Anda di halaman 1dari 10

Nama : Eriza Dwi Indah Lestari

NIM : 04054821719025
Dokter Muda Obgyn Periode 28 Agustus- 6 November 2017

Journal Reading

Menyelidiki Dampak-Dampak yang Ditimbulkan oleh Endometriosis


Terhadap Pasangan

ABSTRAK

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh endometriosis terhadap


kualitas hidup pasangan penderita serta dampaknya terhadap aspek hubungan,finansial,
status kejiwaan, dan aktivitas sehari-hari

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort berbasis kuesioner yang dilakukan
di unit ginekologis sebuah rumah sakit tersier. Sampel yang digunakan yaitu lima puluh
satu pasangan dari wanita yang menderita endometriosis.

Hasil: Sembilan puluh dua persen (n=46) sampel melaporkan pendapat negatif terkait
endometriosis. Tujuh puluh persen (n = 35) menyatakan endometriosis dalam skala
menengah hingga berat telah mempengaruhi kehidupan sehari-hari . Lebih dari setengah
(52%) menyatakan aspek finansial juga ikut terpengaruh. Hanya 34% (n = 17) sampel
menyatakan didukung dan diikutsertakan oleh tenaga kesehatan dalam pengambilan
keputusan terkait penyakit endometriosis pasangannya. Delapan puluh persen (n = 40)
mengaku tidak mendapatkan informasi apapun terkait efek yang akan ditimbulkan
endometriosis terhadap dirinya sebagai pasangan pasien. Tujuh puluh empat persen
mengaku kehidupan seks terganggu dan lima puluh enam persen mengatakan
endometriosis telah mempengaruhi kehidupannya secara keseluruhan.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa endometriosis memberi dampak yang
signifikan terhadap pasangan penderita baik dalam aspek kehidupan sehari-hari,
keuangan, seks, serta hubungan pasangan dengan penderita itu sendiri. Beberapa
perbaikan hendaknya dapat dimaksimalkan untuk mengikutsertakan pasangan baik
dalam proses pengobatan, pemberian edukasi dan dukungan, serta manajemen yang
holistik terhadap penderita endometriosis maupun keluarga secara keseluruhan.

Kata kunci: endometriosis, pasangan, disfungsi seksual


Pendahuluan

Endometriosis adalah suatu kondisi ginekologikal umum yang mengenai sekitar 10%
wanita usia reproduktif. Gejala umum meliputi dyspareunia, dismenorea, , dyschezia,
dan infertilitas. Wanita dengan endometriosis dapat mengalami gejala yang bervariasi,
mulai dari nyeri ringan yang hilang dengan analgetik hingga hingga luar biasa
menyakitkan. Penilaian, pengobatan, dan manajemen endometriosis tidaklah murah.
Penelitian menunjukkan biaya rata-rata pengobatan endometriosis per wanita per
tahun mencapai 9.579 euro (sekitar 12.000 dolar Australia). Selain itu, keterlambatan
dalam mendiagnosis endometriosis dilaporkan sekitar 7 tahun akan semakin
menurunkan kualitas hidup penderita.
Penelitian sebelumnya melaporkan berbagai aspek kehidupan pasien
endometriosis seperti fisik, finansial, emosional, sosial,dan hubungan ikut terpengaruh.
Meskipun sudah banyak penelitian yang menggambarkan dampak endometriosis
terhadap wanita, hanya sedikit informasi terkait bagaimana penyakit ini memberi
dampak terhadap pasangan penderita. Hasil studi terbaru oleh UK Economic and Social
Research Council menyimpulkan bahwa endometriosis memberikan dampak yang
mendalam pada pasangan dan merekomendasikan prakarsa kesehatan untuk
meningkatkan pelayanan tidak hanya terhadap penderita endometriosis namun juga
terhadap pasangannya.
Kami berhipotesis bahwa penyakit ini memberi pengaruh terhadap kualitas hidup
pasangan penderita dan memberi dampak pada aspek hubungan, finansial, status mental,
dan kehidupan sehari-hari sebagai pasangan. Berangkat dari pengetahuan dan bukti-
bukti yang sudah ada, diharapkan dapat diimplementasikan strategi-strategi untuk
menangani berbagai masalah emosional, seksual, dan sosial dalam kehidupan sehari-
hari penderita endometriosis dalam rangka pengobatan yang komprehensif. Dengan
intervensi yang ditujukan untuk meningkatkan dukungan dan edukasi terhadap kedua
pasangan, diharapkan dapat memberi dampak positif terhadap kualitas hidup baik
penderita dan pasangannya demi keseluruhan pengobatan yang sukses.

