 halaman
    Gizi Gaky
    Veronika Alemina Sembiring
    Belum ada peringkat