Anda di halaman 1dari 4

1. Masalah struktural yang dihadapi perbankan dan lembaga keuangan di Indonesia?

langkah untuk menghadapi persaingan global?

Sesuai dengan amanat UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
sebagai lembaga independen baru dalam hal pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Kewenangan-kewenangan
yang dimiliki oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) akan berpindah kepada OJK. OJK berwenang dalam menangani masalah
mikro (micro-prudential supervision) yang fokus pada kesehatan institusi perbankan secara
individual. Oleh sebab itu, beberapa lembaga yang berada di bawah pengawasan OJK adalah
perbankan, pasar modal, lembaga asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya.

Permasalahan yang dihadapi Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank
antara lain:

a. Penyaluran Kredit Perbankan ke beberapa sektor mengalami resiko kegagalan bank (racio
insolvency) tinggi seperti pada sektor konstruksi dan pertambangan. Kedua sektor
tersebut memiliki payback period yang relatif cukup panjang, sehingga dibutuhkan
dukungan pemerintah untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor tersebut.
Sedangkan penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian, maritim, dan industri
pengolahan memiliki potensi risiko kegagalan bank (rasio insolvency) yang rendah,
serta relatif rendahnya Non Performing Loan (NPL) pada sektor industri pengolahan.

b. Perlunya perlindungan konsumen pelaku usaha jasa keuangan. Berdasarkan Survei


Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun
2013 menunjukkan masih rendahnya pemahaman dan pemanfaatan produk dan/ atau
layanan produk jasa keuangan. Dimana hanya 21,84% penduduk Indonesia tergolong well
literate (memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang Lembaga Jasa Keuangan (LJK) serta
produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait
produk dan jasa keuangan).

c. Peran BPD masih lemah dalam kontribusi pembangunan daerah, hal ini karena tata kelola,
sumberdaya manusia, manajemen risiko dan infrastruktur yang belum memadai yang
memicu peningkatan kredit bermasalah segmen produktif. Daya saing BPD masih rendah
karena produk dan mutu pelayanan belum memadai.

Langkah menghadapi persaingan global antara lain:

a. Menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia. Roadmap ini bertujuan untuk


menjabarkan kondisi yang ingin dicapai terkait keuangan yang berkelanjutan di Indonesia
dalam jangka menengah (2015-2019) dan panjang (2015-2024) bagi industri jasa keuangan
yang berada di bawah pengawasan OJK serta untuk menentukan dan menyusun tonggak
perbaikan terkait keuangan berkelanjutan. Roadmap ini akan menjadi acuan bagi OJK dan
pelaku industri jasa keuangan serta pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan terutama pemerintah, pelaku industri maupun
lembaga internasional.
b. OJK merilis kebijakan dan rencana strategis EPK dalam mendukung stabilitas sistem
keuangan. Kebijakan meliputi (a) penerapan tata kelola terintegrasi bagi konglomerasi
keuangan; (b) penerapan manajemen resiko terintegrasi bagi konglomerasi keuangan; (c)
layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai); (d) Bank
Perkreditan Rakyat; (e) kewajiban penyediaan modal minimum perbankan syariah dan (f)
kualitas aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

2.Bagaimana struktur APBN yang dijalankan pemerintah dan basis apa yang dipakai dalam
pelaksanaan APBN ?

Struktur APBN

Dapat dipahami bahwa tujuan penyusunan APBN adalah untuk mendorong terwujudnya
tujuan-tujuan nasional. Dalam arti lain APBN berfungsi sebagai sarana (alat) untuk
membiayai pencapaian tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Untuk memastikan bahwa alokasi APBN disesuaikan dengan tujuan tersebut, diperlukan
kebijakan anggaran. Jadi kebijakan anggaran dapat diartikan sebagai kebijakan untuk
mengatur penerimaan dan pengeluaran negara agar sesuai dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.

APBN yang berfungsi sebagai sarana peningkatan kesejahteraan rakyat seharusnya dapat
menekankan pada fungsi turunannya sebagai instrumen pemerataan (redistribusi)
pendapatan dan kekayaan. Dalam hal ini kebijakan anggaran mengatur dan memastikan
terjadinya aliran dana (anggaran) dari kelompok masyarakat mampu ke kelompok rakyat
kecil yang miskin, bukan sebaliknya. Kedua instrumen yang terkait secara spesifik dengan
fungsi ini adalah pajak di sisi penerimaan dan subsidi di sisi pengeluaran pemerintah

1. Pendapatan dan Hibah

Pendapatan diperoleh dari sumber pajak meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB), cukai dan Pajak lainnya yang merupakan sumber utama penerimaan
APBN. Selanjutnya Penerimaan Bukan Pajak diantaranya penerimaan dari sumber daya
alam, laba BUMN, penerimaan instansi pemerintah yang terkait pelaksanaan tugas dan
fungsi semisal biaya pembuatan SIM di Kepolisian, biaya nikah di KUA dan pendapatan lain-
lain.

Hibah adalah pemberian oleh negara lain kepada negara yang tidak perlu dikembalikan lagi,
dapat berupa uang maupun barang.
2. Belanja

Belanja adalah pengeluaran yang dilakukan instansi pemerintah, pengeluaran rutin adalah
pengeluaran yang dilaksanakan secara terus-menerus sepanjang tahun misalnya gaji,
pembelian alat tulis pakai habis, dsb. Sedangkan belanja pembangunan adalah pengeluaran
yang digunakan untuk

membangun aset tetap dan tidak dilaksanakan secara rutin misalnya pembangunan jalan,
jembatan dsb.

3. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dalam rangka program desentralisasi. Terdapat 3 jenis transfer, yaitu dana bagi hasil
penerimaan, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

4. Dana Otonomi Khusus

Dana Otonomi Khusus diberikan kepada daerah yang memiliki karakteristik khusus yang
membedakan dengan daerah lain, contohnya propinsi Papua mendapat dana alokasi yang
lebih besar untuk mengatasi masalah yang kompleks di wilayahnya. Tujuan alokasi tersebut
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mengurangi ketertinggalan
dari propinsi lainnya.

5. Defisit dan Surplus

Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran
yang melebihi penerimaan disebut defisit, sebaliknya jika penerimaan yang melebihi
pengeluaran disebut surplus.

6. Keseimbangan

Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu : keseimbangan primer,
dan keseimbangan umum.

Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk


pembayaran bunga, sedangkan keseimbangan Umum adalah total penerimaan dikurangi
total pengeluaran termasuk pembayaran bunga

7. Pembiayaan

Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan


yang penting saat ini adalah pembiayaan dalam negeri meliputi penerbitan obligasi,
penjualan aset dan privatisasi, dan pembiayaan luar negeri meliputi pinjaman proyek,
pembayaran kembali utang, pinjaman program dan penjadwalan kembali utang

Anda mungkin juga menyukai