Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS BESAR ANESTESI

PSARP PADA SEORANG ANAK 11 BULAN DENGAN


MALFORMASI ANOREKTAL DAN FISTULA RECTOVAGINA POST
COLOSTOMY DENGAN GENERAL ANESTESI

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian

Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Muhamad Tri Sutrisno

22010115210108

Pembimbing :

dr. Yasmine K.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muhamad Tri Sutrisno

NIM : 22010115210108

Fakultas : Kedokteran Umum

Judul : PSARP pada Seorang Anak 11 Bulan dengan Malformasi


Anorektal dan Fistula Rectovagina Post Colostomy dengan
General Anestesi

Bagian/SMF : Ilmu Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas


Diponegoro Semarang

Semarang, November 2015

Pembimbing

dr. Yasmine K.
BAB I

PENDAHULUAN

Pada operasi-operasi besar yang membutuhkan ketelitian, ketepatan dan


waktu lama, pasien umumnya mendapat anestesi umum untuk menghilangkan
kesadaran dan rasa sakit. Anestesi umum merupakan tindakan anestesi yang
bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Anestesi umum menggunakan tiga
golongan obat untuk memberikan efek pembiusan yaitu sedasi, analgesia, dan
relaksasi otot. Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan
keselamatan pasien, dan salah satu faktor penentunya adalah kestabilan
hemodinamik selama tindakan induksi dilakukan, hal ini dapat dicapai apabila
obat anestesi tersebut dapat memberikan level anestesi yang adekuat untuk
pembedahan tanpa menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi
hemodinamik.1

Anestesi umum semakin berkembang pemakaiannya, salah satunya pada


pasien anak mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya yaitu
pasien mengalami sedasi dan relaksasi otot sehingga mengurangi kecemasan
pasien, dapat diberikan dengan cepat tanpa merubah posisi pasien dan durasi
dapat disesuaikan. Selain itu anestesi umum dapat juga dipakai pada kasus-kasus
sensitivitas terhadap anestesi lokal.2

Anestesi umum dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, atau


parental, ada pula yang dimasukkan melalui rektal tapi jarang dilakukan. Agen
inhalasi antara lain : N2O, halothan, sevoflurane, enflurane. Yang melalui parental
antara lain : pentothal, propofol, ketamin, golongan benzodiazepine. Sedangkan
yang melalui rektal, etomidat.1 Kombinasi dari agen anestesi yang digunakan
untuk anestesi umum membuat pasien tidak merespon rangsangan yang
menyakitkan, tidak dapat mengingat apa yang terjadi (amnesia), tida dapat
mempertahankan proteksi jalan napas atau pernapasan spontan sebagai akibat dari
kelumpuhan otot dan perubahan kardiovaskuler.3 Pada pasien ini digunakan
teknik anestesi umum pada operasi bedah posterior sagittal anorectoplasty
(PSARP) seorang anak 11 bulan dengan malformasi anorektal dan fistula
rectovagina post colostomy.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. FISIOLOGI ANAK
Pasien anak bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil. Secara
fisiologi, anatomi, farmakologis pada anak dan orang dewasa berbeda, oleh
karenanya risiko morbiditas dan mortalitas juga semakin tinggi dengan makin
mudanya usia.
Berikut adalah fisiologi sistem organ pada anak:
Sistem organ Deskripsi
Sistem saraf pusat Pertumbuhan otak terbentuk
sempurna pada usia 11 tahun
Spinal cord L3 pada saat lahir dan
L1 pada umur 1 tahun
Sistem saraf parasimpatis berfungsi
sejak lahir
Sistem saraf simpatis berfungsi
mulai 4-6 bulan

