Bulan suci Ramadhan sedang berlangsung, bulan penuh berkah,
ampunan dan rahmat yang Allah SWT limpahkan kepada para hamba-Nya. Di dalam bulan Ramadhan yang memiliki banyak keistimewaan dibanding bulan- bulan lainnya, dimana semua amal baik dilipatgandakan pahalanya. Bulan suci ini sering sekali dijadikan oleh sebagian besar masyarakat Islam sebagai momentum untuk berbagi, membersihkan harta dengan mengeluarkan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat maal, infaq dan sedekah. Selain momen untuk berbagi, bulan ini adalah waktu yang pas untuk introspeksi diri, apa yang telah diperbuat dalam setahun ini. Hal ini penting untuk penulis bahas karena terkadang justru pada saat ini masyarakat muslim sering terlalu boros dan berlebihan sehingga masyarakat muslim tidak luput dari perbuatan mubazir yang dilarang. Seringkali masyarakat salah paham. Sebenarnya apa yang menyebabkan pemborosan? Bukannya di momen ini masyarakat harusnya bisa lebih berhemat? Sejatinya, Ramadhan menjadi sarana bagi ummat Islam untuk beramal saleh, beribadah sebanyak-banyaknya, karena di bulan penuh berkah ini Allah sediakan pahala berlipat-lipat. Namun faktanya, sebagian ummat Islam bukannya menambah ibadah, tetapi justru menghamburkan-hamburkan uang, contohnya: menghabiskan waktu di pusat-pusat perbelanjaan sehingga meninggalkan kewajiban beribadah. Tujuan berpuasa salah satunya adalah untuk menahan nafsu duniawi yang berlebihan dan juga merasakan penderitaan orang yang kurang beruntung hal ini berarti masyarakat yang konsumtif belum bisa mendapatkan manfaat dari puasa. Bagaimana pandangan masyarakat tentang Ramadan yang sangat identik dengan pemuasan kebutuhan yang kelewat batas? Apa saja faktor-faktor penyebab pemborosan ini? Masyarakat memiliki pola pikir yang salah tentang Ramadhan, dengan dalih mempersiapkan Hari Raya masyarakat menjadi sangat konsumtif berbelanja macam-macam busana dan perlengkapan shalat yang baru sepertinya bulan ini menjadi bulan upgrade segala keperluan shalat hingga perabotan rumah dan alat-alat elektronik padahal tidak harus baru untuk beribadah cukup bersih dari najis dan sesuai syariat dan apabila masih berfungsi dengan baik maka untuk apa diganti yang lebih baru. Ada lagi salah satu faktor yang mendukung terjadinya pemborosan, yaitu buka puasa bersama (Bukber). Berbuka puasa bersama diluar yang tentunya menghabiskan uang. Bukber biasa dilakukan di restoran, rumah makan atau rumah pribadi. Alasan paling klasik yang sering dikemukakan adalah silaturahmi atau kumpul-kumpul. Ada bukber dengan teman-teman sekolah, kantor, dan lain-lain. Kegiatan ini memang ada manfaatnya bertemu teman lama namun dibalik itu semua buka bersama juga menimbulkan efek negatif yaitu waktu shalat maghrib yang tadinya berjamaah dan tepat waktu menjadi kacau dengan adanya aktivitas ini, syukur kalau masih mengerjakan kalau sudah asyik bercengkrama dengan teman lama biasanya bisa lupa waktu dan akhirnya meninggalkan shalat. Bayangkan kalau 10 kali ada acara bukber dan 10 kali juga kita meninggalkan shalat. Masyarakat merasa tidak enak takut dikira sombong kalau tidak mengikuti agenda kelompok atau lingkungan walau diri sendiri mengetahui kegiatan ini bisa menimbulkan kerugian. Jumlah pemasukan yang berbeda-beda membuat cara pandang boros pun ikut berbeda. Sebagian orang yang lebih secara finansial mungkin tidak terlalu berdampak namun sebagian lagi yang ikut-ikutan perilaku ini padahal tidak memiliki finansial yang cukup akan berpengaruh signifikan dengan keuangannya. Fenomena tersebut semakin menjadi-jadi. Pusat-pusat perbelanjaan lebih ramai ketimbang masjid. Masyarakat lebih mampu untuk menghabiskan waktu untuk berbelanja baju dan perlengkapan lainnya, sampai-sampai meninggalkan keutamaan ibadah. Pada awal bulan Ramadan semua masyarakat menyambutnya dengan sangat antusias, namun mendekati Idul Fitri yang lebih ramai malah pusat-pusat perbelanjaan karena tergiur oleh diskon besar-besaran yang ditawarkan. Ini salah satu faktor yang membuat perhatian masyarakat teralihkan dari ibadah dan menyebabkan perilaku konsumtif semakin tak terkendali.