Disusun Oleh:
Linda Dwi Cahyaningsih 14 2014 085
Ammar Zaky Farouk 14 2014 096
Ronny Pujiwiyono
NIK NIK
Yusuf Effendi
NIK 62102222
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan kerja praktek di PT. Holcim Indonesia Tbk
Bogor dan menyelesaikan laporan kerja praktek yang berlangsung selama satu bulan. Kerja
praktek ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Industri, Institut Teknologi Nasional, Bandung.
Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal penelitian ini tidak akan terwujud atas doa,
bimbingan dan bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Marthen Luther Doko, Ir.,M.T selaku Koordinator Kerja Praktek Jurusan Teknik
Kimia ITENAS
2. Bapak Jono Suhartono, S.T., MT., Ph.D serta Ibu Dr. Dyah Setyo Pertiwi, S.T., M.T.,
selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek Jurusan Teknik Kimia ITENAS
3. Bapak Yusuf, Bapak Dani, Bapak Ronny, Bapak Adrian, Bapak Adit, Bapak Nurul dan
pihak-pihak lainnya yang telah membantu selama masa kerja praktek.
4. Orang tua dan keluarga atas doa yang tak pernah putus dipanjatkan untuk kesuksesan
penulis serta dorongan semangat dan dukungannya selama ini.
5. Rekan-rekan mahasiswa/i Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Bandung
yang telah banyak memberikan dukungan, bantuan dan masukan kepada penulis.
6. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek
baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga proposal penelitian
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
TUGAS UMUM
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Sejarah PT Holcim Indonesia Tbk
1.1.1 Visi PT Holcim Indonesia Tbk
1.1.2 Misi PT Holcim Indonesia Tbk
1.1.3 Core Value PT Holcim Indonesia Tbk
1.1.4 Struktur Organisasi PT Holcim Indonesia Tbk
1.2 Ruang Lingkup
1.3 Tujuan Kerja Praktek
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Semen
2.2 Jenis-jenis Semen
2.2.1 Semen Portland
2.2.1.1 Tipe I ( Ordinary Porland Cement )
2.2.1.2 Tipe II ( Moderate Portland Cement )
2.2.1.3 Tipe III ( High Early Portland Cement )
2.2.1.4 Tipe IV ( Low Heat Portland Cement )
2.2.1.5 Tipe V ( Sulfate Resistance Portland Cement )
2.2.1.6 Semen Sumur Minyak ( Oil Well Cement )
2.2.1.7 Semen Masonry
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, PT Semen Cibinong didirikan pada tahun 1971, yang
diresmikan dengan nama PT Semen Tjibinong. Konstruksi pembangunan pabrik dipercayakan
kepada Kaiser Engineering International Inc. Amerika, lalu direalisasikan oleh kontraktor
Indonesia dan Mitsubishi Heavy Industries Ltd. Jepang. 2
Pada bulan Juni 1993, PT Semen Cibinong membeli seluruh saham PT Semen Nusantara di
Cilacap, Jawa Barat. PT Semen Nusantara memiliki kapasitas 1.000.000 ton/tahun. Pada tahun
1994, dilakukan peningkatan kapasitas produksi dengan membangun unit II di Cilacap yang
memiliki kapasitas 2.600.000 ton/tahun dan mulai beroperasi pada tahun 1997.
Pada bulan Juni tahun 2000, Holcim Ltd yang berpusat di Swiss, melakukan penawaran
terhadap PT Semen Cibinong dan pada bulan Desember tahun 2000, PT Semen Cibinong
menyetujui diadakannya restrukturisasi hutang dan menjual sahamnya pada PT Holcim Indonesia,
Tbk dan resmi menjadi pemegang saham utama PT Semen Cibinong pada tanggal 13 Desember
2001 dengan saham sebesar 77,33%. Pada tahun 2009, PT Semen Cibinong bertransformasi
menjadi PT Holcim Indonesia Tbk dan terus beroperasi sampai sekarang. Pada tahun 2015,
perusahaan semen Lafarge bergabung dengan Holcim menjadi Lafarge Holcim.
Audit
Comittee
President
Director
Internal
Audit Dept
Strategy
Business Tuban Legal&Corp Ready Mixed Supply Business Relationship
Finance HRD Manufacturing Concrete& Technical
Risk Assets Project Affair Chain Development Management
Directorate Directorate Directorate Agregate Service
Protection Development Directorate Directorate & Innov Directorater
Business
Directorate
1. Mendapatkan gambaran nyata terhadap suatu proses industri, baik terhadap proses dan
pemroses serta terhadap sistem secara keseluruhan di lingkungan industri.
2. Membandingkan pengetahuan yang diperoleh dari teori perkuliahan dengan kondisi real
di lapangan dengan mengamati dan menganalisa jalannya proses.
3. Memahami sistem pengorganisasian, pengelolaan pabrik, segi ekonomi, dan serta
peraturan kerja dalam pengoperasian sarana produksi.
4. Dapat merasakan dan beradaptasi dengan budaya dan lingkungan industri secara lebih
awal sebagai bekal untuk memasuki lapangan kerja di industri setelah lulus.
5. Untuk memenuhi bebas satuan kredit semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai
persyaratan akademis di jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional.
TUGAS
KHUSUS
BAB I
PENDAHULUAN
Semen pada awalnya dikenal di mesir tahun 500 SM pada pembuatan piramida, yaitu
sebagai pengisi ruang kosong diantara celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat bangsa
Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang kalsinasi batu kapur mulai
digunakan pada zaman Romawi. Kemudian bangsa Yunani membuat semen dengan cara
mengambil tanah vulkanik (vulcanic tuff) yang berasal dari pulau santoris yang kemudian dikenal
dengan santoris cement. Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material
vulkanik yang ada dipengunungan vesuvius dilembah napples yang kemudian dikenal dengan
nama pozzulona cement, yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu pozzoula.
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih lanjut
megenai komposisi bahan dan cara pencampurannya, sehingga diperoleh moltar yang baik. Pada
abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan yang disebabkan oleh pembakaran
limestone kurang sempurna, dengan tidak adanya tanah vulkanik.
Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang Sarjana Inggris berhasil melakukan penyelidikan
terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air. Dari hasil percobaannya disimpulkan
bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat
semen hidrolis yang baik. Batu kapur yang dimaksud tersebut adalah kapur hidrolis (hydroulic
lime). Kemudian oleh Vicat ditemukan bahwa sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan
juga silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika. Akhirnya Vicat membuat kapur
hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur (limestone) pada
perbandingan tertentu, kemudian campuran tersebut dibakar (dikenal dengan Artifical lime twice
kilned).
Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang pertama kali dengan
menggunakan cara seperti Vicat yaitu dengan mencampurkan dua bagian kapur dan satu bagian
tanah liat. Hasilnya disebut Frosts cement. Pada tahun 1812 prosedur tersebut diperbaiki
dengan menggunakan campuran batu kapur yang mengandung tanah liat dan ditambahkan
tanah Argillaceus (mengandung 9-40 % silica). Semen yang dihasilkan disebut British cement.
Usaha untuk membuat semen petama kali dilakukan dengan cara membakar
campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan orang Inggris pada tahun
1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah
dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu
kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbondioksida (CO2). Batuan kapur tohor (CaO)
bereaksi dengan senyawasenyawa lain membentuk klinker kemudian digiling sampai menjadi
tepung yang kemudian dikenal dengan portland.
Hidrasi semen adalah reaksi komponen-komponen dalam semen dengan air. Setiap
komponen dalam semen akan bereaksi masing-masing dengan air dan membentuk
senyawa pengikat. Berikut adalah beberapa jenis reaksi hidrasi yang terjadi pada semen:
Proses setting (pengikatan) semen akan terjadi ketika semen dicampurkan dengan air
sehingga akan mulai terjadi ikatan yang menyebabkan semen akan kehilangan sifat keplastisannya
dan mulai menjadi kaku. Waktu mulai dari pencampuran semen dengan air hingga mulai kaku
disebut initial setting time.Ketika semen telah berikatan dengan sempurna dan mulai menjadi
padatan seutuhnya disebut final setting time. Setelah proses pengikatan akan terjadi proses
hardening (pengerasan) dimana semen akan semakin mengeras dan menguat seiring berjalannya
waktu. Proses pengikatan dan pengerasan ini terjadi setelah proses hidrasi.