Metode

Penelitian ini telah disetujui dan diberikan izin oleh Komite Etik dan Penelitian
Manusia rumah sakit setempat setempat. Pasangan laki-laki dari penderita
endometriosis dijadikan sampel antara Januari 2013 dan Oktober 2014 di Gold Coast
University Hospital, rumah sakit umum tersier di Queensland, Australia. Penderita
yang sudah dinyatakan layak mengikuti penelitian diidentifikasi melalui database rumah
sakit dan diminta untuk menghubungi pasangannya selama kunjungan klinis atau
melalui telepon. Setelah dilakukan informed consent, pasangan dihubungi melalui
email.
Seratus sembilan belas penderita endometriosis dinyatakan layak untuk mengikuti
penlitian dengan kriteria kelayakan berupa usia lebih dari 18 tahun, mampu berbahasa
Inggris, serta tidak memiliki penyakit komorbid lainnya. Tujuh puluh satu penderita
telah memiliki pasangan dan diminta untuk menghubungi pasangan masing-masing.
Kuisioner yang digunakan berdasarkan UK Endopart Study. Survei dirancang untuk
mengeksplorasi pengalaman pasangan laki-laki terhadap diagnosis endometriosis,
dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupan sehari-hari (termasuk pekerjaan rumah,
pengurusan anak, dan finansial) serta terhadap hubungan pasangan dengan penderita
(termasuk hubungan intim, dukungan, fertilitas, dan kemampuan berkomunikasi satu
sama lain). Sebagian besar pertanyaan membutuhkan respon jawaban memaksa, namun
tetap ada ruang untuk opini dan komentar tertulis.

Sebagai contoh:

Apakah endometriosis yang diidap pasangan anda telah mempengaruhi dunia kerja
anda?

a. Sedikit mempengaruhi

b. Cukup mempengaruhi

c. Sangat mempengaruhi

d. Tidak mempengaruhi]

Seberapa mudah anda berbicara tentang endometriosis dengan pasangan anda?

a. Mudah

b. Sulit
c. Saya tidak berbicara dengan dia tentang penyakitnya

d. Lainnya (tulis komentar anda)

Data dianalisa menggunakan IBM SPSS 22. Respons peserta dilaporkan dalam
bentuk frekuensi dan persentase. Pengukuran hubungan kategorikal antara karakteristik
peserta dan dampak terhadap hubungan dengan penderita dianalisa menggunakan
Pearsons 2 -test atau Fishers exact test. Dilakukan analisis regresi multiple logistik
untuk mengetahui faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan hubungan antara
peserta dengan penderita menggunakan backward stepwise procedure. Nilai odds ratios
(OR) dengan interval kepercayaan 95%, level signifikans level of 5%

Hasil

Respon Peserta

Nilai tengah usia peserta adalah 35-44 tahun. Seperti pada tabel 2, 92% (n = 46)
pasangan melaporkan pendapat negatif terhadap endometriosis. Sebagian besar
pasangan merasakan campuran emosi berupa khawatir, marah, dan frustasi terhadap
diagnosis endometriosis.
Tujuh puluh persen (n = 35) pasangan mengetakan endometriosis telah
mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Lebih dari setengah (52%) juga
mengatakan finansial mereka ikut terpengaruh. Hal ini terutama akibat
ketidakmampuan penderita untuk bekerja lagi (72% bervariasi dari cukup hingga sangat
terpengaruh) , dan hal ini juga mempengaruhi dunia kerja pasangan (40% bervariasi dari
cukup hingga sangat terpengaruh).
Selain itu, 70% (n = 34) pasangan mengaku ikut terlibat dalam pengambilan
keputusan terkait pengobatan pasangannya namun hanya 34% (n=17) pasangan merasa
didukung dan diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan oleh tenaga
kesehatan. Delapan puluh persen (n = 40) pasangan mengatakan tidak menerima
informasi apapun tentang dampak yang dapat ditimbulkan endometriosis pada kedua
pasangan. Sebagian besar responden ini mengatakan lebih menyukai informasi secara
tatap muka langsung (40%), atau melalui (30%).

Hubungan dengan Pasangan

Kedua pasangan melaporkan pengaruh signifikan dalam kehidupan seks mereka (74%)
dan hubungan secara keseluruhan (56%). Beberapa komentar yang dikeluarkan berupa

Intercourse menyakiti pasangan saya, sehingga membuat saya tidak ingin


melakukannya,

Istri saya tidak mau berhubungan seks, dia selalu kesakitan,

Kami tidak bisa berhubungan seks, itu terlalu menyakitkan

Istri saya tidak memiliki keinginan untuk berhubungan seks karena rasa sakit yang
terus menghantuinya.Bukan kenikmatan yang diperoleh, malah ketidaknyamanan dan
bahkan kesakitan. Baik secara fisik maupun mental, hal ini sudah mempengaruhi
kehidupan seks kami.

Karakteristik peserta distratifikasi berdasarkan hubungannya dengan pasangan


disajikan dalam Tabel 3. Peserta dengan hubungannya dengan pasangan dipengaruhi
endometriosis cenderung juga terpengaruhi pada aspek lain seperti kehidupan sehari-
hari (P = 0.027), kehidupan seks (P = 0.001), dan finansial (P = 0.002). Dampak faktor-
faktor ini terhadap hubungan peserta dengan pasangannya dianalisa menggunakan
regresi logisitik (Tabel 4). Seperti terlihat pada Tabel 4, faktor resiko yang signifikan
diidentifikasi. Didapatkan bahwa kehidupan seks merupakan faktor resiko yang
signifikan terpengaruh akibat endometriosis (OR = 13.0; 95%CI, 2.568.6; P = 0.003).
Semua kecuali delapan peserta mengatakan mereka tidak dapat berhubungan seks akibat
rasa nyeri.

Tindakan bedah dilakukan pada 42 (84.3%) penderita (Tabel 3). Proporsi tindakan
bedah pada pasangan dengan hubungan terganggu (82.1%) sedikit lebih rendah
dibandingkan proporsi pada pasangan dengan hubungan tidak terganggu (86.4%).
Selain itu, proporsi tindakan bedah pada pasangan dengan kehidupan seks terganggu
(81.1%) lebih rendah dibandingkan proporsi pada pasangan dengan kehidupan seks
tidak terganggu (92.3%), mengindikasikan efek potensial tindakan bedah terhadap
kehidupan seks peserta. Namun, efek pengobatan dengan tindakan bedah tidak
signifikan pada kedua respons ini (P = 0.686 untuk hubungan and P = 0.342 untuk
kehidupan seks).

Demografi, memahami endometriosis

Tidak terdapat korelasi antara usia peserta pemahaman akan endometriosis.

Diskusi

Studi ini mendukung hipotesis bahwa wanita penderita endometriosis secara signifikan
mempengaruhi aspek-aspek kehidupan. Hasil penelitian kami berkorelasi dengan
sejumlah kecil penelitian yang mirip; namun penelitian ini unik secara format sehingga
dapat melihat langsung kekehidupan pasangan penderita endometriosis.
Pada studi ini, 92% pasangan mengatakan campuran emosi dan perasaan tentang
bagaimana endometriosis telah memberi dampak terhadap kehidupan mereka, mirip
dengan emosi berduka yang dideskripsikan oleh Fernandez et al. Kebanyakan peserta
mengaku frustasi dan khawatir dengan diagnosi endometriosis dan merasa tidak ada
yang menolong serta merasa tidak ada yang dapat mereka lakukan untuk menolong
pasangannya. Banyak peserta juga menyampaikan rasa frustasi terhadap keterlambatan
diagnosis dan tidak kompaknya hubungan dengan para praktisi kedokteran.
Beberapa peserta secara spesifik menyebutkan bahwa peran mereka adalah
suportif, dan fokus utama mereka adalah meyakinkan pasangan mereka mendapatkan
pengobatan terbaik. Selain itu, kebanyakan peserta turut dilibatkan dalam pengambilan
keputusan dalam. Hal ini mengulangi bahwa tantangan yang dihadapi penyakit kronis
dapat menguatkan hubungan dan membantu mere-evaluasi hal-hal penting dalam
keluarga secara keseluruhan.
Hasil dari survei ini mungkin akan mempercepat para tenaga kesehatan untuk
meningkatkan pengikutsertaan pasangan dalam pengambilan keputusan, komunikasi,
dan pemahaman terkait apa itu endometriosis dan dampak yang dapat ditimbulkan tidak
hanya terhadap penderita namun juga pasangan dan keluarganya. Yang menarik, ketika
sebagian besar pasangan ditanya mengenaik teknik efektif dapat dilakukan untuk
mengikutsertakan mereka terkait informasi dan edukasi, peserta menjawab mereka lebih
menyukai komunikasi tatap muka langsung.

Pentingnya pengaruh endometriosis terhadap aspek finansial pernah


didemostrasikan di literatur, namun seringkali dianggap remeh. Biaya pengobatan,
hilangnya produktivitas, dan ketidakmampuan mengurus anak dapat menjadi beban
berat dan hal-hal ini harus dipertimbangkan ketika hendak memberikan pelayanan
dukungan kepada keluarga.
Salah satu gejala kardinal endometriosis dalah dysparenia dan kesulitan
berhubungan seks. Hal ini memberi dampak yang signifikan terhadap hubungan intim-
dan hubungan secara keseluruhan-penderita endometriosis.Moradi et al dalam studi
kualitatifnya menyatakan bahwa separuh wanita mengeluh pasangan mereka tidak
suportif serta tidak memiliki pengetahuan yang cukup terkait penyakit endometriosis.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada 2753 wanita penderita endometriosis,
hingga 50% sepakat mengatakan dampak terbesar yang ditimbulkan endometriosis
adalah pada kehidupan seks. Terdapat korelasi kuat antara kehidupan seks dengan
kualitas hubungan antar pasangan. Kurangnya pengertian dalam hal ini dapat semakin
memperburuk keadaan yang sudah ada. Meskipun hal ini bukan sesuatu yang baru,
namun hal ini menjadi suatu wawasan terhadap pasangan.
Terdapat batasan pada studi semi kualitatif ini, termasuk bentuk format
pertanyaan tertutup yang digunakan serta heterogenitas penyakit dan subyek yang
bersangkutan. Penelitian ini tidak memasukkan tingkat keparahan endometriosis, durasi,
ataupun tingkat kelemahan klinis yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Meskipun
terdapat variasi dalam sistem staging endometriosis, penelitian ini tidak memisahkan
tingkat keparahan tersebut karena korelasi klinis yang lemah dengan gejala yang ada.
Hasil yang diperoleh dari studi ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian
terhadap penderita endometriosis. Keterlibatan pasangan sejak awal, normalisasi gejala,
dan edukasi diharapkan dapat membantu meringankan beban yang ditimbulkan penyakit
ini. Penting bagi penderita dan pasangannya untuk mendapatkkan perawatan yang
holistik dari tim multidisiplin, termasuk konselor, psikologis, fisioterapis, dan ahli
bedah yang berpengalaman dalam melakukan eksisi laparoskopi endometriosis.
Dengan pendekatan holistik yang meliputi manajemen medikal dan pembedahan,
edukasi terhadap pasangan, serta dukungan sosial dan finansial dapat meningkatkan
keberhasilan pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai