Anda di halaman 1dari 7

RESUME 3 Trematoda parasit (Fascioliasis, Skistosomiasis)

Maghfiroh Gesty M
150342600207/GHK

Fasciolasis/ liver rot merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola
hepatica, morfologinya F.hepatica ini memiliki panjang X lebar sampai dengan 30 X 13 mm.
berbentuk seperti daun dan seakan memiliki bahu karena bentukan kerucut pada kepalanya
(Cephalic cone). Memiliki batil isap di kepala dan perut dengan ukuran yang sama, testis
bercabang, warna telur kuning dan berbentuk bujur hingga 90 mikron dan belum
bersegmen. Cacing dewasa hidup di saluran empedu bagian proksimal, kantong empedu,
merabolisme dengan anaerob mendapat makanan dari sekresi empedu.

Lingkaran hidup

Cacing ini merupakan parasite pada kambing, ternak, rusa, kelinci, mamalia
herbivore lainnya. Hospes perantaranya sekitar 21 spesies keong Lymnea, salah satunya
Lymnea trunculata (hidup di kali dengan aliran air lambat).

Telur berisi embrio menembus dinding pembuluh darah masuk ke rongga usus/ kandung
kemih keluar bersaama tinja masuk kedalam air telur menetas dalam air menjadi
mirasidium mencari keong untuk hospes perantara Didalam tubuh keong cacing
mengalami metamorphosis berubah menjadi sporokista redia redia tingkat II
Metacercaria Setelah dikeluarkan oleh keong dan menjadi kista di rerumputan
sementara ketika ada hospes definitive yang menelan kista di rumput metacercaria
akan menembus dinding ususs menembus hati berpindah ke saluran empedu.

Epidemiologi, Patologi, dan Simtomatologi

Cacing ini kosmopolit di Negara yang masyarakatnya banyak memelihara hewan


ternak seperti kambing. Infeksi pada manusia banyak ditemukan di Cuba, cacing ditemukan
di nodul usus seseorang. Orang dapat menederita penyakit ini, apabila mengkonsumsi
selada air, atau minum air yang mengandung metacercaria dalam bentuk kista. Seekor
cacing daun dapat menyebabkan obstruksi empedu, peradangan, perubahan adenomatous
dan fibrotic di saluran saluran empedu. Infeksi lanjut menyebabkan pembesaran hati yang
lunak, gangguan pencernaan dan anemia. Terdapat penyakit halzoum yang dapat pula
disebabkan oleh F.hepatica ikut termakan pada hati yang masih masih mentah.

Diagnosis dan pencegahan

Diagnosis laboratorium denemuan telur di tinja dan empedu, diagnosis klinis dengan
melihat perbesaran hati lunak dan kadar eosinophil tinggi. Dapat diobati dengan
diklorofenol yang mampu membasmi habis telur cacing di empedu. Pencegahan dapat
RESUME 3 Trematoda parasit (Fascioliasis, Skistosomiasis)

dilakukan dengan tidak mengonsumsi selada air mentah atau sayuran hijau lain yang tidak
dimasak.

Fasciola gigantica, parasite di ternak, kerbau, unta, babi hutan, berbedaa dengan
F.hepatica karena memiliki tubuh yang lebih panjang, kerucut pada kepala lebih pendek,
batil isap pada perut lebih besar, alat reproduksi terletak dibagian lebih anterior, telurnya
lebih besar. Lingkaran hidup dan gejala yang disebabkan sama dengan F.hepatica.

Schistosomiasis

Merupakan penyakit yang Schistosoma sp, diantaranya S.Haematobium, S. mansoni,


dan S. japonicum. Manusia merupakan hospes utama Schistosoma, namun beberapa
ditemukan di mamalia lain. S.haematobium dan S.mansoni ditemukan di kera dan baboon,
S.japonicum ditemukan di berbagai hewan misalnya anjing, kucing, kerbau, dsb.
Schistosoma berbeda dengan trematoda lainnya, karena bentuknya memanjang dan jenis
kelamin terpisah. Badannya yang lebih kuat terlipat membentuk canalis gynaecophorus.
Cacing jantan berwarna kelabu dengan ujung anterior yang silindris, integument dapat halus
maupun menonjol. Usus bercabang menjadi 2 coecum. System ekskresi terdiri dari sel api,
saluran pengumpul, dan 2 saluran panjang.

lIngkaran hidup

Cacing dewasa berpasangan, betina terdapat pada canalis gynaecophorus jantan


telur dikeluarkan ke dalam vena-> terbentyknya mirasidium di dalam telur enzim litik dan
kontraksi vena menyebabkan pecahnya dinding vena telur dilepaskan ke jaringan
perivaskuler usus/ kandung kemih dikeluarkan melalui urine atau tinja. Apabila tersentuh
air dingin maka telur yang mengandung mirasidium keluar dari telur dan berenang bebas
sampai menemukan keong di dalam keong terjadi perkembangan sporokista I dan II
menjadi serkaria keluar dari tubuh keong dan berenang bebas.