Kuat tekan adalah kemampuan sebuah bahan untuk menahan suatu beban tekan.C3S dan
C2S merupakan komponen yang berpengaruh terhadap kuat tekan semen. C3S akan memberikan
kuat tekan awal pada semen, sedangkan C2S memberikan kuat tekan akhir. Selain itu, komponen
C3A berpengaruh pada kecepatan pengerasan semen dan C4AF berpengaruh terhadap warna
semen.Kehalusan semen mempengaruhi kuat tekan dimana semakin halus partikel semen, maka
kuat tekan yang dimiliki semen akan semakin besar.Selain itu, pori-pori juga mempengaruhi kuat
tekan semendimana semakin banyak pori-pori, maka semakin rendah kekuatan semen(Taylor,
1997).
Tabel 2. 15 Kuat Tekan Komponen Semen
Panas hidrasi adalah jumlah panas pada semen yang belom terhidrasi yang dikeluarkan
hingga terjadi hidrasi seluruhnya.Jumlah hidrasi panas tergantung pada beberapa hal seperti tipe
semen, komposisi semen, kehalusan semen, dan rasio antara semen dengan air. Jumlah panas
hidrasi sangat berpengaruh terhadap kualitas semen dimana jika panas hidrasi besar dengan laju
pengerasan yang cepat, maka akan terjadi keretakan pada padatan semen yang terbentuk.
Keretakan ini disebabkan karena struktur padatan semen yang terbentuk menghambat jalan
keluarnya panas.
Semen yang memiliki panas hidrasi yang tinggi disebut sebagai High Early Strength
Cement.Jenis semen ini memiliki kecepatan pengerasan awal yang tinggi.Semen dengan panas
hidrasi yang rendah disebut Moderate Heat Cement,sedangkan yang berada diantaranya ialah
Ordinary Cement.Berikut adalah tabel perbandingan besar panas hidrasi pada setiap komponen
penyusun semen.
Tabel 2. 16 Panas Hidrasi (Kalori/Gram)
Hari ke-
Senyawa
3 7 28 90 180
C4AF 29 43 48 47 73
C3 A 170 188 202 188 218
C2 S 19.5 18.1 43.6 55.2 52.6
C3 S 98.3 110 114.2 122.4 120.6
2.4.5 Penyusutan
Insoluble Residue adalah impuritas sisa setelah semen direaksikan dengan asam klorida
(HCl) dan natrium karbonat (Na2CO3).Insoluble residue dibatasi untuk upaya pencegahan
tercampurnya semen Portland dengan bahan-bahan alami lainnya dan tidak dapat dibatasi dari
persyaratan fisika(Taylor, 1997).
II.5 Proses Pembuatan Semen
Pembuatan semen dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu proses kering dan proses basah.
Namun sekarang pada umumnya lebih menggunakan proses kering. Perbedaan kedua proses ini
hanya terletak pada proses penggilingan. Proses produksi semen dibagi menjadi beberapa tahap
utama, yaitu tahap persiapan bahan baku, proses penggilingan dan pengeringan pada raw mill,
proses kalsinasi pada preheater, proses pembakaran pada rotary kiln, proses pendinginan dan
pembentukan klinker pada cooler, dan proses penggilingan klinker serta penambahan bahan-bahan
aditif dalam finish mill sehingga menghasilkan produk semen siap pakai.