Sistem Respirasi Ventilasi pada neonatus dan bayi


kurang efisien
RR : neonatus 40x/menit ; bayi
30x/menit ; balita 25x/menit ; anak
20x/menit
Resistensi jalan nafas relatif lebih
besar
Pusat pengaturan pernafasan akibat
hipoksia dan hi perkapni pada
neonatus dan bayi belum sempurna
namun kedua keadaan tersebut
dapat menyebabkan depresi nafas.
Sistem Kardiovaskuler Pada neonatus dan bayi isi
sekuncup terbatas (180-240
ml/kgBB/menit)
Denyut jantung : neonatus
140x/menit ; bayi 120x/menit ;
balita 100x/menit ; anak 80x/menit
Sistem vaskuler kurang berespon
terhadap hipovolemi sehingga
kekurangan cairan intravaskuler
pada neonatus dan bayi
mengakibatkan hipotensi tanpa
bradikardi
Tekanan darah : neonatus 65/40
mmHg ; bayi 95/65 mmHg ; balita
100/70 mmHg ; anak 110/60
mmHg
Gastrointestinal Saat lahir pH gaster bersifat alkali
Mengkoordinasikan antara menelan
dan bernafas berfungsi dengan baik
umur 4-5 bulan.
Hematologi Pada waktu lahir Hb F 70 % dari
Hemoglobin Hb total. Hb F mempunyai afinitas
Trombosit lebih tinggi terhadap oksigen
Faktor pembekuan dibanding Hb orang dewasa.
Pada umur 6-12 bulan tampak pola
Hb seperti dewasa normal.
Ginjal Fungsi ginjal normal dimulai umur
6 bulan dan sempurna pada 2 tahun
GFR meningkat 2-3 x pada 3 bulan
pertama
Pengaturan panas Anak mempunyai luas permukaan
tubuh perkilogram BB lebih besar
dari dewasa.
Kehilangan panas lebih mudah
karena kulit tipis, cadangan lemak
sedikit serta luas permukaan tubuh
yang lebih besar.
Terdapat 2 mekanisme produksi
panas pada neonatus, metabolisme
lemak coklat dan menggigil. Pada 3
bulan pertama kelahiran produksi
panas lebih utama pada
metabolisme lemak coklat.

Kebutuhan cairan anak


Rumus 4:2:1
Berat badan sampai 10 kg : 4 ml/kg/jam
Berat badan 10-20 kg : BB 10 kg + 2 ml/kg/jam sisa BB
Berat badan >20 kg : BB 10 kgI + BB 10 kg II +
1ml/kg/jam sisa BB
Farmakologi Dan Farmakodinamik
Respon bayi dan anak-anak (terutama neonatus) terhadap obat
dipengaruhi oleh banyak faktor: komposisi tubuh, protein binding, suhu
tubuh, distribusi curah jantung, kematangan fungsional jantung, maturasi
blood-brain barrier, maturasi fungsional hati dan ginjal, dan ada tidaknya
cacat bawaan.
Kompartemen tubuh (lemak, otot, air) akan mengalami perubahan
sesuai dengan usia. Kadar air seluruh tubuh secara signifikan lebih tinggi
pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan dan lebih tinggi bayi cukup
bulan daripada anak usia 2 tahun. Perubahan ini memiliki beberapa
implikasi klinis untuk neonatus:
(1) Obat yang larut dalam air memiliki volume distribusi yang lebih
besar dan biasanya membutuhkan dosis awal yang lebih besar untuk
mencapai tingkat darah yang diinginkan (misalnya pada sebagian
besar antibiotik, suksinilkolin);
(2) karena neonatus memiliki sedikit lemak, obat yang tergantung pada
redistribusi menjadi lemak untuk penghentian aksinya akan memiliki
efek klinis yang lebih panjang (misalnya, thiopental); dan
(3) obat yang mendistribusikan kembali ke dalam otot kemungkinan
memiliki efek klinis yang lebih panjang (misalnya, fentanyl).

B. ANESTESI UMUM
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).
Komponen anesthesia yang ideal terdiri:

1. Hipnotik

2. Analgesia

3. Relaksasi otot

Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh


tahap tidak sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya
menimbulkan respon reflek autonom. Jadi pasien tidak boleh memberikan
gerak volunteer, tetap perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler
dapat dilihat.

Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan


sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen
narkotika yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak
sadar. Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri
sampai pasien sama sekali tidak sadar. Obat anestetika yang masuk
kepembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang
pertama terpengaruh oleh obat anestetika ialah jaringan yang kaya akan
pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang,
hilangnya rasa sakit, dsb.

Faktor yang mempengaruhi anestesi :

1. Faktor respirasi
Makin tinggi konsentrasi zat yang dihirup, makin tinggi tekanan
partial, makin tinggi terjadinya difusi. Difusi akan terganggu bila
terdapat penghalang, missal udem paru, fibrosis paru.
2. Faktor sirkulasi
Blood gas partiion coefisien adalah rasio konsentrasi zat anestesi
dalam darah dan dalam gas bila keduanya dalam keadaan seimbang.
Bila BG koefisien tinggi maka akan cepat larut dalam darah. Bila BG
koefisien rendah akan cepat mengalami keseimbangan maka penderita
mudah tidur waktu induksi dan mudah bangun waktu anestesi diakhiri.
1. Faktor jaringan
Perbedaan tekanan parsial dalam sirkulasi dan jaringan
Kecepatan metabolism obat
Aliran darah dalam jaringan
Tissue/blood partition coefisien
2. Faktor zat anestesi
Potensi dari obat anestesi berbeda-beda, untuk mengukurnya dikenal
dengan MAC (minimal alveolar concentration), dimana konsentrasi
obat inhalasi dalam alveoli yang dapat mencegah respon terhadap
nyeri terhadap insisi pembedahan pada 50% individu. Makin rendah
MAC makin tinggi potensi obat anestesi itu.
Guedel membagi menjadi 4 stadium menurut kedalaman anestesi
dengan melihat pernapasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus
otot, dan reflex.

1. Stadium I = stadium analgesi atau disorientasi.dimulai sejak diberikan


anestesi sampai hilang kesadaran.
2. Stadium II = stadium delirium atau eksitasi, dimulai hilang kesadaran
hingga nafas teratur.
3. Stadium III = stadium operasi, dibagi menjadi 4 plana
a. Plana I, dari nafas teratur samapai berhentinya gerakan bola
mata
b. Plana II berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan
paralisa otot interkostal
c. Plana III dari permulaan paralise otot interkostal samapai
paralise seluruh otot interkostal
d. Plana IV, dari paralise semua otot interkostal sampai paralise
diagfragma
4. Stadium IV = stadium over dosis atau paralisis, dari paralisis
diagfragma sampai apneu dan kematian.

Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.

1. Anestesi Intra vena

Keuntungan cara ini adalah selain cepat juga praktis karena dapat
berjalan secara mulus dan cepat, terutama apabila telah terpasang infus.
Kerugiannya biasanya sangat sukar untuk memasang infus dan anak anak /
bayi sering berontak juga kesukaran mencari pembuluh vena.

Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri atau


dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai
komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk menenangkan
pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan untuk
jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya menggunakan
propofol.

Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol


mempunyai onset yang lebih cepat dibandingkan senyawa gas inhalasi yang
terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini
umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada
sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Obat-obat yang dapat dipergunakan :

1. Pentothal
Dapat diberikan pada bayi / anak, namun pada neonatus sangat peka
terhadap obat ini dan metabolisme berlangsung lama. Dosis untuk induksi
bayi / anak : 4 5 mg /kg BB

2. Methohexital (Brevital)

Diberikan secara intravena pada konsentrasi 1% dan dosis sekitar 1 sampai


2 mg / kgBB. Masalah yang terkait dengan pemberian intravena
diantaranya pembakaran, cegukan, apnea. Oleh karena itu, sarana ventilasi
pasien harus tersedia, dan pemantauan sesuai dengan pulse oximetry.
Karena dapat menyebabkan kejang, methohexital merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan epilepsi lobus temporal. Anak-anak
yang menerima obat kejang umumnya memerlukan dosis yang lebih besar.
Obat ini sering menimbulkan rasa sakit pada dinding pembuluh darah ,
maka pemakaian sering dicampur dengan lidocaine 2%.