Ketika manusia melakukan kegiatan dengan air misalnya mandi, mencuci, berenang
kulit akan berkontak dengan serkaria merekatkan diri dan masuk ke jaringan kapiler
perifer jika tertelan melalui mulut maka akan menembus selaput lender mulut dan
leher serkaria terbawa oleh darah ke pembuluh aferen jantung- menerobos kapiler
ke paru-paru di dalam vena portal trematoda ini mengambil makanan 3 minggu,
cacing berpindah ke kandung kemih. Cacing dewasa dapat hidup selama 30 tahun pada
manusia.
RESUME 3 Trematoda parasit (Fascioliasis, Skistosomiasis)

Gambar 1.a 1.b 1.c

Gambar 1. a Shistosoma hematobium, b. Schistosoma mansoni, c. Schistosoma japonicum


RESUME 3 Trematoda parasit (Fascioliasis, Skistosomiasis)

Schistosoma haematobium, menyebabkan penyakit schistosomiasis vesicalis,


penyebarannya tergantung pada variasi hospes keong air , sangat endemis diseluruh lembah
sungai nil, jordania, Syria, Irak, Arab, kera dan baboon mendapat infeksi alami tapi tidak
penting untuk penyebaran infeksi, cacing ini menyebabkan gejala di kandung kemih, alat
genital, terkadang di usus. Telur S.haematobium terdapat di dinding kandung kemih yang
tersebar di submukosa dan kadang di mukosa, dan beberapa menyumbat pembuluh darah,
menimbulkan penonjolan di mukosa, terjadi berbagai penimbunan kalsium dan fosfat.
Ureter tersumbat, pelvis ginjal terkena. Pada orang laki-laki yang sering terkena adalah
vesicular seminalis, pada wanita kandung kencing, sebagian vulva, dinding servix menebal.
Terjadi kelainan paru paru, karena adanya migrasi cacing. Terjadi endarteritis, karena
adanya reaksi alergi terhadap zat zat yang dikeluarkan miracidium di dalam telur.

Schistosoma mansoni, menyebabkan penyakit schistosomiasis disentri,tersebar di


afrika, delta sungai nil, keong air sebagai hospes perantara adalah Biomphalaria di Afrika,
terdapat di binatang pengerat, kera, dan baboon.

Schistosoma japonicum menyebabkan penyakit Schistosomiasis timur, endemic di


sungai Yangtze, Thailand, Taiwan, di Indonesia di Sulawesi tengah di danau lindu, lembah
Napu. Hospes reservoir termasuk tikus, mrncit, kuda, sapi. Telur S.Japonicum dilepaskan di
kelenjar limfe mesentrium dan dinding usus. Gejala terberat menghasilkan telur dengan
jumlah 10 X lebih banyak daripada S.mansoni. telur tersebut akan menyebabkan infeksi sel
dinding usus, proliferasi jaringan ikat, pembentukan papilloma , dan thrombosis pembuluh
darah. Jika terdapat infeksi lain akan menyebabkan keluarnya darah, nanah, dan telur ke
lumen usus. Zat toksin ccaing dewasa menyebabkan fibrosis hati. Dapat terjadi infeksi otak,
karena telur yang menjadi emboli dikenali sebagai protein asing yang menyebabkan endema
pada sel saraf.

Pencegahan

Mengurangi sumber infekai, melindungi air yang berisi keong terhadap kontaminsi
urin dan tinja, Melindungi orang terhadap air dengan serkaria. Pembuangan tinja manusia
dilakukan secara hygienic, adanya penyuluhan tentang penggunaan kakus, memusnahkan
keong dengan membuang tumbuh tumbuhan air, mengeringkan tempat dengan drainage,
mengurangi jumlah dengan menangkap dengan jarring, pemberantasan keong dengan sulfat
tembaga, Baykuscide. Melindungi petani yang langsung kontak dengan air dengan
menggunakan sepatu dengan bahan repellent.
RESUME 3 Trematoda parasit (Fascioliasis, Skistosomiasis)

Reaksi hospes

Schistosomiasis pada manusia dapat dibagi dalam 3 stadium :

1. Perkembangan, mulai saat menembus kulit sampai menjadi cacing dewasa, 2.


Pengeluaran telur secara aktif, 3. Proliferasi. Gejala yang ditimbulkan ketiga spesies
sama pada stadium pertama, sedangkan pada 2 stadium lainnya mengalami perbedaan
pada pelepasan telur dan waktu pelepasan telur. Telur ketiga spesies ini tersebar di
kulit, jantung, susunan saraf pusat. Cacing dewasa juga tersebar di seluruh tubuh,
menyebabkan peradangan ringan. Cacing yang mati terbawa kembali ke dalam hati,
menimbulkan reaksi peradangan dan menyebabkan fibrosis di pembuluh darah.