Gambar
2. 7 Alur
Proses
Pembuatan Semen
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen adalah batu kapur, tanah liat, pasir
besi dan pasir silika. Proses pembuatan semen dimulai dari operasi penambangan bahan baku,
yaitu batu kapur. Batu kapur diperoleh dari tambang dengan cara drilling dan blasting. Pada tahap
pertama dilakukan pengeboran sehingga membentuk lubang pada daerah tambang, kemudian
dimasukkan bahan peledak ke dalam lubang dan diledakkan. Batu kapur akan diperoleh dalam
bentuk bongkahan atau bebatuan yang besar. Ukurannya yang mencapai 300 mm kemudian
dimasukkan ke dalam truk untuk menuju crusher. Jika ukurannya terlalu besar, maka
akandilakukanblasting kedua untuk memperkecil ukuran batu kapur yang akan diangkut.Batu
kapur tersebut kemudian diangkut menuju tahap kedua, yaitu crusher untuk memperkecil ukuran
batu kapur sehingga menjadi sekitar 75 mm.
Setelah ukurannya diperkecil oleh crusher, batu kapur kemudian dibawa oleh belt
conveyor menujustorage dantempat pre-blending, yaitu stock pile. Batu kapur disebar merata
sehingga lebih homogen oleh alat stacker dan reclaimer.Stacker merupakan suatu alat besar yang
bergerak maju mundur yang berfungsi untuk menata batu kapur yang datang dari belt conveyor
menuju stock pile, sedangkan reclaimer merupakan alat penggeruk untuk mengambil material
menuju konveyor untuk menuju ke proses berikutnya, yaitu proses pencampuran keempat bahan
baku, penggilingan dan pengeringan.
Penggilingan bahan baku dan pengeringan dilakukan di dalam raw mill. Selama proses
penggilingan bahan-bahan baku, dibutuhkan pula proses pengeringan di dalamnya. Proses
penggilingan dibagi menjadi penggilingan basah dan penggilingan kering.
2.5.2.1 Proses Penggilingan Basah
Pada proses penggilingan basah dilakukan penambahan kadar air sekitar 36%
sehingga menghasilkanslurry dan kemudian diumpankan ke dalam raw mill (Deolalkar,
2009). Keuntungan pada proses penggilingan ini, yaitu umpan menjadi lebih homogen
sehingga kualitas produk semen yang dihasilkan lebih baik dan tidak dipengaruhi oleh
fluktuasi kadar air. Kadar debu yang dihasilkan dalam proses penggilingan basah ini juga
lebih sedikit karena adanya kandungan air. Sedangkan kekurangan dalam proses ini
adalah kebutuhan bahan bakar yang jauh lebih besar karena digunakan untuk
mengeringkan air dan kebutuhan tanur yang panjang sebagai zona dehidrasi untuk
mengendalikan kadar air sehingga berpengaruh pada biaya produksi yang semakin
meningkat (E.Peray, 1979).
Pada proses basah, bahan baku mentah akan dicampur dengan air sehingga bahan
baku diproses dalam bentuk slurry. Gambar 2.2 menunjukkan proses basah yang umum
digunakan sebagai acuan pembuatan semen. Sedangkan pada proses kering, bahan baku
tidak dicampurkan dengan air sehingga bahan baku akan diproses dalam bentuk padatan.
Gambar 2. 8Proses Basah (PT Holcim Indonesia, Tbk)
Namun, dalam aplikasinya di dunia nyata, pabrik semen lebih banyak menuruti
proses kering dibandingkan proses basah. Hal ini dikarenakan keuntungan yang dimiliki
proses kering, yaitu bahan bakar untuk penguapan air lebih sedikit sehingga biaya
produksi menjadi lebih murah dan dapat meningkatkan kapasitas produksi. Gambar 2.3
menunjukkan proses pembuatan semen pada proses kering.
Kebutuhan panas
1807 1741
teoritis untuk reaksi kimia
Dari Tabel 2.17 dapat dilihat bahwa proses penggilingan basah membutuhkan kalor
yang lebih banyak dibandingkan proses penggilingan kering, terutama pada bagian
penguapan air (Taylor, 1997). Oleh karena itu, pabrik sekarang sudah sangat jarang
menggunakan proses penggilingan basah dalam produksi semen. Pabrik lebih
menggunakan proses kering, yaitu dengan penggunaan proses penggilingan kering.
Pada raw mill terdapat classifier yang berfungsi untuk memisahkan material
berukuran besar (coarse) dan kecil (fine), contohnya grit separator.Separator ini akan
memisahkan material ukuran fine dari aliran gas. Material keluaran raw mill merupakan
raw meal yang kemudian akan masuk ke dalam blending silo.Blending silo bertujuan
untuk menyimpan dan homogenisasi raw meal.
2.5.3 Proses Kalsinasi pada Preheater
Rotary kiln merupakan alat berbentuk silinder memanjang horizontal dengan kemiringan
2 hingga 4 derajat dan digunakan untuk proses pembakaran atau klinkerisasi (pembentukan
klinker).Rotary kiln pada umumnya berukuran diameter 10 atau lebih dengan kecepatan 40-70
cm/sec (H.Duda, 1988). Bahan bakar diinjeksikan ke dalam kiln melalui burner. Ukuran kiln
bergantung pada bahan bakar yang digunakan. Jika nilai kalor dari bahan bakar berfluktuasi atau
kadar abu dari bahan bakar, dibutuhkan ukuran kiln yang lebih panjang untuk memastikan terjadi
pembakaran sempurna pada bahan bakar (Deolalkar, 2009). Temperatur maksimum dari kiln
sekitar 1400oC terjadi zona pembakaran yang disebut burning zone. Di dalam kiln juga terdapat
sistem isolasi berupa batu tahan panas pada dindingnya. Sedangkan temperatur luar kiln berada
pada temperatur sekitar 100-300oC (Taylor, 1997).
Proses penggilingan klinker dilakukan di dalam finish mill atau cement mill.Setelah
didinginkan, klinker dimasukkan ke dalam finish mill untuk dilakukan penggilingan sehingga
berubah menjadi bubuk.Di dalam finish mill klinker akan ditumbuk dan digerus menggunakan ball
mill, yaitu bola-bola besi yang saling bertumbukan. Namun sebelum dimasukkan ke dalam finish
mill, klinker ditambahkan dengan bahan-bahan aditif. Bahan-bahan aditif tersebut seperti gipsum,
fly ash, pozzolan dan lainnya dapat meningkatkan kualitas dari semen yang
dihasilkan.Penggilingan ini pada umumnya membutuhkan konsumsi daya sebesar 35-50 kWh/ton
(Taylor, 1997).
Semen yang dihasilkan dimasukkan ke dalam semen silo dalam kapasitas yang besar.
Kemudian semen tersebut didistribusikan secara luas atau pelanggan secara individual di dalam
kantong semen dengan berat tertentu.Pembuatan kantong semen dilakukan dengan packing
machine.Berat 1 kantong semen sekitar 50 kg (Deolalkar, 2009).
Proses pengepakan ini merupakan tahap akhir dalam proses produksi semen sebelum pada
akhirnya semen dipasarkan kepada distributor atau konsumen. Semen dipindahkan ke packing
machine dengan menggunakan air sliding conveyor dan bucket elevator. Dari bucket elevator,
semen dilewatkan ke vibrating screen untuk disaring. Material asing pada semen dipisahkan dan
kemudian dimasukkan ke Track Chain Conveyor (TCC). Semen yang lolos TCC akan masuk ke
dalam feed bin. Feed bin ini akan mengumpankan semen ke stationery packer. Pada mesin ini
semen akan ditimbang dan dikemas di dalam paper bag. Semen yang telah dipak kemudian
diangkut menggunakan belt conveyor menuju bag loader untuk dipindahkan ke truk dan
didistribusikan. Sedangkan untuk semen curah, perbedaan proses pengepakan terjadi pada saat
semen mencapai feed bin. Semen dari feed bin tidak dimasukkan dalam packing machine, namun
akan langsung dimasukkan ke dalam truk tangki semen curah (Taylor, 1997).
BAB III
Bahan Baku Semen
3.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama merupakan bahan dasar dalam industri semen. Bahan baku utama
terdiri dari :
CaO minimal 50%, MgO maksimal 3%, H2O maksimal 12%. Tingginya kadar MgO
menyebabkan terjadinya perubahan bentuk semen setelah terjadi pengerasan, yaitu timbulnya
retak-retak. Batu kapur pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur yang baik
dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air 5% dan penggunaan batu kapur
dalam pembuatan semen itu sendiri sebanyak 81%. Kandungan zat dalam batu kapur dapat
diamati pada tabel 3.1 dan tabel 3.2 berikut:
Untuk membuat semen, faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar MgO-nya, sebab MgO
tinggi akan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk semen setelah terjadi pengerasan, yaitu
timbulnya retak-retak atau lengkungan-lengkungan. Warna batu kapur adalah putih dan akan
berubah menjadi kecoklatan jika terkontaminasi tanah liat atau senyawa besi. Dibawah ini adalah
spesifikasi dari batu kapur:
1 Fase Padat
2 Warna Putih
3 Kadar Air 7-10% H2O
4 Bulk Density 1,3 Ton/m3
5 Specific Gravity 2,49
6 Titik Leleh 825 C
7 Kandungan CaO 47-56 %
8 Kuat Tekan 31,6 N/mm2
9 Silika Ratio 2,6
10 Alumina Ratio 2,57
Batu Kapur mengalami Kalsinasi pada suhu 600 900 oC,reaksi yang terjadi CaCO3 CaO + CO2 Dengan
kadar CaCO sebesar 74 79 %. (H.N Banerjea, 1990)
1 Fase Padat
Coklat
2 Warna kekuningan
3 Kadar Air 18-25% H2O
4 Bulk density 1,7 Ton/m3
5 Titik Leleh 1999-2032 C
6 Specific gravity 2,36
7 Silika Ratio 2,9
8 Alumina Ratio 2,7
9 Silika Ratio 2,6
Tanah liat mengalami pelepasan air hidratnya pada suhu 400 oC, reaksi yang terjadi:
Pasir besi sebagai komposisi tertinggi (70%-80%) terdapat disepanjang pantai laut selatan
pulau jawa. Pasir besi selalu tercapur dengan pasir silika ataupun Titan yang membahayakan
produk semen. Pasir besi berfungsi sebagai penghantar panas dalam pembentukan luluhan terak
semen. Pasir besi disbut juga iron ore yang depositnya terdapat disepanjang pantai dan berkadar
15% dab berwarna hitam. Sejak tahun 1998 sebagai pengganti pasir besi digunakan Copper Slag.
Bahan in berasal dair limbah yang dihasilkan pabrik peleburan tembaga PT. Smelthing Co. Gresik.
Kandungan pasir besinya sekitar 52-64%.
1 Fase Padat
Coklat
2 Warna kemerahan
3 Kadar Air 6% H2O
4 Bulk Density 1,45 Ton/m3
5 Specific Gravity 2,37gr/cm3
6 Kandungan CaO 47-56 %
7 Silika Ratio 5,29
8 Alumina Ratio 2,37
Pasir silika banyak terdapat didaerah pantai. Derajat kemurnian pasir silika dapat mencapai 95-
99,8% SiO2. Warna pasir silika dipengaruhi oleh adanya kotoran seperti oksida logam dan bahan
organik.
Bahan tersebut ditambahkan dalam klinker agar didapatkan sifat-sifat tertentu. Bahan-bahan
tambahan adalah:
3.2.1 Gypsum
Bahan baku tersebut diperoleh dari limbah pabrik Petrokimia. Gypsum dipakai sebagai bahan
campuran pada terak untuk digiling pada penggilingan akhir. Tujuan penambahan gypsum pada
saat penggilingan terak adalah untuk memperlambat pengerasan pada semen, mencegah adanya
false set, serta memberikan tekanan pada semen. Berikut spesifikasi gypsum :
Gambar 2.5 Gypsum
Fly Ash merupakan abu dari batu bara yang telah dibakar, dan sudah tidak terpakai
(Limbah). Fly ash hanya digunakan untuk tipe semen Serba Guna (GU). Fly ash memiliki luas
permukaan yang besar sehingga dapat mengisi rongga-rongga semen dan sebagai penyumbang
kuat tekan akhir pada semen. Tetapi dalam penggunaannya tidak boleh berlebihan, karena akan
mempengaruhi kualitas semen. Fly ash dicampur di keluaran finish mill (separator), 80% fly ash
akan menjadi produk semen, 20% fly ash akan menjadi bahan gagal dan akan kembali ke mill
untuk digiling.
Fly Ash mengandung unsur kimia antara lain silika, alumina, fero oksida, dan kalsium
oksida dan juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida, titanium oksida,
alkalin dan KO), sulfur trioksida, pospor oksida dan karbon. Dengan memanfaatkan limbah ini
bisa mengurangi timbulnya pencemaran.
c) Pozzolan
Merupakan material tambahan selain gypsum pada proses penggilingan klinker menjadi
semen, pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan
pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang halus
dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan
kalsium hidroksida (Ca(OH)2) pada suhu biasa dan membentuk kalsium Alumina Hidrat-CAH
yang bersifat hidraulis, pozzolan juga disebut SCM-Supplementary Cementitious Material.
BAB III
PERALATAN PROSES PEMBUATAN SEMEN
Alat utama dalam pabrik pembuatan semen adalah rotary kiln dan peralatan penunjang
produksi lainnya. Peralatan utama ini merupakan sebuah elemen yang sangat penting di industri
pengolahan semen. Jenis jenis peralatan utama dan pendunkung dalam industri semen meliputi
crusher limestone, vertical raw mill, rotary kiln, coal mill dan finish mill.
Pada proses produksi semen di PT. Holcim Indonesia Tbk ini terdiri dari dua plant
pengolahan bahan baku menjadi semen siap pakai. Pada setiap plant antara Nar 1 dan Nar 2
memiliki jenis peralatan utama dan pendukung yang sama namun memiliki kapasitas dan
spesifikasi yang berbeda.
Proses yang terjadi didalam vertical raw mill mill ini meliputi grinding, drying, classifying
dan transporting.
Grinding
Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di mana material yang diumpankan dari
atas akan terlempar ke samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang
berputar karena putaran table itu sendiri.
Drying
Material akan mengalami pengeringan dengan target kadar moisture max 1%. Proses
ini memanfaatkan panas gas sisa dari preheater-kiln dan cooler. Material yang telah
digiling akan kontak langsung dengan hot gas yang masuk melalui nozzle louvre ring.
Material keluar raw mill bersuhu sekitar 80oC, gas masuk bersuhu 300-350oC dan
keluar bersuhu 90-100oC.
Classifying
Classifying atau bisa disebut separating, maksdunya adalah material yang telah
digiling oleh roller akan terangkat oleh gas panas melewati separator yang ada di
bagian atas table, material yang telah cukup lembut sesuai target akan lolos melewati
separator sedangkan material msaih kasar akan jatuh kembali ke table untuk digiling.
Transporting
Seperti yang disebutkan di proses classifying, gas panas selain sebagai pengering
material juga sebagai alat transportasi ke proses selanjutnya. Produk raw mill yang
disebut raw meal akan dibawa gas melewati beberapa cyclone sebagai alat separator
terakhir.
Gambar 3.4 Raw Mill Grinding System (Sumber: dokumentasi PT. Holcim Indonesia)
TUGAS KHUSUS
Data dari Raw Mill pada Nar 1 dibutuhkan untuk dapat melakukan perhitungan. Data
yang telah diperoleh dilakukan perhitungan untuk mendapatkan neraca massa dan neraca panas
dari Raw Mill. Perhitungan pada sistem Raw Mill sebagai berikut :
Menghitung neraca massa dilakukan untuk mengetahui massa bahan yang masuk sistem
akan sama dengan massa bahan yang keluar sistem. Neraca massa dapat dirumuskan:
INPUT = OUTPUT
Dimana :
Menghitung neraca panas dilakukan untuk mengetahui kalor yang dilepas material-
material bahan ataupun air baik yang terkandung dalam bahan maupun yang terdapat diluar
bahan. Persamaan untuk neraca panas yaitu :
Q= m x Cp x T
Q= m x L
Keterangan :
Gas-gas yang memiliki volum yang sama, pada temperatur dan tekanan yang sama,
memiliki jumlah partikel yang sama pula. Artinya, jumlah molekul atau atom dalam suatu volum
gas tidak tergantung kepada ukuran atau massa dari molekul gas. hukum Avogadro adalah bahwa
Konstanta gas ideal memiliki nilai yang sama bagi semua gas.
= =
dimana :
T= Temperatur gas ( C)
Satu mol gas ideal memiliki volum 22.4 liter pada kondisi standar (STP), dan angka ini sering
disebut volum molar gas ideal. Gas-gas nyata (non-ideal) memiliki nilai yang berbeda.
Hukum Boyle Gay Lussac merupakan gabungan dari hukum Boyle, hukum Charles,
dan hukum Gay Lussac. Secara sistematis dirumuskan sebagai :
P x V x T = konstan
Dari hukum di atas, dapat dikatakan volume gas berbanding langsung terhadap jumlah gas
dan suhu dan berbanding terbalik terhadap tekanan, dirumuskan persamaan gas ideal:
PxV=nxRxT
Dimana :
Kapasitas panas merupakan besaran terukur yang menggambarkan banyaknya kalor yang
diperlukan untuk menaikan suhu suatu zat benda sebesar jumlah tertentu (misalnya 1 C). Secara
matematis kapasitas panas campuran dapat dirumuskan sebagai berikut:
2 3
Cp dT = A (T Tref) + (T T 2 ref) + (T T 3 ref) + (T 4 T 4 ref) + (T 5
2 3 4 5
T 5 ref)
Dimana :
A,B,C,D,E = Konstanta
1. Latar Belakang
Industri semen merupakan salah satu industri yang memegang peranan penting
dalam pembangunan bangsa. Faktor bahan baku yang banyak tersedia di dalam negeri
menjadi salah satu keunggulan dari industri ini. Produknya pun telah menjadi kebutuhan
mendasar dalam berbagai bidang. Perkembangan industri semen di Indonesia terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya, seiring dengan semakin banyaknya permintaan
dan didukung oleh melimpahnya cadangan bahan baku di beberapa wilayah di
Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu bagi industri-industri semen di
Indonesia untuk lebih meningkatkan kinerja dan performa demi menghasilkan semen
yang berkualitas dan sesuai dengan standar serta keinginan konsumen.
2.
Terdapat banyak aspek yang mempengaruhi kinerja dari sebuah industri semen,
seperti misalnya ketersediaan dan komposisi bahan baku, kinerja dari alat proses yang
digunakan, kesinambungan antar unit operasi, dan lain sebagainya. Keseluruhan aspek
tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas semen yang dihasilkan. Studi
yang komprehensif terhadap aspek-aspek tersebut dapat dilakukan untuk meninjau
seberapa besar pengaruh dari aspek yang ditinjau terhadap output yang diinginkan.
Adapun salah satu studi yang dilakukan untuk melihat sejauh mana kinerja sebuah
proses adalah dengan mengevaluasi kinerja setiap unit.
75
B. Tujuan
C. Ruang Lingkup :
Pengamatan dilakukan terhadap unit Raw Mill pada plant PT. Holcim
Narogong di NAR 1. Data aktual diperoleh dari PT. Holcim Narogong NAR1
pada tanggal 20 Juli 2017 pukul 03:00 WIB. Data laju Mill Feed dan komposisi
tiap Mill Feed dijadikan variabel tetap pada data aktual yang diperoleh dari
lapangan. Dari data tersebut dilakukan perhitungan untuk menentukan neraca
massa dan neraca panas pada sistem Raw Mill tersebut.