3. Diazepam.

Absorbsi oral lebih cepat pada anak daripada dewasa. Masa pemulihan
obat ini lebih lama dari pentothal atau methohexitol. Dosis : 0,4 mg per kg
BB, diberikan hati hati Karena menimbul kan rasa sakit padapembuluh
darah.
4. Ketamin.

Dosis 2 mg per kg BB, dalam waktu 1 2 menit anak sudah tidur ,


dipergunakan untuk tindakan yang tidak memerlukan relaksasi, nafas
spontan dan yang diutamakan khasiat analgetiknya.Ketamin sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca
anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi
buruk.Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg
intravena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001
mg/kg.

5. Propofol

Cukup efektif untuk anak anak, tapi sering menimbulkan rasa sakit dan
terbakar sehingga cara pemberiannya memerlukan teknik yang khusus.
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2 mg/kg.

6. Midazolam

Tergolong benzodiazepine yang larut dalam air , tidak menyebabkan rasa


sakit pada pembuluh darah. Dosis : 0,15 mg per kg BB, induksi dengan
obat ini berlangsung cepat. Mekanisme kerja dan efek sama dengan
diazepam, tetapi onset lebih cepat, durasi kerja lebih pendek dan
kekuatannya 1,5-3x diazepam, metabolisme di hepar.

2. Anestesi Inhalasi

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan


aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan
rasa sakit.Untuk mendapatkan efek yang lebih cepat, obat ini pada permulaan
harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai
maintenance keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran.Keuntungan
anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kontrol
kedalaman kedalaman anestesi dapat dilakukan secara cepat dengan
mengurangi konsentrasi dari gas / uap agen inhalasi.

Cara pemberian anestesi inhalasi :

Open drop method : zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak
diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara
terbuka.

Semiopen drop method : cara ini hampir sama dengan open drop, hanya
untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.

Semiclosed method : udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang


dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi
dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan
hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.

Closed method : hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi


dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang
mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan
lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.

Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether,


cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara
maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane)
dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform). Obat yang dipakai adalah:

1. Sevofluran

Merupakan halogenasi eter, Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Bau tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan napas.Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia.Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada
laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran
dikeluarkan dengan cepat oleh tubuh.

2. Halothane

Merupakan gas anestesi inhalasi yang sering dipergunakan untuk bayi /


anak karena baunya tidak merangsang dan induksi bisa berjalan mulus dan
lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian yang disebut drug induced
hepatitis pada pemakaian yang berulang terutama pada anak anak usia diatas
14 tahun. Induksi anestesi berlangsung cepat, mulus dan lancar dibandingkan
dengan obat anestesi lainnya, karena baunya enak dan tidak merangsang.
MAC untuk neonatus 0,87% , Bayi 1,02% , Anak 1,20% dan dewasa
0,75%.Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi,
jika penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.

3. Isoflurane

Pemakaian isofluran pada anak sebaiknya dihindari karena ekskresinya


melalui ginjal. Sebagaimana kita ketahui ginjal pada anak belum berkembang
sempurna. Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah dibanding
halothan sehingga secara teoritis induksianestesi dan pemulihan berlangsung
sangat cepat. Gas ini hampir tidak mengalami metabolisme dalam tubuh dan
dikeluarkan lewat paru secara utuh dan sempurna . Baunya agak tidak sedap
dan sedikit merangsang jalan nafas , sehingga kadang kadang bayi / anak
menahan nafas atau batuk . Induksi anestesi dengan isoflurane perlu
pengalaman yang cukup dan penuh perhatian, karena baunya yang tidak sedap
dan merangsang jalan nafas dimana kadang kadang bayi / anak akan menahan
nafas. Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan
keadaan tegang.

4.Enflurane
Induksi anestesi dengan gas ini tidak begitu lancar dan mulus , anak
sering menahan nafas, batuk batuk, dapat terjadi spasme larynx. Koefisien
kelarutan gas`dalam lemak lebih rendah dari halothan , induksi lebih cepat
dari halothan dan pemulihannyapun lebih cepat. Efek samping: hipotensi,
menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul
hipotermi (menggigil), serta mual dan muntah.

5. Desfluran

Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek


klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan
anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.Merangsang
jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi

Efek samping

Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek


samping dan yang terpenting adalah :

1. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan


oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O
dan eter.
2. Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
3. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.
1. sr
BAB III
ASSESMENT MEDIS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. C
Umur : 11 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Ruang : Anak Lantai Dasar
No. CM : C524951
Tgl Operasi : 9 November 2015
MRS : 3 November 2015

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama:
Tidak punya anus

B. Riwayat Penyakit Sekarang:


11 bulan yang lalu lahir bayi perempuan dari ibu umur 27 tahun G1P0A0. Bayi
lahir secara spontan, ditolong bidan, lahir menangis keras, BB 3000 gram, ibu
hamil selama 9 bulan, pemeriksaan kehamilan dilakukan di bidan sebanyak 4
kali, riwayat trauma dan penyakit, minum obat-obatan dan jamu selama
kehamilan disangkal.
Sejak lahir bayi tidak memiliki dubur. 2 hari setelah dilahirkan, bayi baru buang
air besar, bayi buang air besar lewat lubang depan. Buang air besar sulit sehingga
bayi harus mengejan dan menangis, frekuensi buang air besar 1-2 minggu sekali.
Buang air kecil tidak ada kelainan. Perut bayi terasa tegang. Tidak muntah.
Gejala batuk, pilek dan demam disangkal.
2 bulan yang lalu bayi dibawa ke RSDK. Selama dirawat, bayi telah menjalani
pemeriksaan laboratorium darah dan foto rontgen. Selain itu sudah dilakukan
operasi untuk membuat lubang anus di perut pada tanggal 21 September 2015.
Saat ini penderita dibawa ke RSDK untuk dilakukan operasi.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak dan biru bila menangis / minum susu disangkal
Riwayat sering tersedak ketika minum susu disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
Terdapat riwayat operasi pembuatan lubang anus di perut

D. Riwayat penyakit keluarga


Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita cacat sejak lahir

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah anak pertama. Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga,
suami bekerja sebagai wiraswasta, pembiayaan menggunakan BPJS, Kesan sosial
ekonomi kurang.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis
TV : TD : Tidak diukur T : afebris
N : 100x/menit RR : 24x/menit
BB : 8,4 kg
Kepala : mesosefal
Mata : konj. palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Mallampati I, sianosis (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll (-), deviasi trakea (-)
Thorax : tidak terdapat kelainan
Cor
Inspeksi : iktus cordis tak tampak
Palpasi : iktus cordis di SIC V, 2 cm medial LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tampak kolostomi pada kuadran kiri bawah,
feses (+) kekuningan
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Ekstremitas: Superior Inferior

Edema -/- -/-

Akral dingin -/- -/-


Sianosis -/- -/-
Capilary refill <2/<2 <2/<2
Genitalia : perempuan, vulva : fistel (+)
IV. DIAGNOSIS
a. Diagnosis preoperasi:
Malformasi anorektal + Fistula rectovagina post colostomy
b. Pemeriksaan yang berkaitan dengan anestesi:
Tidak ada kelainan yang berkaitan dengan anestesi

V. TINDAKAN OPERASI
Posterior Sagittal Anorectoplasty (PSARP)

VI. TINDAKAN ANESTESI


Jenis anestesi : Anestesi Umum
Risiko anestesi : Besar
ASA : II
2. Premedikasi
- Midazolam 1 mg
- Sulfas atropin 0,05 mg
3. Anestesi:
Dilakukan secara anestesi umum (i.v intermitten dan inhalasi
semiclosed) menggunakan:

- Propofol 20 mg
- Rocuronium 4 mg
- Fentanyl 20 mcg
Maintanance : Sevoflurane dan O2 ventilator

Mulai anestesi : 08.45 WIB

Selesai anestesi : 10.35 WIB

Lama anestesi : 110 menit

4. Terapi cairan
BB : 8,4 kg

EBV : 80 cc/kgBB x 8,4 = 672 cc

Jumlah perdarahan : 40 cc

% perdarahan : 40/672 x 100 % = 5,95 %

Kebutuhan cairan :

Maintenance = 4 cc x 8,4 kgBB = 33,6 cc/jam

Defisit puasa = 4 cc x 8,4 kgBB x 5 jam = 168 cc

Stress operasi = 4 cc x 8,4 kgBB = 33,6 cc/jam

Total kebutuhan cairan durante operasi

Jam I : M + DP + SO = 33,6 + 84 + 33,6 = 149,4 cc

Jam II : M + DP + SO = 33,6 + 42 + 33,6 = 107,9 cc

Jam III : M + DP + SO = 33,6 + 42 + 33,6 = 107,9 cc

Jam IV: M + SO = 33,6 + 33,6 = 66,4 cc


Cairan yang diberikan :

- Ringer Laktat

Waktu Keterangan HR Tensi SpO2


(x/menit) (mmHg)
08.45 Anestesi mulai 100 90/60 100
09.05 Operasi mulai 100 95/65 100
10.20 Operasi selesai 100 92/60 100
10.35 Anestesi selesai 100 90/58 100

5. Pemakaianobat/bahan/alat :
I. Obatsuntik:
Propofol 1 amp
Sulfas atropin 1 amp
Rocuronium 1
Tramadol 1
Midazolam 1
Fentanyl 1

Obat inhalasi :
Sevoflurane 46 cc
O2 anestesi 3 L/menit
Total = 240 L
II. Cairan : Ringer Laktat 2 botol
III. Alat/lain-lain : Spuit 3 cc 3
Spuit 5 cc 3
Spuit 10 cc 3
ET No 3,5 jenis KK I
Nasal Canul I
Lead EKG III
Nasal O2 I
Goedel I
Corigated I
1. Pemantauan di recovery room:
- Beri oksigen 3 L/menit nasal kanul atau masker 6 L/menit post operasi
- Bila Steward Score 5, pasien boleh pindah ruangan
- Bila sadar, mual (-), muntah (-), upaya makan dan minum secara
bertahap

Skor Steward = Masuk : 4 ; keluar : 6

Tanda Kriteria Skor


Bangun 2
Kesadaran Respon terhadap rangsang 1
Tidak ada respon 0
Batuk/menangis 2
Respirasi Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan nafas 0
Gerak bertujuan 2
Motorik Gerak tanpa tujuan 1
Tidak ada gerak 0

2. Perintah di ruangan
- Bila terjadi kegawatan menghubungi anestesi (8050)
- Program cairan RL 10 tetes/menit
- Program analgetik paracetamol Paracetamol 500 mg/ 8 jam per oral
mulai pukul 13.00 selama dua hari.
- Jika menggigil diberi selimut dan cairan hangat
- Jika mual diberi inj. antiemetik
- Pengawasan keadaan umum dan tanda vital.
- Jika tidak terjadi terjadi mual dan muntah bisa diberi makan bertahap.
BAB IV

PEMBAHASAN

Teknik dan alat anestesi yang dipakai untuk bayi dan anak pada umumnya
berbeda dengan alat yang dipakai oleh dewasa. Anatomi dan fisiologi pada bayi
dan anak juga berbeda dengan dewasa. Oleh karena itu maka pengelolaan dan
tekniknya pun berbeda dengan dewasa. Penyulit yang ada adalah usia yaitu masuk
dalam kategori bayi (11 bulan). Pada pasien bayi, kadar obat yang dibutuhkan
lebih sedikit daripada pasien dewasa pada umumnya. Selain itu Risiko terjadinya
morbiditas serta mortalitas juga semakin tinggi dengan makin mudanya usia.

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien bayi diperlukan beberapa


pertimbangan.Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis
dan lamanya pembedahan, dan bidang kedaduratan. Metode anastesi sebaiknya
seminimal mungkin mendepresi pernapasan dan jantung, sifat analgesik cukup
kuat, tidak menyebabkan trauma psikis pada pasien, toksisitas rendah, aman,
nyaman, dan memungkinkan operator bekerja optimal.

Pada tindakan PSARP ini dipilih anestesi umum kombinasi IV intermitten


dan inhalasi. Karena mengurangi kecemasan pasien, dan memungkinkan operator
bekerja secara optimal.

Pada premedikasi dipilih Sulfas Atropin (SA) dan Midazolam, SA


berfungsi untuk mencegah timbulnya bradikardi dan mencegah hipersekresi,
midazolam pada anak utamanya adalah efek sedatif untuk menenangkan anak.
Mekanisme kerja dan efeknya sama dengan diazepam, tetapi onset lebih cepat,
durasi kerja lebih pendek, dan kekuatannya 1,5-3x Diazepam.

Propofol digunakan dipilih menjadi obat pilihan induksi anestesia, salah


satu kelebihannya adalah pasien merasa lebih nyaman pada periode pasca bedah
dibanding anestesi intravena lainnya. Mual dan muntah pasca bedah lebih jarang
karena propofol mempunyai efek anti muntah.
Untuk pemeliharaan anestesi digunakan agen inhalasi Sevoflurane.Induksi
dengan sevoflurane memiliki keuntungan yaitu dapat menimbulkan relaksasi yang
memudahkan intubasi pada anak.agen ini nyaman dipakai karena keuntungannya
yang berbau lebih enak dan tidak iritatif pada jalan napas dibandingkan dengan
Isoflurane. Serta bersifat mudah difusi, brain protector, dan cardio protector.
Penggunan agen inhalasi isoflurane pada anak perlu dihindari karena diekskresi
melalui ginjal. Sebagaimana diketahui ginjal pada bayi/anak belum berkembang
sempurna.

Setelah anak / bayi dioperasi harus dirawat dahulu diruang pemulihan


sampai anak / bayi tersebut pulih kesadarannya baru dikirim keruangan. Selama
diruang pemulihan , fungsi fungsi vital harus diawasi dengan seksama , karena
anak / bayi mudah sekali jatuh kedalam kondisi yang buruk. Jangan sampai leher
anak tertekuk sehingga kekurangan oksigen, apnoe , bradikardia dan meninggal.
Anak / bayi baru dipindahkan keruangan apabila anak sudah sadar sempurna dan
pada bayi apabila sudah menangis keras atau skor Steward 5.
BAB V

KESIMPULAN

Anestesi pada bayi atau anak agak berbeda dengan anestesi pada dewasa
muda pada umumnya. Perbedaan anatomi maupun fisiologi yaitu yang
menyangkut sistem respirasi, kardiovaskuler maupun metabolisme memerlukan
perhatian dan pemilihan teknik maupun agen yang tepat. Pemilihan teknik
maupun obat anestesi yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien
sebelum, pada saat operasi serta setelah operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Prof,Dr, et al. Anestesiologi Edisi 2. Bagian anestesiologi dan


terapi intensif. 2013.
2. Sebel PS, Bowdle TA, Ghoneim MM, et al. The incidence of awareness
during anesthesia: a multicenter United States study. Anesth Analg. 2004
Sep. 99(3):833-9
3. American Society of Anesthesiologists (ASA). Continuum of Depth of
Sedation Definition of General Anesthesia and Levels of
Sedation/Analgesia. October 27, 2004. Amended October 21, 2009. ASA
Web site. Available
at http://www.asahq.org/publicationsAndServices/standards/20.pdf
4. Cote CJ. Pediatric Anesthesia. In: Millers anesthesia. 6th Ed. San
Fransisco : Elsevie Churchill Livingstone, 2005.
5. Besunder JB, Reed MD, Blumer JL: Principles of drug biodisposition in
the neonate. A critical evaluation of the
pharmacokinetic-pharmacodynamic interface (Part II). Clin Pharmacokinet
14:261286, 1988.
6. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anesthesia. 4th ed.
Philadelphia, Pa: JB Lippincott; 2001.

Anda mungkin juga menyukai