Diagnosis

Dapat di diagnosis pada stadium perkembangan dengan timbulnya erupsi kulit


berupa timbulnya berupa ptechia, gejala alergi, kelainan hepar. Pada waktu cacing bertelur,
dapat diketahui adanya gejala tractus urinarius, dengan cystoskop, dan pyelografi intravena.
Schistosoma intestinal, diketahui adanya diare atau disentri, dapat diketahui dengan sinar
rontgen. Pemeriksaan tinja, dengan cara sedimentasi, tinja yang keluar dicampur dengan
0,5% larutan glycerine, kemudian diamati dengan mikroskop diperiksa adanya telur. Cara
lain dapat memeriksa urine, dengan cara di sedimentasi, dipanasi untuk membunuh
infusoria di dalam sedime, mirasidium dapat terlihat.

Pengobatan

Terapi dengan diet yang baik, perbaikan anemia dengan kemoterapi. Keadaan gizi
dapat melindungi penderita dari serangan schistosoma. Obat yang dapat digunakan kalium
dan natrium antimonium tartrat, efektif pada infeksi S.haematobium. Niridazol efektif pada
S.mansoni dan S.haematobium.
RESUME 3 Trematoda parasit (Fascioliasis, Skistosomiasis)

Pertanyaan

1. Pada Schistosoma, cara pencegahannya selalu dengan menghindari sumber infeksi,


adakah solusi lain yang dapat dilakukan, mengingat di Indonesia sudah banyak kasus
mengenai Schistosomiasis ?
Upaya yang dilakukan pemerintah poso kalimantan tengah adalah dengan Eradikasi
yang dilakukan dengan melibatkan Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas
Pekerjaan Umum, Badan Lingkungan Hidup, serta dukungan dari Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Pusat dan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), selain itu terdapat berbagai cara efektif untuk mencegahnya :
- Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-cara
penularan dan cara pemberantasan penyakit ini.
- Buang air besar dam buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidak
mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara.
Pengawasan terhadap hewan yang terinfeksi S. japonicum perlu dilakukan tetapi
biasanya tidak praktis.
- Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan
membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan
mengalirkan air.
- Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang tersedia
mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini).
- Gunakan sepatu bot kare). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan
dengan air yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu
kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan
handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk
membunuh serkaria.
- Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil
dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh
serkariannya.
- Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko
penularan dan cara pencegahan
2. Penyakit Fasciolasis dapat dibagi menjadi 2, Fasciolasis akut dan kronis. Bagaimana
daoat dibedakan antara keduanya
RESUME 3 Trematoda parasit (Fascioliasis, Skistosomiasis)

Fascioliasis akut, bisa terjadi pada domba apabila domba menelan dalam jumlah banyak
metaserkaria dalam waktu singkat. Jumlah fasciola muda menyerbu hati dan menyebabkan
kapsul hati pecah, maka terjadilah perdarahan ke dalam peritonium. Domba bisa mati dalam
beberapa hari. Dalam otopsi akan ditemukan hati yang membesar, pucat, rapuh dan terlihat
jalur-jalur perdarahan pada permukaan hati. Fascioliasis khronis adalah bentuk umum yang
terjadi pada hospes. Hal ini mungkin karena ternak terinfeksi secara bertahap, sehingga
kerusakan hatipun terjadi secara bertahap. Fascioliasis khronis terjadi dua bentuk, yaitu
fibrosis hati dan kholangitis. Waktu Fasciola muda migrasi dalam hati, maka terjadi
kerusakan parenkhim, perdarahan dan nekrosa. Perjalan cacing juga menimbulkan trombus
vena hepatica dan sinusoid hati, dan gangguan aliran darah oleh tombus ini menimbulkan
nekrosis dan iskhaemia dalam parenkhima hati. Dalam proses penyembuhan jaringan
parenkhim diganti dengan serabut kolagen, maka terjadilan fibrosis. Apabila terjadi banyak
lobus hati maka hati menjadi bentuk tidak teratur dan mengeras (sirosis hati/sirosis hepatis).
Kehadiran cacing hati pada saluran empedu menyebabkan kholangitis. Epitel saluran
empedu mengalami hiperplasia. Sisik cacing dan batil isapnya merusak epitel saluran empedu,
maka reaksi radang menyebabkan terjadi fibrosis pada lamina propria dan jaringan sekitarnya.
Gerakan atau migrasi cacing dalam saluran empedu makin memperluas kerusakan . telur cacing
dalam saluran empedu juga mengundang reaksi radang. Cacing juga menghisap darah yaitu
sekitar 0,2 ml tiap hari tiap cacing, sehingga terjadi hypoalbuminaemia dan hypoproteinaemia
selama infeksi berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai